Share

172. Obsidian Phantom

Penulis: prasidafai
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-29 14:11:44

“Tangan Mama dingin sekali.”

Sydney mengerjap. Suara lembut itu terdengar begitu nyata di telinganya.

Wanita itu menoleh cepat dan mendapati seorang anak laki-laki, mungkin berusia sekitar tujuh tahun, sedang menyentuh tangannya dengan penuh kasih.

Anak itu mengenakan kaus biru muda dan celana pendek krem, dengan rambut cokelat gelap yang sedikit ikal. Namun yang paling mencolok, wajah anak itu sangat mirip dengan Isaac.

“Isaac?” bisik Sydney, matanya membulat.

Sydney bahkan terkejut karena dia bisa bicara lagi. Suaranya terdengar serak, tetapi dia dapat membentuk kata dengan sempurna.

“Bangun, Ma.” Anak kecil itu tersenyum dan matanya bersinar penuh kasih.

Sydney mengernyitkan dahi.

“Apa maksudnya bangun?” tanya Sydney kebingungan.

“Belum waktunya Mama di sini. Mama masih harus membesarkan adik-adik. Mereka menunggu Mama di rumah. Mama harus bangun,” jawab sosok mirip Isaac itu sambil menatap Sydney penuh harap.

Kerutan di dahi Sydney semakin dalam. Sosok anak itu mulai kab
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   173. Cinderamata

    Dengan tangan gemetar, Sydney mengetik sesuatu di tablet. “Kau salah orang. Aku tidak mengenal Morgan.” Butuh seluruh tenaga dan sisa keberanian dalam diri Sydney untuk mengetik kalimat tersebut. Jelas saja merupakan sebuah dusta, tetapi itu satu-satunya perisai yang bisa Sydney angkat di hadapan binatang buas sepertinya. Pria itu menatap layar sejenak, lalu tertawa. Tawa yang penuh penghinaan hingga menggema di ruangan lembab itu. “Lucu juga,” sinisnya. Dalam sekejap, tangannya yang besar mencengkeram rambut Sydney dan menjambaknya kuat-kuat. ‘Aaakh!’ Sydney menjerit dalam hati. Tubuh wanita itu sampai terangkat karena tarikan brutal pria di hadapannya. “Kau tidak bisa diajak bicara baik-baik ya, Jalang?!” hardik pria yang tidak punya belas kasihan pada wanita itu. Kepala Sydney mendongak ke belakang, kulit kepalanya perih seakan tercabik. Air matanya mengalir tanpa kendali, bukan hanya karena rasa sakit, tetapi karena kemarahan yang membuncah. ‘Bicara baik-baik apanya?! I

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-29
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   174. Terima Saja Kematianmu

    “Selamat datang di neraka, Cantik,” sapa Edgar penuh sarkasme begitu pintu ruangan terbuka. Sydney diseret masuk ke sebuah ruangan dengan tembok merah gelap yang tampak mengelupas di beberapa bagian. Namun bukan cat yang paling menyita perhatian Sydney, melainkan noda hitam keunguan yang mengering di berbagai sudut dan juga aroma anyir menyengat yang mengaduk lambungnya. Sydney mengedarkan pandangan sambil menahan mual yang naik ke kerongkongan. Rak-rak besi di sisi kiri ruangan memajang berbagai alat aneh seperti besi panas, cambuk berduri, tang penjepit, dan benda-benda yang hanya bisa Sydney lihat dari film horor thriller menegangkan. Udara terasa lebih lembab dan pengap. Bau anyir darah mengendap di dalam paru-parunya. Sydney ingin menutup hidung, tetapi dia terlalu lemas untuk menarik lengannya dari cengkeraman bawahan Edgar. BRAK! Tanpa peringatan, sebuah tinju menghantam wajah Sydney. Itu bukan tinju dari tangan kosong, Sydney sempat melihat kilau logam di buku-buku jari

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-30
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   175. Pernah Berharap

    Sydney menoleh dan melihat Morgan berdiri di sumber suara. Pria itu menutupi sebagian wajahnya dengan masker. “Sialan! Bagaimana kau bisa masuk, Bajingan?!” Edgar membentak penuh kepanikan begitu melihat sosok Morgan berdiri tegak di ambang pintu. Morgan tidak menjawab. Dia melangkah lebar seperti singa yang baru saja menemukan pencabik sang betina. Tanpa memberi ruang pada Edgar untuk melarikan diri, Morgan langsung mencengkeram kerah baju pria itu dan menariknya mendekat. Bugh! Sebuah tinju keras menghantam wajah Edgar, membuat pria itu tersungkur ke belakang. Berbeda dengan Edgar, Morgan tidak perlu bantuan senjata untuk membuat pria itu koyak. “Bangsat!” Edgar berteriak kesakitan, darah segar mengucur dari sudut bibirnya. Morgan menoleh. Pandangannya jatuh pada tubuh Sydney yang terkulai di atas alat pemenggal kepala dengan tubuh penuh luka, wajah bengkak, darah mengering di

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-30
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   176. Mutisme Psikogenik

    “Morgan,” panggil Sydney lirih sambil menyentuh tangan Morgan. Mobil yang mereka tumpangi sedang melaju, membelah jalanan dengan pengawalan sehingga tidak terkendala macet. Morgan agak tersentak karena belum terbiasa mendengar suara Sydney. Dia menoleh dengan cepat ke arah Sydney yang duduk bersandar lemah di sebelahnya. “Ya, Darling. Aku di sini.” Morgan langsung menggenggam tangan Sydney, lalu merengkuhnya dengan hati-hati. Morgan menyapu rambut kusut wanita itu dengan jemarinya sambil menatap wajah yang penuh lebam itu dengan getir. Kata-kata yang baru saja terucap dari bibir Sydney masih terngiang-ngiang di telinga Morgan. Pria itu belum sepenuhnya percaya bahwa Sydney benar-benar berbicara. Pelukan Morgan mengerat. Tubuhnya nyaris gemetar menahan emosi. Setelah sekian lama menunggu dan berharap, akhirnya Morgan dapat mendengar suara indah Sydney secara langsung.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-30
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   1. Milikmu Sangat Luar Biasa!

    Di hari ulang tahun putranya, bukan pesta atau kado yang Sydney siapkan, melainkan peti mati dan doa perpisahan.Isaac, putra Sydney yang seharusnya meniup lilin pertamanya, kini hanya nama di batu nisan setelah meninggal akibat penyakit imun yang dideritanya."Kudengar bocah itu bisa selamat kalau mendapatkan transplantasi sumsum. Dengan kekayaan keluarganya, kenapa operasi itu tidak dilakukan saja?" ujar salah satu kerabat yang menghadiri pemakaman. “Kamu tidak tahu? Kata dokter, satu-satunya yang bisa mendonorkan sumsum itu adalah sang ayah, tapi karena hubungan Sydney dan suaminya buruk, sampai anak itu mati, tidak ada transplantasi yang dilakukan.”“Astaga, malangnya. Karena ibu dan ayahnya yang tidak bertanggung jawab, jadi anak yang menjadi korban.”Sydney tersenyum pahit mendengar gosip kerabat di sekelilingnya.Orang-orang ini tidak tahu mengenai apa yang benar-benar terjadi, tapi dengan mudah memperbincangkan keluarganya.Seperti yang dikatakan, penyakit langka yang Isaac d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   2. Jatuh Ke Jurang Terdalam

    “Dokter! Pasien ruang 187 sudah sadar!”Seruan bersemangat itu menembus kesadaran Sydney yang masih samar. Dia membuka matanya perlahan, mencoba membiasakan diri dengan cahaya yang menusuk mata.“Telepon keluarganya! Kabarkan Nona Sydney akhirnya terbangun.”Setelah dokter dan suster menjalankan pemeriksaan terhadap dirinya, pintu bangsal Sydney terbuka.“Sydney!”Sydney menoleh, mengira yang tiba adalah orang tua atau suaminya, tapi … dia harus berakhir kecewa karena yang dia lihat malah bibi dan pamannya, Ghina dan Fred. Ghina memeluk Sydney erat. “Syukurlah kau sudah bangun, Nak,” suara Ghina terdengar lega. Namun, dalam hitungan detik, nada suaranya berubah menjadi isakan tertahan. “Kenapa, Nak? Kenapa kamu berniat bunuh diri seperti itu?!”Sydney mengerutkan kening, rasa pening menyelimuti kepalanya seiring kebingungan menyelimutinya.Bunuh diri? Apa maksud bibinya? Walau kepalanya sempat terbentur, tapi Sydney ingat ada yang telah mendorongnya! Sydney mendudukkan diri perlahan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   3. Dadamu Basah, Nona

    Melihat Sydney tidak bereaksi, pria asing itu menghela napas dan berkata, “Walau aku senang kita berada dalam posisi seperti ini, tapi tolong bangun dari tubuhku, Nona.” Dia mendorong Sydney menjauh sebelum akhirnya membantu wanita itu berdiri.Morgan Draxus melihat Sydney hanya menatapnya dalam diam. Sepasang manik hitam indah wanita tersebut seperti mempertanyakan kenapa pria itu memedulikannya, dan hal itu membuat tatapan Morgan yang tadi tajam mulai melunak.“Sekali lagi, aku akan mengingatkanmu. Jangan merepotkan orang lain jika ingin mengakhiri hidup,” ucap Morgan. “Aku orang yang sibuk, jadi aku tidak punya waktu untuk menjadi saksi kasus bunuh diri seorang wanita yang tidak kukenal.”Sydney mengerjapkan mata beberapa kali dan memindai Morgan. Walau wajahnya terpahat dengan begitu sempurna, tapi tubuh besarnya yang penuh tato dan bekas luka membuat Morgan begitu cocok menjadi kambing hitam bagi para polisi.Sydney mengerti keresahan pria itu. Namun, alih-alih membuat gestur mem

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   4. Bagaimana Denganku?

    “Bagaimana jika saya tidak menemukannya dalam dua hari?” tanya Morgan, lebih terdengar seperti ancaman.“Jika tidak, kami terpaksa menggunakan susu formula dari kedelai, tapi saya tidak bisa menjamin hasilnya akan sebaik ASI,” jawab dokter hati-hati.“Tidak ada cara lain?” tanya Morgan menyelidik.Dokter menggeleng dan berkata, “Keadaan mereka sangat mendesak, Tuan. Atau mungkin, Tuan dapat membawa ibu mereka ke sini untuk memberi susu.”Morgan menyipitkan mata ke arah dokter. Seketika hawa dingin menerpa sekitarnya dan membuat lawan bicaranya menutup mulut.“Mereka tidak punya ibu. Hanya ada saya seorang,” jawab Morgan penuh penekanan.Dokter menunduk, memutus tatapan Morgan yang mampu menembus matanya itu. Dia sudah menyinggung pria itu.Sydney yang sejak tadi bersembunyi di balik tembok, menggigit bibirnya. Sekilas, dia menangkap ekspresi Morgan yang terlihat frustasi.‘Anak mana yang tidak punya ibu?’ Sydney tertegun dalam hati.Satu-satunya kemungkinan yang bisa Sydney pikirkan a

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21

Bab terbaru

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   176. Mutisme Psikogenik

    “Morgan,” panggil Sydney lirih sambil menyentuh tangan Morgan. Mobil yang mereka tumpangi sedang melaju, membelah jalanan dengan pengawalan sehingga tidak terkendala macet. Morgan agak tersentak karena belum terbiasa mendengar suara Sydney. Dia menoleh dengan cepat ke arah Sydney yang duduk bersandar lemah di sebelahnya. “Ya, Darling. Aku di sini.” Morgan langsung menggenggam tangan Sydney, lalu merengkuhnya dengan hati-hati. Morgan menyapu rambut kusut wanita itu dengan jemarinya sambil menatap wajah yang penuh lebam itu dengan getir. Kata-kata yang baru saja terucap dari bibir Sydney masih terngiang-ngiang di telinga Morgan. Pria itu belum sepenuhnya percaya bahwa Sydney benar-benar berbicara. Pelukan Morgan mengerat. Tubuhnya nyaris gemetar menahan emosi. Setelah sekian lama menunggu dan berharap, akhirnya Morgan dapat mendengar suara indah Sydney secara langsung.

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   175. Pernah Berharap

    Sydney menoleh dan melihat Morgan berdiri di sumber suara. Pria itu menutupi sebagian wajahnya dengan masker. “Sialan! Bagaimana kau bisa masuk, Bajingan?!” Edgar membentak penuh kepanikan begitu melihat sosok Morgan berdiri tegak di ambang pintu. Morgan tidak menjawab. Dia melangkah lebar seperti singa yang baru saja menemukan pencabik sang betina. Tanpa memberi ruang pada Edgar untuk melarikan diri, Morgan langsung mencengkeram kerah baju pria itu dan menariknya mendekat. Bugh! Sebuah tinju keras menghantam wajah Edgar, membuat pria itu tersungkur ke belakang. Berbeda dengan Edgar, Morgan tidak perlu bantuan senjata untuk membuat pria itu koyak. “Bangsat!” Edgar berteriak kesakitan, darah segar mengucur dari sudut bibirnya. Morgan menoleh. Pandangannya jatuh pada tubuh Sydney yang terkulai di atas alat pemenggal kepala dengan tubuh penuh luka, wajah bengkak, darah mengering di

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   174. Terima Saja Kematianmu

    “Selamat datang di neraka, Cantik,” sapa Edgar penuh sarkasme begitu pintu ruangan terbuka. Sydney diseret masuk ke sebuah ruangan dengan tembok merah gelap yang tampak mengelupas di beberapa bagian. Namun bukan cat yang paling menyita perhatian Sydney, melainkan noda hitam keunguan yang mengering di berbagai sudut dan juga aroma anyir menyengat yang mengaduk lambungnya. Sydney mengedarkan pandangan sambil menahan mual yang naik ke kerongkongan. Rak-rak besi di sisi kiri ruangan memajang berbagai alat aneh seperti besi panas, cambuk berduri, tang penjepit, dan benda-benda yang hanya bisa Sydney lihat dari film horor thriller menegangkan. Udara terasa lebih lembab dan pengap. Bau anyir darah mengendap di dalam paru-parunya. Sydney ingin menutup hidung, tetapi dia terlalu lemas untuk menarik lengannya dari cengkeraman bawahan Edgar. BRAK! Tanpa peringatan, sebuah tinju menghantam wajah Sydney. Itu bukan tinju dari tangan kosong, Sydney sempat melihat kilau logam di buku-buku jari

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   173. Cinderamata

    Dengan tangan gemetar, Sydney mengetik sesuatu di tablet. “Kau salah orang. Aku tidak mengenal Morgan.” Butuh seluruh tenaga dan sisa keberanian dalam diri Sydney untuk mengetik kalimat tersebut. Jelas saja merupakan sebuah dusta, tetapi itu satu-satunya perisai yang bisa Sydney angkat di hadapan binatang buas sepertinya. Pria itu menatap layar sejenak, lalu tertawa. Tawa yang penuh penghinaan hingga menggema di ruangan lembab itu. “Lucu juga,” sinisnya. Dalam sekejap, tangannya yang besar mencengkeram rambut Sydney dan menjambaknya kuat-kuat. ‘Aaakh!’ Sydney menjerit dalam hati. Tubuh wanita itu sampai terangkat karena tarikan brutal pria di hadapannya. “Kau tidak bisa diajak bicara baik-baik ya, Jalang?!” hardik pria yang tidak punya belas kasihan pada wanita itu. Kepala Sydney mendongak ke belakang, kulit kepalanya perih seakan tercabik. Air matanya mengalir tanpa kendali, bukan hanya karena rasa sakit, tetapi karena kemarahan yang membuncah. ‘Bicara baik-baik apanya?! I

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   172. Obsidian Phantom

    “Tangan Mama dingin sekali.” Sydney mengerjap. Suara lembut itu terdengar begitu nyata di telinganya. Wanita itu menoleh cepat dan mendapati seorang anak laki-laki, mungkin berusia sekitar tujuh tahun, sedang menyentuh tangannya dengan penuh kasih. Anak itu mengenakan kaus biru muda dan celana pendek krem, dengan rambut cokelat gelap yang sedikit ikal. Namun yang paling mencolok, wajah anak itu sangat mirip dengan Isaac. “Isaac?” bisik Sydney, matanya membulat. Sydney bahkan terkejut karena dia bisa bicara lagi. Suaranya terdengar serak, tetapi dia dapat membentuk kata dengan sempurna. “Bangun, Ma.” Anak kecil itu tersenyum dan matanya bersinar penuh kasih. Sydney mengernyitkan dahi. “Apa maksudnya bangun?” tanya Sydney kebingungan. “Belum waktunya Mama di sini. Mama masih harus membesarkan adik-adik. Mereka menunggu Mama di rumah. Mama harus bangun,” jawab sosok mirip Isaac itu sambil menatap Sydney penuh harap. Kerutan di dahi Sydney semakin dalam. Sosok anak itu mulai kab

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   171. Tawaran Musuh

    "Aku tidak peduli bagaimana caranya, cari dia sampai ketemu!" bentak Morgan, suaranya menggelegar di dalam helikopter yang bergetar akibat baling-baling yang berputar cepat. Pria bertubuh kekar di depannya hanya mengangguk cepat sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Morgan membenamkan tubuhnya ke dalam kursi. Tanpa sadar, Morgan mengetuk-ngetuk lutut dengan gelisah. Mata pria itu bergerak liar memandang keluar jendela, melihat hamparan awan yang lewat seolah waktu tidak pernah berjalan cukup cepat untuk menandingi ketakutannya. Sebuah denting di ponselnya membuat Morgan reflek menoleh. Ada pesan baru dari anak buahnya yang ada di Highvale. [Nona Sydney terakhir terlihat di toko perhiasan, Tuan. Beliau memesan anting untuk Nona Jane dan kalung untuk Tuan Jade. Saya menduga, Nona menghilang setelah memesan perhiasan dari toko ini, Tuan.] Morgan mengangkat kedua alisnya tinggi. Hatinya yang sejak tadi terliputi amarah kini terasa seperti dipukul sesuatu yang jauh lebih keras. Ada

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   170. Mengikis Kepercayaan

    Morgan sedang meregangkan otot lehernya yang kaku saat seseorang di seberang telepon mengangkat panggilannya. "Ya, Tuan," sahut sebuah suara berat. Morgan menyandarkan punggung ke kursi dan membiarkan pandangannya menyapu luasnya laut biru. Kapal Poseidon Exports yang ditumpanginya bergoyang perlahan di tengah samudra, sangat jauh dari daratan. Morgan harus menyipitkan mata karena sinar matahari memancar dengan terik. "Bagaimana Lucas dan Vienna?" tanya Morgan langsung pada intinya dengan tajam. "Baru kemarin lusa mereka bertengkar, Tuan," jawab pria itu. "Vienna menuntut Lucas membebaskannya lebih cepat, tetapi Lucas belum menemukan orang yang mampu membantu. Selain itu, Lucas tanpa sengaja menyinggung soal rencana pembunuhan Gloria dan Terry, membuat Vienna semakin marah." "Jadi hubungan mereka memburuk?" Morgan menyeringai lebar, bibirnya melengkung licik. "Ya, Tuan. Namun, mungkin itu hanya sementara. Vienna sedang mengandung, dan Lucas sangat menginginkan anak itu,"

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   169. Janji Harus Ditepati

    "Tuan tidak perlu meminta pendapat saya untuk melakukan itu." Lucas berusaha menguasai nadanya agar terdengar tetap tenang, meski rahangnya mengeras.Di seberang sana, tawa Morgan meledak penuh ejekan.Sementara Lucas mengepalkan tangan. Dia tidak boleh terpancing oleh Morgan. Bagaimana pun Lucas masih membutuhkan Morgan untuk membantunya dan Vienna keluar dari penjara. "Aku mungkin sedang jauh dari Highvale," ucap Morgan berubah dingin, "tapi mata dan telingaku masih ada di sana. Satu kata saja, Lucas. Satu kata saja yang kalian ucapkan untuk mencemooh Sydney, aku akan tahu."Lucas menahan napas. Dia tidak bisa berpikir jernih hingga memaki Sydney saat di ruang sidang. Morgan pasti mengerahkan pengawal untuk mengawal wanita itu."Sebagai hukumannya, jangan desak aku untuk segera mengeluarkanmu dan istrimu dari penjara. Tunggu saja. Itu pun kalau aku ingat," lanjut Morgan, sengaja mempermainkan Lucas.Gigi Lucas bergemelutuk menahan emosi. Dadanya naik turun dengan cepat.Morgan ter

  • Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa   168. Anak Baik

    Lucas mengepalkan tangan dan otot-otot di lehernya terlihat jelas.Pria itu baru saja hendak membalas ucapan Sydney ketika suara Chester lebih dulu terdengar.“Sydney benar.” Chester melangkah maju dengan wajah tanpa ekspresi. “Jika kau tidak menganggap Mama dan Papa sebagai orang tuamu, kau tidak berhak atas apa pun yang mereka berikan.”Lucas menoleh dengan enggan. Tatapannya langsung menusuk Chester penuh kebencian.“Sejak awal semua kepura-puraanmu peduli pada Mama dan Papa ternyata hanya demi ini, bukan? Kau licik, Chester! Sangat pandai berpura-pura supaya terlihat seperti anak baik. Tapi pada kenyataannya, yang kau incar cuma uang!” Lucas menyeringai sinis.Chester menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Dia menanggapi ucapan Lucas dengan santai.“Itu peninggalan Mama dan Papa.” Chester mengangkat bahu ringan. “Tentu aku harus menjaganya juga. Selamat mendekam di penjara, Adik Kecil!”Lucas membuka mulut, tampak masih ingin melontarkan kata-kata berbisa. Namun, para p

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status