Share

46. Bos Para Preman

Penulis: Ayria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-25 20:00:22

Raina berdiri terpaku, tubuhnya gemetar tak karuan. Adrenalin yang tadinya mendorong langkah kakinya kini mereda, menyisakan rasa lemah pada lutut dan napas memburu. Pikirannya kacau, sementara mata cokelatnya terus menatap pria di hadapan dengan keterkejutan yang tak bisa disembunyikan.

“Mas… Tama,” desis Raina, suaranya menggegar. Rasa lelah dan terkejut bercampur, menghantam tubuhnya dengan begitu deras. Satu sosok yang tak pernah ia bayangkan akan muncul di sini, di antara semua kemungkinan yang ada. Kakaknya. Kakaknya yang selama ini ia percaya.

Sementara Raina mencoba memahami situasi yang terjadi, langkah kaki tergesa terdengar di belakangnya. Bara dan Guntur, kedua preman yang tadi menjaganya, akhirnya berhasil mengejar.

Napas mereka tersengal, amarah jelas tampak di wajah-wajah penuh keringat mereka. Kedua pria berusaha mengatur napas, tetapi sorot mata mereka penuh kepanikan melihat Tama yang berdiri di sana.

“Bos!” seru Bara dengan gentar, kekhawatiran yang terhantar dari n
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   47. Nostalgia Masa Lalu

    Ketika Raina terbangun kembali, pusing pada kepalanya belum hilang. Saat tangannya terangkat untuk menyentuh pelipis, ujung jarinya merasakan kain perban yang melingkari bagian kepala. Pantas saja tengkoraknya terasa seperti dihantam palu. Sensasi nyeri yang menusuk seolah tak kunjung reda, meski perlahan rasa sakit itu mulai menipis.Sambil mengerjapkan mata, wanita itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ia berada di kamar yang asing. Namun, berbeda dengan tempat penawanan sebelumnya. Kali ini, perabotan yang ada di sekitarnya jauh lebih mewah. Tempat tidur yang ia duduki empuk, dengan seprei lembut yang tercium bersih. Di sudut kamar, cahaya matahari sore yang hangat menerobos dari celah-celah tirai putih, menerangi setiap sudut tanpa terhalang jeruji besi seperti sebelumnya.Meskipun begitu, senyaman apapun ruangan itu, kenyataan bahwa Raina ditawan tidak berubah. Hatinya bergolak. Ia masih tak habis pikir, belum bisa sepenuhnya mencerna kenyataan bahwa Tama menculik dan men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   48. Cari Udara Segar

    Raina tidak langsung keluar kamar meskipun tahu pintu tak terkunci. Nalurinya mengatakan untuk tidak bertindak gegabah. Meski napasnya terasa lebih lega, jantungnya masih berdebar tak karuan. Berbeda dengan pagi tadi saat kepanikan menguasainya, kini ia lebih tenang. Dia menyusun rencana, merancang cara kabur dari vila ini tanpa menimbulkan kecurigaan.Sang adik juga tidak menyentuh obat yang dibawakan Tama. Kakaknya memang peduli, tapi setelah melihat pria itu menculiknya, Raina tak bisa memercayainya sepenuhnya. Bisa saja ada sesuatu dalam obat itu yang akan membuatnya terlelap atau lemas, sehingga ia tak punya tenaga untuk kabur.Setelah merasa siap, Raina memutar kenop pintu dengan hati-hati. Kamar itu sunyi, tak ada tanda-tanda pengawasan ketat di baliknya. Seolah Tama benar-benar tak peduli jika Raina mencoba melarikan diri. Namun begitu dia melangkah keluar, pemandangan yang menantinya membuat lututnya hampir goyah.Pantas saja Tama tidak mengunci ataupun mengingatkannya untuk m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   49. Jovian Bukan Pria Yang Kamu Kira, Ray

    “Nyari ini?” Satu tangan terjulur, menampilkan kunci mobil yang wanita itu cari-cari.Sang wanita otomatis mengangguk, lalu tersadar akan sesuatu. Dengan cepat dia berbalik, terkesiap ketika melihat sosok Tama berdiri di belakangnya. Senyum tipis terukir pada bibir pria itu. “Mau kemana tengah malam begini?” tanya sang kakak.“Aku harus pulang. Mas Jovian pasti udah nunggu,” balas Raina, maniknya mengikuti gerak-gerik Tama. Sikapnya awas. Meski tak terlihat marah, sang adik tetap menjaga jarak dengan pria itu.Ada kelebat ketidaksukaan yang sempat terbersit pada wajah sang kakak ketika mendengar jawaban Raina. Yang dengan cepat menghilang, lalu berubah kembali menjadi senyum penuh perhatian. “Memangnya kamu tahu jalan pulang?” tanya Tama lagi.‘Benar juga.’ Hanya gelengan yang dapat Raina beri. Wanita itu menunduk, merasa harapannya pupus.Kemudian Tama melangkah mendekat, mengayunkan kunci di tangan dengan santai. “Udah aku duga kamu bakal kayak gini. Tadinya aku berencana ngejelasin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   50. Maaf Aku Telat

    Raina mendengus pelan, meresapi kata-kata Tama. Ini bukanlah berita baru baginya. Ia sudah lama menyimpan kecurigaan bahwa Jovian menyembunyikan sesuatu.Bahkan, ia diam-diam berasumsi, mungkin suaminya adalah seorang taipan yang mengelola perusahaan rahasia. Tidak mungkin seorang jurnalis biasa dapat memerintah orang-orang untuk menghancurkan perusahaan sebesar Terra Development dengan begitu percaya diri.“Aku nggak bercanda, Ray,” nada bicara Tama terdengar lebih tegas kali ini, seolah kesal melihat reaksi Raina yang tak sesuai harapannya.Sang adik tetap bersikukuh. “Mas, aku tahu Jovian menyimpan rahasia. Tapi bukannya semua orang juga begitu? Pasti ada alasan kenapa dia belum cerita semuanya ke aku,” sahutnya, masih mencoba membela suaminya.Tama mendesah frustrasi, matanya membara dengan ketida

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   51. Jovian vs Tama

    Jovian melangkah mendekat, netranya yang berwarna cokelat madu berkilat tajam. Namun sebelum dia sempat mencapai Raina, Tama segera bergerak, menempatkan dirinya di depan sang adik. Lengan kekarnya merentang, melindungi Raina dengan tubuhnya.“Jangan mendekat!” bentaknya dengan nada penuh ancaman. “Aku tidak akan membiarkan kamu membawa Raina pergi,” lanjutnya tegas, mata cokelatnya menyalang waspada.Jovian hanya mendengus, tampak tak terintimidasi sedikitpun. “Secara teknis, saya suaminya,” ucapnya tenang, sambil melirik sekilas ke arah Raina, senyum tipis tersungging di bibirnya. “Jadi saya lebih berhak membawa Raina pulang.” Suara Jovian tenang, nyaris dingin. Tak ada tanda-tanda pria itu terganggu dengan ancaman Tama.Kali ini giliran Tawa sarkastis keluar dari mulut Tama. “Kamu adalah orang paling berbahaya di s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   52. Kalau Sampai Raina Terluka

    “Mas! Hentikan!” teriaknya, suaranya pecah. Seruan itu seakan meluncur dari mulutnya tanpa target yang jelas, entah ditujukan pada siapa—Jovian atau Tama—mungkin keduanya.Tubuh Raina gemetar ketika dia berlutut di dekat kedua pria yang sedang saling menghantam. Darah mengucur dari luka di wajah mereka. Napas mereka terdengar berat.Tanpa memikirkan keselamatannya, Raina meraih lengan Jovian yang melingkari leher Tama dengan cengkeraman kuat, berusaha menghentikan perkelahian yang mulai berubah menjadi pertarungan hidup dan mati.Untungnya, kedua pria itu sama-sama berhenti. Jovian melepaskan kuncian pada leher Tama lalu menarik Raina menjauh dari tubuh sang kakak. Mata pria itu langsung menelisik tubuh Raina dengan cemas, jari-jarinya menyentuh wajah sang wanita seolah ingin memastikan dia baik-baik saja.“Kamu gila?” suaranya terdengar serak, campuran antara khawatir dan marah. Tangannya menangkup kedua pipi Raina, gemetar, napasnya masih terengah-engah. “Jangan mendekat pas orang l

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   53. Hal Yang Lebih Penting

    Belum hilang rasa penasaran Raina, ia kembali dibuat terkejut dengan seorang pria berjas hitam membukakan pintu mobil Rolls Royce Ghost bagi Jovian.Sang suami tak berkata apapun selain menurunkan Raina pada kursi penumpang secara perlahan. Seolah wanita itu adalah porselen yang bisa pecah karena sentuhan kasar. Lalu Jovian masuk dan duduk di samping sang istri.Tidak ada pembicaraan sama sekali dalam perjalanan pulang. Raina duduk di kursi penumpang dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tidak yakin ia sudah cukup siap mendengar penjelasan Jovian.Sementara sang pria, yang duduk di sampingnya, tampak tenggelam dalam layar ponselnya. Jarinya bergerak cepat mengetik pesan demi pesan. Kerutan di dahinya menambah aura serius pada wajah tampannya yang biasanya lembut.Di luar jendela, pemandangan berganti-ganti: pepohonan rindang di tepi jalan kini berrubah menjadi gedung-gedung bertingkat, lalu deretan rumah-rumah mewah.Sesuatu mengusik benak Raina.Akhirnya, wanita itu tak bisa lagi m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   54. Jangan Menguji Kesabaranku

    Jovian dengan lihai melucuti satu per satu pakaian yang menutupi tubuh sang istri. Gerakan pria itu kasar dan tergesa. Ada perasaan mendesak dalam tiap sentuhan sang suami. Mata pria itu menyala penuh hasrat. Bak pemburu yang siap memangsa buruan.Jemari panjang pria itu menelusuri tiap lekuk tubuh Raina. Dia membalik badan sang istri, memeluknya dari belakang. Kemudian menangkup kedua dada sang istri lalu memuntir puncaknya hingga wanita itu mendesah penuh gairah.Bibir Jovian menggigit pelan pundak sang istri. Menghisap, meninggalkan jejak-jejak merah yang kontras dengan kulit kuning langsat milik Raina. Setiap sentuhan seperti bara api yang membakar habis sisa-sisa kewarasan sang istri. Napas wanita itu memburu, dada naik turun dengan cepat.Pinggul pria itu bergerak dalam ritme acak. Menyelipkan batangnya yang mengeras di antara dua paha mulus Raina. Bagian intim mereka yang saling gesek menghantar gelenyar kenikmatan pada sekujur tubuh wanita itu. Membuat punggungnya melengkung,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28

Bab terbaru

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   114. Kisah Jovian - Hanya Kali ini

    Persiapan pernikahan berjalan dengan lancar. Terutama karena memang tak banyak yang harus dipikirkan, mengingat pihak keluarga mempelai wanita menginginkan acara yang sederhana. Akad serta resepsi akan dilakukan sesederhana mungkin, hanya dihadiri oleh keluarga dekat serta beberapa kerabat terpercaya.Jovian menurut, karena baginya, yang terpenting adalah menyusup ke dalam kediaman Hartanto. Hal-hal lain hanyalah formalitas belaka.Namun siang itu, suara rendah sarat akan wibawa menghentikan langkah Jovian, kala pria itu baru menyelesaikan sesi terapinya. Atau yang sebenarnya rapat strategi bersama Saka, Aji dan para petinggi Sindikat Sinara.“Anak muda, bisa kita berbicara sejenak?”Sang pria muda menoleh, mendapati sosok Adi Prakoso Hartanto berdiri tak jauh darinya. Tubuhnya tinggi, tegap, meskipun usia senja telah men

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   113 - Kisah Jovian - Berantakan

    Dengan tertatih-tatih, Jovian menyusuri trotoar, melangkah secepat yang kaki pincangnya sanggup. Tongkat di tangannya mengetuk ritmis di atas permukaan aspal, seolah mengiringi detak jantungnya yang gelisah.Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya, menusuk tulang, tapi itu tak sebanding dengan kecemasan yang mencengkeram hatinya. Kata-kata Raina di telepon tadi terus terngiang-ngiang di benaknya.“Mas, tolong datang ke sini. Cepat.”Hanya satu alamat yang disebutkan sebelum sambungan terputus. Terdengar napas berat yang tak biasa dari wanita itu.‘Sial!’ Jovian mengumpat dalam hati. Kenapa ia harus berpura-pura pincang? Kalau saja ia tidak membatasi dirinya dengan cedera palsu ini, mungkin ia sudah sampai lebih cepat. ‘Kenapa juga aku tidak memilih pura-pura cacat tangan saja?’ pikirnya penuh

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   112 - Kisah Jovian - Akal-akalan

    Jovian membuka matanya perlahan, siluet lampu putih menyilaukan penglihatannya. Kepalanya berat, dan tubuhnya terasa kaku, nyeri menusuk-nusuk dari sisi tubuh hingga ke kakinya. Namun pandangannya tak butuh waktu lama untuk menangkap sosok wanita di samping ranjang. Manik kecokelatan yang memancarkan kecemasan itu adalah hal pertama yang ia lihat saat kesadarannya kembali.Raina.Menyipitkan mata, pria itu mencoba memastikan bahwa apa yang ia lihat bukan ilusi. Wanita itu benar-benar ada di sana, duduk di kursi, wajahnya khawatir namun tetap anggun di bawah cahaya lembut lampu ruangan.Jovian langsung menyadari sesuatu—luka kecil di pelipis Raina terlihat sudah mengering, tak ada perban kasat mata lainnya di tubuh wanita itu. Syukurlah, kecelakaan itu tak meninggalkan cedera serius pada dirinya.Namun, sebelum ia sempat memikirkan lebih jauh, s

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   111. Kisah Jovian - Kejadian Menarik

    “Jovian!”Teriakan lantang menggema di lorong rumah sakit, memecah kesunyian malam. Langkah tergesa-gesa dua pria terdengar semakin mendekat. Di ambang pintu unit gawat darurat, Aji dan Saka muncul dengan napas tersengal. Raut wajah mereka campuran antara cemas dan panik.Di ranjang yang tak terlalu lebar, Jovian membuka matanya dengan susah payah. Wajahnya pucat, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Namun, seperti biasa, ia mencoba menyembunyikan kelemahannya di balik ekspresi datar yang ia latih bertahun-tahun. Meski kali ini, kelopak matanya yang berat dan bibirnya yang pucat membuat semua itu sia-sia.“Ngapain kalian di sini? Gimana dengan pesta pendiriannya?” tanyanya dengan suara serak dan lemah, berusaha terdengar biasa saja meski kesadarannya nyaris kabur.“Masih sempat mikirin itu?!” bentak Saka, matanya memicing tajam, sorotnya penuh amar

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   110. Kisah Jovian - Laporan Mingguan

    Sebuah amplop cokelat dilempar kasar oleh pria bertubuh kekar dengan jaket hitam. “Ini laporan tentang Raina Asmarani Hartanto minggu ini,” ucap pria tersebut tanpa basa-basi. Nada suaranya terdengar bosan, seolah tugas ini adalah rutinitas yang sudah ia lakukan terlalu sering.Jovian, yang duduk di kursi kerjanya, melirik sekilas amplop itu. Namun sebelum ia sempat bereaksi, Aji, yang kebetulan juga berada di ruangan, langsung menoleh dengan penuh minat. Manik cokelatnya bergerak cepat antara amplop dan pria bertubuh kekar itu, bibirnya terangkat membentuk senyum nakal.“Raina?” tanya Aji, menaikkan satu alisnya dengan nada menggoda. Dia memutar tubuh, memandang ke arah Saka, tangan kanan sang kakak. “Apa maksudnya nih?”Yang ditatap hanya mengedikkan bahu santai sambil melempar tubuhnya ke sofa di sudut ruangan. “Tanya Mas-mu i

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   109 - Kisah Jovian - Pria Mencurigakan

    “Oh,” suara berat pria tambun itu tiba-tiba terdengar, diiringi tawa pendek. “Kamu bartender ruang VVIP yang dulu sering membantuku, kan?” Ucapannya seolah hanya sekadar basa-basi, namun seringai di bibirnya menyiratkan lebih dari itu.Jovian mendongak, meski tubuhnya terasa berat setelah dihantam habis-habisan. Napasnya tersengal, darah mengalir pelan dari sudut bibirnya, namun ia tetap diam. Wajahnya tetap datar.Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih keras, seakan menemukan hiburan. “Anak muda, aku tidak menyangka kamu bisa sampai pada titik ini. Bahkan hanya dengan sedikit dorongan dariku.” Dengan santai, pria itu menjentikkan jarinya.Seorang anak buahnya—pria berjaket hitam dengan wajah tanpa ekspresi—bergerak cepat. Dalam sekejap sebuah kursi dilapisi kulit didorong ke arahnya.“Sebagai senior di bidang ini,

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   108. Kisah Jovian - Terjebak

    Semenjak malam-malam kelam dipenuhi oleh rasa bersalah yang menghantui pikirannya, Jovian mulai mempertimbangkan untuk menghentikan rencana balas dendamnya.Namun, perasaan itu menghimpit seperti kabut tebal—tak memberi ruang untuk napas. Tidak tenang, itu pasti. Tapi, bahkan jika ia ingin berhenti sekarang, apakah itu mungkin?Pria itu sudah kadung basah. Rencana ini bukan lagi sekadar tentang dirinya. Terlalu banyak yang ia seret ke dalam jalan gelap ini.“Kita tidak bisa tiba-tiba menghentikan rencana ini!” Suara serak seorang pria bertopi hitam memecah udara di ruang kecil itu. Matanya membelalak penuh amarah, tangannya mengepal kuat hingga urat-uratnya terlihat menonjol.“Kamu yang membujuk kami untuk melakukan ini, Jovian!” timpal seorang wanita paruh baya, wajahnya merah padam. Bibirnya bergetar,

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   107. Kisah Jovian - Janji

    Kegelapan mengepung Jovian.Sejauh apa pun pria itu melangkah, hanya ada bayang-bayang hitam pekat yang mengikuti. Tak ada arah. Tak ada ujung. Hanya ketiadaan yang menyesakkan.Maniknya bergerak panik, mencari sesuatu, apa saja, yang bisa membantunya keluar dari kehampaan ini.Hingga akhirnya ia menangkap seberkas cahaya redup di kejauhan. Seperti lilin kecil yang berusaha bertahan di tengah badai. Dengan napas terengah, Jovian tertatih menghampirinya. Namun langkahnya mendadak terhenti ketika sesuatu mencengkeram pergelangan kakinya.Terkesiap, ia menoleh. Di sana, sosok sang ayah, Haris, duduk bersimpuh di atas tanah yang retak dan kering. Jemari kurus pria itu mencengkeram celana Jovian dengan erat, seperti seseorang yang tengah tenggelam memohon pertolongan. Mata lelaki itu sayu, tapi penuh dengan harapan yang menyakitk

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   106. Kisah Jovian - Bencana

    “Sial!”Jovian menggebrak meja kayu di depannya, membuat tumpukan kertas serta kotak alat tulis di atasnya bergetar, nyaris terjatuh. Napasnya memburu, dada naik turun seolah tak mampu menahan luapan emosi yang bergolak di dalam diri. Pikirannya terus berputar, mengutuk dirinya sendiri.Rencananya sederhana—atau setidaknya itulah yang ia pikirkan. Ia hanya akan memantau gerak-gerik Ambar dari kejauhan. Lalu, ketika wanita itu bertindak ceroboh dan mencoba mencelakai Lilis, Jovian akan muncul sebagai penyelamat. Semudah itu, seperti pahlawan dalam cerita.Ia ingin membuat Bram, pewaris Hartanto Global Venture, berhutang budi padanya. ‘Dan pada waktunya,’ pikir Jovian, ‘Bram dan juga Adi akan membayar harga yang lebih mahal daripada sekadar penolakan mereka terhadap ayahku.’

DMCA.com Protection Status