*** Ridel menatap perusahaan Darma Bakti dengan geram. Walaupun telah berada didepan perusahaan, Ridel masih belum juga melangkah masuk. Sesekali dia memperhatikan jam tangannya. Setelah jam menunjukkan pukul 14.00 WITA. Dia mengambil ponsel dari sakunya dan menelepon. "Bekukan pengoperasian CCTV perusahaan Darma Bakti sekarang juga!" Ridel langsung memutuskan panggilan telepon, kemudian melangkahkan kakinya memasuki gedung perusahaan. "Maaf, saya ingin menemui Pak Dani Darma selaku CEO Perusahaan Darma Bakti," ujar Ridel tersenyum. "Maaf, apa sudah membuat janji?" tanya sang resepsionis. Tiba-tiba ponsel sang resepsionis berbunyi, ada pesan masuk dari sekretaris Dani Darma. [Kalau ada tamu yang bernama Ridel Liu, langsung disuruh ke ruangan CEO saja.] [Baik, Bu.] balas sang resepsionis, kemudian menatap Ridel yang setia berdiri didepannya. "Maaf, bolehkan aku tahu siapa nama Anda, Pak?" "Ridel Liu." "Silahkan langsung ke ruang CEO, di lantai dua puluh." "T
Setelah menunggu tak sampai semenit, terdengar suara dari seberang, "Di mana aku harus menemui, Pak Dani?" "Di perusahaan Darma Bakti, Pak." "Baik, aku ke sana sekarang." Tut ... Tut ... Tut .... Pengacara memutuskan panggilan telepon secara sepihak dan langsung meraih kunci mobil. Tak lupa dia membawa serta tablet iPhone miliknya. "Kau lihat, hanya dengan satu panggilan saja, bahkan pengacara sekelas Putra Darmawangsa langsung mendatangiku. Kau tahu bagaimana sulitnya untuk menemui beliau? Sangat sulit!" "Benarkah?" "Itulah namanya kekuasaan. Dengan kekuasaan, kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan. Termasuk merusak reputasi seseorang, apalagi reputasi orang miskin seperti mu!" ketus Dani Darma tertawa terbahak-bahak. Ridel menggelengkan kepalanya, melihat keangkuhan yang sama sekali tak bisa disembunyikan oleh Dani Darma. Kini aku mengerti, kenapa perusahaan ini jalan di tempat. Ternyata sumber kebobrokan semua berasal dari CEO nya sendiri. "Kenapa kau diam s
"Kenapa? Apa ini cukup mengejutkan mu? Bukankah sudah ku katakan, kau yang akan mengganti gelar ku sebagai suami yang hidupnya bergantung pada istri!" ujar Ridel tersenyum puas. Kemarahannya terbayar sudah. Ya! Kartu hitam ekslusif premium, lebih tinggi posisinya dibandingkan kartu hitam ekslusif yang diberikan sang ayah kepadanya. Ridel membeli perusahaan Darma Bakti menggunakan uang pribadinya. "Siapa kau sebenarnya?" tanya Dani gemetar ketakutan. "Seseorang yang tidak bisa kau sentuh! Kesombongan mu dibayar lunas dengan pemblokiran namamu dalam dunia bisnis!" ujar Ridel. "Sebagai pengacara mu, bukankah aku sudah mengingatkan mu berulang kali? Tapi kau justru membentak ku," ujar Putra. "Apa kalian saling mengenal?" tanya Dani terkejut. "Justru karena aku sangat mengenal pria yang kau sangka miskin ini, makanya aku menasehati mu agar meminta maaf kepada ibu Fania. Tapi apa? Kau mengabaikan semua nasehatku, kan? Jadi sekarang semua sudah terlambat." "Apa karena kau me
Ridel menatap Meda Prabowo dan berkata tegas, "Ku beri waktu sehari untukmu berpikir, jalan apa yang akan kau ambil. Walaupun aku berharap, kau meminta maaf pada istriku tapi semua tergantung pada keputusanmu. Percaya atau tidak, masa depan perusahaan mu sedang terancam." Meda Prabowo hanya dapat menatap kepergian Ridel dengan sayu. Dia bingung harus melakukan apa. *** Keesokan harinya, Perusahaan Setya Meda dihebohkan dengan kedatangan seorang pria yang sangat dikenal oleh hampir semua pengusaha. Mendengar kedatangan tamu penting yang tak diundang, Meda Prabowo langsung saja berlari menuju lift dan turun ke lantai satu. "Selamat datang di perusahaan kecil kami, Tuan Charli Wang," sapa Meda menyambut hangat kedatangan pria itu. "Apakah Anda, Meda Prabowo Setya? Pemilik sekaligus CEO Perusahaan ini?" tanya Charli mengikuti langkah kaki Meda. "Benar, Pak Charli." "Saya ingin berinvestasi di perusahaan anda," ujar Charli tanpa basa basi. "Benarkah?" tanya Meda gembira.
"Apa aku tak salah dengar? Meda berani meninggalkan keluarganya, hanya demi meminta maaf kepada Fania, istrimu? Apa jangan-jangan dia menyimpan rasa yang terpendam pada Fania?" ceplos Alex tak kalah terkejutnya. Bukannya mendapatkan jawaban, tapi Ridel langsung saja mematikan komputer dan meraih kunci motor bututnya, kemudian meninggalkan Alex yang kebingungan. Motor butut Ridel melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah kontrakannya, di mana Fania berada. "Bagaimana? Apakah urusan dengan bos mu telah selesai?" tanya Fania begitu Ridel sampai di kontrakan. "Fania, apa pengoperasian Hotel A bisa di tunda seminggu lagi?" "Di tunda? Kenapa?" "Sepertinya kau harus mempersiapkan semuanya dengan matang, tanpa celah. Walau keluarga Liu tidak mempermasalahkan pengoperasian kembali Hotel A, tapi tidak dengan pengusaha lainnya. Satu saja kesalahan mu dalam pembukaan pengoperasian Hotel A, maka itu akan menguntungkan keluarga Mauren. Karena mereka tidak ingin kau berhasil membawa H
*** "Bagaimana pun caranya, aku tidak ingin melihat Fania sukses membawa Hotel A kembali ke masa jayanya!" teriak Nadia murka. "Tidak ada satu pun dari keluarga Mauren yang ingin wanita sialan itu sukses, Nadia! Tapi sekarang posisinya berbeda. Apa kau ingin mencari masalah dengan tiga pengusaha yang notabene merupakan keluarga konglomerat golongan kelas satu? Begitu? Apa bermasalah dengan keluarga Liu tidak cukup bagimu, ha?" teriak Arzenio tak kalah emosi. "Ayah juga ingin Fania hancur!" geram Vicenzo kesal. "Bukan hanya kau, ibu juga ingin melihat wanita itu hancur, Nadia," cetus Laura kesal. "Ingin Fania hancur? Maka hanya ada satu cara, yaitu dengan membuatnya bercerai dari Ridel. Dengan begitu Fania akan kehilangan hokinya," geram Nadia. "Hoki? Bercerai? Maksudnya?" tanya Arzenio kebingungan. "Sejak Ridel masuk ke dalam kehidupan Fania, satu demi satu masalah Fania dapat teratasi. Sepertinya Ridel pembawa hoki bagi kehidupan wanita brengsek itu! Dan semua ini gara-
"Jangan begitu, walaupun dia hanya bersekolah negeri, tapi jangan tanya soal prestasi. Kalau tidak, mana mau putri sulungku menikah dengannya? Putri sulungku bukankah wanita bodoh, Andre!" ketus Vicenzo pura-pura marah. "Vicenzo ... Vicenzo ... kau benar-benar tidak asik. Tema pesta malam ini, bukankah kenakalan remaja anak konglomerat? Sedangkan dia? Apa dia memahami permainan anak konglomerat? Bahkan memiliki teman konglomerat saja belum tentu ada," ujar Andre yang langsung disambut tawa riuh tamu undangan. "Mungkin, suamiku tidak memiliki teman konglomerat seperti mu. Tapi dibandingkan dengan mu, suamiku jauh lebih unggul," ujar Fania tersenyum. "Lebih unggul apanya? Miskinnya? Tentu saja, iya," ketus Andre dan langsung disambut tawa riuh tamu undangan dan keluarga Mauren. "Bukankah kau mencintai adikku? Tapi apa? Jangankan menatap mu, kau bahkan langsung ditolak mentah-mentah oleh adikku, kan? Anak konglomerat lainnya bisa mengencani adikku paling lama tiga bulan, tapi den
Setelah itu, berlahan tapi tapi pasti, Ridel mulai memblokir akses bermainnya satu demi satu. Mulai dari permainan game-nya, yang kemudian diretas dan dikembalikan ke titik awal oleh Ridel. Panahan rumahan yang selalu dibanggakannya, hanya dalam sekali panah Ridel berhasil membelah panah milik Romi yang tertancap ditengah. Bukan itu saja, bahkan dengan mudahnya Ridel mengalahkan Romi dalam balap liar. Meskipun begitu, tak ada satupun keluarga Sugiarto yang tahu kalau orang yang diutus oleh Bernard Liu justru putranya sendiri. Mereka mengira, kalau Ridel merupakan orang kepercayaan Bernard Liu saat itu. "Kau ingin bermain apa? Aku ladeni," Ridel menatap Romi yang masih gemetar. "Tidak berani. Maaf," ujar Romi lebih ketakutan. "Kalau begitu aku yang tentukan, kita main biliar," ujar Ridel sambil melangkah menuju meja billiar. Walaupun telah lama terpisah, tapi Romi tahu pasti kenapa Ridel memilih permainan itu. Bukan hanya tamu undangan, keluarga Mauren juga terke