"Lepaskan tanganmu, dokter! Ini sudah melewati batas," tegas dokter cantik itu dan langsung menepis kasar tangan dokter Albert, ketika menyadari sang dokter telah melangkah terlalu jauh. Tiba-tiba ... Plak!!! Auw .... Dokter cantik itu menjerit pelan, ketika telapak tangan sang dokter mendarat tepat di pipi kirinya. Dokter Albert mencengkram kerah kemeja yang dikenakan dokter cantik itu, "Apapun yang ku inginkan, maka itu harus ku dapatkan. Bagaimanapun caranya, aku sama sekali tak peduli. Dan kau beruntung, karena aku justru menginginkan tubuh mungil mu ini!" "Lepaskan aku, dokter. Aku mohon," pinta dokter cantik itu. "Melepaskan mu? Jangan pernah bermimpi!" ketus dokter Albert. "Aku mohon dokter, jangan lakukan ini padaku," kembali dokter cantik itu mencoba memohon ditengah-tengah ketakutannya. Ekspresi sang dokter yang ketakutan, justru membuat dokter Albert bersemangat. Dengan kasar, dia membuka helai demi helai pakaian yang dikenakan dokter cantik itu. Walau
*** Ridel menatap perusahaan Darma Bakti dengan geram. Walaupun telah berada didepan perusahaan, Ridel masih belum juga melangkah masuk. Sesekali dia memperhatikan jam tangannya. Setelah jam menunjukkan pukul 14.00 WITA. Dia mengambil ponsel dari sakunya dan menelepon. "Bekukan pengoperasian CCTV perusahaan Darma Bakti sekarang juga!" Ridel langsung memutuskan panggilan telepon, kemudian melangkahkan kakinya memasuki gedung perusahaan. "Maaf, saya ingin menemui Pak Dani Darma selaku CEO Perusahaan Darma Bakti," ujar Ridel tersenyum. "Maaf, apa sudah membuat janji?" tanya sang resepsionis. Tiba-tiba ponsel sang resepsionis berbunyi, ada pesan masuk dari sekretaris Dani Darma. [Kalau ada tamu yang bernama Ridel Liu, langsung disuruh ke ruangan CEO saja.] [Baik, Bu.] balas sang resepsionis, kemudian menatap Ridel yang setia berdiri didepannya. "Maaf, bolehkan aku tahu siapa nama Anda, Pak?" "Ridel Liu." "Silahkan langsung ke ruang CEO, di lantai dua puluh." "T
Setelah menunggu tak sampai semenit, terdengar suara dari seberang, "Di mana aku harus menemui, Pak Dani?" "Di perusahaan Darma Bakti, Pak." "Baik, aku ke sana sekarang." Tut ... Tut ... Tut .... Pengacara memutuskan panggilan telepon secara sepihak dan langsung meraih kunci mobil. Tak lupa dia membawa serta tablet iPhone miliknya. "Kau lihat, hanya dengan satu panggilan saja, bahkan pengacara sekelas Putra Darmawangsa langsung mendatangiku. Kau tahu bagaimana sulitnya untuk menemui beliau? Sangat sulit!" "Benarkah?" "Itulah namanya kekuasaan. Dengan kekuasaan, kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan. Termasuk merusak reputasi seseorang, apalagi reputasi orang miskin seperti mu!" ketus Dani Darma tertawa terbahak-bahak. Ridel menggelengkan kepalanya, melihat keangkuhan yang sama sekali tak bisa disembunyikan oleh Dani Darma. Kini aku mengerti, kenapa perusahaan ini jalan di tempat. Ternyata sumber kebobrokan semua berasal dari CEO nya sendiri. "Kenapa kau diam s
"Kenapa? Apa ini cukup mengejutkan mu? Bukankah sudah ku katakan, kau yang akan mengganti gelar ku sebagai suami yang hidupnya bergantung pada istri!" ujar Ridel tersenyum puas. Kemarahannya terbayar sudah. Ya! Kartu hitam ekslusif premium, lebih tinggi posisinya dibandingkan kartu hitam ekslusif yang diberikan sang ayah kepadanya. Ridel membeli perusahaan Darma Bakti menggunakan uang pribadinya. "Siapa kau sebenarnya?" tanya Dani gemetar ketakutan. "Seseorang yang tidak bisa kau sentuh! Kesombongan mu dibayar lunas dengan pemblokiran namamu dalam dunia bisnis!" ujar Ridel. "Sebagai pengacara mu, bukankah aku sudah mengingatkan mu berulang kali? Tapi kau justru membentak ku," ujar Putra. "Apa kalian saling mengenal?" tanya Dani terkejut. "Justru karena aku sangat mengenal pria yang kau sangka miskin ini, makanya aku menasehati mu agar meminta maaf kepada ibu Fania. Tapi apa? Kau mengabaikan semua nasehatku, kan? Jadi sekarang semua sudah terlambat." "Apa karena kau me
Ridel menatap Meda Prabowo dan berkata tegas, "Ku beri waktu sehari untukmu berpikir, jalan apa yang akan kau ambil. Walaupun aku berharap, kau meminta maaf pada istriku tapi semua tergantung pada keputusanmu. Percaya atau tidak, masa depan perusahaan mu sedang terancam." Meda Prabowo hanya dapat menatap kepergian Ridel dengan sayu. Dia bingung harus melakukan apa. *** Keesokan harinya, Perusahaan Setya Meda dihebohkan dengan kedatangan seorang pria yang sangat dikenal oleh hampir semua pengusaha. Mendengar kedatangan tamu penting yang tak diundang, Meda Prabowo langsung saja berlari menuju lift dan turun ke lantai satu. "Selamat datang di perusahaan kecil kami, Tuan Charli Wang," sapa Meda menyambut hangat kedatangan pria itu. "Apakah Anda, Meda Prabowo Setya? Pemilik sekaligus CEO Perusahaan ini?" tanya Charli mengikuti langkah kaki Meda. "Benar, Pak Charli." "Saya ingin berinvestasi di perusahaan anda," ujar Charli tanpa basa basi. "Benarkah?" tanya Meda gembira.
"Apa aku tak salah dengar? Meda berani meninggalkan keluarganya, hanya demi meminta maaf kepada Fania, istrimu? Apa jangan-jangan dia menyimpan rasa yang terpendam pada Fania?" ceplos Alex tak kalah terkejutnya. Bukannya mendapatkan jawaban, tapi Ridel langsung saja mematikan komputer dan meraih kunci motor bututnya, kemudian meninggalkan Alex yang kebingungan. Motor butut Ridel melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah kontrakannya, di mana Fania berada. "Bagaimana? Apakah urusan dengan bos mu telah selesai?" tanya Fania begitu Ridel sampai di kontrakan. "Fania, apa pengoperasian Hotel A bisa di tunda seminggu lagi?" "Di tunda? Kenapa?" "Sepertinya kau harus mempersiapkan semuanya dengan matang, tanpa celah. Walau keluarga Liu tidak mempermasalahkan pengoperasian kembali Hotel A, tapi tidak dengan pengusaha lainnya. Satu saja kesalahan mu dalam pembukaan pengoperasian Hotel A, maka itu akan menguntungkan keluarga Mauren. Karena mereka tidak ingin kau berhasil membawa H
*** "Bagaimana pun caranya, aku tidak ingin melihat Fania sukses membawa Hotel A kembali ke masa jayanya!" teriak Nadia murka. "Tidak ada satu pun dari keluarga Mauren yang ingin wanita sialan itu sukses, Nadia! Tapi sekarang posisinya berbeda. Apa kau ingin mencari masalah dengan tiga pengusaha yang notabene merupakan keluarga konglomerat golongan kelas satu? Begitu? Apa bermasalah dengan keluarga Liu tidak cukup bagimu, ha?" teriak Arzenio tak kalah emosi. "Ayah juga ingin Fania hancur!" geram Vicenzo kesal. "Bukan hanya kau, ibu juga ingin melihat wanita itu hancur, Nadia," cetus Laura kesal. "Ingin Fania hancur? Maka hanya ada satu cara, yaitu dengan membuatnya bercerai dari Ridel. Dengan begitu Fania akan kehilangan hokinya," geram Nadia. "Hoki? Bercerai? Maksudnya?" tanya Arzenio kebingungan. "Sejak Ridel masuk ke dalam kehidupan Fania, satu demi satu masalah Fania dapat teratasi. Sepertinya Ridel pembawa hoki bagi kehidupan wanita brengsek itu! Dan semua ini gara-
"Jangan begitu, walaupun dia hanya bersekolah negeri, tapi jangan tanya soal prestasi. Kalau tidak, mana mau putri sulungku menikah dengannya? Putri sulungku bukankah wanita bodoh, Andre!" ketus Vicenzo pura-pura marah. "Vicenzo ... Vicenzo ... kau benar-benar tidak asik. Tema pesta malam ini, bukankah kenakalan remaja anak konglomerat? Sedangkan dia? Apa dia memahami permainan anak konglomerat? Bahkan memiliki teman konglomerat saja belum tentu ada," ujar Andre yang langsung disambut tawa riuh tamu undangan. "Mungkin, suamiku tidak memiliki teman konglomerat seperti mu. Tapi dibandingkan dengan mu, suamiku jauh lebih unggul," ujar Fania tersenyum. "Lebih unggul apanya? Miskinnya? Tentu saja, iya," ketus Andre dan langsung disambut tawa riuh tamu undangan dan keluarga Mauren. "Bukankah kau mencintai adikku? Tapi apa? Jangankan menatap mu, kau bahkan langsung ditolak mentah-mentah oleh adikku, kan? Anak konglomerat lainnya bisa mengencani adikku paling lama tiga bulan, tapi den
___ "Tidak! Pasti buka, Ridel," teriak Fania tersadar dari pingsannya. "Apakah anda baik-baik saja? Tadi anda pingsan di bandara. Jadi kami melarikan mu ke rumah sakit." "Saya tidak butuh ke rumah sakit. Turunkan aku di sini saja, aku mau menemui Ridel!" tegas Fania dengan pikiran kacau. "Kalau yang kau maksud itu Ridel Liu seorang pengusaha muda. Maka kau tidak perlu turun, karena ambulance ini kebetulan akan menuju ke rumah sakit di mana Ridel berada." "Berita yang sedang beredar itu bohong, kan? Ridel tidak mungkin meninggal, kan?" teriak Fania histeris. Bukannya memberi jawaban, mereka justru diam membisu. Begitu tiba di rumah sakit, Fania langsung saja turun dan berlari menuju di mana ruangan Ridel berada. "Berita yang beredar luas itu bohong, kan, Alex?! Ridel tidak mungkin meninggal, kan? Jawab!" teriak Fania mengguncang pundak Alex ketika dia melihat Alex. Airmata terus saja mengalir membasahi wajah cantiknya. Tangisan Fania meledak, ketika dua perawat mendor
*** Raya mundur selangkah demi selangkah, kakinya terasa lemas. Tubuh yang lemah itu jatuh hampir menyentuh lantai kalau saja terlambat ditangkap oleh sang suami yang baru saja selesai mengangkat telepon dari anak keduanya. "Putra kita tidak mungkin meninggal kan, yah? Aku pasti sedang bermimpi! Bangunkan aku. Aku ingin melihat putraku," bisik Raya lemah.Dia membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami. Pakaian yang dikenakan Liu basah oleh airmata sang istri. Sejenak Bernad Liu diam membisu, mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut si istri, sampai akhirnya dia memilih bertanya, "Dokter, apa yang dikatakan istriku benar? Apa Anda tidak salah memberi informasi?" airmata mengalir dari kelopak mata Liu. Hatinya terluka, luka yang tidak bisa diobati dengan cara apapun. Dokter menatap pasangan suami istri itu, bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa pasangan suami istri ini justru menangis? Apa aku mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaan mereka? Tapi apa?! Buk
Tidak ingin mengambil resiko, dokter langsung saja menelepon Direktur dan memintanya datang ke ruangan Ridel segera. Tanpa memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Direktur mengirim pesan kepada sang dokter yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri. Dokter terbaik yang sengaja didatangkan dari negeri seberang untuk menangani Ridel. [Setelah penandatanganan kontrak ini, aku langsung ke sana. Aku sudah menyuruh asistenku menemui kamu lebih dulu. Maaf atas ketidak-nyamanannya. Aku harap kamu maklum, keluarga Liu masih shock akan kejadian yang menimpah putra tunggal mereka.] Ya! Yang ada dipikiran Direktur rumah sakit hanya satu, pasti keluarga Liu tidak mengisinkan sahabatnya masuk. Direktur merasa itu wajar karena sahabatnya itu sama sekali tidak memiliki garis wajah orang Indonesia atau negara lainnya di Asia, karena dia murni keturunan barat. Setelah penandatanganan selesai, Direktur langsung melangkahkan kakinya menuju ruang perawatan Ridel. ‘Astaga! Apa sebenarnya yang ada dibe
*** Akhirnya Fania dapat bernafas lega ketika pesawat mendarat dengan selamat di negera kebanggaannya, Indonesia. Bagaimana caraku masuk ke dalam rumah sakit? Pasti penjagaan di dalam sangat ketat, apalagi ini berkaitan dengan percobaan pembunuhan! Bagaimana kalau kepulangan ku kali ini justru membuat kondisi Ridel semakin memburuk? Bukankah Ridel sangat membenciku? Bagaimana juga kondisi si kembar? Kenapa aku harus jatuh cinta pada pria yang tidak bisa mencintaiku? Kalau dia menyayangi si kembar itu wajar, walau bagaimanapun dalam darah si kembar mengalir darahnya! Pertanyaan, keraguan, ketakutan, menjadi satu dalam benak Fania. Namun kerinduan mengalahkan semuanya. Ya! Lama berada di negeri seberang membuat Fania merindukan si kembar dan Ridel. Apalagi kejadian di malam panas itu membuat Fania sadar kalau tidak ada satu orangpun yang mampu menggantikan Ridel dihatinya. Dengan tekad yang bulat, Fania menyusun rencana sebaik mungkin. Karena hanya dengan rencana yang matang maka d
***"Kamu," menunjuk salah satu perawat. "Ambil obat yang tertulis diresep ini sekarang juga!" Dokter itu memberikannya kertas yang bertuliskan resep obat. Jelas sekali ketegangan dari pancaran mata dokter itu.Ketakutan Bernad Liu dan Raya semakin bertambah ketika melihat satu demi satu dokter berlarian memasuki ruang perawatan Ridel. Apalagi ketika ada alat-alat lain yang juga didorong memasuki ruangan.Melihat hal itu membuat Raya ketakutan dan berbisik lemah di telinga sang suami, "Putra kita akan baik-baik saja, kan?" airmata kembali lolos dari pelupuk mata wanita yang berstatus ibu dari pasien yang tengah berjuang diujung kematiannya.Setelah menunggu lama akhirnya seorang dokter membuka pintu.Suami istri itu langsung berlari kearah dokter dengan airmata yang tidak terbendung. "Bagaimana keadaan anak kami, dokter? Dia baik-baik saja kan!"Dokter itu menatap pasangan suami-istri itu, kemudian menarik nafas panjang."Dokter, bagaimana putra saya?" Raya kembali bertanya ketakutan.
“Tidak! Tidak mungkin!” Alvaro menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Kau berbohong kan, Nak? Bukankah waktu itu kau sendiri yang mengatakan pada ayah tiga tahu lalu? Bukan itu saja, bahkan bajingan ini bersedia berlutut dan memohon ampun pada ayah,” ketus Alvaro tidak percaya. “Pelakunya adalah bos di mana ayah bekerja. Pria bejat itu tahu persis, malam itu ayah tidak bisa membawa laporan secara langsung padanya. Karena kondisi ibu yang menurun drastis. Bukan hanya memperkosaku saja, tapi pria itu juga mau melemparkan aku ke bawah jembatan yang ber-air deras agar aku meninggal. Hanya dengan cara itu, dia bisa tenang menjalani hidupnya,” ujar Nanda lemas, hatinya terasa hancur.Ya! Hati Nanda hancur, ketika mengingat kejadian tragis yang menimpahnya tiga tahun lalu. Dia bahkan harus rela membatalkan pernikahan secara sepihak, tanpa alasan apapun. Sekarang hati Nanda tambah hancur, ketika menemukan sang ayah justru membuat Ridel harus terbaring koma dengan kemungkinan hidup yang sangat
"Sudah aku katakan, bukan aku pelakunya! Anda bertugas sebagai polisi, tapi inikah cara kalian meng-interogasi masyarakat kelas bawah? Lepaskan aku, Brengsek! Negara membayar kalian bukan untuk membeda-bedakan masyarakat!" umpat Alvaro semakin emosi. "Kami akui, kamu sangat pintar dan teliti sehingga mampu membuat polisi sama sekali tidak menemukan bukti apapun! Mungkin kalau tragedi ini menimpa orang lain, sudah pasti kamu akan hidup tenang sampai akhir hayatmu. Hanya saja kali ini yang Anda hadapi adalah keluarga Liu. Walaupun mustahil untuk menemukan siapa penyetok racun mematikan itu, tapi bukankah 0,01% juga merupakan suatu harapan? Hal itulah yang kami alami. Anak buah Bernad Liu berhasil menangkap penyetok racun itu dan dia sudah mengakui semuanya. Racun itu diracik khusus atas permintaan Anda." Ya, saat anak buah Adrian menjemput Alvaro di rumahnya, anak buah Bernad Liu menemukan peracik racun mematikan itu. Setelah bukti didapat mereka langsung menyeret pria paruh bayah
*** Siang berganti malam, malam berganti siang, jam terus saja berdetak, pertanda hari terus berganti. Namun tidak demikian dengan Ridel, pria itu tetap saja terbaring dalam kondisi koma, oksigen menjadi bagian dari tubuh Ridel, detak jantung Ridel sesekali berhenti sehingga membuat dokter menyediakan alat kejut jantung diruang perawatan Ridel. Bernad Liu dan sang istri membagi tugas. Kalau Bernad Liu berada di rumah sakit untuk mengawasi setiap perkembangan sang putra, berbeda dengan sang istri. Raya justru di rumah mendampingi si kembar. Meskipun Raya ingin menemani sang putra, tapi dia juga tak mau egois, si kembar membutuhkannya. Jadi Raya dan putrinya secara bergiliran menjaga si kembar dan mengunjungi Ridel di rumah sakit. Penjagaan pada anggota keluarga Liu di perketat. Sedangkan Perusahaan RnB untuk sementara waktu dikendalikan oleh Alex Smith. Meskipun tidak sadarkan diri, tapi setiap hari Alex mampir walau hanya sekedar mengomel agar Ridel segera bangun. Dia yakin m
---“Haha … itu bukan anakku, Brengsek! Kau ingin aku membunuhmu? Begitu? Kau benar-benar gila, mendoakan putraku bernasib naas seperti itu! Sekali lagi aku mendengar kau mengatakan hal tragis seperti itu tentang putraku, akan ku habisi nyawanmu dengan tanganku sendiri!” ketus istri Bernad Liu tertawa, sekaligus emosi. Dia pikir apa yang didengarnya hanya suatu candaan semata dan baginya itu sudah melewati batas.Dokter yang diutus untuk pemberitahuan resmi itu kebingungan dan berguman dalam hati, 'Bagaimana ini? Ibu Raya sama sekali tidak percaya!'Setelah mempertimbangkan akibatnya maka dokter itu memilih jalan aman, "Aku juga tidak terlalu yakin, tapi sebaiknya ibu Raya memastikan sendiri yang sedang terbaring itu Ridel atau bukan, bagaimana? Aku seorang dokter, ini Id.card dan KTP aku sebagai bukti kalau aku orang baik dan bukan berniat jahat kepada ibu."Setelah melihat identitas sang dokter, akhirnya Raya memilih mengukuti dokter dengan perasaan tak menentu. Tidak! Itu pasti buk