Enjoy Reading.
***
Aku berjalan menelusuri lorong istana dengan riang, bermaksud mengajak kakakku Daniel bermain di taman, tapi saat tidak mendapati dia di mana pun, akhirnya aku bermaksud menuju kamarnya, siapa tahu dia sudah kembali dari mana pun dia pergi tadi.
Aku sengaja memilih masuk lewat pintu penghubung di kamarku yang memang langsung menembus ke kamarnya, membuka pintu sepelan mungkin agar bisa mengejutkan dirinya, aku melihat Daniel di sana sedang berbaring di ranjang, tapi tidak sendirian, ada Mommy bersamanya, karena rasa usil dan kepoku meningkat, akhirnya aku menunduk dan bersembunyi di balik rak buku, ingin tahu apa saja yang dibicarakan Mommy dan kakakku jika sedang berdua.
"Demammu sudah agak turun, tapi obat ini harus tetap dihabiskan, Mom tidak mau alergimu kambuh lagi." Perkataan Mommy membuatku mengernyit heran, Daniel demam? Kenapa tidak ada yang memberitahu aku kalau kakakku sedang sakit.
"Aku tidak apa-apa, Mom, justru aku merasa sangat tidak berguna karena jatuh sakit hanya gara-gara seekor lebah."
"Sayang, kamu baru 7 Tahun, kamu tidak bisa menjadi sekuat ayahmu."
"Tapi, Mom! Mommy, kan, tahu Jojo sangat mengandalkanku untuk bisa melindungi dirinya, dan bagaimana aku bisa menjaganya kalau aku juga lemah, masa hanya gara- gara mengambil apel dan di sengat lebah aku jatuh sakit? Itukan sama sekali tidak elite."
Mommy tertawa pelan. "Sudah, tidak apa-apa. Mom
tidak akan memberi tahu yang lain kalau kamu sakit, kok." "Terima kasih, Mommy."
"Baiklah, mommy harus pergi, kamu jaga diri dan Jojo baik- baik ya."
"Pasti Mommy."
"Mom tunggu." Aku melihat Daniel menggenggam lengan Mommy dan mencegahnya pergi.
"Ada apa lagi, Sayang?"
"Aku pernah mendengar dari Kakek, ada serum atau apa pun sebutannya yang bisa meningkatkan kekuatan tubuh manusia melebihi manusia yang lainnya. Apakah Mom mau menyuntikkannya padaku?"
Aku hampir tersedak mendengarnya dan sepertinya Mom juga. Apa- apaan dia itu, apa yang ada di otaknya sehingga mau melaukan hal berisiko sebesar itu?
"Kenapa kamu menginginkan itu, Sayang?"
"Karena aku ingin lebih kuat dari siapa pun, aku ingin bisa diandalkan, aku ingin bisa melindungi semua yang dekat denganku. Terutama Jojo."
Aku terpaku mendengarnya, sebegitu sayangkah Daniel padaku, sampai rela melakukan hal seperti itu?
"Mom harus membicarakan ini dengan Daddy-mu
dulu oke?"
Lalu setelahnya aku tidak mendengar suara apa pun selain pintu yang sudah tertutup, aku menutup mulutku dengan kedua tanganku, agar tidak mengeluarkan suara apa pun, dadaku terasa sesak. Kenapa kakakku sebegitunya menyayangiku? Rela tersengat lebah hanya demi sebuah apel yang bahkan hanya aku makan separuhnya saja, aku jadi merasa aku ini adalah Adik yang paling tidak tahu terima kasih.
Setelah waktu berjalan lumayan lama, aku beringsut dan melihat kakakku yang sepertinya sudah tertidur lelap karena efek obat yang diminum olehnya. Aku memandang wajahnya yang sama persis dengan wajahku, kami kembar, tapi kenapa dia bisa lebih dewasa daripada aku? Kenapa dia selalu dengan sabar menghadapi kenakalan dan keusilanku? Apa bedanya aku dengan dirinya? Tidak kita sama sekali tidak berbeda, bahkan detak jantung kita selalu seirama. Jika dia bisa mengorbankan dirinya untuk melindungi aku maka aku juga bisa mengorbankan diriku untuk melindunginya, walau caraku akan sangat berbeda.
Aku kembali ke kamarku dengan berjalan sepelan mungkin agar tidak terlalu mengganggu Daniel yang masih tertidur, aku membulatkan tekad dan langsung keluar dari kamar menuju ruangan kakekku, kakek yang akan selalu mendukung dan menuruti keinginanku.
***
"Kamu yakin ingin melakukan ini?" tanya kakekku sekali lagi seperti saat pertama kali aku mengutarakank keinginanku dan sekarang disinilah aku berada di laboratorium khusus milik kakekku.
"Tentu saja aku yakin Kakek, kalau Daniel bisa mendapat serum penguat tubuh, kenapa aku tidak bisa mendapat serum anti racun?" Yeah, aku sudah mendapat kabar bahwa Daniel sudah menginjeksi tubuhnya dengan kekuatan Hulk, itu sebutanku untuknya sekarang. Karena memang dia jadi memiliki kekuatan fisik melebihi manusia pada umumnya, tapi tentu saja dia tidak berubah menjadi hijau dan menjadi monster. Karena dilihat dari segi mana pun tubuhnya tetap sama, hanya kekuatannya yang berbeda.
"Karena jika sekali saja kakek menyuntikkan ini ke dalam tubuhmu, maka tubuhmu tidak bisa diinjeksi lagi untuk kedua kalinya," terang kakekku. Tentu saja aku tahu itu. Aku bahkan sudah tahu apa risikonya jika tetap ingin melakukannya. tapi tekadku sudah kuat. Jika Daniel ingin bisa melindungiku secara fisik, maka akulah yang akan melindunginya dari orang-orang licik.
"Aku yakin Kakek, sangat yakin," kataku mantap. "Baiklah, kakek akan lakukan, tapi ini akan sedikit sakit. Bukan sedikit, tapi memang akan terasa sakit, dan kamu harus bisa menahannya."
Aku mengangguk mantap, dan aku bisa melihat Kakek menghela napas pasrah. Sebenarnya sebelum mendatangi kakekku aku sudah mendatangi Mommy terlebih dahulu, tentu saja Mommy sudah pasti menolak keinginanku. Tapi saat dewasa nanti bukankah Daniel akan menjadi pewaris Cohza dan secara otomatis akulah yang menjadi Putra Mahkota di Kerajaan Cavendish.
Aku memiliki Daniel yang akan melindungiku dari serangan apa pun, tapi apa Daniel akan bisa melindungiku dari kelicikan? Dan itulah alasan yang akhirnya membuat seluruh keluarga Cavendish dan Cohza menyetujui tubuhku menerima injeksi. Tentu saja aku memilih serum penangkal racun agar tidak ada orang licik dan pendengki yang bisa membunuhku saat aku lengah, dan selain itu aku bisa makan apa pun tanpa takut mati karena makanan itu tidaklah sehat. Sekali dayung dua pulau terlampaui. Aku aman, Daniel aman dan yang penting semua makanan aman masuk ke dalam perutku. Wkwkwkwk.
Kakek membawaku ke ruangan khusus yang sangat khas rumah sakit. Serba putih. Lalu aku melihat beberapa orang masuk, termasuk Mommy. Semua memakai baju steril, dilengkapi sarung tangan dan masker. Bisa dibilang aku agak takut sekarang. Aku pikir yang namanya serum anti racun yang akan dimasukkan ke dalam tubuhku hanya berupa suntikan seperti saat aku diimunisasi, tapi ternyata aku salah karena aku harus melalui proses panjang dan mendebarkan.
Tanganku terasa kebas, karena ada jarum infus di sana dan entah jarum apa lagi, yang jelas jumlahnya 3 di masing- masing lengan. Belum cairan entah apa yang dipaksa masuk ke dalam mulutku. Rasanya pahit dan seperti duri yang menusuk- nusuk tenggorokanku.
Awalnya aku bingung kenapa tangan dan kakiku diikat. Aku bahkan sempat melihat Mommy yang meneteskan air mata saat pertama kali menusukkan jarum sutik ke tubuhku. Pasti Mommy merasa tidak tega karena membiarkan anakknya menjadi bahan percobaannya sendiri. Tapi aku selalu tersenyum untuk sekadar menghibur Mommy agar tidak sedih lagi.
Lalu pelan tapi pasti, dadaku mulai terasa sesak, suhu tubuhku meningkat drastis, aku mulai merasa aneh di tubuhku, awalnya hanya seperti ada asap di seluruh wajahku, lalu berubah menjadi rasa pusing di kepala, berubah lagi menjadi mual dan yang terakhir benar-benar membuatku tidak bisa mempertahankan senyum di wajahku. Aku mulai mengerang kesakitan, awalnya pelan tapi lama-kelamaan aku menjerit memohon agar siapa pun menghentikan rasa sakit di tubuhku.
Aku bisa melihat Mommy yang sesenggukan di dalam pelukan Daddy. Aku juga bisa melihat wajah Daniel yang pucat pasi dan ikut menangis setiap aku merasa kesakitan.
Aku tidak suka melihat Daniel sedih, aku ingin bisa melindunginya juga, aku ingin jadi Adik yang berguna untuk itu aku akan bertahan sampai titik darah penghabisanku.
Aku pikir aku sudah siap akan segalanya, tapi ternyata injeksi itu memang sangatlah sakit. Aku bahkan masih mengingat rasanya sampai sekarang. Tubuhku terasa ditusuk ribuan jarum. Aku terus mengalami rasa sakit itu selama beberapa hari hingga aku berpikir nyawaku tidak akan bertahan untuk menghadapinya. Tapi rasa sakit itu seolah menghilang setiap kali aku melihat wajah Daniel. Dialah alasanku bisa mengatasinya. Karena Dia juga mendapat injeksi dan pasti dia juga mengalami rasa sakit yang sama. Jika dia bisa bertahan, maka aku juga harus bisa.
Rasa sakit ini tidak seberapa di banding semua pengorbanan Daniel untukku. Aku akan menerima seluruh kesakitan ini demi Daniel. Dia melakukan apa pun untukku, dan aku akan lakukan apa pun untuknya. Dia boleh terus melindungiku, dan aku akan terus berusaha agar berguna untuknya.
ITULAH JANJIKU.
***
TBC
Enjoy Reading.***"Aw.""Diam Kak, jangan gerak- gerak.""Kamunya juga pelan- pelan Jo. Awww sakittt.""Bodo, udah dibilang panggil Jack, jangan Jojo.""Iya, iya elah. Sini obatin lagi!" Daniel menunjuk pipinya yang masih memar.Mau tidak mau aku memberinya salep agar pipinya tidak semakin membiru. Ini sudah 5 bulan sejak aku dan Daniel diinjeksi obat aneh. Sejak itu semua berubah, tidak ada lagi main bersama.Daniel di Prancis, dan aku di Cavendish. Kami terpisah sangat jauh, tapi Daniel selalu berusaha menemuiku seminggu sekali, dan tentu saja dengan tubuh memar dan lebam.Karena aku sudah mengajukan diri sebagai pewaris kerajaan Cavendish, aku sekarang harus ekstra belajar agar bisa menjadi Raja yang baik kelak. Tapi setidaknya aku masih bisa merasakan hiburan saat aku bosan, masih bisa bermain dan bersantai. hanya jam belajarku saja yang bertambah.Tidak seperti Daniel kakakku. Aku melihatnya seperti tidak bi
Enjoy Reading.***"Bibi." Aku langsung berlari dan meloncat ke tubuh bibiku Pauline saat tahu dia datang ke Cavendish."Hay ... Jack." Bibi tertawa dan berusaha menahan tubuhku yang menerjangnya.Pletakkk!Awwww!Aku mengusap keningku saat satu jentikan mendarat di jidatku."Lihat tubuhmu, badan segede itu, main tubruk saja. Untung Pauline kuat, kalau tidak, sudah nyungsep berdua kalian," protes pamanku Paul sambil bersedekap memandangkun yang masih betah memeluk Bibi tersayangku, saudara kembar Uncle Paul a.k.a Kakak dari Daddy-ku.Aku cemberut dan memandang bibiku manja. "Uncle jahat Bibi.""Kakak, jangan seperti itu." Bibi Pauline memlototi Paman Paul, membuatku memeletkan lidah mengejeknya."Astagaaaa, jangan di manja lagi. Besok usianya sudah 8 Tahun, semakin ngelunjak nanti." Paman Paul memandangku protes."Dia boleh berusia 18 Tahun, dan aku akan tetap menganggapnya sebagai keponakan kecilku yang pa
Mengandung adegan kekerasan.Enjoy Reading.***Bukhhh!Aku tersentak kaget saat merasakan perih dan asin di bibirku. Aku mengerang pelan, menyadari seseorang baru saja memukul wajahku, tanganku terasa kebas karena terikat di atas kepala dan tubuhku berada pada posisi menggantung. Aku berusaha membuka mataku tapi semua terasa gelap. Mataku ditutup entah dengan kain apa, karena baunya sangat anyir dan membuatku mual."Bagus. Akhirnya kamu bangun juga Pangeran."Aku mengernyit berusaha mengenali suara itu. Tapi belum sempat aku bicara.Bukhhh, uhukkk!Satu pukulan keras mendarat di perut, membuatku memuntahkan semua sarapanku, rasanya sangat sesak dan secara otomatis air mataku membasahi kain penutup itu. Aku menangis, tentu saja, jangankan di pukul, di tampar saja aku tidak pernah."Katanya keluarga Cohza itu kuat, tapi ternyata satu pukulan saja bisa membuatmu muntah-muntah, dasar menjijikkan."Belum cukup keterke
Enjoy Reading.***GELAP.Tempat ini sangat gelap. Aku sudah membuka mataku selebar mungkin, tetapi tetap tidak mampu menemukan setitik cahaya pun di tempat ini. Apa aku buta? Aku berusaha menggerakkan jari tanganku yang terasa kaku. Aku meraba wajah dan menyentuh kedua mataku. Aku tidak buta, aku yakin itu. Aku bernapas dengan pelan dan mempertajam pendengaranku. Tidak salah lagi, itu suara hujan.Aku ada di mana? Apa aku masih di tempat penculikan? Jantungku langsung berdetak lima kali lebih cepat saat berusaha mengingat apa yang baru saja aku alami. Aku takut bukan karena kegelapan ini, aku takut dengan rasa sakit, aku tidak mau di siksa lagi.Tapi siapa? Kenapa aku tidak ingat siapa yang menyiksaku? Aku juga tidak ingat di siksa seperti apa, yang pasti aku masih ingat aku menjerit kesakitan dan para penjahat itu malah tertawa senang. Seolah penderitaanku adalah hiburan bagi mereka.Iya mereka. Walau samar tapi aku yakin mereka lebih dari
Enjoy Reading.***2 BULAN SEBELUMNYA."Aku membunuh Jojo, aku membunuh Jojo, aku membunuhnya." Pete terus meracau memandang tangannya yang berlumuran darah dan memandang Jhonathan yang tergeletak di hadapannya.Pauline memandang Pete dengan wajah malas."Dia sudah meninggal Nona," ucap anak buahnya setelah memeriksa Jhonathan."Bagus, Pete ayo pergi."Pete menggeleng panik. "Tidak, jangan tinggalkan Jojo sendiri, kita harus membawanya ke rumah sakit."Plakkk.Pauline menampar lalu menjambak rambut Pete hingga wajahnya tepat di hadapannya."Adikku sayang, tenangkan dirimu, kamu tidak membunuh Jhonathan, kamu membunuh orang yang menyakiti Jhonathan." Pauline mengelus wajah Pete sayang dan menanamkan sugestinya."Sekarang tidurlah, kamu pasti lelah."Pete mengangguk patuh dan langsung berada di bawah pengaruh hipnotis hingga sepersekian detik setelahnya dia sudah tertidur.Pauline memandang anak
Enjoy Reading.***Aku terbangun saat mendengar suara Pak Ridwan yang akan mulai menerjang ombak bersama kapal demi mencari ikan. Saat ini masih dini hari, dan seperti bisa Emak sudah membantu menyiapkan beberapa keperluan Pak Ridwan.Saat ini aku berada di Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lebih tepatnya di Pantai Ngrenehan dengan penduduk yang 75% berprofesi sebagai nelayan.Mereka akan berangkat melaut sebelum fajar, dan akan kembali saat tengah hari. Lalu hasil tangkapan biasanya akan langsung dibawa ke TPI (Tempat pelelangan ikan). Ada yang langsung dijual ke penadah untuk dibawa ke luar kota,a juga yang dijual eceran atau pengunjung yang berdatangan. Selain itu ada yang dijual matang. seperti Emak Rina.Emak memiliki warung makan di bibir Pantai Ngrengehan, biasanya hasil tangkapan Pak Ridwan, terutama ikan bawal akan dijual di warung Emak. Sedang sisanya dibawa ke TPI. Karena menu andalan di s
Enjoy Reading.***"Marco kamu bantu Emak cari Adek- adekmu ya, ini udah lewat makan siang, tapi adekmu masih main dan belum pulang."Aku mengangguk sambil mengikuti Emak ke arah pantai, tempat 4 M izin bermain tadi.Emak masih sibuk nanya nelayan di sekitar tentang keberadaan Marcell, Micell, Miko dan Millo saat aku merasa melihat mereka sejenak.Aku berjalan, dan memang benar itu 4 M. Tapi mereka tidak sendirian, ada 3 orang lain yang lebih besar. Sepertinya mereka seumuran denganku, dan aku mengenali salah satunya adalah anak dari Bos Kapal. Sedang dua lainnya teman sekelasnya.Kapal di sini memang sebagian besar adalah kapal sewaan, tapi ada juga nelayan yang memiliki kapal sendiri, dan syukurlah Bapak dan Emak salah satu yang memiliki kapal sendiri.Aku sering mendengar para nelayan mengeluh karena berpenghasilan rendah, kadang bahkan merugi karena hasil tangkapan tidak sesuai prediksi. Padahal mereka harus membayar sewa kapal da
Enjoy Reading.***"Marco."Aku mengernyit bingung, ini ngapain cecurut Eko dateng ke rumahku."Apaan?"Aku melihatnya berdiri gelisah dan meremas tangannya gugup. "Em ... bisa bicara berdua?"Aku melihat Marcel yang memandangku was- was.Aku tersenyum menenangkan."Mas keluar bentar ya Dek, jaga yang lain." Aku menepuk pundak Marcell dan keluar dari halaman menuju pohon dekat rumah."Ada apaan?""Em ... aku mau minta maaf."Alisku terangkat sebelah, habis keselek apa ini kodok, tiba- tiba datang minta maaf."Kata orang pinter, aku ada salah sama orang, makanya sudah seminggu ini aku sial terus. Katanya aku dikutuk dan harus minta maaf sama orang yang aku jahatin biar tidak sial lagi."Wowww dukun? Kutukan? Hahhaaa, aku pengen ketawa ngakak. Aku yang ngerjain dia kali. Malah di kira kutukan. Biarlah, aku diam saja, aku memandangnya dengan wajah datar yang s
Enjoy Reading.***Aku memandang kamera cctv di depanku dengan jengkel, sudah 3 Tahun berlalu, dan aku belum bisa masuk ke Cavendish. Uncle Paul benar- benar menjaga kerajaan itu dengan ketat.Aku kangen sama Mom dan Daddy, dan aku bahkan belum melihat makam Kakek, orang yang paling menyayangiku selama ini.Aku memandang ke atas, di mana kerajaan Cavendish berada. Ya, secara resmi aku belum bisa memasuki kerajaan itu, tapi secara ilegal aku sudah di sini dari 2 Tahun yang lalu. Tentu saja sebagai Red 01. Aku membangun ruang bawah tanah di mana bekas laboratorium milik Kakek dulu pernah diberikan padaku.Sesuai dugaanku, laboratorium ini terbengkalai tidak di gunakan lagi. Karena memang Mommy-ku tidak mengetahui keberadaannya. Dan Kakek hanya mewariskannya padaku.Aku melihat ruangan yang masih banyak kosong itu, aku sudah 2 Tahun mengotak- atik penelitian dan belajar otodidak tentang dunia farmasi, tapi semua masih gagal. Ada sih yang berhasil, ta
Enjoy Reading.***Aku membuka mataku dan seperti biasa, wajah dingin Daniel sudah menyambutku, bosku itu kenapa jadi macam kulkas begitu, perasaan dulu waktu kecil manis banget deh."Marco!""Hmm." Karena malas melihat Daniel mode introgasi aku memilih memejamkan mataku, jangan sampai kena hipnotisnya, kan bahaya."Jangan pura- pura tidur.""Nggak bos, tapi aku emang masih ngantuk," jawabku masih dengan memejamkan mata.Aku mendengar Daniel menggeser duduknya lebih "Kenapa kamu nyuri data pribadiku dan menyusul ke Bali?""Karena ada yang janggal dengan misimu." "Bagaimana kamu tahu kalau ada yang janggal." "Tahu saja, sudah nggak usah di bahas, yang penting kan bos selamat.""Tapi kamu hampir nggak selamat." Aku membuka mataku dan melihat Daniel memandangku sendu."Bos khawatir padaku?" "Hmm.""Beneran?" Aku langsung duduk tegak dan meringis saat merasakan nyeri di punggungku."Bodoh, kenap
Enjoy Reading.***Aku sedang melakukan pemanasan di ruang latihan khusus yang disediakan di rumah milik Daniel.Sudah seminggu sejak aku melihat Daniel bersama Joe, dan setelahnya aku tidak bisa menemuinya lagi. Padahal aku masih kangen padanya, berharap mengobrol sedikit atau sekadar menyapa saja, tapi saying, sepertinya Daniel sudah dimonopoli oleh Joe, makanya dia tidak pulang. Dia bahkan mengabaikan latihan."Pukul yang benar, seperti ini," ucap si codet dan mempraktikkan pukulan dan tendangannya ke arah samsak, ekspresinya terlihat kesal saat melihatku latihan dengan setengah hati."Kamu harus latihan keras agar tidak mengecewakan Tuan Jack, aku tidak mau dianggap tidak becus melatihmu."Aku mendesah dan mengambil ancang- ancang, tapi baru aku akan mempraktikkan apa yang diajarkan si codet, saat itulah Daniel masuk dan lagi- lagi dengan Joe."Sudah cukup pemanasannya."Si codet mengangguk dan langsung menyingkir dar
Enjoy Reading.***Aku memandang Daniel bingung, kenapa dia menatapku seolah aku ini orang asing?"Kamu ngomong apaan sih?" tanyaku heran saat dia akan beranjak pergi, seolah keberadaanku tidaklah penting sama sekali.Daniel berbalik lagi dan menatapku datar. "Sepertinya lukanya lumayan parah, makanya dia jadi bodoh. Jelaskan padanya siapa aku dan posisinya sekarang, aku harus pergi menjemput Joe."Joe? Aku Jhonathan adikmu. Masa nggak kenal sih?Lagipula sejak kapan Jojo jadi Joe?Aku menoleh pada satu orang lagi yang ada di ruangan ini, dia berwajah seram dengan bekas luka di wajahnya, cocok banget jadi mafia."Daniel tunggu," panggilku kesal, dia benar- benar mengacuhkanku. Heran deh, nggak kangen apa sama aku?Aku melihat tubuhnya menegang sebentar lalu memandangku dengan raut sedikit terkejut."Dari mana kamu tahu namaku? Aku ingat aku tidak menyebut nama Daniel di hadapanmu."Hell, kok dia semakin aneh, ya
Enjoy Reading***Jakarta, Ibu Kota Indonesia. Tempat ribuan orang menggantungkan nasibnya, tempat orang menggapai cita- citanya sekaligus tempat orang kehilangan harapannya.Jakarta, di sinilah aku tinggal sekarang, bersama dengan ke- empat adikku dan Emak. 6 orang dalam satu kontrakan dengan 3 ruangan, satu ruang untuk tidur, satu ruang untuk dapur dan satu lagi kamar mandi.Sempit, memang sempit, tapi hanya segitu rumah kontrakan yang mampu dibayar Emak. Yaitu 600 ribu sebulan, tidak termasuk listrik dan pam. Jadi, satu bulan Emak bisa mengeluarkan 800-1 juta rupiah setiap bulan untuk tempat tinggal.Emak bekerja sebagi asisten rumah tangga di apartemen- apartemen elite tidak jauh dari lokasi kontrakan kami. Beliau bebersih, tapi kadang nyuci dan nyetrika juga. Tergantung permintaan pemilik apartemen.Saat ini Emak menangani 4 apartemen, jadi Emak biasa berangkat pukul 4 pagi sampai jam 2 sore. Kadang kalau sedang banyak kerjaan, bisa sam
Enjoy Reading.***Jakarta, Ibu Kota Indonesia. Tempat ribuan orang menggantungkan nasibnya, tempat orang menggapai cita- citanya sekaligus tempat orang kehilangan harapannya.Jakarta, di sinilah aku tinggal sekarang, bersama dengan ke- empat adikku dan Emak. 6 orang dalam satu kontrakan dengan 3 ruangan, satu ruang untuk tidur, satu ruang untuk dapur dan satu lagi kamar mandi.Sempit, memang sempit, tapi hanya segitu rumah kontrakan yang mampu dibayar Emak. Yaitu 600 ribu sebulan, tidak termasuk listrik dan pam. Jadi, satu bulan Emak bisa mengeluarkan 800-1 juta rupiah setiap bulan untuk tempat tinggal.Emak bekerja sebagi asisten rumah tangga di apartemen- apartemen elite tidak jauh dari lokasi kontrakan kami. Beliau bebersih, tapi kadang nyuci dan nyetrika juga. Tergantung permintaan pemilik apartemen.Saat ini Emak menangani 4 apartemen, jadi Emak biasa berangkat pukul 4 pagi sampai jam 2 sore. Kadang kalau sedang banyak kerjaan, bisa sa
Enjoy Reading.***Aku seorang Pangeran Cavendish. Aku seorang Abdul Rachim, dan di sinilah aku, berada di tempat yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.Aku sudah biasa jadi pusat perhatian, aku sudah biasa dipamerkan. Tapi lihatlah sekarang, aku di arak keliling kampung menggunakan Kerbau. Iyups Kerbau, binatang besar, hitam dan bau.Aku menunduk menyembunyikan wajahku yang memerah karena malu. Ini semua perbuatan si kodok ngorek itu. Apanya yang tidak dibayarin? Apanya yang bukan belas kasihan. Ini lebih parah dari itu, ini pembully-an.Kita memang sunat bersama, kita merayakan juga bersama. Tapi dia di sunat dengan laser, aku di sunat manual.Dia di arak dengan kuda dan iringan Reog Ponerogo, aku di arak dengan kerbau dan beberapa kambing yang sudah dihias. Ini penistaan. Dan aku pasti akan membalasnya.Jika mutilasi di khalalkan, aku pasti sudah memutilasinya. Kalau perlu dagingnya aku jadikan tumpeng selamatan khitana
Enjoy Reading.***3 BULAN KEMUDIAN."Marcel, Misel, Miko, Millo, Bangunnnnnn."Aku melihat Adik- adikku masih menggeliat malas. "Bentar lagi Mas," rengek Marcel."5 menit saja." Misel menguap lebar. Sedang Miko dan Millo tidak berkutik sama sekali.Baiklah. Cara A tidak berhasil, sekarang gunakan cara B. Aku mengambil sandal jepitku yang ber- merk swallow dan memukulnya di atas meja berkali- kali dengan keras.Plakk! Plaakkk!"Bangunnnn woyy bangun, bangunnn. Gempa, gempaaa."Misell, Miko dan Millo langsung gelagapan dan meloncat dari ranjang, sedang Marcell malah mengambil bantal dan menutup telinganya, dasar bocah bandel."Marcel, aku hitung sampai 3, kalau tidak bangun, aku siram nih."Marcel mengintip sebentar lalu bergumam tentang aku yang tidak membawa ember, dan lagi- lagi menyungsupkan wajahnya ke balik bantal."Marcel 1, 2, 3. Oke, itu pilihanmu." Aku menarik bantal yang
Enjoy Reading.***Takdir kehidupan. Siapa yang tahu. Semua boleh berharap. Semua boleh bermimpi. Tapi....Jika sang takdir sudah datang. Doa sekhusuk apa pun.Usaha sekeras apa pun.Tidak akan bisa menghalanginya.Takdir sudah berkata, dan aku harus bisa menerimaya.Walau itu pahit.mWalau itu sakit.Tiada pilihan yang diberikan, kami harus rela mengikhlaskannya.***Aku memandang rumah yang biasa ramai kini terlihat legang.10 hari yang lalu aku masih bercengkerama denganBapak, bercanda, belajar dan berebut remote saat menonton tv.Sekarang rumah ini hanya berisi duka. Emak mengurung diri di kamar, Marcell dan Miscell hanya terdiam sedih, sedang Miko dan Millo masih terlalu kecil untuk paham dengan apa yang terjadi.10 har