Setelah menutup telepon, Etnan yang masih dalam posisi polos tanpa sehelai benang terlihat berjalan ke arah walk in closet yang ada di dalam kamarnya. Tanpa memperdulikan perasaan dan juga keberadaan Indira. Etnan lalu keluar dari dalam walk in closet dengan setelah tuksedo kerjanya, dengan gerakan yang terlihat santai dan juga lihai, ia nampak menempelkan beberapa plester di wajahnya akibat cakaran tangannya sendiri. Lalu Etnan menggunakan sebuah alat yang mirip earpon, lalu dengan acuh ia berbicara panjang lebar dengan seseorang lewat earpon yang terpasang di telinganya. Indira yang sedari tadi diam seperti patung, sembari menahan amarah yang sudah berkobar didalam hatinya, akhirnya benar -benar sudah tidak tahan. "Etnan berani kau keluar dari kamar ini sebelum membuat komitmen dengan ku! Aku tidak akan segan segan untuk membuat perhitungan dengan mu," ancam Indira dengan suara yang terdengar penuh amarah. Etnan sebenarnya mendengar ucapan Indira, namun ia berpura -pura.
Dengan raut wajah yang terlihat begitu penasaran, David pun berjalan ke arah wanita yang terbaring di atas brangkar. Ia benar benar begitu penasaran dengan bagaimana rupa wanita itu. Ke dua bola mata David nampak membulat sempurna, bahkan ia memasang wajah terkejut. "Keira," panggil David dengan ekspresi wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Bahkan dengan gerakan perlahan namun pasti, David pun dengan reflek nampak memeluk tubuh wanita yang terbaring lemah itu begitu erat. "Keira, kenapa kamu baru muncul sekarang? Aku sangat merindukan mu! Sebenarnya selama ini kamu itu d ke mana?" Beberapa pertanyaan langsung mencelos begitu saja dari bibir David. Bahkan ia juga terlihat semakin memeluk istrinya itu semakin erat, guna melepas rindu yang selama ini menjalar di dalam hatinya.Jika biasanya wajah David seperti pangeran es, sekarang sungguh sangat jauh berbeda.Terlihat lebih hangat. Ada perasaan lega dan juga bahagia yang menyelimuti hati Etnan, kala melihat kerinduan yang mend
"Apakah Tuan David sangat memperdulikanku? Bukankah aku itu harusnya merasa beruntung? Kenapa tiba tiba hatiku terasa begitu bahagia?" gumam Dilara dalam hatinya, ia merasa begitu bingung dengan apa yang menimpanya sekarang ini. Para pelayan dan juga perawat yang saat ini nampak mengkrubungi Dilara nampak diam, bahkan mereka terlihat saling memandang satu sama lain, tidak ada yang berani untuk menjawab pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David. "Mengapa kalian semua diam saja?" seru David dengan nada suara meninggi, kemarahan terpancar di wajahnya. "Apa kalian tidak sadar betapa pentingnya Dilara untuk Devandra? Dia harus terus memberikan ASI-nya, tidak peduli apa yang terjadi padanya! Jangan biarkan apa pun yang buruk terjadi pada ibu susu bayi ku!" Tidak ada yang berani mengatakan sesuatu, hingga akhirnya seorang perawat yang merawat luka di tubuh Dilara ingin mencoba berbicara. Tapi sebelum ia sempat mengeluarkan kata-kata, Dilara sudah menghentikannya. "Saya tidak ap
David sendiri nampak memijit pelipisnya, ia sendiri bingung untuk mengambil keputusan. Karena, Indira bisa bekerja dan juga masuk ke dalam mansion mewah miliknya dengan memenuhi seleksi yang ketat. Sebenarnya sebelum menyetujui permintaan dari Indira, David ingin mencari tahu dulu. Apakah Indira itu berbohong perihal alasan untuk mengambil cuti atau tidak.Tapi mengingat banyak sekali permasalahan yang harus ia selesaikan sekarang, David memilih untuk langsung mempercayai apa yang Indira katakan. "Baiklah, jadi sekarang ini kau itu hamil Indira? Apakah ada bukti kongkret yang menunjukkan jika sekarang ini kau itu hamil? Dan ... Adakah foto calon suami mu?" Beberapa pertanyaan mencelos begitu saja dari bibir tampan David. Etnan sendiri malah memasang wajah syok dan juga terkejut, mati matian Etnan itu mengubah ekspresinya menjadi biasa saja. Namun, hal itu terasa begitu sulit, ia masih saja memandang wajah Indira yang pucat dan juga putus asa tanpa berkedip. "Ada," sahut Indira s
"Apa?" tanya David dengan suara meninggi, kepalanya terasa berdenyut karena kekecewaan. Wajahnya terlihat begitu menyeramkan setelah mendengarkan penuturan dari dokter terbaik di negeri ini. Rasa gusar mulai merayapi jantungnya saat menyadari bahwa istri pertamanya mungkin tidak akan segera bangun dari koma. Dokter itu nampak memegangi kedua tangannya, berusaha menyembunyikan rasa takut yang mulai melanda, apalagi di balik itu semua ada sebuah kebohongan yang harus ia jaga. Keadaannya menjadi semakin tidak menguntungkan, terjebak di antara David, seorang mafia yang terkenal akan kekejaman nya, dan tanggung jawab nya sebagai seorang dokter. "Iya, jadi Nyonya Keira sampai sekarang belum sadarkan diri. Alias koma, karena para agen intelijen yang Anda sewa untuk menginterogasi Nyonya Keira melakukannya dengan cara yang begitu kasar. Sehingga membuat luka trauma di hati Nyonya Keira bertambah, ditambah lagi, dengan fakta suaminya yang menikah lagi. Membuat hati Nyonya Keira yang terlu
"Indira ... Indira," panggil Etnan sembari memegang pergelangan tangan Indira. Ia nampak berlari dengan sangat kencang untuk mengejar langkah kaki Indira yang terlihat semakin menjauh. Dengan gerakan yang terlihat begitu kasar, bahkan kekuatan ntah datang dari mana, Indira berhasil menjauhkan tangan Etnan dari genggaman tangannya. "Indira, sebenarnya kamu itu mau kemana?" tanya Etnan lagi, sembari berusaha mengejar langkah kaki Indira yang menjauh. "Apa kau itu tidak lihat, kalau sekarang ini kita berdua itu berada di depan hotel dan akan pergi ke hotel. Bukankah katamu jangan karena gengsi aku itu harus mengorbankan kesehatan ku dengan menahan kencing dan juga lapar," sahut Indira dengan nada suara yang terdengar begitu ketus. Ada amarah yang membara di dalam hati Indira, amarah yang sudah lama tertahan. Seandainya saja Etnan tidak berulang kali menolak perasaannya, mungkin Indira tidak akan merasa sekesal ini. Bahkan, ia akan dengan senang hati menerima perhatian dari Etnan.
"Kenapa kalian semua membawa barang barang ku keluar dari kamar ini?" Sebuah pertanyaan agaknya mencelos begitu saja dari bibir manis Dilara. Namun, karena suara yang keluar dari bibir manisnya itu sangat pelan, suara itu seakan tidak pernah sampai di telinga para pelayan yang sedang sibuk menyingkirkan barang barang miliknya yang ada didalam kamar David. Baru saja Dilara hendak berdiri untuk bertanya pada salah seorang pelayan, tiba tiba ia menghentikan aksinya itu karena melihat David yang berdiri di ambang pintu dengan diikuti oleh beberapa orang berpakaian medis yang mendorong sebuah brangkar rumah sakit. "Tuan David," kata Dilara pelan, seakan memanggil nama David. David sama sekali tidak menoleh ke arah dirinya, bahkan tidak memandang ke arah darah dagingnya sendiri. David terlihat sibuk memberikan aba-aba pada pelayan yang sekarang ini terlihat begitu banyak di dalam kamarnya. Dilara pun bangkit, lalu berjalan dengan langkah begitu pelan ke arah David yang berdiri tegap d
Di dalam sebuah kamar yang ada disebuah bangunan mansion mewah. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Indira bisa kabur?" tanya Laras bingung. "Aku benar-benar bingung dengan semua ini, ada apa sebenarnya?" "Aku juga tidak tahu," jawab Etnan, berusaha menyembunyikan kebingungan dalam hatinya, sambil mempertahankan wajah datar. Dia berusaha menahan rasa bersalah yang mulai muncul di dalam dirinya. "Apakah ada hal yang kau ketahui tapi aku tidak tahu? Ayo katakan Etnan pada ku!" Laras menatap Etnan dengan tatapan penuh tekanan, mencoba mengetahui apa yang sebenarnya tersembunyi di balik wajah datarnya. Etnan mencoba mempertahankan keyakinannya, meskipun hatinya berkata lain. "Aku tidak ingin membohonginya, tapi apa yang terjadi di malam itu benar-benar sulit untuk diungkapkan," gumam Etnan dalam hati, merenungkan malam yang penuh dengan gairah tersebut. "Karena aku curiga, kalau kau mengetahui, jika Indira adalah seorang agen mata-mata --" Laras menggantungkan kalimatnya, m
"Dilara, apa yang sebenarnya terjadi?" Suara baritone David langsung membuat kesadaran mental Dilara kembali.Saat di dalam kamarnya ada sosok pria asing, Dilara bertingkah layaknya orang gila.Semua itu terjadi akibat rasa trauma yang mendalam saat David sebelumnya memberikan hukuman padanya, saat dirinya itu melakukan sebuah kesalahan.Dilara merangkak mendekati kaki David, kesedihan terpancar jelas dari wajahnya. Dalam suara yang hancur, ia berusaha meyakinkan, "Tuan David, saya mohon! Saya tidak berselingkuh atau melakukan kesalahan apa pun. Tadi ada pria asing yang tiba-tiba masuk ke kamar saya... Tolong jangan bakar hasil tes DNA itu." Ketakutan dan panik begitu terasa di setiap kata yang terlontar dari bibirnya.David hanya menghela nafas panjang, kemudian membungkuk dan membantu Dilara untuk berdiri."Iya, aku tahu. Semua ini bukan salahmu, aku yang menyuruh pria tadi masuk ke sini. Karena pria tadi adalah adik sepupuku, satu-satunya saudara yang ku kapunyai di dunia ini," je
Di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh buku dan juga berkas berkas berharga, terdapat dua pria yang tengah terlibat dalam percakapan serius. Mereka duduk berhadapan di sofa, saling menatap dengan pandangan tajam. "Apa yang kau inginkan? Kenapa kau datang ke sini sekarang?" tanya David dengan nada yang tegas. "Astaga, David, Kakak sepupu ku tersayang, aku sedang enak - enak nya menikmati teh buatan kepala pelayan mu yang cantik! Kenapa tanpa basa-basi, kau langsung menjejali ku dengan banyak pertanyaan?" Alfa membalas dengan nada protes, seolah-olah dia merasa terganggu oleh pertanyaan David. David hanya bisa diam, menatap sepupunya dengan tatapan tajam dan menghembuskan nafas dengan kasar. Dia menantikan penjelasan yang lebih masuk akal dari Alfa. "Jika Kakak menanyakan alasan kenapa aku datang ke sini, sebenarnya aku hanya ingin mengatakan bahwa aku merindukan keponakanku dan ayahnya," ujar Alfa dengan nada bercanda, mencoba mengurangi ketegangan yang terasa di ruangan.
"Aku datang ke sini bukan tanpa alasan, ingin mengucapkan selamat menempuh hidup baru pada sepupu ku ini. Kenapa saat menikah lagi, aku tidak diundang?" ucap Alfa dengan tatapan yang sulit dideskripsikan. Kekecewaan begitu terasa dari kedua bola matanya. David tampak bingung. "Bukankah aku sudah mengirim undangan padanya? Tapi, Alfa lah yang memilih tidak datang," gumam David dalam hati. Entahlah apa yang ada dipikiran Alfa, kenapa malah marah padaku? Sebuah pertanyaan agak nya mengganjal di dalam benak David. Alfa berjalan dengan langkah santai mendekati David, lalu berbisik, "Di mana Kakak ipar ku yang baru itu? Biarkan aku berkenalan dengan dia!" David segera menjawab dengan nada dingin, "Jangan membahas nya di dalam kamar ini, aku tidak ingin menyakiti Keira," ucap nya sambil menatap istri pertamanya yang sedang terbaring lemah di atas ranjang. Kenapa Alfa harus menanyakan hal itu saat Keira masih lemah? pikir David kecewa. "Kenapa aku tidak boleh membahasnya? Kan memang fakt
"Ba - baik Tuan," sahut Dilara. Ia terlihat bangkit dan berlari menuju walk in closet. Sementara David nampak berjalan dengan langkah kaki cepat menuju ke arah box bayi dimana anaknya itu berada. Dilara mengambil sebuah baju asal yang ada di dalam walk in closet miliknya, lalu memakainya dengan terburu-buru. Jantungnya sekarang ini berpacu begitu cepat, ia merasa begitu takut kala mendengar suara David yang terdengar begitu menyeramkan. "Mengapa suaranya terdengar begitu menakutkan? Apakah ia sedang marah atau ada sesuatu yang tidak beres?" Dilara merenung dalam hati. Begitu mendalam kecemasannya, sehingga ia merasa tak mampu menahan rasa takut yang mendera. Tak berselang lama, Dilara pun keluar dari dalam walk in closet. Dengan langkah kaki yang terlihat begitu cepat, ia buru-buru berjalan ke arah David yang sekarang ini sedang menggendong putranya yang menangis karena kehausan. "Kenapa pakai baju saja lama sekali!" kata David dengan nada kesal. "Apa yang sebenarnya terjadi?
"Ta - tapi Tuan David..." coba Dilara menyela, namun ucapannya terhenti kala jari telunjuk David kini berada di tepat di atas bibir manisnya. "Ssttt, Dilara aku mohon. Tolonglah aku sekarang ini! Karena aku sudah tidak tahan lagi untuk menahan gairahku yang sudah sangat membara ini," sahut David dengan nada suara yang terdengar menggetarkan jiwa, sembari terus mencium bagian leher dan juga dada atas milik Dilara. Merasa cemas dan bingung dengan situasi yang tengah di hadapinya, Dilara mencoba merenung tentang apa yang terjadi saat ini. "Setelah membelikan aku baju mewah, apakah benar Tuan David memang benar-benar menganggap aku sebagai istrinya?" gumam Dilara dalam hatinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang melanda pikirannya. Berbagai perasaan mulai muncul, seakan menyeruak ke permukaan pikirannya. Sejak kedatangan istri pertama David, Dilara merasa cemas dan takut, apakah ia hanya menjadi seorang pengganti? "Apakah ini benar, bahwa aku hanya sebatas pengganti semata, atau mungk
Di dalam sebuah kamar yang ada disebuah bangunan mansion mewah. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Indira bisa kabur?" tanya Laras bingung. "Aku benar-benar bingung dengan semua ini, ada apa sebenarnya?" "Aku juga tidak tahu," jawab Etnan, berusaha menyembunyikan kebingungan dalam hatinya, sambil mempertahankan wajah datar. Dia berusaha menahan rasa bersalah yang mulai muncul di dalam dirinya. "Apakah ada hal yang kau ketahui tapi aku tidak tahu? Ayo katakan Etnan pada ku!" Laras menatap Etnan dengan tatapan penuh tekanan, mencoba mengetahui apa yang sebenarnya tersembunyi di balik wajah datarnya. Etnan mencoba mempertahankan keyakinannya, meskipun hatinya berkata lain. "Aku tidak ingin membohonginya, tapi apa yang terjadi di malam itu benar-benar sulit untuk diungkapkan," gumam Etnan dalam hati, merenungkan malam yang penuh dengan gairah tersebut. "Karena aku curiga, kalau kau mengetahui, jika Indira adalah seorang agen mata-mata --" Laras menggantungkan kalimatnya, m
"Kenapa kalian semua membawa barang barang ku keluar dari kamar ini?" Sebuah pertanyaan agaknya mencelos begitu saja dari bibir manis Dilara. Namun, karena suara yang keluar dari bibir manisnya itu sangat pelan, suara itu seakan tidak pernah sampai di telinga para pelayan yang sedang sibuk menyingkirkan barang barang miliknya yang ada didalam kamar David. Baru saja Dilara hendak berdiri untuk bertanya pada salah seorang pelayan, tiba tiba ia menghentikan aksinya itu karena melihat David yang berdiri di ambang pintu dengan diikuti oleh beberapa orang berpakaian medis yang mendorong sebuah brangkar rumah sakit. "Tuan David," kata Dilara pelan, seakan memanggil nama David. David sama sekali tidak menoleh ke arah dirinya, bahkan tidak memandang ke arah darah dagingnya sendiri. David terlihat sibuk memberikan aba-aba pada pelayan yang sekarang ini terlihat begitu banyak di dalam kamarnya. Dilara pun bangkit, lalu berjalan dengan langkah begitu pelan ke arah David yang berdiri tegap d
"Indira ... Indira," panggil Etnan sembari memegang pergelangan tangan Indira. Ia nampak berlari dengan sangat kencang untuk mengejar langkah kaki Indira yang terlihat semakin menjauh. Dengan gerakan yang terlihat begitu kasar, bahkan kekuatan ntah datang dari mana, Indira berhasil menjauhkan tangan Etnan dari genggaman tangannya. "Indira, sebenarnya kamu itu mau kemana?" tanya Etnan lagi, sembari berusaha mengejar langkah kaki Indira yang menjauh. "Apa kau itu tidak lihat, kalau sekarang ini kita berdua itu berada di depan hotel dan akan pergi ke hotel. Bukankah katamu jangan karena gengsi aku itu harus mengorbankan kesehatan ku dengan menahan kencing dan juga lapar," sahut Indira dengan nada suara yang terdengar begitu ketus. Ada amarah yang membara di dalam hati Indira, amarah yang sudah lama tertahan. Seandainya saja Etnan tidak berulang kali menolak perasaannya, mungkin Indira tidak akan merasa sekesal ini. Bahkan, ia akan dengan senang hati menerima perhatian dari Etnan.
"Apa?" tanya David dengan suara meninggi, kepalanya terasa berdenyut karena kekecewaan. Wajahnya terlihat begitu menyeramkan setelah mendengarkan penuturan dari dokter terbaik di negeri ini. Rasa gusar mulai merayapi jantungnya saat menyadari bahwa istri pertamanya mungkin tidak akan segera bangun dari koma. Dokter itu nampak memegangi kedua tangannya, berusaha menyembunyikan rasa takut yang mulai melanda, apalagi di balik itu semua ada sebuah kebohongan yang harus ia jaga. Keadaannya menjadi semakin tidak menguntungkan, terjebak di antara David, seorang mafia yang terkenal akan kekejaman nya, dan tanggung jawab nya sebagai seorang dokter. "Iya, jadi Nyonya Keira sampai sekarang belum sadarkan diri. Alias koma, karena para agen intelijen yang Anda sewa untuk menginterogasi Nyonya Keira melakukannya dengan cara yang begitu kasar. Sehingga membuat luka trauma di hati Nyonya Keira bertambah, ditambah lagi, dengan fakta suaminya yang menikah lagi. Membuat hati Nyonya Keira yang terlu