Share

5. Pergi Tanpa Bilang

Author: prasidafai
last update Last Updated: 2025-01-21 10:16:07

[Kenapa kamu pergi tanpa bilang Tante, Sydney?]

Sydney menatap layar ponselnya cukup lama. Ibu jarinya menggantung di atas layar, menimbang-nimbang jawaban yang pantas diberikan untuk wanita paruh baya yang selalu baik padanya itu.

Morgan sudah membayar lunas tagihan rumah sakit Sydney, jadi sesuai kesepakatan wanita itu akan menjadi ibu susu si kembar. Itu sebabnya sekarang mereka duduk bersebelahan di kursi belakang mobil yang sedang melaju menuju kediaman Morgan.

Sementara Jade dan Jane yang dinyatakan bisa meninggalkan ruang NICU pagi ini, ada di mobil lain yang ada di belakang.

"Maaf, Tante. Aku harus mencari uang untuk membayar utang Lucas." Sydney membalas pesan Ghina.

Pesan terkirim. Hanya beberapa detik berselang, ponsel Sydney kembali bergetar dengan balasan lain.

[Setidaknya beri tahu Tante ke mana kamu pergi. Tante khawatir, Sayang.]

Sydney menggigit bibir. Jari-jarinya mengetik jawaban lain.

"Aku akan memberi tahu Tante, tapi tidak sekarang. Jangan khawatir."

Kali ini, Ghina tidak langsung membalas. Beberapa menit berlalu, dan Sydney mengira wanita itu menyerah. Namun, tiba-tiba pesan baru muncul.

[Tidak bisa sekarang? Tante bisa mati penasaran!]

Sydney memejamkan mata sejenak. Ghina sangat peduli padanya sejak dulu, tetapi terkadang kepeduliannya sedikit berlebihan. Seperti sekarang, Ghina akan terus mengejar Sydney jika belum merasa puas.

Sydney membalas lagi. "Aku sudah terlalu banyak berhutang budi pada Tante dan Om Fred. Selain itu, kembali ke tempat Tante hanya akan mengingatkanku pada beberapa memori yang menyakitkan, terutama kepergian Mama dan Papa."

Kali ini, balasan dari Ghina tidak langsung datang. Titik-titik tanda seseorang sedang mengetik muncul di layar, lalu menghilang. Muncul lagi, lalu menghilang lagi.

Sydney bisa membayangkan Ghina yang sedang memikirkan kata-kata yang tepat untuk membalasnya, tetapi akhirnya tidak ada satu pun pesan yang masuk.

Wanita paruh baya itu mungkin ingin membantah, tetapi apa pun yang akan dikatakannya tidak akan mengubah keputusan Sydney. 

Sydney menurunkan ponselnya dan menghela napas.

Hal itu mengalihkan perhatian Morgan.

"Apa yang terjadi?" Suara Morgan rendah dan tajam.

Sydney mengetik dengan cepat sebelum menunjukkan layar ponselnya kepada Morgan.

"Tante Ghina. Beliau khawatir aku pergi tanpa memberitahunya."

Morgan mendengkus. "Lalu? Apa kamu berniat kembali?"

Sydney menggeleng. Jemarinya kembali menari di atas layar ponselnya.

"Aku sudah terlalu sering merepotkan mereka. Selain itu, aku harus membayar utang mantan suamiku."

Morgan membaca kalimat itu dengan wajah datar.

“Utang, huh?" Morgan menyeringai tipis. "Kau tahu, aku heran bagaimana seseorang bisa menanggung utang sebesar 275 miliar begitu saja tanpa protes."

Sydney merasakan dadanya mencengkeram sesaat. Dia memberi tahu Morgan tentang jumlah utangnya untuk menghindari kesalahpahaman. Namun, pria itu menggunakannya sebagai bahan ejekan.

"Aku tidak punya pilihan lain," balas Sydney melalui ketikannya.

Morgan menatap Sydney lama. "Benarkah? Atau kau hanya tidak tahu bagaimana cara melawan?"

Sydney menghela napas. Tangannya kembali bergerak di atas layar ponsel.

"Terserah kau saja!”

Morgan tertawa kecil, tetapi tidak ada humor dalam suara itu. "Kau begitu bodoh hingga membiarkan dirimu dihancurkan oleh pria sepertinya. Siapa mantan suamimu?"

Sydney menggertakkan giginya. Jari-jarinya kembali mengetik dengan cepat, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

"Bukan urusanmu!"

Morgan membuang napas kasar dan mencibir pelan, “Nona Keras Kepala!”

"Tawaranku adalah satu-satunya yang kau punya saat ini, jadi jangan bersikap labil jika mantan suamimu datang dan memintamu kembali," lanjut Morgan sebelum Sydney sempat membalas cibirannya.

Meskipun hatinya masih penuh keraguan, Sydney akhirnya mengetik satu kalimat lagi.

"Aku mengerti."

"Bagus," puji Morgan sambil menepuk pelan puncak kepala Sydney.

Sydney mengernyit, tetapi Morgan segera membuang wajah dan melihat keluar jendela di sisinya.

Mobil berhenti di depan gerbang besi tinggi yang terbuka otomatis. Sydney menegang, menatap mansion megah di yang dikelilingi hutan.

Bangunan klasik itu berdiri anggun dengan halaman luas, air mancur kecil, dan penjaga berseragam hitam berjaga di berbagai sudut. Suasananya sunyi, nyaris mengintimidasi.

Morgan turun lebih dulu.

"Turun!" perintah Morgan.

Sydney baru saja melangkah keluar ketika sesuatu di sudut halaman menarik perhatiannya. Seorang pria babak belur tergeletak di tanah, tubuhnya penuh luka dan lebam. Dua pria berbadan tegap menyeretnya menuju mansion.

Sydney menahan napas. Jantungnya berdegup kencang.

‘Siapa dia?! Apa yang mereka lakukan padanya?!’ batin Sydney meremas tangannya sendiri.

Ketakutan merayapi tubuh Sydney. Jika Morgan bisa melakukan ini pada seseorang, bagaimana jika suatu hari Sydney juga dianggap tidak berguna?

Sydney harus pergi. Sekarang!

Wanita itu mundur perlahan, bersiap kabur ke arah gerbang. Namun, suara Morgan menghentikannya.

"Kau mau ke mana?"

Sydney membeku. Morgan berdiri di tidak jauh di depan, tengah menatapnya tajam.

Tangan Sydney gemetar saat mengetik cepat di ponselnya. "Aku lupa mengambil sesuatu di mobil."

Morgan melirik anak buahnya yang masih menyeret pria babak belur itu. Ekspresinya datar, seolah hal seperti itu sudah sering terjadi.

Morgan melangkah mendekat, lalu dengan satu jari dia mengangkat dagu Sydney, memaksa wanita itu menatap langsung ke mata elangnya.

"Apa yang kau lihat tadi?" tanya Morgan penuh penekanan.

Sydney menelan ludah. Dia segera menggeleng.

Morgan menatap manik Sydney lekat, berusaha membaca kebohongan dalam sorot mata wanita itu. Kemudian, bibir Morgan melengkung samar.

"Ambil barangmu yang tertinggal. Lalu, segera masuk ke dalam!” perintah Morgan. “Jangan membuatku menunggu lama, jika kau tidak siap menanggung akibatnya.”

Sydney spontan merinding mendengar kata-kata penuh ancaman itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tanzanite Haflmoon
yah abis .. kak fa'i kapan update lagi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   6. Kau Menghinaku?

    “Tuan Morgan menunggu Anda di ruang kerja. Mari saya antar,” ujar salah satu anak buah Morgan yang berjaga di pintu. Sydney baru saja selesai mengulur waktu, memantapkan hati sekaligus menenangkan dirinya. Namun seberapa lama pun Sydney melakukan itu, jantungnya tetap berdebar hebat. Wanita itu tidak bisa berhenti memikirkan bahwa ada kemungkinan dia tidak akan bisa keluar lagi jika sudah menginjakan kaki ke dalam rumah Morgan. Anak buah Morgan berjalan lebih dulu. Sydney mengikuti di belakang sambil meremas tali tas untuk menguatkan langkahnya yang terasa lemah. Begitu melewati ambang pintu, mata Sydney langsung disambut oleh interior yang didominasi warna hitam. “Lebih cepat!” seru anak buah Morgan dengan berbisik. “Atau Tuan Morgan akan marah.” Tidak ingin Morgan menemukan cela dalam dirinya saat hari pertama bekerja, Sydney segera melangkah lebih lebar. Walaupun tetap saja langkahnya tertinggal jauh dari pria di hadapannya. “Cepat masuk!” bisik pria itu setelah membukakan se

    Last Updated : 2025-02-08
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   7. Selera Aneh

    “Aku mengenyam pendidikan berbulan-bulan dan punya pengalaman bertahun-tahun untuk menjadi pengasuh bayi. Ada sertifikat dari yayasan resmi yang membuktikan kemampuanku dalam mengasuh!” ucap pengasuh itu dengan angkuh. “Sementara kau ….” Sydney berhenti di tempat. Tangannya refleks mengepal, tetapi dia tetap diam. Pengasuh itu menaruh Jade ke tempat tidur bayi, lalu melangkah mendekati Sydney dengan mata menyipit. "Aku tidak mengerti bagaimana seseorang sepertimu bisa mendapat pekerjaan ini,” cibirnya. “Bagaimana kau bisa merawat bayi kalau bicara saja tidak bisa?! Apa kau akan mengetik setiap kali mereka menangis? Hah?" Sydney menggigit bibir. "Bayi tidak butuh orang bisu untuk mengasuh mereka," lanjut wanita muda dengan rambut disanggul sederhana itu lebih tajam. "Mereka butuh seseorang yang bisa berbicara, bernyanyi, menenangkan mereka dengan suara lembut. Bukan orang cacat seperti ... kau!" Sydney menahan napas, berusaha meredam emosinya. "Ck!” Pengasuh itu melipat tangan di

    Last Updated : 2025-02-09
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   8. Jangan Mendekati Bos Malam Ini

    "Aku tidak tahu bagaimana kau akan bertahan di sini." Sydney baru saja menidurkan Jade dan Jane ketika seorang pelayan tua yang bertugas di dapur berucap pelan di dekatnya. Sementara Morgan sudah pergi ke kantor sejak beberapa menit lalu. Wanita paruh baya itu menaruh nampan berisi air hangat di atas meja, lalu menatap Sydney lurus. Sydney mengernyitkan dahi. Dia meraih ponselnya dan mengetik sesuatu. "Maksud Bibi apa?" Wanita bernama Layla itu mendengkus pelan. "Kau tahu sendiri. Tempat ini ... tidak mudah untuk ditinggali. Apalagi untuk orang sepertimu." Sydney tetap diam, menunggu Layla meneruskan ucapannya. Layla menghela napas sebelum melanjutkan dengan suara rendah, nyaris berbisik. "Rumah ini memiliki aturan yang ketat. Kau sudah melihat sendiri bagaimana Tuan Morgan memperlakukan orang yang membuatnya tidak senang, bukan?" Sydney teringat bagaimana Morgan mengusir pengasuh sebelumnya tanpa ragu. Semua terjadi begitu cepat dan tanpa aba-aba. Sydney menelan l

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   9. Perhatian yang Berbahaya

    "Wajahmu terlalu polos untuk menghadapi ucapanku, ya?" Morgan terkekeh pelan, matanya mengunci ekspresi Sydney yang terdiam. Sydney menelan ludah, menahan diri agar tidak terpancing oleh ucapan pria itu. Namun, saat perhatiannya jatuh pada tangan bertato Morgan, ekspresi wanita itu langsung berubah. Darah! Tetesan merah merembes dari buku-buku jari Morgan, kontras dengan kulitnya yang pucat di bawah sinar lampu taman. Sydney mengernyit. Dia tidak melihat luka itu sebelumnya. ‘Bagaimana bisa dia tampak begitu tidak peduli pada dirinya sendiri?’ batin Sydney. Morgan menangkap tatapan Sydney dan mendengkus. "Jangan menatapku seperti itu. Luka kecil ini bukan apa-apa." Sydney tidak langsung bereaksi. Dia meraih ponselnya dan mengetik cepat. "Itu harus diobati." Morgan mencondongkan tubuhnya ke depan, semakin mengikis jarak dengan Sydney. Bahu pria itu sedikit bergetar karena tawa yang nyaris tak terdengar. "Apa kau ingin merawatku, hmm?" Morgan mengangkat tangan, mengamati dara

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   10. Sadarkan Dirimu, Sydney!

    ‘Aah, rasanya seperti terbakar!’ desah Sydney dalam hati sambil mengusap lengan. Wanita itu menghela napas panjang, meredam ketegangan yang masih tersisa setelah sesi olahraga. Otot-ototnya terasa lelah, tetapi tubuh Sydney terasa lebih ringan. Dia menyeka keringat di pelipisnya dengan handuk kecil sembari berjalan santai menuju kamar. Namun, langkah Sydney terhenti saat suara rendah dan familiar terdengar dari ruang tamu. “Semua berjalan sesuai rencana?” Sydney refleks menoleh. Itu suara Morgan. Sydney awalnya tidak berniat memperhatikan. Namun kemudian, suara lain menyusul, darah Sydney seketika membeku. "Tentu saja, Tuan. Saya tidak akan mengecewakan Anda." Lucas! Sydney mencengkeram handuk di tangannya. Napas wanita itu mulai tercekat. ‘Lucas bekerja untuk Morgan?’ batin Sydney bertanya-tanya. Jantung Sydney berdebar tak beraturan saat dia mengintip dari celah lorong. Morgan duduk dengan santai, satu lengannya tersampir di sandaran sofa dengan wajah menahan bosan. Sebal

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   11. Undangan Ke Kamar

    "Kau ingin aku menebaknya?" bisik Morgan, suaranya begitu dekat hingga Sydney bisa merasakan embusan napas pria itu di wajahnya. Sydney menegang, tidak bergerak sedikit pun saat jemari Morgan melayang ringan di sepanjang rahangnya. Sentuhan itu tidak menyakitkan, tetapi dingin, seperti teguran halus yang bisa berubah tajam kapan saja. Alih-alih menjawab, Sydney menatap langsung ke mata pria itu dan mengetik di ponselnya dengan gerakan tenang sebelum mengangkat layarnya. "Jika aku tidak boleh memberi tahu orang lain tentang Tuan dan si kembar, apakah Tuan boleh melakukan hal itu?" Morgan tidak langsung menjawab. Dia menarik diri sedikit, satu sudut bibirnya terangkat, seperti menikmati permainan ini. "Tidak," jawab Morgan akhirnya. "Tidak ada yang boleh tahu tentang dirimu." Sydney menatap pria itu lekat-lekat, mencari kebohongan di balik wajah dingin Morgan. Namun, Morgan bukan tipe yang suka berbasa-basi. Jika Morgan bilang seperti itu, berarti Lucas tidak tahu dirinya ad

    Last Updated : 2025-02-11
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   12. Perlakuan Khusus

    Layla mendesah pelan, mengalihkan pandangan sejenak ke luar jendela sebelum kembali menatap Sydney. "Tuan Morgan bukan pembunuh," sahut Layla akhirnya. Sydney tidak berkedip, memperhatikan setiap perubahan ekspresi wanita paruh baya itu. Ada sesuatu di balik kata-kata Layla yang membuat Sydney semakin penasaran. "Kalau bukan pembunuh, lalu apa, Bi?" Sydney mengetik cepat di ponselnya, lalu menunjukkan layar kepada Layla. Layla ragu sesaat. "Tuan seorang pengusaha." Sydney menaikkan alis. Itu jawaban yang terlalu umum. "Pengusaha apa?" Sydney kembali mengetik. Layla menatap Sydney sambil menghela napas, lalu bersandar di meja. "Poseidon Exports. Tuan Morgan adalah pemilik sekaligus CEO-nya." Sydney mengernyitkan dahi. Nama itu terdengar familiar. "Perusahaan pelayaran?" tanya Sydney melalui layar ponsel. Layla mengangguk. "Bukan sekadar perusahaan pelayaran. Poseidon Exports merajai industri transportasi laut dan pengiriman barang internasional. Mereka memiliki ribuan kapal k

    Last Updated : 2025-02-11
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   13. Pasangan Harmonis

    "Itu bukan sesuatu yang perlu kau tahu, Sydney." Suara Morgan dingin, nyaris tanpa emosi. "Aku hanya ingin tahu kapan Tuan ada waktu luang. Aku ingin mengajak si kembar keluar saat akhir pekan." Sydney mengetik cepat, berdalih. Morgan melirik layar itu sekilas, lalu kembali menatap Sydney dengan wajah datar. Namun, ada sorot kecurigaan dalam matanya. "Kenapa?" tanya pria itu. "Karena mereka butuh udara segar.” Sydney mengetik lagi. "Tuan juga harus menghabiskan waktu dengan mereka." Morgan bersedekap, matanya tidak lepas dari Sydney. "Aku tidak punya waktu untuk itu." Entah mengapa jawaban Morgan membuat Sydney kesal, padahal dia hanya menjadikan alasan ini untuk menutupi alasan yang sebenarnya. "Setidaknya satu hari. Mereka bukan hanya tanggung jawabku," tulis Sydney menahan geram. Morgan mencondongkan tubuh ke depan, mendekat hingga wajah mereka hanya terpisah beberapa sentimeter. "Kau lupa siapa yang membayar semua kebutuhan mereka? Aku sudah memenuhi tanggung jawabku,” tu

    Last Updated : 2025-02-11

Latest chapter

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   142. Bayi Kembarku!

    Sementara itu beberapa menit sebelumnya. [Bagian depan sudah aman. Nona bisa masuk, mereka ada di taman sebelah gerbang.] Pesan dari Ronald itu muncul di layar ponsel Bella tepat saat sopirnya menghentikan mobil di balik dinding gerbang utama mansion. “Sempurna!” puji Bella atas pekerjaan salah satu orang kepercayaannya itu. Bibir wanita berambut hitam legam itu melengkung, memperlihatkan senyum licik yang bahkan membuat pengemudinya diam-diam merinding. Bella turun dari mobil tanpa banyak bicara. Dia melangkah masuk ke dalam mansion, tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Saat kakinya menapaki jalan setapak menuju taman, mata Bella langsung menangkap sosok Sydney yang duduk di atas alas piknik. Rambut panjang bergelombang warna cokelat milik wanita itu terlihat sangat mencolok. Namun langkah Bella terhenti ketika jarak di antara mereka kian dekat. “Mamiii!”

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   141. Aku Belum Puas Denganmu

    “Jangan keluar dulu, Sayang. Kita belum selesai,” pinta Morgan sambil menarik pinggang Sydney yang nyaris bangkit dari bathtub. Sydney menggigit bibir dan menoleh dengan napas terengah. Kulit wanita itu masih mengilap oleh air dan uap panas, sementara lehernya penuh bekas ciuman dari Morgan. Dengan kedua tangan yang gemetar ringan, Sydney menyentuh bahu Morgan dan mengangkat jemari untuk berbicara dalam bahasa isyarat. “Aku sudah berjanji pada para pelayan untuk berkeliling. Sebentar lagi mereka selesai menyiapkan si kembar.” Morgan mendesah panjang, lalu menyandarkan punggungnya di sisi bathtub. “Kenapa rasanya kau selalu mencuri napasku tapi tak pernah mengembalikannya, hmm?” tanya Morgan beretorika sambil mengelus lembut garis rahang Sydney. Sydney hanya tersenyum kecil. Pria itu kembali menarik tubuh Sydney dan menenggelamkan wajahnya ke lekukan leher sang kekasih. "Aku belum puas denganmu," bisik Morgan penuh bujuk rayu, padahal mereka baru saja bercinta selama dua jam leb

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   140. Menjaga Musuh

    “Ayo, kita keluar. Mereka sudah tertidur,” ketik Sydney di ponsel dan menunjukkannya pada Esther. Esther melirik dua bayi mungil yang sudah tertidur pulas di boks. Dada Jade dan Jane naik turun perlahan dan terlihat sangat damai. Pelayan itu mengangguk kaku, lalu berjalan mengikuti langkah ringan Sydney ke luar kamar si kembar. Di depan pintu, Sydney kembali mengetik sesuatu di layar ponselnya. Dia menyodorkannya sebelum berpisah. “Aku titip salam untuk adikmu. Jika kau ingin bertemu lagi dengannya, beri tahu aku.” Esther mengatup bibirnya erat. Dada kirinya mendadak terasa sesak. “Baik, Nona,” jawab Esther seraya menunduk sopan. Tanpa berkata apa-apa lagi, Esther membungkuk dan buru-buru pergi. Dia melangkah tergesa-gesa seolah takut tubuhnya akan runtuh jika terlalu lama berdiri di sana. Sydney diam di depan pintu sambil terus memandang punggung Esther yang semakin menjauh. Senyum wanita itu memudar dan berubah datar penuh waspada. Sesaat Sydney menoleh pada pintu k

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   139. Seperti/Memang Pencundang

    “Bisakah Bibi pergi lebih dulu? Aku ingin bicara dengan Esther.” Layla mengernyit ketika membaca pesan di layar ponsel Sydney. Sekilas, Layla menatap wanita muda yang tengah menyusui bayi susu laki-lakinya dengan tenang itu. Sementara Jane tengah berbaring di sisi sofa Sydney, mengantre. Tubuh kedua bayi itu semakin besar. Sydney kesulitan jika harus menyusui mereka bersamaan. “Perlu aku panggilkan Celia dan Miran, Nona?” tanya Layla sambil menaikkan kedua alisnya. Sydney hanya menggeleng dan kembali mengetik. “Mereka sedang sibuk menata koleksi parfumku yang baru datang. Bibi istirahat saja dulu.” Esther yang berdiri di belakang Layla terlihat menegang. Dia meremas kedua jarinya tanpa sadar. Detak jantung Esther berdetak dua kali lebih cepat. Tubuhnya juga mulai terasa panas meski pendingin udara di kamar si kembar menyala. Kenapa Sydney mendadak in

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   138. Gelar Istimewa

    “Ibu kandung?” Bella mengulang kalimat itu sambil terkekeh lirih. “Ternyata gelar itu berguna juga.” Gelar yang Bella buang begitu saja setelah melahirkan si kembar. Gelar yang membuat hidupnya sebagai Veronica Pillpel selesai, merusak tubuhnya, dan mengambil segala waktunya yang berharga. Esther mengangkat wajah. Tatapan penuh harapnya bersambut. Dia tersenyum senang, seperti seorang murid yang akhirnya mendapat pujian dari guru yang paling ditakutinya. Bella bangkit dari duduknya, lalu melangkah pelan ke arah cermin besar di tengah ruang tamunya. Dia mengetuk pelan bingkai kaca dua kali, lalu wanita itu berbalik. “Aku ingin tahu jadwal mereka dan siapa saja yang ikut mengawasi,” tukas Bella tegas. “Ronald masih bekerja di sana, bukan? Kau bisa bekerja sama dengannya untuk membuka jalan masuk untukku ke mansion.” Nama pria itu membuat senyum licik mengembang di wajah Bella. Dia menunduk sedikit sambil memainkan cincin di jari manisnya. Ronald adalah salah satu kerabat jauhnya y

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   137. Jalang Murahan Tidak Tahu Diri

    “Tentu saja Nona Be—maksud saya, Nona Veronica lebih cantik!” Esther menjawab tanpa banyak berpikir, seakan kata-kata itu sudah lama tertahan di ujung lidahnya. Bella tersenyum puas. Dia mengangkat kedua tangan dan menyibak rambut panjangnya ke belakang telinga seperti sedang bersiap difoto. Mata wanita itu menyipit lembut, padahal beberapa saat lalu dia menatap pelayan setianya seperti harimau lapar hanya karena mendengar panggilan Nona yang disematkan pada Sydney. “Lanjutkan,” perintah Bella datar. Esther mengangguk cepat. “Saya tidak tahu di mana Tuan Morgan menemukan Sydney, Nona. Tapi sebenarnya … wanita itu awalnya bekerja di mansion,” lanjut Esther penuh keyakinan. Saat-saat seperti ini adalah saat yang sudah ditunggu oleh Esther. Setelah Bella menempatkannya di mansion Morgan dan menjadikan wanita muda itu mata-mata. Pada dasarnya

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   136. Terlalu Reaktif

    “S-saya tidak bekerja untuk Tuan Morgan, Nyonya,” sahut Esther terbata-bata. Wanita itu kelewatan meninggikan nada bicaranya karena gugup. Hal itu langsung memicu atmosfer kaku yang menyebar ke seluruh ruangan. Bella sontak membuang wajah ke arah lain sambil mendengkus. Dia tidak bisa menyembunyikan kejengkelannya karena Esther terlalu reaktif. Jawaban seperti itu sudah pasti akan memancing pertanyaan menusuk lainnya. Seharusnya Esther cukup dengan berpura-pura tidak mengenal Morgan. Vienna menyunggingkan senyum sinis. Dia bangkit dan melangkah santai mendekati Esther yang masih berdiri canggung di tengah ruangan dengan kedua tangan mengepal gugup di depan tubuhnya. “Bukankah Tuan Morgan adalah orang yang sangat … tegas?” tanya Vienna seraya menekankan setiap kata yang diucapkan. “Terutama terhadap pengkhianat. Berani sekali kau mengaku tidak bekerja dengannya saat masih memakai seragam pelayan dari mansion p

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   135. Pelayan Setia

    Resepsionis langsung pergi setelah mengantar dan membantu Esther menghubungi pemilik unit melalui interkom video. “Kenapa lama sekali? Sudah kubilang jangan membuat aku menunggu!” gerutu seorang wanita dari interkom tersebut. Esther terlonjak pelan ketika suara di balik pintu akhirnya terdengar. Suara itu datar, tetapi cukup tajam untuk membuat jantung Esther berdegup lebih cepat. Pintu apartemen terbuka perlahan dan menampakkan sosok wanita bertubuh ramping dengan rambut hitam legam yang digelung rapi. Wajahnya masih secantik sejak terakhir mereka bertemu beberapa tahun lalu. “Tidak ada yang mengikutimu, bukan?” tanya Bella sambil memperhatikan sekeliling Esther, memastikan tidak ada sesuatu yang mencurigakan. “Tidak, Nona. Saya yakin itu.” Esther mengangguk cepat dengan mata berbinar. Bella menatap Esther beberapa detik, lalu berbalik tanpa bicara lagi. Gaunnya yang elegan menyapu lantai marmer saat dia melangkah masuk lebih dulu. Esther buru-buru mengikuti setelah men

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   134. Baik, Nona

    Keesokan paginya, Sydney sedang mengatur perapian di kamar si kembar ditemani oleh Celia saat Miran masuk. “Kenapa kau ke sini?” tanya Celia dengan dahi berkerut sambil menyusun baju si kembar ke dalam laci. “Bukankah kau akan pergi ke supermarket bersama Bibi Layla?” Langkah Miran terhenti di ambang pintu kamar si kembar. Dia menurunkan keranjang kain bersih dari lengannya, lalu mengerucutkan bibir kesal. “Tidak jadi. Tiba-tiba Esther yang ingin mengantar dan agak memaksa Bibi Layla,” jawab Miran sambil menjatuhkan diri duduk di sebelah Sydney. Miran segera membantu Sydney memilih kayu bakar yang masih bagus. Sydney menoleh pelan. Dia memperhatikan interaksi Celia dan Miran, sedikit penasaran. Mata wanita itu sedikit menyipit mendengar nama Esther. Sydney tidak begitu hafal semua nama pelayan di mansion ini, tetapi dia ingin mencoba menghafalnya.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status