Selesai mengatakan itu, Leona buru-buru berjalan melewati meja kerja Danzel. Sebenarnya, apabila Danzel memperhatikan dengan jelas, dia bisa melihat keringat yang ada pada kening Leona."Lain kali, jangan masuk kalau aku tidak ada di ruangan," pesan Danzel yang tidak mencurigai ucapan Leona. Ini hanya aturan yang harus ditegakkannya.Namun, Leona yang merasa bersalah tentu terkejut mendengarnya. Dia hampir terjatuh, tetapi Danzel meraih lengannya dengan gesit dan bertanya, "Kenapa? Kamu sakit?""Nggak, aku kurang tidur semalam. Danzel, aku nggak akan mengganggumu lagi," timpal Leona sambil buru-buru melepaskan lengannya. Kemudian, dia berbalik dan hendak pergi.Saat berikutnya, Danzel tiba-tiba memanggilnya, "Leona ...."Mendengar ini, Leona diam-diam mengepalkan tangannya, lalu berbalik dan menatap Danzel dengan senyuman terpaksa."Aku akan membantumu mencari dokter yang bisa menghilangkan bekas luka. Tidak perlu menolak, hal ini cepat atau lambat harus dilakukan," ucap Danzel yang bi
Danzel segera berdiri saat mendengarnya. Setelah meletakkan ponselnya ke dalam saku, dia melirik Leona sekilas, lalu menatap dokter dengan sorot mata selidik.Dokter itu tentu mengerti sehingga buru-buru mengangguk sembari berkata, "Pak Danzel tenang saja. Operasi ini tidak akan lama ataupun berbahaya.""Baguslah kalau begitu." Danzel merasa lega karena melihat dokter yang terlihat yakin itu. Kemudian, dia menoleh menatap Leona sambil berpesan dengan lembut, "Aku sudah mengurus semuanya, kamu tenang saja."Tidak terdengar emosi apa pun pada suara Danzel. Mendengar ini, Leona merasa makin bersalah. Dia maju selangkah dan meraih lengan baju Danzel.Begitu melihatnya, dokter itu bergegas mundur dan mengalihkan pandangannya. Bagaimanapun, dia tidak berani sembarangan melihat atau nyawanya mungkin akan melayang."Danzel, apa kamu akan menungguku di sini? Aku ... aku agak takut," tanya Leona."Aku masih punya banyak urusan di kantor. Aku akan menjengukmu setelah operasinya selesai nanti." Se
Leona tidak bisa mendengar obrolan di sekitarnya lagi. Kala ini, dia hanya memikirkan luka bakar di pinggang Meghan.Obat bius mulai bekerja. Leona pun merasa pusing sekarang. Pikirannya kembali pada kebakaran yang terjadi pada tahun itu.Benar, Leona tahu bahwa orang yang menyelamatkan Danzel bukanlah dirinya. Dia bahkan melihatnya dengan mata kepala sendiri.Sesudah memejamkan matanya, Leona mengernyit dan berusaha mengingat penampilan wanita itu. Fitur wajah wanita itu mulai menjadi jelas, ditambah dengan pinggangnya yang berdarah.Leona seketika merasa sesak napas, seperti telah menyadari sesuatu. Tanpa diduga, wanita tahun itu ternyata adalah Meghan ....Tidak boleh, Danzel tidak boleh mengetahui kebenaran ini. Obat bius perlahan-lahan membuat pikiran Leona terjebak pada masa itu. Dia yang memejamkan mata, membayangkan senyuman kemenangan Meghan.Di Grup Amore, Meghan berjalan keluar dari ruang kantor presdir. Di belakangnya diikuti Wesley yang terlihat murung dan bertanya, "Bos,
Selesai Meghan mengatakan itu, dia mengamati pakaian Monica dan seperti terpikir akan sesuatu. "Lihatlah, aku sampai lupa kamu adalah manajer perusahaan ini. Sayangnya, kamu tidak mengerti sopan santun sesederhana ini?""Meghan, apa maksudmu sebenarnya!" teriak Monica yang memang datang dengan penuh amarah. Dia tentu kesal karena Meghan tiba-tiba menjadi Presdir Grup Oswald. Selain itu, dia baru menyadari bahwa dirinya tidak memahami jalan pemikiran Meghan."Maksudku, apakah seorang manajer tidak mengerti aturan masuk ke ruang kantor presdir? Sebelum presdir mengizinkan, apa kamu boleh masuk?" Sambil mengatakan itu, Meghan berjalan ke hadapan Monica. Kemudian, dia terkekeh-kekeh saat melihat kartu identitas karyawan di dada jas Monica."Adikku yang baik, kamu benar-benar hebat," lanjut Meghan.Monica tentu memahami maksud Meghan ini. Wajahnya langsung memerah. Maksud ucapan Meghan ini jelas-jelas menyindir Monica tidak memiliki kemampuan apa pun.Sang kakak menjadi presdir, sedangkan s
Mendengar ini, Winda seketika mendongak dan menatap Meghan dengan ekspresi terkejut. Sisa air mata di sudut matanya membuat sosoknya terlihat menyedihkan sekaligus menggemaskan."Kenapa? Kamu tidak mau?" ujar Meghan. Saat mengamati Winda lebih dekat, Meghan merasa makin tertarik. Dia menghampiri Winda dan mengedip-ngedipkan matanya pada gadis itu.Winda berujar, "Bu Meghan, tapi aku baru saja lulus. Aku datang ke Grup Oswald untuk magang, aku ...."Terlihat jelas bahwa Winda sangat terkejut dengan ucapan Meghan hingga kata-katanya melantur ke mana-mana. Winda sendiri juga tidak akan percaya jika tidak mengalaminya sendiri. Bagaimanapun, tawaran Meghan ini terlalu mengejutkan."Aku tahu, aku cuma mau tahu kamu bersedia atau tidak?" tanya Meghan sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Dia terus memancarkan pesonanya pada Winda.Winda menjawab dengan terbata-bata, "Te ... tentu saja aku bersedia, tapi aku nggak tahu apa yang bisa kubantu. Aku takut akan membawa masalah bagi Bu Meghan
Sambil menenangkan Monica dengan menepuk-nepuk lembut punggungnya, otak Natasya terus bekerja. Setelah ragu-ragu sesaat, dia tiba-tiba berkata dengan mata berbinar, "Ngomong-ngomong, Ibu tiba-tiba teringat sesuatu yang ayahmu katakan beberapa waktu lalu.""Soal apa? Kalau soal bisnis perusahaan atau semacamnya, aku nggak mau dengar," ujar Monica. Setelah beberapa lama, emosi Monica sudah lebih stabil. Sekarang, dia seolah-olah sudah kehabisan napas, malas berkata banyak.Natasya menyuruh Monica mendekat, lalu meletakkan tangannya di telinga sang putri dan berbisik, "Meghan nggak akan bertahan di kursi presdir lebih dari beberapa hari, dia pasti akan dilengserkan."Mendengar ini, Monica langsung antusias. Dia segera meraih tangan Natasya dan bertanya untuk memastikannya lagi, "Benaran? Kok bisa?""Beberapa hari lalu, ayahmu bilang kalau dia dan para direktur Grup Oswald sedang merencanakan jebakan besar untuk Meghan," jawab Natasya dengan penuh semangat. Dia pun menjelaskan tentang masa
Meghan berkata, "Bilang kepada dewan direksi, rapat akan diadakan tepat pada pukul 02.00 siang di ruang rapat."Setelah mendengarnya, Winda mengangguk dan hendak bergegas keluar. Namun, Meghan tiba-tiba memanggilnya lagi, "Gimana? Ini hari pertamamu menjadi sekretaris, apa kamu terbiasa?"Saat ini ekspresi Meghan kembali terlihat lembut. Dia berbincang santai dengan Winda, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Winda yang mendengar pertanyaan Meghan tersenyum getir, lalu menjawab, "Bu Meghan, aku baru kerja nggak sampai 2 jam. Jadi ....""Um. Memang cuma 2 jam, tapi aku rasa performamu cukup bagus," sahut Meghan.Winda merasa canggung sesudah mendapat pujian sederhana dari Meghan. Padahal dia baru bekerja sebentar saja. Kelak, pekerjaan Winda seharusnya akan sangat sulit, tetapi pasti tidak akan membosankan.Setelah itu, Meghan menarik Winda dan mengajarinya cara menyeduh kopi. Setengah jam kemudian, mereka baru selesai. Tujuan Meghan berbuat seperti ini adalah membuat Winda terbiasa beker
Setelah bekerja bersama selama 2 hari, Meghan bisa merasakan bahwa Winda adalah gadis yang agak pendiam. Ditambah lagi, dia tiba-tiba menjadi sekretaris presdir. Jadi, Winda selalu berusaha untuk tidak menonjolkan diri.Meghan pun terkejut begitu Winda mengutarakan pendapatnya. Tidak disangka, Winda sangat antusias dengan proyek perusahaan. Meghan bertanya, "Kamu tahu tempat ini?"Sambil bicara, Meghan melihat Winda yang menutup pintu ruang rapat. Tampak jelas Winda memang orang yang teliti. Winda berucap sembari mengernyit, "Bu Meghan, kampung halamanku ada di Danau Yutu."Winda merasa gelisah. Bagaimanapun, dia baru saja menjabat sebagai sekretaris presdir. Entah pendapatnya akan diterima Meghan atau tidak.Mendengar jawaban Winda, Meghan agak kaget karena sesuatu yang terjadi secara kebetulan tidak sering ditemui. Meghan pun bertanya, "Kalau begitu, apa kamu sangat memahami kondisi di Danau Yutu?""Iya. Jadi, aku merasa proyek ini nggak menguntungkan," jawab Winda.Meghan tertegun s