*** Berhubung di kontrakan tidak ada makanan maupun bahan mentah untuk dimasak, Fania memilih menelusuri trotoar jalan untuk mencari restoran terdekat. Fania memasuki restoran yang tidak berada jauh dari kontrakan. Brukkk .... Fania tak sengaja bertabrakan dengan seorang lelaki tak dikenal, ketika sama-sama hendak memasuki pintu restoran. “Maaf, Nona. Saya tidak sengaja, silahkan duluan,” ujar lelaki itu mempersilahkan Fania untuk masuk lebih dulu. Fania hanya tersenyum dan melangkah memasuki restoran sederhana, tapi sedetik Kemudian dia bingung mau duduk di mana. Mata Fania memindai sekeliling, akhirnya dia melihat kursi kosong yang tepat berada di samping pintu masuk. Brakkk !!!!! Tabrakan kembali terjadi. Fania menatap sosok yang baru saja ditabraknya. “Maaf, Nona. Saya benar-benar tidak sengaja, tadi saya bermaksud untuk duduk di meja ini. Tapi sepertinya nona mengincar meja yang sama. Silahkan duduk, Nona,” ujar lelaki itu kemudian melangkahkan kakinya menuju
Mendengar suara yang berasal dari dalam kamar hotel 501, membuat Fania langsung saja berlari memasuki ruangan itu yang memang tidak dikunci. Namun, Fania terkejut melihat layar TV didepannya. Ternyata suara dan bunyi barang pecah itu hanya berasal dari TV. Keterkejutan Fania bertambah ketika pria itu justru mengunci pintunya. "Apa yang kau lakukan, Brengsek! Buka pintunya sekarang atau kau akan merasakan akibatnya?" bentak Fania berusaha tegas, padahal dia ketakutan. Pria itu tersenyum, "Kenapa marah cantik? Apa aku memintamu masuk? Bukankah tidak? Kau sendiri yang memilih masuk. Jadi salahku di mana? Kenapa kau jadi membentak ku? Tenang saja, malam ini aku akan memberikan malam terindah untukmu. Kita akan menghabiskan malam penuh kenikmatan." "Jangan pernah bermimpi untuk menyentuh tubuhku dengan tangan kotor mu itu, bajingan!" teriak Fania emosi. "Kau tau benar kalau ini bukanlah mimpi! Ini adalah kenyataan! Kau tidak akan pernah bisa melangkah keluar karena pintu ini hanya
Kenapa tidak ada cinta untukku, Fania? Apakah mantan kekasihmu masih menempati posisi terindah di dalam hatimu? Sebenarnya kenangan apa yang dia berikan padamu, hingga kau sulit untuk melupakannya? Ingin rasanya Ridel bertanya kenangan seperti apa yang ditinggalkan mantan kekasih Fania, tapi itu tak mungkin. Sudah pasti itu akan membawa masalah baru bagi hubungan mereka, walaupun hanya sebatas sahabat. Fania mengerutkan keningnya, ketika menatap Ridel yang eskpresinya terlihat sedih, “Kau kenapa?” “Aku ingin melahapmu,” jawab Ridel mengalihkan perhatian Fania. Dia tahu persis hanya itu satu-satunya cara untuk menghadapi sosok seperti Fania, yang selalu penasaran. Fania mendengus dan langsung melemparkan bantal yang ada dikasur kepada Ridel. Bukkk !!! “Ternyata kau tak ada bedanya dengan pria bajingan lainnya. Kau ingin tubuhku sebagai balas budi karena telah menolongku, kan? Baik! Silahkan!” geram Fania sambil membuka kancing pakaiannya satu demi satu. Ridel mendekati Fan
*** Brakkk !!! Pria tampan yang mengenakan pakaian hitam-hitam itu mengebrak meja dengan keras. Fania ... kita lihat sampai kapan keberuntungan akan ada dipihakmu! "Siapa yang menolongnya?" tanya pria tampan itu terlihat marah. "Ridel, bos." Prangg !!! Prangg !!! Pria itu melemparkan barang apa saja yang berada disisinya, sehingga membuat anak buahnya semakin ketakutan. “Kau ke sini!” perintah pria tampan itu kepada seorang gadis yang merupakan anak buahnya. Dengan gemetar gadis itu mendekat. Belum sempat bertanya, pria tampan itu sudah menarik kasar rambutnya dan merobek pakaian yang dikenakan sang gadis. “Sesuai perrintah kakakku, tangkap Fania dan perlakukan dia seperti ini!” geram pria tampan itu marah. Tangannya tidak berhenti sampai di situ, dia menggenggam bukit kembar gadis itu dan meremasnnya dengan ganas. Auw ... Gadia itu merintih kesakitan, “Bos, sakit.” “Buat dia menjerit seperti ini!” “Bos, sakit,” rintih gadis itu tapi takut untuk melawan.
Sang kakak menggunakan keahlian medisnya dalam mengobati seorang pria tua. Sebagai tanda terima kasihnya, pria tua itu mengabulkan permintaan dokter Albert. Itulah awal ke duanya mengganti identitas dan dibesarkan oleh seorang kakek kaya raya yang hidupnya diselamatkan oleh dokter Albert. Bukkk !!! Prangg !!! Kepalan tangan lelaki yang sedang marah itu mendarat tepat dilayar komputer yang ada di atas meja kerjanya. Ridel … siapa kau sebenarnya? Kenapa selalu kau yang menyelamatkan wanita brengsek itu? ***** Keesokkan harinya di Perusahaan RnB … Bukkk !!! Bukkk !!! Ridel jatuh terjerembab ke lantai perusahaan, ketika Alex Smith memukulnya secara bertubi-tubi, tapi Ridel sama sekali tidak membalas ataupun menghindar. Alex Smit menarik krah kemeja Ridel dan dengan amarah yang tidak bisa dikendalikan lagi, dia berteriak emosi, "Kamu gila, Ridel! Benar-benar gila! Sumpah ... Aku tidak tahu jalan pikiranmu, apa kamu sama sekali tidak memikirkan orangtuamu?" Ridel terdia
Ridel tak berkutik mendengar ancaman terakhir dari sang sahabat. Bagaimana ini? Kalau sampai Fania tahu, bukankah itu akan lebih sulit lagi? Bisa-bisa Fania melarikan diri dan menjauh dariku. Sedangkan aku? Aku tak bisa hidup tanpanya. Setelah berpikir panjang, akhirnya Ridel menyerah. Dia setuju Alex Smith ikut membantunya. "Tambah anak buah untuk mengawasi Fania! Berikan mobil dinas kepadanya dan aku adalah office boy merangkap supir pribadi untuknya!" ujar Ridel memberi perintah seenaknya. "Astaga, Ridel. Kalau sampai karyawan lainnya tahu, bukankah itu akan berdampak negatif pada karir Fania?" Alex Smith menatap Alex dengan kesal. "Aku lebih mengkhawatirkan keselamatan Fania, dari pada pandangan orang lain. Jadi urusan karyawan lainnya itu akan menjadi tugas kamu, agar sopir pribadi itu tidak sampai kepada ayahku, kau paham kan maksudku?" ujar Ridel sebelum meninggalkan ruangan. "Ridel sialan!" umpat Alex Smith kesal. Alex Smith melangkah memasuki lift kemudian menekan
*** Setelah puas mengutak-atik komputer, Ridel berdiri dan meregangkan sendi dan otot lehernya yang terasa kaku. Kemudian merangsek ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia membaringkan tubuhnya di tempat tidur dengan mata terpejam. Memikirkan cara untuk meyakinkan orangtuanya, jika suatu saat kebenaran berbicara. Lamunannya buyar, ketika ponsel jadulnya berbunyi. "Kenapa?" tanya Ridel dengan suara malas. "Cepat ke rumah kontrakan, Fania berada dalam bahaya!" Ridel tercengang, dia menatap sejenak ponselnya yang sambungannya sudah terputus. Dia langsung saja menyambar kunci motor dari nakas dan berlari keluar kamar, menuju lantai satu dengan panik. "Kau terlihat panik? Apa terjadi sesuatu, Ridel?" tanya sang ayah kebingungan. "Temanku masuk rumah sakit dan butuh pengobatan secepatnya. Namun, pihak rumah sakit mempersulitnya. Aku pergi dulu, Yah. Aku akan bertemu Alex di rumah sakit," bohong Ridel dan langsung berlari meninggalkan rumah. Bernard Liu dan sang istri
Tak mau salah mengambil keputusan dan membuat sang bos tambah murka, akhirnya mereka memilih melaporkan tentang menghilangnya Raditya. Pranggg !!! Pranggg !!! Dokter Albert marah besar mendengar laporan sang adik, kalau rencana mereka gagal total. Di rumah sakit. Fania langsung ditangani oleh dokter dibawah pengawasan Ridel. Ketakutannya berganti kelegaan, ketika Fania tidak mengalami luka serius. "Bagaimana kondisi Fania?" tanya Alex Smith ketika tiba di ruang perawatan. "Bagaimana? Apa kalian berhasil menangkap salah satu dari mereka?" tanya Ridel dengan geram. Dia tidak menggubris pertanyaan Alex. "Mereka sangat lihai dalam hal melarikan diri. Namun, sesuai perintah mu. Disaat semua sibuk berkelahi dan mengincar mu, maka kami menarik salah seorang dari mereka yang tidak sadarkan diri," ujar Alex Smith. "Bawa dia ke sini sekarang juga, sebelum Fania sadar dari pengaruh obat tidur." Alex Smith langsung saja menelepon. Tak butuh waktu lama, seorang perawat mema
___ "Tidak! Pasti buka, Ridel," teriak Fania tersadar dari pingsannya. "Apakah anda baik-baik saja? Tadi anda pingsan di bandara. Jadi kami melarikan mu ke rumah sakit." "Saya tidak butuh ke rumah sakit. Turunkan aku di sini saja, aku mau menemui Ridel!" tegas Fania dengan pikiran kacau. "Kalau yang kau maksud itu Ridel Liu seorang pengusaha muda. Maka kau tidak perlu turun, karena ambulance ini kebetulan akan menuju ke rumah sakit di mana Ridel berada." "Berita yang sedang beredar itu bohong, kan? Ridel tidak mungkin meninggal, kan?" teriak Fania histeris. Bukannya memberi jawaban, mereka justru diam membisu. Begitu tiba di rumah sakit, Fania langsung saja turun dan berlari menuju di mana ruangan Ridel berada. "Berita yang beredar luas itu bohong, kan, Alex?! Ridel tidak mungkin meninggal, kan? Jawab!" teriak Fania mengguncang pundak Alex ketika dia melihat Alex. Airmata terus saja mengalir membasahi wajah cantiknya. Tangisan Fania meledak, ketika dua perawat mendor
*** Raya mundur selangkah demi selangkah, kakinya terasa lemas. Tubuh yang lemah itu jatuh hampir menyentuh lantai kalau saja terlambat ditangkap oleh sang suami yang baru saja selesai mengangkat telepon dari anak keduanya. "Putra kita tidak mungkin meninggal kan, yah? Aku pasti sedang bermimpi! Bangunkan aku. Aku ingin melihat putraku," bisik Raya lemah.Dia membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami. Pakaian yang dikenakan Liu basah oleh airmata sang istri. Sejenak Bernad Liu diam membisu, mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut si istri, sampai akhirnya dia memilih bertanya, "Dokter, apa yang dikatakan istriku benar? Apa Anda tidak salah memberi informasi?" airmata mengalir dari kelopak mata Liu. Hatinya terluka, luka yang tidak bisa diobati dengan cara apapun. Dokter menatap pasangan suami istri itu, bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa pasangan suami istri ini justru menangis? Apa aku mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaan mereka? Tapi apa?! Buk
Tidak ingin mengambil resiko, dokter langsung saja menelepon Direktur dan memintanya datang ke ruangan Ridel segera. Tanpa memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Direktur mengirim pesan kepada sang dokter yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri. Dokter terbaik yang sengaja didatangkan dari negeri seberang untuk menangani Ridel. [Setelah penandatanganan kontrak ini, aku langsung ke sana. Aku sudah menyuruh asistenku menemui kamu lebih dulu. Maaf atas ketidak-nyamanannya. Aku harap kamu maklum, keluarga Liu masih shock akan kejadian yang menimpah putra tunggal mereka.] Ya! Yang ada dipikiran Direktur rumah sakit hanya satu, pasti keluarga Liu tidak mengisinkan sahabatnya masuk. Direktur merasa itu wajar karena sahabatnya itu sama sekali tidak memiliki garis wajah orang Indonesia atau negara lainnya di Asia, karena dia murni keturunan barat. Setelah penandatanganan selesai, Direktur langsung melangkahkan kakinya menuju ruang perawatan Ridel. ‘Astaga! Apa sebenarnya yang ada dibe
*** Akhirnya Fania dapat bernafas lega ketika pesawat mendarat dengan selamat di negera kebanggaannya, Indonesia. Bagaimana caraku masuk ke dalam rumah sakit? Pasti penjagaan di dalam sangat ketat, apalagi ini berkaitan dengan percobaan pembunuhan! Bagaimana kalau kepulangan ku kali ini justru membuat kondisi Ridel semakin memburuk? Bukankah Ridel sangat membenciku? Bagaimana juga kondisi si kembar? Kenapa aku harus jatuh cinta pada pria yang tidak bisa mencintaiku? Kalau dia menyayangi si kembar itu wajar, walau bagaimanapun dalam darah si kembar mengalir darahnya! Pertanyaan, keraguan, ketakutan, menjadi satu dalam benak Fania. Namun kerinduan mengalahkan semuanya. Ya! Lama berada di negeri seberang membuat Fania merindukan si kembar dan Ridel. Apalagi kejadian di malam panas itu membuat Fania sadar kalau tidak ada satu orangpun yang mampu menggantikan Ridel dihatinya. Dengan tekad yang bulat, Fania menyusun rencana sebaik mungkin. Karena hanya dengan rencana yang matang maka d
***"Kamu," menunjuk salah satu perawat. "Ambil obat yang tertulis diresep ini sekarang juga!" Dokter itu memberikannya kertas yang bertuliskan resep obat. Jelas sekali ketegangan dari pancaran mata dokter itu.Ketakutan Bernad Liu dan Raya semakin bertambah ketika melihat satu demi satu dokter berlarian memasuki ruang perawatan Ridel. Apalagi ketika ada alat-alat lain yang juga didorong memasuki ruangan.Melihat hal itu membuat Raya ketakutan dan berbisik lemah di telinga sang suami, "Putra kita akan baik-baik saja, kan?" airmata kembali lolos dari pelupuk mata wanita yang berstatus ibu dari pasien yang tengah berjuang diujung kematiannya.Setelah menunggu lama akhirnya seorang dokter membuka pintu.Suami istri itu langsung berlari kearah dokter dengan airmata yang tidak terbendung. "Bagaimana keadaan anak kami, dokter? Dia baik-baik saja kan!"Dokter itu menatap pasangan suami-istri itu, kemudian menarik nafas panjang."Dokter, bagaimana putra saya?" Raya kembali bertanya ketakutan.
“Tidak! Tidak mungkin!” Alvaro menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Kau berbohong kan, Nak? Bukankah waktu itu kau sendiri yang mengatakan pada ayah tiga tahu lalu? Bukan itu saja, bahkan bajingan ini bersedia berlutut dan memohon ampun pada ayah,” ketus Alvaro tidak percaya. “Pelakunya adalah bos di mana ayah bekerja. Pria bejat itu tahu persis, malam itu ayah tidak bisa membawa laporan secara langsung padanya. Karena kondisi ibu yang menurun drastis. Bukan hanya memperkosaku saja, tapi pria itu juga mau melemparkan aku ke bawah jembatan yang ber-air deras agar aku meninggal. Hanya dengan cara itu, dia bisa tenang menjalani hidupnya,” ujar Nanda lemas, hatinya terasa hancur.Ya! Hati Nanda hancur, ketika mengingat kejadian tragis yang menimpahnya tiga tahun lalu. Dia bahkan harus rela membatalkan pernikahan secara sepihak, tanpa alasan apapun. Sekarang hati Nanda tambah hancur, ketika menemukan sang ayah justru membuat Ridel harus terbaring koma dengan kemungkinan hidup yang sangat
"Sudah aku katakan, bukan aku pelakunya! Anda bertugas sebagai polisi, tapi inikah cara kalian meng-interogasi masyarakat kelas bawah? Lepaskan aku, Brengsek! Negara membayar kalian bukan untuk membeda-bedakan masyarakat!" umpat Alvaro semakin emosi. "Kami akui, kamu sangat pintar dan teliti sehingga mampu membuat polisi sama sekali tidak menemukan bukti apapun! Mungkin kalau tragedi ini menimpa orang lain, sudah pasti kamu akan hidup tenang sampai akhir hayatmu. Hanya saja kali ini yang Anda hadapi adalah keluarga Liu. Walaupun mustahil untuk menemukan siapa penyetok racun mematikan itu, tapi bukankah 0,01% juga merupakan suatu harapan? Hal itulah yang kami alami. Anak buah Bernad Liu berhasil menangkap penyetok racun itu dan dia sudah mengakui semuanya. Racun itu diracik khusus atas permintaan Anda." Ya, saat anak buah Adrian menjemput Alvaro di rumahnya, anak buah Bernad Liu menemukan peracik racun mematikan itu. Setelah bukti didapat mereka langsung menyeret pria paruh bayah
*** Siang berganti malam, malam berganti siang, jam terus saja berdetak, pertanda hari terus berganti. Namun tidak demikian dengan Ridel, pria itu tetap saja terbaring dalam kondisi koma, oksigen menjadi bagian dari tubuh Ridel, detak jantung Ridel sesekali berhenti sehingga membuat dokter menyediakan alat kejut jantung diruang perawatan Ridel. Bernad Liu dan sang istri membagi tugas. Kalau Bernad Liu berada di rumah sakit untuk mengawasi setiap perkembangan sang putra, berbeda dengan sang istri. Raya justru di rumah mendampingi si kembar. Meskipun Raya ingin menemani sang putra, tapi dia juga tak mau egois, si kembar membutuhkannya. Jadi Raya dan putrinya secara bergiliran menjaga si kembar dan mengunjungi Ridel di rumah sakit. Penjagaan pada anggota keluarga Liu di perketat. Sedangkan Perusahaan RnB untuk sementara waktu dikendalikan oleh Alex Smith. Meskipun tidak sadarkan diri, tapi setiap hari Alex mampir walau hanya sekedar mengomel agar Ridel segera bangun. Dia yakin m
---“Haha … itu bukan anakku, Brengsek! Kau ingin aku membunuhmu? Begitu? Kau benar-benar gila, mendoakan putraku bernasib naas seperti itu! Sekali lagi aku mendengar kau mengatakan hal tragis seperti itu tentang putraku, akan ku habisi nyawanmu dengan tanganku sendiri!” ketus istri Bernad Liu tertawa, sekaligus emosi. Dia pikir apa yang didengarnya hanya suatu candaan semata dan baginya itu sudah melewati batas.Dokter yang diutus untuk pemberitahuan resmi itu kebingungan dan berguman dalam hati, 'Bagaimana ini? Ibu Raya sama sekali tidak percaya!'Setelah mempertimbangkan akibatnya maka dokter itu memilih jalan aman, "Aku juga tidak terlalu yakin, tapi sebaiknya ibu Raya memastikan sendiri yang sedang terbaring itu Ridel atau bukan, bagaimana? Aku seorang dokter, ini Id.card dan KTP aku sebagai bukti kalau aku orang baik dan bukan berniat jahat kepada ibu."Setelah melihat identitas sang dokter, akhirnya Raya memilih mengukuti dokter dengan perasaan tak menentu. Tidak! Itu pasti buk