Dilara memasang wajah yang terlihat begitu panik. Bahkan raut wajahnya menunjukkan sebuah luka trauma yang begitu mendalam. Apa lagi kala dirinya itu melihat banyak sekali darah yang mengalir dari tubuh David. "Tu - tuan kenapa anda malah bangkit berdiri? Da .... Darah itu sangat banyak sekali keluar dari tubuh Tuan David, tolong biar kan saya menelpon ambulance," kata Dilara dengan nada suara bergetar, ntah kenapa potongan potongan ingatan hal buruk yang menimpa dirinya waktu kecil sekarang ini benar benar muncul, dan menghantui pikiran yang ada di dalam otak nya. Setelah Dilara melihat luka tembak yang ada di tubuh David, dia benar-benar panik. Apalagi sebuah luka panjang dan bagian atas dada sebelah kanan milik Dilara juga karena sayatan pisau yang sebelumnya dirinya sendiri juga tidak tahu alasannya. Namun, puing puing potongan hal buruk yang sekarang muncul dan berputar putar di dalam ingatannya. Berpusat pada bayang bayang seorang laki laki kecil kecil yang selalu mengiku
Dilara sendiri nampak duduk termenung, sembari menatap ke arah suaminya yang sedang sibuk berkutat dengan laptop dan juga hape yang ada di tangannya. "Akhh." Reflek suara yang keluar dari mulut Dilara, kala merasa ada rasa sakit yang menghampiri tubuhnya. David pun sontak menoleh ke arah istrinya itu, bahkan ia segera mematikan sepihak telepon yang saat ini tersambung di dalam hape miliknya. Melihat Dilara yang memasang wajah kesakitan, bahkan mengigit bibir bawahnya sendiri. Membuat David menduga ada sesuatu yang terjadi pada istrinya. Dengan mempertahankan ekspresi datarnya, ia pun berjalan menghampiri istrinya yang masih memasang wajah kesakitan. Namun, tatapan mata David nampak beralih ke arah lantai, ntah kenapa ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari situ. "Kakimu berdarah," kata David sembari memperhatikan bercak merah yang ada di lantai. Setelah mengatakan itu, David pun nampak berjalan cepat dengan kaki jenjangnya menuju ke tempat yang terdapat kotak P3K. Setelah
"Apa? Orang orang yang berkhianat dan dalam mansion?" beo Dilara dengan wajah bingung. Kurang tidur benar benar membuat kinerja otaknya itu menjadi terganggu, dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Jadi Dilara agak lemot untuk mencerna sesuatu. "Iya, ternyata selama ini banyak sekali orang orang yang berkhianat dan juga berniat untuk menghancurkan ku." David nampak memegang ke dua lengan istrinya. "Apakah Tuan David itu mulai menyadari? Jika di dalam mansion mewah miliknya itu banyak sekali orang orang jahat yang sangat pintar bermuka dua," gumam Dilara dalam hatinya, ia nampak melamun memikirkan apa yang barusan di katakan oleh David. Dan pikirannya langsung tertuju kepada Laras. "Dilara, jaga dirimu dan bayi yang ada di dalam kandungan mu dengan baik. Beberapa jam lagi setelah urusan ku selesai, aku pasti akan kembali. Tolong jaga Devandra juga, aku mempercayakan nya kepada mu. Dan aku minta maaf, atas perlakukan ku yang kejam tempo dulu. Kalau begitu aku pamit," imbuh David d
Dengan rahang yang mengeras, David nampak membuka pintu kamarnya dengan di ikuti oleh beberapa pengawal yang ada di belakangnya. Karena pintu kamar nya itu terkunci dari dalam, lantas David dan agen baru yang dia tugaskan untuk menata matai rumahnya guna membuka pintu kamarnya dan menghancurkan sandi yah terpasang di pintu kamar miliknya itu. "Esti, cepat kamu buka dan hancurkan sandi yang terpasang di sana! Aku tahu, kalau istri ku itu sudah sadar dan mulai berulah di dalam!" titah David dengan suara yang terdengar mengglegar. Padahal, David berbicara tanpa mengeluarkan teriakan. Namun, suara nya terdengar seperti harimau yang mengapung. "Baik Tuan," sahut Esti sembari menganggukkan kepalanya. Dengan ekpresi wajah yang seperti menahan takut, Esti pun buru buru melakukan hal yang di perintahkan oleh David. Dengan cekatan, Esti nampak mengeluarkan alat dari saku celananya. Alat itu terlihat mempunyai kabel, lalu menghubungkan alat itu dan pintu milik David lewat kabel yang
Brakk. "Kenapa kalian berdua itu sangat munafik? Apakah kalian itu tidak tahu, kalau aku itu sudah mengetahui semua kebusukan kalian berdua?" Dengan wajah yang terlihat penuh luka, David nampak mengintrogasi ke dua orang yang selama ini dia percayai di mansion. Ia sungguh tidak menyangka, jika dalang dari semuanya adalah orang yang paling ia percayai di mansion. Ke dua orang yang nampak duduk di bawah lantai dengan tangan terikat itu hanya bisa diam, lidah ke duanya terasa begitu kelu. Bahkan sesekali ke dua orang itu nampak meringis kesakitan. "Andai saja, aku tidak punya rahasia yang diketahui oleh Laras. Aku tidak perlu untuk bekerja sama dengannya, bahkan menghancurkan pekerjaan yang banyak di inginkan oleh banyak orang dan juga menghancurkan kepercayaan yang Tuan David yang sebelumnya telah di rintis oleh ayah ku selama berpuluh-puluh tahun lamanya," gumam Etnan dalam hatinya, penyesalan agaknya benar benar menyelimuti dirinya sekarang ini. Sekarang Etnan baru menyadari se
"Maaf, bayi yang ibu lahirkan telah tiada." Ucapan suster itu sontak membuat hati Dilara terasa seperti dihempas ke tanah."Ini tidak mungkin," lirihnya tanpa sadar. Bagaimana bisa?Dilara ingat sehari sebelumnya, saat pembukaan dan kontraksi, bayinya yang masih dalam kandungannya itu tampak sehat dan sempurna saat pemeriksaan USG.Segera, ia menoleh ke arah suami dan ibu mertuanya yang berdiri tidak jauh dari tempat tidurnya, guna mencari pertolongan. Mungkin dia salah dengar, kan? Atau sedang dikerjai?Namun, ucapan ibu mertuanya justru tak disangka, "Ternyata kau seorang wanita yang sungguh tidak berguna! Gara-gara kau tidak menjaga anakmu dengan baik, aku kehilangan cucuku, dan anakku kehilangan darah dagingnya." “Sia-sia, mahar 2 miliar yang kami berikan pada keluargamu.”Mendengar itu, jantung Dilara seperti dibuat berhenti berdetak.Ditambah lagi, tatapan dingin suaminya begitu tajam. "Kalau kamu gak suka ibuku, kamu tidak perlu sampai meminum racun untuk membunuh anak kita
Sang ayah ternyata menepati janjinya. Dilara akhirnya dibebaskan dari penjara. Namun, kebebasan itu terasa pahit. Tidak ada yang menyambutnya. bahkan sang ayah hanya memberikannya sebuah alamat–tempatnya bekerja sebagai ibu susu. "Aku harus melupakan semuanya," gumam Dilara dalam hati, "ini adalah awal baru bagiku." Tak lama kemudian, Dilara menaiki sebuah bus menuju alamat yang diberikan. Namun tak lama setelah masuk ke dalam bis dan mencari tempat duduk, Dilara melihat pemandangan yang membuat hatinya terasa tertusuk duri. Suaminya bersama dengan seorang wanita yang Dilara tahu adalah mantan tunangan pria itu! Keduanya begitu mesra dan akrab … sembari menggendong seorang bayi mungil. Tunggu, bukankah mantan tunangan Arman mandul...? "Nona, kita sudah sampai di tempat tujuan yang nona sebutkan!" Seorang kondektur bis menepuk bahu Dilara, hingga lamunannya pun seketika menjadi buyar. “Terima kasih.” Dilara lantas menyerahkan uang pecahan lima puluh ribuan pada kondektur
Dilara membuka matanya perlahan kala sang ayah memukul-mukul wajahnya. Rasa sakit membuatnya tersadar dari pingsan. "Jangan kacaukan transaksi ini, Dilara. Ingat utang budimu yang harus dibalas! Mendiang istriku bahkan sudah memberikan darah dan ginjalnya pada kau yang hanya anak pungut!" teriak Ibnu penuh kemarahan, sebelum meninggalkan Dilara yang terdiam. Ya, hal lain yang membuat Dilara tak berani melawan adalah fakta ini. Sebelum ibunya pergi untuk selama-lamanya, hubungannya dan sang ayah jauh lebih harmonis. Namun setelah ibunya meninggal tepatnya tujuh tahun silam, segalanya berubah. Menahan pedih, Dilara menahan tangis.Hanya saja, interaksi antara Dilara dan ayahnya itu tak luput dari pandangan David. Pria tampan itu mengintip dari balik jendela yang ada di lantai dua mansion mewah miliknya. Entah mengapa David sendiri seperti merasa ada sesuatu dalam diri ibu susu bayinya itu? Ia juga tidak tahu alasannya, tapi bayang-bayang Dilara seolah sangat sulit untuk mengh
Brakk. "Kenapa kalian berdua itu sangat munafik? Apakah kalian itu tidak tahu, kalau aku itu sudah mengetahui semua kebusukan kalian berdua?" Dengan wajah yang terlihat penuh luka, David nampak mengintrogasi ke dua orang yang selama ini dia percayai di mansion. Ia sungguh tidak menyangka, jika dalang dari semuanya adalah orang yang paling ia percayai di mansion. Ke dua orang yang nampak duduk di bawah lantai dengan tangan terikat itu hanya bisa diam, lidah ke duanya terasa begitu kelu. Bahkan sesekali ke dua orang itu nampak meringis kesakitan. "Andai saja, aku tidak punya rahasia yang diketahui oleh Laras. Aku tidak perlu untuk bekerja sama dengannya, bahkan menghancurkan pekerjaan yang banyak di inginkan oleh banyak orang dan juga menghancurkan kepercayaan yang Tuan David yang sebelumnya telah di rintis oleh ayah ku selama berpuluh-puluh tahun lamanya," gumam Etnan dalam hatinya, penyesalan agaknya benar benar menyelimuti dirinya sekarang ini. Sekarang Etnan baru menyadari se
Dengan rahang yang mengeras, David nampak membuka pintu kamarnya dengan di ikuti oleh beberapa pengawal yang ada di belakangnya. Karena pintu kamar nya itu terkunci dari dalam, lantas David dan agen baru yang dia tugaskan untuk menata matai rumahnya guna membuka pintu kamarnya dan menghancurkan sandi yah terpasang di pintu kamar miliknya itu. "Esti, cepat kamu buka dan hancurkan sandi yang terpasang di sana! Aku tahu, kalau istri ku itu sudah sadar dan mulai berulah di dalam!" titah David dengan suara yang terdengar mengglegar. Padahal, David berbicara tanpa mengeluarkan teriakan. Namun, suara nya terdengar seperti harimau yang mengapung. "Baik Tuan," sahut Esti sembari menganggukkan kepalanya. Dengan ekpresi wajah yang seperti menahan takut, Esti pun buru buru melakukan hal yang di perintahkan oleh David. Dengan cekatan, Esti nampak mengeluarkan alat dari saku celananya. Alat itu terlihat mempunyai kabel, lalu menghubungkan alat itu dan pintu milik David lewat kabel yang
"Apa? Orang orang yang berkhianat dan dalam mansion?" beo Dilara dengan wajah bingung. Kurang tidur benar benar membuat kinerja otaknya itu menjadi terganggu, dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Jadi Dilara agak lemot untuk mencerna sesuatu. "Iya, ternyata selama ini banyak sekali orang orang yang berkhianat dan juga berniat untuk menghancurkan ku." David nampak memegang ke dua lengan istrinya. "Apakah Tuan David itu mulai menyadari? Jika di dalam mansion mewah miliknya itu banyak sekali orang orang jahat yang sangat pintar bermuka dua," gumam Dilara dalam hatinya, ia nampak melamun memikirkan apa yang barusan di katakan oleh David. Dan pikirannya langsung tertuju kepada Laras. "Dilara, jaga dirimu dan bayi yang ada di dalam kandungan mu dengan baik. Beberapa jam lagi setelah urusan ku selesai, aku pasti akan kembali. Tolong jaga Devandra juga, aku mempercayakan nya kepada mu. Dan aku minta maaf, atas perlakukan ku yang kejam tempo dulu. Kalau begitu aku pamit," imbuh David d
Dilara sendiri nampak duduk termenung, sembari menatap ke arah suaminya yang sedang sibuk berkutat dengan laptop dan juga hape yang ada di tangannya. "Akhh." Reflek suara yang keluar dari mulut Dilara, kala merasa ada rasa sakit yang menghampiri tubuhnya. David pun sontak menoleh ke arah istrinya itu, bahkan ia segera mematikan sepihak telepon yang saat ini tersambung di dalam hape miliknya. Melihat Dilara yang memasang wajah kesakitan, bahkan mengigit bibir bawahnya sendiri. Membuat David menduga ada sesuatu yang terjadi pada istrinya. Dengan mempertahankan ekspresi datarnya, ia pun berjalan menghampiri istrinya yang masih memasang wajah kesakitan. Namun, tatapan mata David nampak beralih ke arah lantai, ntah kenapa ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari situ. "Kakimu berdarah," kata David sembari memperhatikan bercak merah yang ada di lantai. Setelah mengatakan itu, David pun nampak berjalan cepat dengan kaki jenjangnya menuju ke tempat yang terdapat kotak P3K. Setelah
Dilara memasang wajah yang terlihat begitu panik. Bahkan raut wajahnya menunjukkan sebuah luka trauma yang begitu mendalam. Apa lagi kala dirinya itu melihat banyak sekali darah yang mengalir dari tubuh David. "Tu - tuan kenapa anda malah bangkit berdiri? Da .... Darah itu sangat banyak sekali keluar dari tubuh Tuan David, tolong biar kan saya menelpon ambulance," kata Dilara dengan nada suara bergetar, ntah kenapa potongan potongan ingatan hal buruk yang menimpa dirinya waktu kecil sekarang ini benar benar muncul, dan menghantui pikiran yang ada di dalam otak nya. Setelah Dilara melihat luka tembak yang ada di tubuh David, dia benar-benar panik. Apalagi sebuah luka panjang dan bagian atas dada sebelah kanan milik Dilara juga karena sayatan pisau yang sebelumnya dirinya sendiri juga tidak tahu alasannya. Namun, puing puing potongan hal buruk yang sekarang muncul dan berputar putar di dalam ingatannya. Berpusat pada bayang bayang seorang laki laki kecil kecil yang selalu mengiku
Akhirnya makan malam yang di lakukan oleh Dilara bersama dengan David berakhir dengan tanda tangan yang di lakukan baik David maupun Dilara dalam secarik kertas bermaterai. Bagaimana pun hubungan ke duanya memang di landasi bukan karena atas nama cinta. Melainkan berawal dari sandiwara dan juga perjanjian semata. Saat berada di dalam mobil, David melihat wajah Dilara yang terlihat begitu murung sembari menatap ke arah kaca jendela mobil miliknya. "Apakah ada sesuatu hal yang kamu ingin kan Dilara? Kenapa sekarang ini wajah mu terlihat murung?" tanya David lembut. Dilara berusaha menahan mati matian air mata yang akan jatuh dan menetes dari ke dua pelupuk matanya. Ia merasa sedih setelah membaca dengan seksama isi dari perjanjian yang tadi ia tanda tangani dengan David. Dilara benar benar tidak menyangka, jika makan malam yang indah dan menyenangkan tadi harus tetap berakhir kecewa. Namun, apalah daya. Dirinya sekarang ini memang dalam keadaan yang tidak berdaya. Di tambah lagi d
"Kenapa ekspresi wajah mu malah menjadi panik? Bukankah harusnya kamu itu senang? Karena hasil tes DNA itu menunjukkan jika bayi yang di akui Arman sebagai anaknya dari wanita lain ternyata bayi yang kamu lahirkan!" David lagi lagi memasang ekspresi bingung, kala Dilara malah memasang ekspresi panik dan juga histeris. "Hiks ... Hiks ... Kamu tidak tau Tuan David! Bagaimana rasanya mengandung selama berbulan bulan ... " Ucapan Dilara terhenti kala tiba tiba David menyela ucapannya. "Tentu saja aku tidak tahu, kamukan tahu aku seorang pria. Dan pria itu tidak mungkin hamil dan juga melahirkan," sela David dengan nada datar, sembari terus memperhatikan gerak gerik istrinya. Bahkan makanan yang ada di depan meja David terlihat mulai mendingin dan tidak tersentuh. Karena sedari tadi ia terus memperhatikan istrinya. "Astaga ... Tuan aku itu bukan orang bodoh! Tentu saja aku tahu, kalau urusan hamil dan juga melahirkan itu tugas seorang wanita." Dilara juga tidak mau kalah. "Nah, itu t
David nampak memijit pelipisnya, rasa pening tiba tiba menghantam kepalanya. "Dilara hamil? Sialan!" umpat David dalam hatinya. Walaupun dirinya seorang mafia yang terkenal kejam dan juga berdarah dingin. Namun, jika di hadapkan dengan urusan bayi apalagi itu darah dagingnya sendiri. Rasanya David sungguh sunggh merasa tidak tega jika harus menghilangkan nyawa bayi yang belum terlahir di dunia ini. "Okey, aku akan memegang apa yang kau katakan! Kalau sampai ucapanmu salah, jangan salahkan aku jika aku menghancurkan karir yang sudah berpuluh puluh tahun kau bangun!" titah David dengan nada suara dingin. Hal itu sungguh membuat Dokter Spesialis Obgyn itu menelan ludahnya yang kelu, bahkan ia nampak memandang ke arah para tenaga medis lain dengan tatapan takut dan juga terlihat pilu. Para tenaga medis yang lain hanya bisa membalas tatapan pilu Dokter Spesialis Obgyn itu dengan menundukkan wajahnya, sebagai jawaban bahwa mereka tidak bisa berbuat lebih, atas hal yang sekarang ini m
Laras yang menguping pembicaraan antara Alfa dan juga David di dalam kamar Dilara nampak menghembuskan nafas lega. Kala mengetahui, jika hasil tes kehamilan yang di lakukan oleh Dilara itu menunjukkan hasil negatif. "Gimana?" tanya Etnan penasaran. "Hasilnya negatif," sahut Laras dengan suara yang terdengar lega. "Syukurlah!" Etnan juga terlihat lega, setelah mendengar apa yang Laras ucapkan. "Sampai kapan kau itu akan sadar Etnan? Aku malah merasa jengkel sendiri melihat sikap kebucinanmu pada Dilara yang sungguh membuat ku ingin muntah!" kata Laras dengan nada menghina. "Bukankah kita itu sama? Kau begitu bucin dengan Tuan David sejak lama, sedangkan aku bucin dengan Dilara." Ucapan Etnan barusan sungguh membuat Laras tersedak. "Bahkan kau sampai menurunkan harga dirimu itu sebagai wanita dengan melepas beberapa kancing baju mu itu. Bukankah itu sebuah tindakan yang terlihat tidak punya urat malu, bahkan juga juga tidak punya harga diri sebagai seorang wanita?" imbuh