Share

43. Si Tato & Si Botak

Penulis: Ayria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Raina terbangun dengan kepala berdenyut, pandangannya sempat kabur sebelum akhirnya fokus kembali. Dia menemukan dirinya di sebuah ruangan tak dikenal.

“Ini… di mana?” gumamnya seraya mengerjapkan mata.

Menarik napas dalam-dalam, dia mencoba menenangkan pikirannya yang masih berkabut. Saat pandangan mulai jelas, maniknya menyapu ruangan di sekitar.

Kamar itu cukup luas, namun tidak ada yang membuatnya merasa nyaman selain tempat tidur empuk yang saat ini ia duduki. Seprai tempat tidur tampak rapi, bahkan bersih.

Sebuah meja belajar dengan nampan berisi makanan yang masih hangat terletak di dekat jendela. Di salah satu sisi kamar, sebuah lemari kayu besar berdiri kokoh.

Setelah pusing di kepalanya sedikit berkurang, dengan hati-hati Raina mencoba bangkit. Meskipun tubuhnya terasa lemas. Ia sempat terhuyung, tapi berhasil menahan diri agar tidak terjatuh. Kakinya melangkah ke arah dua pintu yang terletak di sisi lain ruangan.

Ia meraih kenop pintu pertama dan memutarnya. Hanya ada pemand
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   44. Melarikan Diri

    Raina tak tahu siapa yang berada di balik semua ini, dan tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketidakpastian mengiris pikirannya, seperti bayangan gelap yang semakin mendekat, siap menelan seluruh keberaniannya.Tidak putus asa, Raina masih memutar otak untuk mencari jalan keluar. Namun gemuruh perutnya semakin kencang dan tak dapat diabaikan. Dengan tatapan skeptis, wanita itu menelisik hidangan yang barusan dibawah oleh duo penjaga.Raina menelan ludah, lalu memandang nampan berisi makanan yang tergeletak di meja. Sup jagung hangat, dendeng pedas, sepiring nasi putih. Makanan yang lezat, bahkan ada buah-buahan segar serta puding karamel, salah satu favoritnya. Kerut pada dahi Raina mendalam. “Sejak kapan penculik memberi makanan mewah?” pikirnya.Awalnya ia pikir sindikat rahasia yang selama ini ia selidiki telah mencium gerak-geriknya. Raina curiga bahwa mereka akan menyandera dan menyiksanya demi membungkam mulut wanita itu.Namun melihat tingkah kedua pria yang lebih sepert

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   45. Secercah Harapan

    Akhirnya pintu di hadapan Raina terbuka, namun bukan karena usahanya mengotak-atik lubang kunci.“Mau ngapain, tikus kecil?” suara kasar menyambutnya. Si botak—salah satu dari dua preman yang menjaga tempat ini—memandangnya dengan seringai lebar.Jantung Raina hampir berhenti. Tubuhnya membeku di tempat. Namun rasa takut dengan cepat berganti menjadi adrenalin. Tanpa pikir panjang, sang wanita menancapkan garpu yang dipegangnya ke paha pria itu sekuat tenaga.“ARGHH!”Teriakan melengking memecah hening malam. Tubuh si botak merunduk, kedua tangannya mencengkeram bagian yang tertusuk, kesakitan. Ia terduduk, meraung marah, memuntahkan sumpah serapah.Memanfaatkan sang penjaga yang menunduk kesakitan, Tanpa berpikir dua kali, Raina mendorong tubuh besar pria itu dengan segenap tenaga. Hingga tubuh si botak terjungkal ke belakang, memberi kesempatan pada Raina untuk menerobos keluar kamar. Meski begitu, ia tahu, waktu yang dimilikinya tak banyak.“Sialan!! Tur! Guntur!” raungan si botak m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   46. Bos Para Preman

    Raina berdiri terpaku, tubuhnya gemetar tak karuan. Adrenalin yang tadinya mendorong langkah kakinya kini mereda, menyisakan rasa lemah pada lutut dan napas memburu. Pikirannya kacau, sementara mata cokelatnya terus menatap pria di hadapan dengan keterkejutan yang tak bisa disembunyikan.“Mas… Tama,” desis Raina, suaranya menggegar. Rasa lelah dan terkejut bercampur, menghantam tubuhnya dengan begitu deras. Satu sosok yang tak pernah ia bayangkan akan muncul di sini, di antara semua kemungkinan yang ada. Kakaknya. Kakaknya yang selama ini ia percaya.Sementara Raina mencoba memahami situasi yang terjadi, langkah kaki tergesa terdengar di belakangnya. Bara dan Guntur, kedua preman yang tadi menjaganya, akhirnya berhasil mengejar.Napas mereka tersengal, amarah jelas tampak di wajah-wajah penuh keringat mereka. Kedua pria berusaha mengatur napas, tetapi sorot mata mereka penuh kepanikan melihat Tama yang berdiri di sana.“Bos!” seru Bara dengan gentar, kekhawatiran yang terhantar dari n

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   47. Nostalgia Masa Lalu

    Ketika Raina terbangun kembali, pusing pada kepalanya belum hilang. Saat tangannya terangkat untuk menyentuh pelipis, ujung jarinya merasakan kain perban yang melingkari bagian kepala. Pantas saja tengkoraknya terasa seperti dihantam palu. Sensasi nyeri yang menusuk seolah tak kunjung reda, meski perlahan rasa sakit itu mulai menipis.Sambil mengerjapkan mata, wanita itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ia berada di kamar yang asing. Namun, berbeda dengan tempat penawanan sebelumnya. Kali ini, perabotan yang ada di sekitarnya jauh lebih mewah. Tempat tidur yang ia duduki empuk, dengan seprei lembut yang tercium bersih. Di sudut kamar, cahaya matahari sore yang hangat menerobos dari celah-celah tirai putih, menerangi setiap sudut tanpa terhalang jeruji besi seperti sebelumnya.Meskipun begitu, senyaman apapun ruangan itu, kenyataan bahwa Raina ditawan tidak berubah. Hatinya bergolak. Ia masih tak habis pikir, belum bisa sepenuhnya mencerna kenyataan bahwa Tama menculik dan men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   48. Cari Udara Segar

    Raina tidak langsung keluar kamar meskipun tahu pintu tak terkunci. Nalurinya mengatakan untuk tidak bertindak gegabah. Meski napasnya terasa lebih lega, jantungnya masih berdebar tak karuan. Berbeda dengan pagi tadi saat kepanikan menguasainya, kini ia lebih tenang. Dia menyusun rencana, merancang cara kabur dari vila ini tanpa menimbulkan kecurigaan.Sang adik juga tidak menyentuh obat yang dibawakan Tama. Kakaknya memang peduli, tapi setelah melihat pria itu menculiknya, Raina tak bisa memercayainya sepenuhnya. Bisa saja ada sesuatu dalam obat itu yang akan membuatnya terlelap atau lemas, sehingga ia tak punya tenaga untuk kabur.Setelah merasa siap, Raina memutar kenop pintu dengan hati-hati. Kamar itu sunyi, tak ada tanda-tanda pengawasan ketat di baliknya. Seolah Tama benar-benar tak peduli jika Raina mencoba melarikan diri. Namun begitu dia melangkah keluar, pemandangan yang menantinya membuat lututnya hampir goyah.Pantas saja Tama tidak mengunci ataupun mengingatkannya untuk m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   49. Jovian Bukan Pria Yang Kamu Kira, Ray

    “Nyari ini?” Satu tangan terjulur, menampilkan kunci mobil yang wanita itu cari-cari.Sang wanita otomatis mengangguk, lalu tersadar akan sesuatu. Dengan cepat dia berbalik, terkesiap ketika melihat sosok Tama berdiri di belakangnya. Senyum tipis terukir pada bibir pria itu. “Mau kemana tengah malam begini?” tanya sang kakak.“Aku harus pulang. Mas Jovian pasti udah nunggu,” balas Raina, maniknya mengikuti gerak-gerik Tama. Sikapnya awas. Meski tak terlihat marah, sang adik tetap menjaga jarak dengan pria itu.Ada kelebat ketidaksukaan yang sempat terbersit pada wajah sang kakak ketika mendengar jawaban Raina. Yang dengan cepat menghilang, lalu berubah kembali menjadi senyum penuh perhatian. “Memangnya kamu tahu jalan pulang?” tanya Tama lagi.‘Benar juga.’ Hanya gelengan yang dapat Raina beri. Wanita itu menunduk, merasa harapannya pupus.Kemudian Tama melangkah mendekat, mengayunkan kunci di tangan dengan santai. “Udah aku duga kamu bakal kayak gini. Tadinya aku berencana ngejelasin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   50. Maaf Aku Telat

    Raina mendengus pelan, meresapi kata-kata Tama. Ini bukanlah berita baru baginya. Ia sudah lama menyimpan kecurigaan bahwa Jovian menyembunyikan sesuatu.Bahkan, ia diam-diam berasumsi, mungkin suaminya adalah seorang taipan yang mengelola perusahaan rahasia. Tidak mungkin seorang jurnalis biasa dapat memerintah orang-orang untuk menghancurkan perusahaan sebesar Terra Development dengan begitu percaya diri.“Aku nggak bercanda, Ray,” nada bicara Tama terdengar lebih tegas kali ini, seolah kesal melihat reaksi Raina yang tak sesuai harapannya.Sang adik tetap bersikukuh. “Mas, aku tahu Jovian menyimpan rahasia. Tapi bukannya semua orang juga begitu? Pasti ada alasan kenapa dia belum cerita semuanya ke aku,” sahutnya, masih mencoba membela suaminya.Tama mendesah frustrasi, matanya membara dengan ketida

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   51. Jovian vs Tama

    Jovian melangkah mendekat, netranya yang berwarna cokelat madu berkilat tajam. Namun sebelum dia sempat mencapai Raina, Tama segera bergerak, menempatkan dirinya di depan sang adik. Lengan kekarnya merentang, melindungi Raina dengan tubuhnya.“Jangan mendekat!” bentaknya dengan nada penuh ancaman. “Aku tidak akan membiarkan kamu membawa Raina pergi,” lanjutnya tegas, mata cokelatnya menyalang waspada.Jovian hanya mendengus, tampak tak terintimidasi sedikitpun. “Secara teknis, saya suaminya,” ucapnya tenang, sambil melirik sekilas ke arah Raina, senyum tipis tersungging di bibirnya. “Jadi saya lebih berhak membawa Raina pulang.” Suara Jovian tenang, nyaris dingin. Tak ada tanda-tanda pria itu terganggu dengan ancaman Tama.Kali ini giliran Tawa sarkastis keluar dari mulut Tama. “Kamu adalah orang paling berbahaya di s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   96. Kisah Jovian - Penolakan

    “Bangsat! Kalau jalan yang bener!” teriakan kasar itu membelah keheningan malam.Jovian tersentak, menunduk dalam-dalam tanpa menatap pria bertato yang berteriak ke arahnya. Tubuhnya terasa lelah, hampir kehabisan tenaga, ia hanya mampu menggumamkan kata maaf pelan sambil berlalu.“Woy! Bocah tengik! Songong kali kau! Main pergi-pergi aja!” seorang pria lain dengan bandana mencengkeram bahunya, kasar, memaksa Jovian berhenti.“Maaf, Bang. Saya buru-buru,” ucap pemuda itu, suaranya serak dan tertekan. Ia melirik jam tangan kesayangan yang terpasang di pergelangan tangan—hadiah terakhir dari ayahnya yang sudah tiada. Waktu hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Aji pasti sudah menangis ketakutan di rumah yang gelap.Namun para preman itu tak membiarkannya pergi begitu saja. Salah satu dari mereka mendorong Jovian hingga terjengkang, memaksanya untuk melawan.

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   95. Kisah Jovian - Teman Tapi…

    “Jo, gue pinjem uang dong!” seru seorang siswa berseragam abu-abu.Belum sempat Jovian menjawab, temannya yang lain langsung menyikut lengan si peminjam. “Bego, perusahaan bokapnya udah bangkrut,” bisiknya. Pelan tapi cukup keras hingga terdengar.Siswa yang pertama langsung terkesiap. “Eh, maaf, Jo. Gue nggak tahu,” ucapnya, menangkupkan tangan, berusaha terlihat menyesal, meski senyumnya masih terkesan mengejek.Tanpa menjawab, Jovian bangkit dari kursinya, lalu berjalan keluar kelas dengan langkah yang berat dan kasar, meninggalkan mereka semua di belakang.“Apaan, gitu doang ngambek,” gerutu si peminjam, menyandarkan tubuhnya santai ke kursi.“Jangan gitu, bego! Nyokapnya meninggal gara-gara nggak ada duit buat berobat, terus nggak lama bo

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   94. Kisah Jovian - Ayah… Tidak Mungkin…

    Pria bertubuh besar itu berdiri di depan pintu rumah Haris, wajahnya mengeras dan penuh amarah. Tangan kanannya mengepal, sementara tangan kirinya dengan kasar menampar-nampar buku yang tampaknya berisi catatan utang. Wajahnya sangar, dihiasi dengan kumis tebal dan tatapan yang menakutkan, seperti elang yang sedang menatap mangsanya.“Bayar hutangmu, Pak Tua!” bentak pria itu, suaranya menggema di ruang tamu yang semakin hari semakin tak terurus. Matanya memelototi Haris dengan sorot meremehkan, sementara tubuhnya condong maju, seakan siap menyerang.Ayah Jovian yang berdiri berjarak beberapa langkah, tampak ciut. Pria paruh baya itu mencoba merapatkan kedua tangannya di dada, membungkuk sedikit, menatap lantai dengan wajah penuh kekhawatiran. “S-saya janji akan membayarnya, Pak… tolong beri saya keringanan,” katanya dengan suara bergetar.

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   93. Kisah Jovian - Awal Mula

    Enam belas tahun silam.Jovian menendang kerikil, menghela napas panjang. Bosan menyelimutinya. Terutama setelah lebih dari satu jam Ayahnya meninggalkannya sendirian di tepi jalan, berpesan agar tetap menunggu di mobil. Namun setelah lama duduk diam, sosok pria paruh baya itu tak juga terlihat.“Ayah lama nih,” gumamnya, kembali menendang batu kerikil di dekat kaki.Manik cokelat madu pemuda itu teralihkan ke arah rumah mewah di hadapannya. Halaman luas terbentang dengan kolam renang berair jernih yang memantulkan sinar matahari sore. Pohon-pohon rindang menaungi jalan masuknya, menghadirkan bayangan seperti lengan-lengan yang melambai pelan.Bangunan megah itu membuat mata Jovian berbinar. Tapi tiba-tiba, suara serak yang ia kenali mengusik pemujaannya.“Tolonglah, Pak Adi… saya sudah tidak tahu harus kemana,&r

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   92. Selamat Tinggal

    “Apa kamu senang sekarang?”Suara cibiran memecah lamunan Raina akan pertemuannya dengan kakek beberapa hari lalu. Wanita itu tersentak dan menoleh, mendapati Nita berdiri tak jauh darinya dengan gaun perak berkilauan di bawah cahaya lampu pesta. Pipi sang kakak memerah serta maniknya tampak tak fokus.Entah apa yang kakaknya bicarakan, Raina sedang tak dalam kondisi untuk meladeninya. Dia berencana untuk pergi, tapi Nita mendekat, menghalangi jalannya.“Mau kemana?” Ucap wanita itu dengan senyum sinis di bibir. “Bukankah ini yang kamu inginkan? Kesempatan untuk pamer, bersikap angkuh setelah berhasil menyelesaikan proyek besar Sakala Nusa?” sindirnya sambil menyilangkan tangan di dada.Raina menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Mbak, ini bukan waktu atau tempat yang tepat untuk

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   91. Perjanjian Dengan Kakek

    Kakek melanjutkan perkataannya, seolah berharap sang cucu akan melunak. “Lagipula, sebentar lagi, dengan pembukaan resmi Hotel Sakala yang baru, siapapun tak akan bisa menyangkal kualitasmu sebagai anggota Hartanto.”Raina terdiam sejenak, napasnya tersengal pelan menahan emosi yang bergejolak dalam sanubari. Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia meraih tasnya dan mengeluarkan amplop cokelat yang selama ini selalu ia bawa, seolah itu adalah perisai terakhirnya.Tanpa berkata apa pun, ia mengeluarkan isi amplop dan menyusun beberapa lembar dokumen di atas meja.Sambil menyesuaikan posisi kacamatanya, Kakek mencondongkan tubuh. Kemudian mulai menelisik foto-foto serta dokumen-dokumen yang dibawakan oleh sang cucu.Matanya membelalak sejenak, keterkejutan yang jarang sekali ia tunjukkan. “I-ini… darimana kamu mendapatkannya?&r

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   90. Senyum itu…

    “Selamat atas pembukaan hotel barunya.”Suara yang menyapa telinganya bukanlah nada bariton khas Jovian.Raina menelan pahit di ujung lidah. Pikirannya telah sadar sepenuhnya bahwa pria itu adalah sosok berbahaya—seseorang yang tak seharusnya ia dambakan. Namun hatinya masih saja merindukan bayangan suaminya.“Terima kasih, Aji,” ucapnya, mencoba menguasai diri saat menerima uluran tangan dari pria di depannya.CEO TechNova itu menatap wanita itu dengan mata yang tajam, senyum tipis terpatri di bibirnya, tampak memancarkan ketenangan. “Omong-omong,” manik Aji melirik ke samping, seolah mencari-cari sosok lain. “Di mana suamimu?”Mendengar pertanyaan itu, sang wanita mendengus kecil, nyaris tak terdengar. Meski Jovian tak melakukan sesuatu seca

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   89. Pesta Pembukaan Hotel

    “Selamat atas pembukaan hotel Sakala cabang baru, Bu Vanya, Bu Raina! Saya tidak sabar melihat bagaimana hotel ini berkembang ke depannya,” sahut seorang pria berjas biru tua, sambil menjabat tangan Raina dan Vanya secara bergantian. Senyumnya ramah, namun sorot matanya penuh harapan pada kesuksesan investasi barunya.Akhirnya, pesta pembukaan Hotel Sakala yang ditunggu-tunggu telah tiba.Dengan senyum tipis, Raina membalas ucapan sang investor. “Kami sangat menghargai kehadiran Anda di acara ini, Pak. Semoga malam ini menjadi malam menyenangkan dan penuh makna bagi kita semua,” ucapnya sopan, berusaha tetap tenang di tengah perasaan yang berkecamuk.Di sampingnya, Papa berdiri berdampingan dengan Ambar. Setiap kali Raina mencuri pandang ke arah mereka, hatinya menggelegak, namun mati-matian ia menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang menco

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   88. Mimpi Buruk Tak Berkesudahan

    “Sepertinya, ada alasan lain kenapa Jovian menikahimu,” suara Tama terdengar rendah, nyaris seperti bisikan di tengah keheningan.Raina terdiam, tangan yang memegang ponsel terasa dingin. “A-apa maksudmu, Mas?” bisiknya dengan gugup.“Anak buahku mendengar desas-desus tentang Sindikat Sinara,” Sang kakak melanjutkan, suaranya terdengar semakin dalam, seolah menggema langsung di dalam kepala Raina. “Organisasi itu tidak hanya sekadar mengelola informasi. Mereka mengincar grup-grup besar, mendekati target mereka dan membuatnya percaya, mengorek semua rahasia yang dibutuhkan. Dan ketika waktunya tiba… mereka menghancurkan target tanpa ampun.”Tenggorak sang adik tercekat. Seperti ada batu besar yang menyangkut di sana. Matanya membelalak kosong ke arah dinding kamarnya, tapi pikirannya bising, mencoba mencerna semua yang baru saja didengar.

DMCA.com Protection Status