Enjoy Reading.
***
"Aw."
"Diam Kak, jangan gerak- gerak."
"Kamunya juga pelan- pelan Jo. Awww sakittt."
"Bodo, udah dibilang panggil Jack, jangan Jojo."
"Iya, iya elah. Sini obatin lagi!" Daniel menunjuk pipinya yang masih memar.
Mau tidak mau aku memberinya salep agar pipinya tidak semakin membiru. Ini sudah 5 bulan sejak aku dan Daniel diinjeksi obat aneh. Sejak itu semua berubah, tidak ada lagi main bersama.
Daniel di Prancis, dan aku di Cavendish. Kami terpisah sangat jauh, tapi Daniel selalu berusaha menemuiku seminggu sekali, dan tentu saja dengan tubuh memar dan lebam.
Karena aku sudah mengajukan diri sebagai pewaris kerajaan Cavendish, aku sekarang harus ekstra belajar agar bisa menjadi Raja yang baik kelak. Tapi setidaknya aku masih bisa merasakan hiburan saat aku bosan, masih bisa bermain dan bersantai. hanya jam belajarku saja yang bertambah.
Tidak seperti Daniel kakakku. Aku melihatnya seperti tidak bisa bernapas dan sekarang dia lebih mirip robot yang dihajar setiap hari.
Dulu aku melihat Uncle Pete juga mengalaminya, pulang seminggu sekali dalam keadaan babak belur dan aku hanya menghinanya karena dia kalah terus saat latihan. Tapi sekarang melihat Daniel yg selalu terluka saat pulang, hatiku merasa sakit.
"Hey, kenapa menangis?"
"Ini pasti sakit," isakku sambil mengolesi salep kini ke arah rusuk Daniel.
Aku cengeng! Memang. Aku selalu tidak tahan jika melihat kembaranku sakit atau terluka.
Daniel malah tertawa terbahak- bahak.
Plakkk!
"Sakit Jo."
"Jack," protesku mendengar panggilannya.
"Iya Jack, jangan pukul lagi ya, masih nyut- nyutan ini"
"Kamu sih, aku khawatir malah diketawain. Telungkup." Aku membantu Daniel melepas kaosnya agar bisa mengolesi lebam yang ada di punggungnya.
"Ini tidak seberapa Jack, banyak yang lebih parah dariku. Semua yang bekerja di Save Security memang menjalani training yang berat, dan sebagi calon pemimpin Cohza aku harus lebih kuat dari mereka. Kalau Daddy melatihku dengan setengah hati aku tidak akan berkembang, yang ada aku jauh tertinggal dari anak buah Daddy yang lain."
"Mereka, kan, memang udah besar Kak, sedang kamu baru 7 Tahun."
"Umur bukan alasan. Seorang pewaris harus lebih giat dari yang dipimpinnya, kamu juga jangan malas ya."
"Ish, kapan aku malas, aku bahkan sudah punya laboratoriumku sendiri, dan menghasilkan penemuan."
"Benarkah?" Daniel bangun dan memandangku penasaran.
"Apa saja yang sudah kamu kerjakan? Melakukan operasi? Atau sekadar mengganggu Kakek?"
"Enak saja, terakhir kali aku sudah berhasil membedah ular, kalau membedah manusia belum. Kakek belum mengizinkanku melakukan semua itu, tapi setidaknya dia sudah mengajariku berbagai trik operasi dan memberitahu tanaman mana yg bermanfaat dan mana beracun."
"Belajar yg rajin ya, nanti pasti kamu akan jadi Dokter jenius seperti Mommy."
"Seperti Mommy? Sorry ya, aku akan jadi Dokter lebih hebat daripada Mommy." Aku memandang Daniel dengan wajah sombong.
"Iya, iya calon Dokter hebat." Daniel mengacak rambutku lalu berbaring lagi.
"Ayo Pak Dokter, obati lagi pasienmu ini!"
Aku tertawa pelan, dan melakukan apa yang dia minta.
***
Ini sudah pukul 2 dini hari, tapi aku malah membuka pintu penghubung ke kamar Daniel, dan lagi-lagi aku mendesah kecewa. Daniel belum datang. Padahal biasanya sabtu sore dia sudah muncul di pintu istana.
Aku resah dan entah kenapa merasa tidak tenang. Aku selalu takut terjadi sesuatu dengan Daniel jika merasa gelisah seperti ini. Aku ngantuk, tapi tidak berani tidur, takut melewatkan sesuatu yang penting. Entah kenapa aku merasa harus menunggu Daniel di sini.
Dengan rasa yang tidak nyaman aku merebahkan tubuhku ke ranjang milik Daniel, semoga dia tidak apa-apa, semoga rasa gelisah ini hanya efek aku merindukannya. Semoga, semoga saja. Aku mulai menutup mataku dan akhirnya tertidur.
Aku bangun saat merasakan guncangan di bahuku. "Jack, kenapa tidur di sini?" Aku memandang wajah
Daniel tepat di sampingku. Daniel?
"Kakakkkkk." Melihatnya aku langsung bangun dan memeluknya.
"Hey, cuci mukamu dulu baru memelukku!"
Aku melepaskan pelukanku dan cemberut. "Ish, Kakak mah, aku kangen tahu, kenapa pulang terlambat?"
"Maaf, kamu khawatir ya?"
Aku mengangguk cepat. "Aku pikir terjadi sesuatu padamu, dan kamu tidak akan kembali."
"Tentu saja aku kembali, memang aku mau ke mana?
Rumahku kan di sini."
"Entahlah, aku merasa resah dari semalam."
Daniel memandangku lembut. "Pasti itu efek kamu yang kangen banget sama aku."
Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
"Cepat mandi, Mommy sudah menunggu kita untuk sarapan."
"Kakak, mandi bareng, yuk!" ajakku tapi malah di tepis olehnya.
"Besok-besok saja ya, kita harus segera keluar."
Aku cemberut. "Besok kapan? Kamu keburu pergi."
"Tenang saja, aku mendapat cuti satu minggu ini, kamu lupa minggu depan kita ulang tahun?"
Aku langsung merasa senang, cuti seminggu? Ulang tahun? Aku sampai melupakan hari istimewaku dengannya karena terlalu resah.
Brugkkk!
"Aku sayang kakak." Aku memeluk Daniel dengan tawa gembira, senang sekali bisa menghabiskan waktu dengannya lagi walau hanya untuk satu minggu.
"Ok, tapi lepas Jack. Kamu bau, belum mandi." Daniel melepas pelukanku dan langsung mendorongku masuk kamar mandinya.
"Aku segera keluar!" teriakku sebelum menutup kamar mandi dan membersihkan diri dengan cepat.
***
"Brother, c’mon, sekaliiiiiii aja."
Daniel tidak menghiraukan ucapanku, sudah beberapa hari aku melakukan permintaan yang sama.
"Please, ayolahhh." Aku memasang tampang semelas mungkin.
"Nanti Mommy sama Daddy marah Jack."
Aku mendengkus kesal karena rayuanku tidak berhasil. "Brother enggak asik. Ayolah, kita kan sering melakukan ini dan selalu aman," kini aku memasang wajah seimut mungkin agar dia terbujuk.
Daniel memandang wajahku dan aku sengaja mengedip- edipkan mata tanda memohon
"No! Ini berbeda, ini lebih berbahaya."
"Bahaya apanya? kita hanya akan merayakan ulang tahun, bukan mencuri."
"Tapi yang kamu minta merayakan ala Cohza." "Memangnya kenapa? Kakak sudah 8 Tahun,
merasakan ulang tahun ala Cohza dan baik- baik saja. Kenapa aku tidak?"
Daniel kehabisan kata- kata dan memandangku frustrasi, mungkin kesal dengan kekeras kepalaanku yang akut ini.
"Pleassee ya, Kak, sekaliiiiii saja."
Daniel menggeleng.
"Apa Kakak enggak pengen dapet kado banyak? Ayolah, kita hanya akan bertukar tempat sehari. Aku pasti baik-baik saja."
"Tidak."
Aku memberengutkan wajahku dengan kesal.
Sepertinya aku harus menggunakan senjata utamaku. " Dasar pengecut," ejekku lantang.
"Jangan mulai Jack." Daniel memperingatkan.
"Apa? Kau, kan, memang pengecut. Begitu aja tidak berani."
"Aku bukan pengecut, tapi waspada."
"Cih, sama aja. Aku yang akan menghadapi bahaya, tapi kamu yang ketakutan. Apalagi kalau bukan pengecut namanya."
"Jack."
"Ayolah, sekali aja. Aku janji, setelah ini aku akan jadi anak baik dan Adik penurut."
"Tidak. Kali ini pengecualian, minta yang lain saja."
"Huh, baiklah, aku akan memberitahu Mommy kalau
Tahun lalu aku membantumu onani gara-gara kamu salah minum obat."
Daniel menatapku dengan wajah ngeri. Gotcha, kena kamu sekarang. Jangan panggil aku Jack kalau aku tidak bisa mewujudkan keinginanku.
"Kamu tidak akan berani."
"Coba saja." Aku menyeringai menang.
"Kalau kamu mengatakan pada Mommy. aku akan beritahukan semua kenakalanmu."
"Silakan, aku sudah biasa nakal, Mommy tidak akan terkejut."
Daniel mengusap wajahnya frustrasi, dia memandangku sambil membuka mulutnya dan mengumpat pelan.
"Baiklah, katakan saja. Toh aku enggak sengaja. Siapa yang tahu kalau itu obat perangsang. Kupikir itu obat penahan rasa sakit."
Aku mengangkat sebelah alisku mengejek, aku tahu aku akan segera mendapat keinginanku.
"Yakin?"
Daniel gelisah dia pasti sudah tahu seberapa nekat diriku ini.
"Jack." Daniel memberi tatapan memohon padaku.
Maaf ya Bang, enggak akan mempan.
"No! Aku tidak akan terkecoh oleh rayuanmu." Aku membalas dengan senyum lebar.
Daniel menjambak rambutnya frustrasi.
"Baiklah, baiklah, kamu menang. Kamu boleh menjadi aku di ulang tahun kita yang ke- 8, 3 hari lagi."
"Yeach, I love u brother." Aku langsung memeluk kakakku dan meloncat gembira.
"Sudah Jack, aku mau menemui Uncle Pete, kamu bikin kesel." Daniel langsung meninggalkanku begitu saja.
Aku tersenyum lebar sambil melambaikan tangan ke arahnya. Lalu, senyumku menghilang bersamaan dengan tubuhnya yang juga sudah tidak terlihat.
Aku menyentuh tanganku ke dada. Rasa tidak tenang dan gelisah sudah menghantuiku beberapa hari ini. Dan jika seperti itu biasanya ada sesuatu yang terjadi pada Daniel.
Itulah kenapa aku ngotot ingin menggantikan Daniel di acara ulang tahun kami yang ke- 8. Karena entah kenapa aku seperti memiliki firasat, bahwa ada sesuatu yang buruk akan terjadi.
Aku mengusap dadaku berusaha menenangkan diriku sendiri. Tersenyumlah, tersenyumlah. Mantraku dalam hati sebelum berlari menuju laboratorium milik kakekku.
***
TBC
Enjoy Reading.***"Bibi." Aku langsung berlari dan meloncat ke tubuh bibiku Pauline saat tahu dia datang ke Cavendish."Hay ... Jack." Bibi tertawa dan berusaha menahan tubuhku yang menerjangnya.Pletakkk!Awwww!Aku mengusap keningku saat satu jentikan mendarat di jidatku."Lihat tubuhmu, badan segede itu, main tubruk saja. Untung Pauline kuat, kalau tidak, sudah nyungsep berdua kalian," protes pamanku Paul sambil bersedekap memandangkun yang masih betah memeluk Bibi tersayangku, saudara kembar Uncle Paul a.k.a Kakak dari Daddy-ku.Aku cemberut dan memandang bibiku manja. "Uncle jahat Bibi.""Kakak, jangan seperti itu." Bibi Pauline memlototi Paman Paul, membuatku memeletkan lidah mengejeknya."Astagaaaa, jangan di manja lagi. Besok usianya sudah 8 Tahun, semakin ngelunjak nanti." Paman Paul memandangku protes."Dia boleh berusia 18 Tahun, dan aku akan tetap menganggapnya sebagai keponakan kecilku yang pa
Mengandung adegan kekerasan.Enjoy Reading.***Bukhhh!Aku tersentak kaget saat merasakan perih dan asin di bibirku. Aku mengerang pelan, menyadari seseorang baru saja memukul wajahku, tanganku terasa kebas karena terikat di atas kepala dan tubuhku berada pada posisi menggantung. Aku berusaha membuka mataku tapi semua terasa gelap. Mataku ditutup entah dengan kain apa, karena baunya sangat anyir dan membuatku mual."Bagus. Akhirnya kamu bangun juga Pangeran."Aku mengernyit berusaha mengenali suara itu. Tapi belum sempat aku bicara.Bukhhh, uhukkk!Satu pukulan keras mendarat di perut, membuatku memuntahkan semua sarapanku, rasanya sangat sesak dan secara otomatis air mataku membasahi kain penutup itu. Aku menangis, tentu saja, jangankan di pukul, di tampar saja aku tidak pernah."Katanya keluarga Cohza itu kuat, tapi ternyata satu pukulan saja bisa membuatmu muntah-muntah, dasar menjijikkan."Belum cukup keterke
Enjoy Reading.***GELAP.Tempat ini sangat gelap. Aku sudah membuka mataku selebar mungkin, tetapi tetap tidak mampu menemukan setitik cahaya pun di tempat ini. Apa aku buta? Aku berusaha menggerakkan jari tanganku yang terasa kaku. Aku meraba wajah dan menyentuh kedua mataku. Aku tidak buta, aku yakin itu. Aku bernapas dengan pelan dan mempertajam pendengaranku. Tidak salah lagi, itu suara hujan.Aku ada di mana? Apa aku masih di tempat penculikan? Jantungku langsung berdetak lima kali lebih cepat saat berusaha mengingat apa yang baru saja aku alami. Aku takut bukan karena kegelapan ini, aku takut dengan rasa sakit, aku tidak mau di siksa lagi.Tapi siapa? Kenapa aku tidak ingat siapa yang menyiksaku? Aku juga tidak ingat di siksa seperti apa, yang pasti aku masih ingat aku menjerit kesakitan dan para penjahat itu malah tertawa senang. Seolah penderitaanku adalah hiburan bagi mereka.Iya mereka. Walau samar tapi aku yakin mereka lebih dari
Enjoy Reading.***2 BULAN SEBELUMNYA."Aku membunuh Jojo, aku membunuh Jojo, aku membunuhnya." Pete terus meracau memandang tangannya yang berlumuran darah dan memandang Jhonathan yang tergeletak di hadapannya.Pauline memandang Pete dengan wajah malas."Dia sudah meninggal Nona," ucap anak buahnya setelah memeriksa Jhonathan."Bagus, Pete ayo pergi."Pete menggeleng panik. "Tidak, jangan tinggalkan Jojo sendiri, kita harus membawanya ke rumah sakit."Plakkk.Pauline menampar lalu menjambak rambut Pete hingga wajahnya tepat di hadapannya."Adikku sayang, tenangkan dirimu, kamu tidak membunuh Jhonathan, kamu membunuh orang yang menyakiti Jhonathan." Pauline mengelus wajah Pete sayang dan menanamkan sugestinya."Sekarang tidurlah, kamu pasti lelah."Pete mengangguk patuh dan langsung berada di bawah pengaruh hipnotis hingga sepersekian detik setelahnya dia sudah tertidur.Pauline memandang anak
Enjoy Reading.***Aku terbangun saat mendengar suara Pak Ridwan yang akan mulai menerjang ombak bersama kapal demi mencari ikan. Saat ini masih dini hari, dan seperti bisa Emak sudah membantu menyiapkan beberapa keperluan Pak Ridwan.Saat ini aku berada di Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lebih tepatnya di Pantai Ngrenehan dengan penduduk yang 75% berprofesi sebagai nelayan.Mereka akan berangkat melaut sebelum fajar, dan akan kembali saat tengah hari. Lalu hasil tangkapan biasanya akan langsung dibawa ke TPI (Tempat pelelangan ikan). Ada yang langsung dijual ke penadah untuk dibawa ke luar kota,a juga yang dijual eceran atau pengunjung yang berdatangan. Selain itu ada yang dijual matang. seperti Emak Rina.Emak memiliki warung makan di bibir Pantai Ngrengehan, biasanya hasil tangkapan Pak Ridwan, terutama ikan bawal akan dijual di warung Emak. Sedang sisanya dibawa ke TPI. Karena menu andalan di s
Enjoy Reading.***"Marco kamu bantu Emak cari Adek- adekmu ya, ini udah lewat makan siang, tapi adekmu masih main dan belum pulang."Aku mengangguk sambil mengikuti Emak ke arah pantai, tempat 4 M izin bermain tadi.Emak masih sibuk nanya nelayan di sekitar tentang keberadaan Marcell, Micell, Miko dan Millo saat aku merasa melihat mereka sejenak.Aku berjalan, dan memang benar itu 4 M. Tapi mereka tidak sendirian, ada 3 orang lain yang lebih besar. Sepertinya mereka seumuran denganku, dan aku mengenali salah satunya adalah anak dari Bos Kapal. Sedang dua lainnya teman sekelasnya.Kapal di sini memang sebagian besar adalah kapal sewaan, tapi ada juga nelayan yang memiliki kapal sendiri, dan syukurlah Bapak dan Emak salah satu yang memiliki kapal sendiri.Aku sering mendengar para nelayan mengeluh karena berpenghasilan rendah, kadang bahkan merugi karena hasil tangkapan tidak sesuai prediksi. Padahal mereka harus membayar sewa kapal da
Enjoy Reading.***"Marco."Aku mengernyit bingung, ini ngapain cecurut Eko dateng ke rumahku."Apaan?"Aku melihatnya berdiri gelisah dan meremas tangannya gugup. "Em ... bisa bicara berdua?"Aku melihat Marcel yang memandangku was- was.Aku tersenyum menenangkan."Mas keluar bentar ya Dek, jaga yang lain." Aku menepuk pundak Marcell dan keluar dari halaman menuju pohon dekat rumah."Ada apaan?""Em ... aku mau minta maaf."Alisku terangkat sebelah, habis keselek apa ini kodok, tiba- tiba datang minta maaf."Kata orang pinter, aku ada salah sama orang, makanya sudah seminggu ini aku sial terus. Katanya aku dikutuk dan harus minta maaf sama orang yang aku jahatin biar tidak sial lagi."Wowww dukun? Kutukan? Hahhaaa, aku pengen ketawa ngakak. Aku yang ngerjain dia kali. Malah di kira kutukan. Biarlah, aku diam saja, aku memandangnya dengan wajah datar yang s
Enjoy Reading.***Takdir kehidupan. Siapa yang tahu. Semua boleh berharap. Semua boleh bermimpi. Tapi....Jika sang takdir sudah datang. Doa sekhusuk apa pun.Usaha sekeras apa pun.Tidak akan bisa menghalanginya.Takdir sudah berkata, dan aku harus bisa menerimaya.Walau itu pahit.mWalau itu sakit.Tiada pilihan yang diberikan, kami harus rela mengikhlaskannya.***Aku memandang rumah yang biasa ramai kini terlihat legang.10 hari yang lalu aku masih bercengkerama denganBapak, bercanda, belajar dan berebut remote saat menonton tv.Sekarang rumah ini hanya berisi duka. Emak mengurung diri di kamar, Marcell dan Miscell hanya terdiam sedih, sedang Miko dan Millo masih terlalu kecil untuk paham dengan apa yang terjadi.10 har
Enjoy Reading.***Aku memandang kamera cctv di depanku dengan jengkel, sudah 3 Tahun berlalu, dan aku belum bisa masuk ke Cavendish. Uncle Paul benar- benar menjaga kerajaan itu dengan ketat.Aku kangen sama Mom dan Daddy, dan aku bahkan belum melihat makam Kakek, orang yang paling menyayangiku selama ini.Aku memandang ke atas, di mana kerajaan Cavendish berada. Ya, secara resmi aku belum bisa memasuki kerajaan itu, tapi secara ilegal aku sudah di sini dari 2 Tahun yang lalu. Tentu saja sebagai Red 01. Aku membangun ruang bawah tanah di mana bekas laboratorium milik Kakek dulu pernah diberikan padaku.Sesuai dugaanku, laboratorium ini terbengkalai tidak di gunakan lagi. Karena memang Mommy-ku tidak mengetahui keberadaannya. Dan Kakek hanya mewariskannya padaku.Aku melihat ruangan yang masih banyak kosong itu, aku sudah 2 Tahun mengotak- atik penelitian dan belajar otodidak tentang dunia farmasi, tapi semua masih gagal. Ada sih yang berhasil, ta
Enjoy Reading.***Aku membuka mataku dan seperti biasa, wajah dingin Daniel sudah menyambutku, bosku itu kenapa jadi macam kulkas begitu, perasaan dulu waktu kecil manis banget deh."Marco!""Hmm." Karena malas melihat Daniel mode introgasi aku memilih memejamkan mataku, jangan sampai kena hipnotisnya, kan bahaya."Jangan pura- pura tidur.""Nggak bos, tapi aku emang masih ngantuk," jawabku masih dengan memejamkan mata.Aku mendengar Daniel menggeser duduknya lebih "Kenapa kamu nyuri data pribadiku dan menyusul ke Bali?""Karena ada yang janggal dengan misimu." "Bagaimana kamu tahu kalau ada yang janggal." "Tahu saja, sudah nggak usah di bahas, yang penting kan bos selamat.""Tapi kamu hampir nggak selamat." Aku membuka mataku dan melihat Daniel memandangku sendu."Bos khawatir padaku?" "Hmm.""Beneran?" Aku langsung duduk tegak dan meringis saat merasakan nyeri di punggungku."Bodoh, kenap
Enjoy Reading.***Aku sedang melakukan pemanasan di ruang latihan khusus yang disediakan di rumah milik Daniel.Sudah seminggu sejak aku melihat Daniel bersama Joe, dan setelahnya aku tidak bisa menemuinya lagi. Padahal aku masih kangen padanya, berharap mengobrol sedikit atau sekadar menyapa saja, tapi saying, sepertinya Daniel sudah dimonopoli oleh Joe, makanya dia tidak pulang. Dia bahkan mengabaikan latihan."Pukul yang benar, seperti ini," ucap si codet dan mempraktikkan pukulan dan tendangannya ke arah samsak, ekspresinya terlihat kesal saat melihatku latihan dengan setengah hati."Kamu harus latihan keras agar tidak mengecewakan Tuan Jack, aku tidak mau dianggap tidak becus melatihmu."Aku mendesah dan mengambil ancang- ancang, tapi baru aku akan mempraktikkan apa yang diajarkan si codet, saat itulah Daniel masuk dan lagi- lagi dengan Joe."Sudah cukup pemanasannya."Si codet mengangguk dan langsung menyingkir dar
Enjoy Reading.***Aku memandang Daniel bingung, kenapa dia menatapku seolah aku ini orang asing?"Kamu ngomong apaan sih?" tanyaku heran saat dia akan beranjak pergi, seolah keberadaanku tidaklah penting sama sekali.Daniel berbalik lagi dan menatapku datar. "Sepertinya lukanya lumayan parah, makanya dia jadi bodoh. Jelaskan padanya siapa aku dan posisinya sekarang, aku harus pergi menjemput Joe."Joe? Aku Jhonathan adikmu. Masa nggak kenal sih?Lagipula sejak kapan Jojo jadi Joe?Aku menoleh pada satu orang lagi yang ada di ruangan ini, dia berwajah seram dengan bekas luka di wajahnya, cocok banget jadi mafia."Daniel tunggu," panggilku kesal, dia benar- benar mengacuhkanku. Heran deh, nggak kangen apa sama aku?Aku melihat tubuhnya menegang sebentar lalu memandangku dengan raut sedikit terkejut."Dari mana kamu tahu namaku? Aku ingat aku tidak menyebut nama Daniel di hadapanmu."Hell, kok dia semakin aneh, ya
Enjoy Reading***Jakarta, Ibu Kota Indonesia. Tempat ribuan orang menggantungkan nasibnya, tempat orang menggapai cita- citanya sekaligus tempat orang kehilangan harapannya.Jakarta, di sinilah aku tinggal sekarang, bersama dengan ke- empat adikku dan Emak. 6 orang dalam satu kontrakan dengan 3 ruangan, satu ruang untuk tidur, satu ruang untuk dapur dan satu lagi kamar mandi.Sempit, memang sempit, tapi hanya segitu rumah kontrakan yang mampu dibayar Emak. Yaitu 600 ribu sebulan, tidak termasuk listrik dan pam. Jadi, satu bulan Emak bisa mengeluarkan 800-1 juta rupiah setiap bulan untuk tempat tinggal.Emak bekerja sebagi asisten rumah tangga di apartemen- apartemen elite tidak jauh dari lokasi kontrakan kami. Beliau bebersih, tapi kadang nyuci dan nyetrika juga. Tergantung permintaan pemilik apartemen.Saat ini Emak menangani 4 apartemen, jadi Emak biasa berangkat pukul 4 pagi sampai jam 2 sore. Kadang kalau sedang banyak kerjaan, bisa sam
Enjoy Reading.***Jakarta, Ibu Kota Indonesia. Tempat ribuan orang menggantungkan nasibnya, tempat orang menggapai cita- citanya sekaligus tempat orang kehilangan harapannya.Jakarta, di sinilah aku tinggal sekarang, bersama dengan ke- empat adikku dan Emak. 6 orang dalam satu kontrakan dengan 3 ruangan, satu ruang untuk tidur, satu ruang untuk dapur dan satu lagi kamar mandi.Sempit, memang sempit, tapi hanya segitu rumah kontrakan yang mampu dibayar Emak. Yaitu 600 ribu sebulan, tidak termasuk listrik dan pam. Jadi, satu bulan Emak bisa mengeluarkan 800-1 juta rupiah setiap bulan untuk tempat tinggal.Emak bekerja sebagi asisten rumah tangga di apartemen- apartemen elite tidak jauh dari lokasi kontrakan kami. Beliau bebersih, tapi kadang nyuci dan nyetrika juga. Tergantung permintaan pemilik apartemen.Saat ini Emak menangani 4 apartemen, jadi Emak biasa berangkat pukul 4 pagi sampai jam 2 sore. Kadang kalau sedang banyak kerjaan, bisa sa
Enjoy Reading.***Aku seorang Pangeran Cavendish. Aku seorang Abdul Rachim, dan di sinilah aku, berada di tempat yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.Aku sudah biasa jadi pusat perhatian, aku sudah biasa dipamerkan. Tapi lihatlah sekarang, aku di arak keliling kampung menggunakan Kerbau. Iyups Kerbau, binatang besar, hitam dan bau.Aku menunduk menyembunyikan wajahku yang memerah karena malu. Ini semua perbuatan si kodok ngorek itu. Apanya yang tidak dibayarin? Apanya yang bukan belas kasihan. Ini lebih parah dari itu, ini pembully-an.Kita memang sunat bersama, kita merayakan juga bersama. Tapi dia di sunat dengan laser, aku di sunat manual.Dia di arak dengan kuda dan iringan Reog Ponerogo, aku di arak dengan kerbau dan beberapa kambing yang sudah dihias. Ini penistaan. Dan aku pasti akan membalasnya.Jika mutilasi di khalalkan, aku pasti sudah memutilasinya. Kalau perlu dagingnya aku jadikan tumpeng selamatan khitana
Enjoy Reading.***3 BULAN KEMUDIAN."Marcel, Misel, Miko, Millo, Bangunnnnnn."Aku melihat Adik- adikku masih menggeliat malas. "Bentar lagi Mas," rengek Marcel."5 menit saja." Misel menguap lebar. Sedang Miko dan Millo tidak berkutik sama sekali.Baiklah. Cara A tidak berhasil, sekarang gunakan cara B. Aku mengambil sandal jepitku yang ber- merk swallow dan memukulnya di atas meja berkali- kali dengan keras.Plakk! Plaakkk!"Bangunnnn woyy bangun, bangunnn. Gempa, gempaaa."Misell, Miko dan Millo langsung gelagapan dan meloncat dari ranjang, sedang Marcell malah mengambil bantal dan menutup telinganya, dasar bocah bandel."Marcel, aku hitung sampai 3, kalau tidak bangun, aku siram nih."Marcel mengintip sebentar lalu bergumam tentang aku yang tidak membawa ember, dan lagi- lagi menyungsupkan wajahnya ke balik bantal."Marcel 1, 2, 3. Oke, itu pilihanmu." Aku menarik bantal yang
Enjoy Reading.***Takdir kehidupan. Siapa yang tahu. Semua boleh berharap. Semua boleh bermimpi. Tapi....Jika sang takdir sudah datang. Doa sekhusuk apa pun.Usaha sekeras apa pun.Tidak akan bisa menghalanginya.Takdir sudah berkata, dan aku harus bisa menerimaya.Walau itu pahit.mWalau itu sakit.Tiada pilihan yang diberikan, kami harus rela mengikhlaskannya.***Aku memandang rumah yang biasa ramai kini terlihat legang.10 hari yang lalu aku masih bercengkerama denganBapak, bercanda, belajar dan berebut remote saat menonton tv.Sekarang rumah ini hanya berisi duka. Emak mengurung diri di kamar, Marcell dan Miscell hanya terdiam sedih, sedang Miko dan Millo masih terlalu kecil untuk paham dengan apa yang terjadi.10 har