*** Dokter Albert menatap wajah cantik Nadia yang tak bersahabat. Jelas sekali pancaran kemarahan dari sinar matanya. Tanpa bertanya pun, dokter Albert dapat menebak, pasti perubahan wajah Nadia disebabkan oleh Fania atau Ridel. Benar saja dugaan dokter Albert. Tak sampai semenit, Nadia langsung saja berucap dengan geram, "Aku ingin Ridel merasakan penderitaan yang membutuhkan waktu lama untuk sembuh." "Kenapa? Apa kau masih mencintainya?" tanya dokter Albert tersenyum. "Kalau aku tak bisa memilikinya, maka tak ada satu orangpun yang bisa memilikinya!" ketus Nadia dengan tangan terkepal. "Penderitaan yang membutuhkan waktu lama untuk sembuh, hanya ada satu cara," Dokter Albert menatap Nadia dengan serius. "Caranya?" "Dengan cara menghancurkan orang yang dicintai Ridel, maka dengan begitu akan ada goresan luka yang sulit untuk disembuhkan. Saat itulah kau memiliki kesempatan untuk mengobati luka hati itu." "Orang yang dicintai, Ridel? Tapi siapa? Tak mungkin Ridel jat
*** Berhubung di kontrakan tidak ada makanan maupun bahan mentah untuk dimasak, Fania memilih menelusuri trotoar jalan untuk mencari restoran terdekat. Fania memasuki restoran yang tidak berada jauh dari kontrakan. Brukkk .... Fania tak sengaja bertabrakan dengan seorang lelaki tak dikenal, ketika sama-sama hendak memasuki pintu restoran. “Maaf, Nona. Saya tidak sengaja, silahkan duluan,” ujar lelaki itu mempersilahkan Fania untuk masuk lebih dulu. Fania hanya tersenyum dan melangkah memasuki restoran sederhana, tapi sedetik Kemudian dia bingung mau duduk di mana. Mata Fania memindai sekeliling, akhirnya dia melihat kursi kosong yang tepat berada di samping pintu masuk. Brakkk !!!!! Tabrakan kembali terjadi. Fania menatap sosok yang baru saja ditabraknya. “Maaf, Nona. Saya benar-benar tidak sengaja, tadi saya bermaksud untuk duduk di meja ini. Tapi sepertinya nona mengincar meja yang sama. Silahkan duduk, Nona,” ujar lelaki itu kemudian melangkahkan kakinya menuju
Mendengar suara yang berasal dari dalam kamar hotel 501, membuat Fania langsung saja berlari memasuki ruangan itu yang memang tidak dikunci. Namun, Fania terkejut melihat layar TV didepannya. Ternyata suara dan bunyi barang pecah itu hanya berasal dari TV. Keterkejutan Fania bertambah ketika pria itu justru mengunci pintunya. "Apa yang kau lakukan, Brengsek! Buka pintunya sekarang atau kau akan merasakan akibatnya?" bentak Fania berusaha tegas, padahal dia ketakutan. Pria itu tersenyum, "Kenapa marah cantik? Apa aku memintamu masuk? Bukankah tidak? Kau sendiri yang memilih masuk. Jadi salahku di mana? Kenapa kau jadi membentak ku? Tenang saja, malam ini aku akan memberikan malam terindah untukmu. Kita akan menghabiskan malam penuh kenikmatan." "Jangan pernah bermimpi untuk menyentuh tubuhku dengan tangan kotor mu itu, bajingan!" teriak Fania emosi. "Kau tau benar kalau ini bukanlah mimpi! Ini adalah kenyataan! Kau tidak akan pernah bisa melangkah keluar karena pintu ini hanya
Kenapa tidak ada cinta untukku, Fania? Apakah mantan kekasihmu masih menempati posisi terindah di dalam hatimu? Sebenarnya kenangan apa yang dia berikan padamu, hingga kau sulit untuk melupakannya? Ingin rasanya Ridel bertanya kenangan seperti apa yang ditinggalkan mantan kekasih Fania, tapi itu tak mungkin. Sudah pasti itu akan membawa masalah baru bagi hubungan mereka, walaupun hanya sebatas sahabat. Fania mengerutkan keningnya, ketika menatap Ridel yang eskpresinya terlihat sedih, “Kau kenapa?” “Aku ingin melahapmu,” jawab Ridel mengalihkan perhatian Fania. Dia tahu persis hanya itu satu-satunya cara untuk menghadapi sosok seperti Fania, yang selalu penasaran. Fania mendengus dan langsung melemparkan bantal yang ada dikasur kepada Ridel. Bukkk !!! “Ternyata kau tak ada bedanya dengan pria bajingan lainnya. Kau ingin tubuhku sebagai balas budi karena telah menolongku, kan? Baik! Silahkan!” geram Fania sambil membuka kancing pakaiannya satu demi satu. Ridel mendekati Fan
*** Brakkk !!! Pria tampan yang mengenakan pakaian hitam-hitam itu mengebrak meja dengan keras. Fania ... kita lihat sampai kapan keberuntungan akan ada dipihakmu! "Siapa yang menolongnya?" tanya pria tampan itu terlihat marah. "Ridel, bos." Prangg !!! Prangg !!! Pria itu melemparkan barang apa saja yang berada disisinya, sehingga membuat anak buahnya semakin ketakutan. “Kau ke sini!” perintah pria tampan itu kepada seorang gadis yang merupakan anak buahnya. Dengan gemetar gadis itu mendekat. Belum sempat bertanya, pria tampan itu sudah menarik kasar rambutnya dan merobek pakaian yang dikenakan sang gadis. “Sesuai perrintah kakakku, tangkap Fania dan perlakukan dia seperti ini!” geram pria tampan itu marah. Tangannya tidak berhenti sampai di situ, dia menggenggam bukit kembar gadis itu dan meremasnnya dengan ganas. Auw ... Gadia itu merintih kesakitan, “Bos, sakit.” “Buat dia menjerit seperti ini!” “Bos, sakit,” rintih gadis itu tapi takut untuk melawan.
Sang kakak menggunakan keahlian medisnya dalam mengobati seorang pria tua. Sebagai tanda terima kasihnya, pria tua itu mengabulkan permintaan dokter Albert. Itulah awal ke duanya mengganti identitas dan dibesarkan oleh seorang kakek kaya raya yang hidupnya diselamatkan oleh dokter Albert. Bukkk !!! Prangg !!! Kepalan tangan lelaki yang sedang marah itu mendarat tepat dilayar komputer yang ada di atas meja kerjanya. Ridel … siapa kau sebenarnya? Kenapa selalu kau yang menyelamatkan wanita brengsek itu? ***** Keesokkan harinya di Perusahaan RnB … Bukkk !!! Bukkk !!! Ridel jatuh terjerembab ke lantai perusahaan, ketika Alex Smith memukulnya secara bertubi-tubi, tapi Ridel sama sekali tidak membalas ataupun menghindar. Alex Smit menarik krah kemeja Ridel dan dengan amarah yang tidak bisa dikendalikan lagi, dia berteriak emosi, "Kamu gila, Ridel! Benar-benar gila! Sumpah ... Aku tidak tahu jalan pikiranmu, apa kamu sama sekali tidak memikirkan orangtuamu?" Ridel terdia
Ridel tak berkutik mendengar ancaman terakhir dari sang sahabat. Bagaimana ini? Kalau sampai Fania tahu, bukankah itu akan lebih sulit lagi? Bisa-bisa Fania melarikan diri dan menjauh dariku. Sedangkan aku? Aku tak bisa hidup tanpanya. Setelah berpikir panjang, akhirnya Ridel menyerah. Dia setuju Alex Smith ikut membantunya. "Tambah anak buah untuk mengawasi Fania! Berikan mobil dinas kepadanya dan aku adalah office boy merangkap supir pribadi untuknya!" ujar Ridel memberi perintah seenaknya. "Astaga, Ridel. Kalau sampai karyawan lainnya tahu, bukankah itu akan berdampak negatif pada karir Fania?" Alex Smith menatap Alex dengan kesal. "Aku lebih mengkhawatirkan keselamatan Fania, dari pada pandangan orang lain. Jadi urusan karyawan lainnya itu akan menjadi tugas kamu, agar sopir pribadi itu tidak sampai kepada ayahku, kau paham kan maksudku?" ujar Ridel sebelum meninggalkan ruangan. "Ridel sialan!" umpat Alex Smith kesal. Alex Smith melangkah memasuki lift kemudian menekan
*** Setelah puas mengutak-atik komputer, Ridel berdiri dan meregangkan sendi dan otot lehernya yang terasa kaku. Kemudian merangsek ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia membaringkan tubuhnya di tempat tidur dengan mata terpejam. Memikirkan cara untuk meyakinkan orangtuanya, jika suatu saat kebenaran berbicara. Lamunannya buyar, ketika ponsel jadulnya berbunyi. "Kenapa?" tanya Ridel dengan suara malas. "Cepat ke rumah kontrakan, Fania berada dalam bahaya!" Ridel tercengang, dia menatap sejenak ponselnya yang sambungannya sudah terputus. Dia langsung saja menyambar kunci motor dari nakas dan berlari keluar kamar, menuju lantai satu dengan panik. "Kau terlihat panik? Apa terjadi sesuatu, Ridel?" tanya sang ayah kebingungan. "Temanku masuk rumah sakit dan butuh pengobatan secepatnya. Namun, pihak rumah sakit mempersulitnya. Aku pergi dulu, Yah. Aku akan bertemu Alex di rumah sakit," bohong Ridel dan langsung berlari meninggalkan rumah. Bernard Liu dan sang istri