Share

6. Kau Menghinaku?

Penulis: prasidafai
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-08 21:18:02

“Tuan Morgan menunggu Anda di ruang kerja. Mari saya antar,” ujar salah satu anak buah Morgan yang berjaga di pintu.

Sydney baru saja selesai mengulur waktu, memantapkan hati sekaligus menenangkan dirinya. Namun seberapa lama pun Sydney melakukan itu, jantungnya tetap berdebar hebat.

Wanita itu tidak bisa berhenti memikirkan bahwa ada kemungkinan dia tidak akan bisa keluar lagi jika sudah menginjakan kaki ke dalam rumah Morgan.

Anak buah Morgan berjalan lebih dulu. Sydney mengikuti di belakang sambil meremas tali tas untuk menguatkan langkahnya yang terasa lemah. Begitu melewati ambang pintu, mata Sydney langsung disambut oleh interior yang didominasi warna hitam.

“Lebih cepat!” seru anak buah Morgan dengan berbisik. “Atau Tuan Morgan akan marah.”

Tidak ingin Morgan menemukan cela dalam dirinya saat hari pertama bekerja, Sydney segera melangkah lebih lebar. Walaupun tetap saja langkahnya tertinggal jauh dari pria di hadapannya.

“Cepat masuk!” bisik pria itu setelah membukakan sebuah pintu untuk Sydney.

Sydney mengangguk kecil dan masuk ke ruangan di mana Morgan berada. Sebuah meja kayu ebony besar berdiri kokoh di tengah ruangan.

Morgan ada di balik meja itu, tengah duduk di kursi kebesarannya sambil meminum wine.

“Duduk.” perintah Morgan dingin, menunjuk kursi di hadapannya.

Sydney mendekat dan duduk di sana dengan hati-hati. Dia menarik napas panjang beberapa kali untuk meredakan degup dalam dadanya.

"Aku tidak suka membuang waktu," tukas Morgan sambil meletakkan selembar dokumen di atas meja dan menggesernya ke hadapan Sydney.

Sydney menatap kertas itu tanpa menyentuhnya. Dia masih merasakan sensasi dingin dari jari Morgan yang tadi mengangkat dagunya, seolah pria itu baru saja mengukir tanda tak kasat mata di kulitnya.

"Bacalah. Dan tanda tangani."

Sydney mengernyit, lalu menatap Morgan yang kini menyandarkan punggung ke kursi. Pria itu bersikap sangat santai, bertolak belakang dengan Sydney yang sudah seperti masuk ke medan perang.

Sydney menarik napas dalam dan mulai membaca.

Kontrak Kerja Sama, begitu yang tertulis di bagian paling atas.

“Kau akan tinggal di sini selama menyusui si kembar dan pekerjaanmu akan berakhir setelah mereka sudah tidak membutuhkan ASI lagi,” ujar Morgan.

Sydney sempat melirik ke arah Morgan, tetapi dia memilih untuk melanjutkan membaca bagian peraturan yang tertuang di sana.

‘Tidak diizinkan masuk ke ruangan pribadi, termasuk kamar tidur Morgan, tidak diizinkan keluar rumah tanpa izin, dilarang memasuki ruang tamu, dilarang berbicara kepada siapa pun tentang pekerjaan ini, dilarang mengungkapkan identitas si kembar atau menyebarkan informasi mengenai mereka ke publik,’ baca Sydney dalam hati.

Sydney menelan ludah. Dia mencermati tiap poin, khawatir ada klausul yang merugikannya secara sepihak.

Jemari Sydney dengan ragu mengetik di ponsel, lalu menunjukkan layarnya kepada Morgan.

"Kenapa aku tidak boleh ke ruang tamu?"

Morgan menyeringai, seolah menikmati kebingungan Sydney.

"Karena aku tidak suka ada orang yang berkeliaran tanpa izin di rumahku," jawab Morgan datar. "Aku juga sering menerima tamu dan mereka tidak boleh mengetahui keberadaan si kembar maupun kamu."

Sydney menekan bibirnya. ‘Sebenarnya dia siapa? Mengapa harus menyembunyikan banyak hal?’

"Apakah keselamatanku selama di sini terjamin?" Sydney mengetik lagi.

Apa pun yang terjadi, Sydney tidak ingin berakhir seperti pria babak belur di halaman. Wanita itu bisa saja langsung mati saat terkena pukulan pertama!

Morgan mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Itu tergantung padamu," jawab Morgan pelan. "Selama kau menaati peraturanku, tidak ada yang akan menyentuhmu."

Sydney tidak yakin apakah jawaban itu menenangkan atau justru semakin membuatnya waspada.

Morgan menunjuk sebuah kolom kosong dalam dokumen. "Tuliskan berapa gaji yang kau inginkan."

Sydney menatap pria itu sambil mengernyitkan dahi. Menuliskan nominal sendiri?

‘Ini jebakan!’ simpul Sydney dalam hati sambil menggigit bibirnya.

Setelah berpikir beberapa lama, Sydney akhirnya mengambil pulpen dan menuliskan angka 20 juta di sana.

Sengaja Sydney memilih nominal besar. Dia tidak bisa ke mana-mana selama menjadi ibu susu dan ini adalah upah yang setimpal. Walaupun Sydney tetap tidak akan bisa melunasi utang Lucas dengan cepat.

Morgan menatap angka itu selama tiga detik sebelum mendecakkan lidahnya. "Kau menghinaku?!”

‘Apa maksudnya?!’ Sydney menaikkan kedua alis.

Tanpa berkata apa-apa, Morgan mengambil pulpen dan mulai menambahkan angka nol di belakang nominal yang ditulis Sydney.

Satu. Dua.

Sydney membelalak.

Wanita itu menatap Morgan tidak percaya, lalu buru-buru mengetik. "Aku tidak bisa menerima ini. Terlalu besar!"

“Aku tidak butuh penolakan. Aku butuh tanda tanganmu,” sahut Morgan tanpa ekspresi.

Sydney meremas jemarinya. Dengan jumlah sebanyak ini, Sydney sama saja seperti sedang mempertaruhkan nyawanya sendiri.

‘Ibu susu mana yang dibayar dua miliar per bulan?!’ batin Sydney bergejolak.

Namun sebelum Sydney bisa mencerna lebih jauh, suara tangisan bayi memecah keheningan.

Morgan berdiri. "Sepertinya waktumu untuk mulai bekerja sudah tiba."

Sydney menoleh ke arah tangisan itu dan melihat seorang pria berbadan tegap membawa bayi perempuan dalam gendongannya masuk ruangan setelah mengetuk pintu.

"Maaf mengganggu, kami baru saja akan melapor bahwa si kembar sudah sampai saat Nona Jane menangis, Tuan," ujar pria itu kepada Morgan.

Sydney menatap bayi itu. Mata bening Jane dipenuhi air mata, bibir mungilnya terbuka, mencari sesuatu yang bisa memberinya rasa kenyang.

"Bawa Sydney ke kamar si kembar,” perintah Morgan pada anak buahnya.

Pria itu menatap Sydney dan menunjuk pintu keluar dengan dagunya.

Sejenak Sydney ragu sebelum merentangkan tangannya. Jane segera berpindah ke gendongannya, dan seketika, segala bayangan buruk tentang rumah ini dalam kepala Sydney menghilang.

Setidaknya, rumah ini terasa lebih manusiawi dengan kehadiran Jade dan Jane.

Kemudian Sydney mengikuti pengasuh menuju kamar si kembar yang terletak agak jauh di belakang.

Baru saja Sydney akan mengenalkan diri, pengasuh muda itu menatapnya dengan tatapan menghina.

"Jadi ini dia ibu susunya?” Pengasuh itu memindai Sydney dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tatapan jijik. “Aku tidak tahu mereka mempekerjakan orang cacat!"

Bab terkait

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   7. Selera Aneh

    “Aku mengenyam pendidikan berbulan-bulan dan punya pengalaman bertahun-tahun untuk menjadi pengasuh bayi. Ada sertifikat dari yayasan resmi yang membuktikan kemampuanku dalam mengasuh!” ucap pengasuh itu dengan angkuh. “Sementara kau ….” Sydney berhenti di tempat. Tangannya refleks mengepal, tetapi dia tetap diam. Pengasuh itu menaruh Jade ke tempat tidur bayi, lalu melangkah mendekati Sydney dengan mata menyipit. "Aku tidak mengerti bagaimana seseorang sepertimu bisa mendapat pekerjaan ini,” cibirnya. “Bagaimana kau bisa merawat bayi kalau bicara saja tidak bisa?! Apa kau akan mengetik setiap kali mereka menangis? Hah?" Sydney menggigit bibir. "Bayi tidak butuh orang bisu untuk mengasuh mereka," lanjut wanita muda dengan rambut disanggul sederhana itu lebih tajam. "Mereka butuh seseorang yang bisa berbicara, bernyanyi, menenangkan mereka dengan suara lembut. Bukan orang cacat seperti ... kau!" Sydney menahan napas, berusaha meredam emosinya. "Ck!” Pengasuh itu melipat tangan di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   8. Jangan Mendekati Bos Malam Ini

    "Aku tidak tahu bagaimana kau akan bertahan di sini." Sydney baru saja menidurkan Jade dan Jane ketika seorang pelayan tua yang bertugas di dapur berucap pelan di dekatnya. Sementara Morgan sudah pergi ke kantor sejak beberapa menit lalu. Wanita paruh baya itu menaruh nampan berisi air hangat di atas meja, lalu menatap Sydney lurus. Sydney mengernyitkan dahi. Dia meraih ponselnya dan mengetik sesuatu. "Maksud Bibi apa?" Wanita bernama Layla itu mendengkus pelan. "Kau tahu sendiri. Tempat ini ... tidak mudah untuk ditinggali. Apalagi untuk orang sepertimu." Sydney tetap diam, menunggu Layla meneruskan ucapannya. Layla menghela napas sebelum melanjutkan dengan suara rendah, nyaris berbisik. "Rumah ini memiliki aturan yang ketat. Kau sudah melihat sendiri bagaimana Tuan Morgan memperlakukan orang yang membuatnya tidak senang, bukan?" Sydney teringat bagaimana Morgan mengusir pengasuh sebelumnya tanpa ragu. Semua terjadi begitu cepat dan tanpa aba-aba. Sydney menelan l

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   9. Perhatian yang Berbahaya

    "Wajahmu terlalu polos untuk menghadapi ucapanku, ya?" Morgan terkekeh pelan, matanya mengunci ekspresi Sydney yang terdiam. Sydney menelan ludah, menahan diri agar tidak terpancing oleh ucapan pria itu. Namun, saat perhatiannya jatuh pada tangan bertato Morgan, ekspresi wanita itu langsung berubah. Darah! Tetesan merah merembes dari buku-buku jari Morgan, kontras dengan kulitnya yang pucat di bawah sinar lampu taman. Sydney mengernyit. Dia tidak melihat luka itu sebelumnya. ‘Bagaimana bisa dia tampak begitu tidak peduli pada dirinya sendiri?’ batin Sydney. Morgan menangkap tatapan Sydney dan mendengkus. "Jangan menatapku seperti itu. Luka kecil ini bukan apa-apa." Sydney tidak langsung bereaksi. Dia meraih ponselnya dan mengetik cepat. "Itu harus diobati." Morgan mencondongkan tubuhnya ke depan, semakin mengikis jarak dengan Sydney. Bahu pria itu sedikit bergetar karena tawa yang nyaris tak terdengar. "Apa kau ingin merawatku, hmm?" Morgan mengangkat tangan, mengamati dara

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   10. Sadarkan Dirimu, Sydney!

    ‘Aah, rasanya seperti terbakar!’ desah Sydney dalam hati sambil mengusap lengan. Wanita itu menghela napas panjang, meredam ketegangan yang masih tersisa setelah sesi olahraga. Otot-ototnya terasa lelah, tetapi tubuh Sydney terasa lebih ringan. Dia menyeka keringat di pelipisnya dengan handuk kecil sembari berjalan santai menuju kamar. Namun, langkah Sydney terhenti saat suara rendah dan familiar terdengar dari ruang tamu. “Semua berjalan sesuai rencana?” Sydney refleks menoleh. Itu suara Morgan. Sydney awalnya tidak berniat memperhatikan. Namun kemudian, suara lain menyusul, darah Sydney seketika membeku. "Tentu saja, Tuan. Saya tidak akan mengecewakan Anda." Lucas! Sydney mencengkeram handuk di tangannya. Napas wanita itu mulai tercekat. ‘Lucas bekerja untuk Morgan?’ batin Sydney bertanya-tanya. Jantung Sydney berdebar tak beraturan saat dia mengintip dari celah lorong. Morgan duduk dengan santai, satu lengannya tersampir di sandaran sofa dengan wajah menahan bosan. Sebal

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   11. Undangan Ke Kamar

    "Kau ingin aku menebaknya?" bisik Morgan, suaranya begitu dekat hingga Sydney bisa merasakan embusan napas pria itu di wajahnya. Sydney menegang, tidak bergerak sedikit pun saat jemari Morgan melayang ringan di sepanjang rahangnya. Sentuhan itu tidak menyakitkan, tetapi dingin, seperti teguran halus yang bisa berubah tajam kapan saja. Alih-alih menjawab, Sydney menatap langsung ke mata pria itu dan mengetik di ponselnya dengan gerakan tenang sebelum mengangkat layarnya. "Jika aku tidak boleh memberi tahu orang lain tentang Tuan dan si kembar, apakah Tuan boleh melakukan hal itu?" Morgan tidak langsung menjawab. Dia menarik diri sedikit, satu sudut bibirnya terangkat, seperti menikmati permainan ini. "Tidak," jawab Morgan akhirnya. "Tidak ada yang boleh tahu tentang dirimu." Sydney menatap pria itu lekat-lekat, mencari kebohongan di balik wajah dingin Morgan. Namun, Morgan bukan tipe yang suka berbasa-basi. Jika Morgan bilang seperti itu, berarti Lucas tidak tahu dirinya ad

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   12. Perlakuan Khusus

    Layla mendesah pelan, mengalihkan pandangan sejenak ke luar jendela sebelum kembali menatap Sydney. "Tuan Morgan bukan pembunuh," sahut Layla akhirnya. Sydney tidak berkedip, memperhatikan setiap perubahan ekspresi wanita paruh baya itu. Ada sesuatu di balik kata-kata Layla yang membuat Sydney semakin penasaran. "Kalau bukan pembunuh, lalu apa, Bi?" Sydney mengetik cepat di ponselnya, lalu menunjukkan layar kepada Layla. Layla ragu sesaat. "Tuan seorang pengusaha." Sydney menaikkan alis. Itu jawaban yang terlalu umum. "Pengusaha apa?" Sydney kembali mengetik. Layla menatap Sydney sambil menghela napas, lalu bersandar di meja. "Poseidon Exports. Tuan Morgan adalah pemilik sekaligus CEO-nya." Sydney mengernyitkan dahi. Nama itu terdengar familiar. "Perusahaan pelayaran?" tanya Sydney melalui layar ponsel. Layla mengangguk. "Bukan sekadar perusahaan pelayaran. Poseidon Exports merajai industri transportasi laut dan pengiriman barang internasional. Mereka memiliki ribuan kapal k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   13. Pasangan Harmonis

    "Itu bukan sesuatu yang perlu kau tahu, Sydney." Suara Morgan dingin, nyaris tanpa emosi. "Aku hanya ingin tahu kapan Tuan ada waktu luang. Aku ingin mengajak si kembar keluar saat akhir pekan." Sydney mengetik cepat, berdalih. Morgan melirik layar itu sekilas, lalu kembali menatap Sydney dengan wajah datar. Namun, ada sorot kecurigaan dalam matanya. "Kenapa?" tanya pria itu. "Karena mereka butuh udara segar.” Sydney mengetik lagi. "Tuan juga harus menghabiskan waktu dengan mereka." Morgan bersedekap, matanya tidak lepas dari Sydney. "Aku tidak punya waktu untuk itu." Entah mengapa jawaban Morgan membuat Sydney kesal, padahal dia hanya menjadikan alasan ini untuk menutupi alasan yang sebenarnya. "Setidaknya satu hari. Mereka bukan hanya tanggung jawabku," tulis Sydney menahan geram. Morgan mencondongkan tubuh ke depan, mendekat hingga wajah mereka hanya terpisah beberapa sentimeter. "Kau lupa siapa yang membayar semua kebutuhan mereka? Aku sudah memenuhi tanggung jawabku,” tu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   14. Baru Saja Dimulai

    Sydney menghela napas saat melihat limousin hitam mengilap terparkir di depan rumah. Dia hanya ingin bertemu Ghina, tetapi Morgan memperlakukannya seolah wanita itu akan menghadiri acara besar. Morgan mendekat dengan kemeja hitam yang lengannya digulung hingga siku. Tatapan Morgan tenang, tetapi ada senyum tipis di sudut bibirnya saat melihat ekspresi Sydney. "Kau yang memintaku membangun kedekatan dengan si kembar dan keluar rumah. Sekarang waktunya," ujar Morgan dengan lirih, seolah bisa membaca pikiran Sydney. Sydney menatapnya sekilas sebelum akhirnya naik ke dalam mobil. Morgan mengikutinya tanpa suara, duduk berhadapan dengannya sementara Jade dan Jane tertidur di baby car seat sebelahnya. Beginilah cara Morgan mengizinkan Sydney pergi keluar rumah siang ini. Begitu pintu ditutup dan mobil mulai melaju, Sydney masih tak bisa menahan diri untuk mengomentari kemewahan ini. "Ini terlalu berlebihan," tulis Sydney di layar ponsel, lalu menunjukkan pada Morgan. Pria itu hanya m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12

Bab terbaru

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   55. Pria Penuh Bahaya yang Menenangkan

    Suara alarm mobil berbunyi bersahutan, menciptakan kepanikan di sekitar mereka. Sydney masih bisa merasakan jantungnya berdetak tidak beraturan. Getaran hebat dari ledakan tadi masih terasa di tanah tempat mereka tiarap. Dengan napas memburu, Sydney menoleh ke belakang, memastikan Morgan masih sadarkan diri. Pandangannya langsung bertemu dengan mata pria itu, yang meskipun tampak sedikit kacau, tetap terjaga dan penuh kewaspadaan. ‘Morgan?’ panggil Sydney dalam hati, walaupun sadar Morgan tidak akan bisa mendengarnya. Morgan mengerjapkan mata, seakan baru menyadari bahwa Sydney sedang menatapnya dengan khawatir. Napas Morgan berat, tetapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan yang parah. Tanpa mengatakan apa pun, Morgan mengangkat tubuhnya dan membimbing Sydney untuk duduk di sebelahnya sambil mengatur napas. “Duduk,” pinta Morgan. Sydney mengikuti arahan Morgan. Morgan menghela napas panjang sebelum menatap Sydney dalam-dalam. “Kau tidak terluka?” Sydney menggeleng cepa

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   54. Apa Lagi, Sydney?!

    Sydney menatap Morgan lekat-lekat. Sorot mata pria itu berubah sekilas, ada sesuatu di sana, sebuah kenangan yang mungkin tidak ingin dia ungkapkan. Namun, alih-alih menjelaskan, Morgan justru bangkit dari ranjang. Pria itu menarik kemeja yang tadi dia lepaskan, mengenakannya kembali dengan satu tarikan lengan, lalu mulai mengancingkannya satu per satu tidak terjadi apa-apa. Sydney mengernyitkan dahi. “Apa artinya?” tanya Sydney dengan bahasa isyarat. Dengan tenang, Morgan meraih jas yang tadi tergeletak di lantai dan menyampirkannya di lengan. “Tidak ada arti khusus,” sahut Morgan ringan. “Lupakan saja.” Sydney menyipitkan mata, tidak puas dengan jawaban itu. Tatapan mata wanita seolah bertanya, ‘Kau pikir aku akan percaya begitu saja?’ Morgan menghindari tatapan itu. Setelah memastikan penampilannya rapi seperti sebelumnya, dia melirik ke arah Sydney. “Ayo keluar. Dokter bilang kau sudah boleh pulang setelah sadar,” ajak Morgan sebelum Sydney bisa menginterogasinya lebih jau

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   53. Jurang Kematian

    “Ambilkan peralatan medis dan beberapa obat antiseptik.” Morgan menatap perawat di ambang pintu dengan nada yang tak bisa dibantah. Wanita itu mengangguk cepat sebelum bergegas pergi. Sydney tetap diam di ranjang, jemarinya saling meremas di atas pangkuan. Wajah wanita itu masih pucat, tetapi matanya kini lebih hidup. Morgan mendekati Sydney, satu tangan bertumpu di sandaran ranjang. Dia sedikit membungkuk untuk menyamakan posisi wajah dengan Sydney yang tengah duduk di sana. “Kau yang akan mengobati lukaku,” tukas Morgan. Sydney mendongak, alisnya berkerut. Bibirnya sedikit terbuka, seakan ingin menolak, tetapi tak ada suara yang keluar. “Aku hanya mau diobati olehmu.” Morgan tidak memberi Sydney kesempatan untuk protes. Sebelum Sydney sempat menolak, perawat kembali datang dengan membawa kotak medis kecil dan meletakkannya di meja samping. Setelah itu, perawat pergi begitu saja. Sydney menelan ludah, lalu meraih kotak itu dengan ragu. Ketika Sydney mempersiapakan beberapa p

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   52. Kau Pantas Tinggal di Nerakaku

    “Sial!” Morgan mengumpat tertahan. Sydney pingsan dalam dekapannya. Napas wanita itu lemah dan tubuhnya terasa dingin. Morgan bisa merasakan betapa rapuh wanita dalam pelukannya itu. Tanpa berpikir panjang, Morgan menggeser lengannya agar lebih stabil, lalu mengangkat Sydney ke dalam gendongan. Pria itu melangkah cepat keluar dari toilet, melewati koridor yang masih sepi. Saat Morgan baru saja tiba di ujung koridor, Ronald muncul dengan napas memburu. Wajahnya penuh kepanikan. “Tuan! Ikuti saya! Kita keluar lewat jalur darurat,” ujar Ronald cepat sedikit terengah. Morgan hanya mengangguk. Dia tidak punya waktu untuk bertanya lebih jauh. Yang penting sekarang adalah membawa Sydney keluar dari tempat ini secepat mungkin. Ronald memimpin jalan, membimbing Morgan menuju sebuah pintu yang tidak mencolok di sisi gedung. Pintu itu langsung terhubung ke tangga darurat. “Kita akan keluar dari sini,” ucap Ronald sembari membuka pintu dengan hati-hati. Morgan masih menggendong Sydney de

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   51. Rival Bisnis Kental

    Suara dering ponsel memecah fokus Morgan yang masih menatap layar GPS. Pria itu mengerutkan kening saat melihat nama pemanggilnya, salah satu anak buah yang bertugas di luar area pesta. Firasat Morgan buruk karena anak buahnya tidak mungkin menelepon langsung jika tidak ada sesuatu yang genting. Morgan menerima panggilan dengan cepat. “Ada apa?” “Tuan Morgan, kita ada masalah besar!” “Apa?!” tanya Morgan tajam. “Edgar Selgardo. Dia tahu keberadaanmu. Orang-orangnya sudah mulai bergerak,” jawab anak buah Morgan. Morgan mendadak menegang. Rahang pria itu mengeras dan dia mencengkeram ponsel lebih erat. Edgar Selgardo adalah rival bisnis ilegalnya yang terkenal nekat dan keji. Keluarga Alfonzo yang pernah mengganggu mereka beberapa waktu lalu, tidak ada apa-apanya. “Sialan! Bagaimana bajingan itu bisa menemukan diriku di tempat ini?!” geram Morgan pelan. Edgar berkali-kali mencoba menjatuhkan Morgan, bahkan tidak segan menggunakan cara kotor untuk mencapai tujuannya. Be

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   50. Sekretaris Pribadi Lucas

    “Apa Tuan ingin saya mengikuti mereka?” Ronald mencondongkan tubuhnya, bersiap menerima perintah. Tatapan anak buah Morgan itu juga tertuju pada Lucas yang menarik tangan Sydney dengan paksa. Alih-alih menjawab, Morgan mengambil ponselnya dan membuka sebuah aplikasi. Beberapa detik kemudian, layar menampilkan titik merah yang bergerak pelan menjauh dari aula pesta. “Aku sudah memasang GPS di gelang kaki Sydney tanpa sepengetahuannya,” ucap Morgan datar. Ronald melirik layar ponsel itu, matanya membulat sesaat sebelum dia menahan diri untuk tidak mengomentari betapa cerdik bosnya itu. “Baik, Tuan,” jawab Ronald sambil menundukkan kepala hormat. Morgan memandangi layar ponselnya. Titik merah itu terus bergerak menuju koridor belakang dekat area toilet, menjauhi pusat acara. Namun, meskipun Morgan bisa mengetahui lokasi Sydney, dia tidak bisa melihat apa yang terjadi di sana. Dan itu membuat Morgan tidak tenang. *** Di koridor yang sepi, Lucas menghentikan langkahnya begitu mer

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   49. Nyatanya, Kau Selalu Gagal!

    “Kau boleh menganggap seperti itu.” Tulisan itu muncul di layar ponsel Sydney, ditunjukkan tepat di hadapan Vienna yang membacanya dengan mata yang semakin berkilat marah. Vienna mengepalkan tangan di balik gaunnya yang mewah. Sydney, wanita bisu yang seharusnya terbuang, selalu punya sesuatu yang Vienna inginkan. Jika bukan status, maka perhatian orang-orang di sekitarnya. Dan sekarang? Bahkan Nirina tampak begitu dekat dengan wanita itu. “Aku tidak berpikir sampai sana tadi.” Timothy menyahut polos, matanya berbinar seakan baru saja menemukan sebuah fakta menarik. “Tapi memang wajar saja. Kak Sydney dan Nona Nirina itu teman semasa sekolah. Pantas kalian akrab sekali, Kak!” Sydney tersenyum kecil pada Timothy, wajah penuh kasih sayang yang membuat Vienna semakin mendidih. Dia tahu Sydney tidak melakukan apa pun untuk merebut simpati orang-orang, tetapi tetap mendapatkannya. Dan itu, membuat Vienna semakin membenci wanita itu. “Kau boleh pergi, Tim.” Vienna mengangkat dagu den

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   48. Teman Lama Nirina

    “Kami sangat berterima kasih atas kehadiran Tuan Simon dan Nyonya Abigail malam ini. Suatu kehormatan bagi kami,” ujar Lucas penuh hormat, sedikit membungkuk kepada Kepala Keluarga Fritz dan istrinya itu. Sang pria paruh baya itu mengangguk kecil, ekspresinya tenang dan penuh wibawa. “Selamat atas pernikahan kalian. Semoga menjadi awal yang baik untuk perjalanan panjang ke depan.” Vienna tersenyum manis. “Terima kasih banyak, Tuan Simon. Tapi saya tidak melihat Nona Nirina. Bukankah dia seharusnya datang bersama Anda?” Mata Vienna mengitari sekeliling, mencari sosok wanita muda yang seharusnya ikut bersama Keluarga Fritz. Mendengar pertanyaan itu, Abigail saling pandang dengan suaminya sebelum menjawab, “Nirina melihat seorang teman lama dan memutuskan untuk mengobrol sebentar." Vienna mengangkat alis, jelas terkejut. “Teman lama?” “Iya.” Simon menegaskan. “Sepertinya cukup akrab karena Nirina begitu senang melihatnya.” Mata Vienna berbinar mendengar jawaban itu. Nirina memilik

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   47. Jangan Membuatnya Jengkel

    "Kenapa semua orang begitu terpesona olehnya?" Vienna melipat tangan di depan dada, napasnya berderu halus. Dia menatap sosok Morgan yang masih saja dikerumuni oleh para taipan bisnis dan pengusaha papan atas. "Itulah Morgan Draxus. Dia tidak perlu berusaha, para konglomerat yang mendatanginya. Kita harus bisa seperti dia, Sayang," jawab Lucas. Vienna mendesah, tetapi ambisi di matanya tidak meredup. Dengan langkah anggun, dia menarik tangan Lucas, melangkah menuju pria yang telah mencuri perhatian dari pernikahannya sendiri. Ketika mereka tiba, suara obrolan di sekitar Morgan mereda seketika. Semua orang di ruangan ini paham bahwa Vienna dan Lucas adalah pemilik acara malam ini, jadi mereka segera memberi jalan. Morgan, yang masih berdiri tegap dengan segelas sampanye di tangan, menoleh ke belakang. Matanya menyapu sekeliling, mencari seseorang. Namun, hanya Ronald yang berdiri beberapa langkah di belakangnya. Morgan sedikit mengangkat dagu, tatapannya tajam menusuk Ronald. “D

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status