David kini duduk di sebuah kursi, berusaha tenang saat menjalani prosesi ijab kabul. Meski dirinya harus menunggu dengan sabar sang mempelai wanita yang sekarang ini masih di rias. Mansion mewah yang biasanya sunyi, kini berubah ramai oleh kehadiran saksi dan tamu yang ia bayar. Semua demi menjaga rahasia pernikahannya dengan Dilara, yang wajahnya mirip Keira jika di-make up. Apalagi ijab kabul yang di lakukan David sekarang ini bersama dengan Dilara benar- benar dibuat tertutup. Bahkan Ibnu Mohen pun tidak di beritahu. "Bagaimana pun aku harus melakukan semua ini? Media, atau pers tidak ada yang boleh tahu perihal pernikahan ke duaku ini. Dan di depan publik, Dilara tetap harus berpura pura menjadi Keira," gumam David dalam hati, merasa terjebak dalam keadaan sulit. Sementara itu, Laras yang berdiri tidak jauh dari tempat David, menahan gejolak amarah yang menghampiri dirinya. Dalam hati, ia tak dapat menerima kenyataan pahit ini. "Seharusnya aku yang berada di sampingnya
Wajah Dilara bersemu merah seperti tomat ketika pria yang kini sudah sah menjadi suaminya mencium dahinya. Ntah kenapa Dilara merasa begitu bahagia, ketika akhirnya hubungan sandiwara nya dengan David benar-benar resmi dan dihalalkan. Ia tidak bisa menutupi rasa gugup yang menguasai dirinya, membuat tangannya berkeringat. Dalam hatinya ia merasa bahagia sekaligus tidak percaya, apakah ini benar-benar nyata? "Akhirnya, aku sudah menjadi istri yang sah bagi Tuan David yang terkenal akan kekayaan dan kekuasaan nya seantero jagat," gumam Dilara dalam hati.Bahkan kekayaan dan kekuasaan milik Tuan David jauh lebih besar dibandingkan dengan Mas Arman. Awalnya Dilara benar benar tidak menyangka, jika dia akan di nikahi oleh seorang penguasa. Dengan ragu, Dilara mendongakkan wajahnya untuk menatap pria yang kini sah menjadi suaminya. Kedua bola mata mereka saling beradu, dan sepertinya waktu seakan berhenti saat mereka terjebak dalam tatapan penuh cinta itu. Pak penghulu yang melantunk
Di dalam kamar pengantin, tepatnya di dalam kamar mewah milik David. Dilara terdiam duduk dengan wajah bingung, merenungkan apa yang harus ia lakukan dalam situasi ini. Sementara itu, David duduk di meja besar, di mana ia menjalankan pekerjaannya, berdekatan dengan Dilara. Tumpukan berkas di atas meja mengindikasikan jika itu adah tempat kerja dimana biasanya David melakukan pekerjaan di dalam kamarnya. Kebingungan saat ini juga ada di dalam pikiran David. Ia pun memutuskan untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan yang sebenarnya bisa ditangani nanti saja. "Sudah dua jam lebih kau tidak melakukan apa-apa, Dilara. Apakah hal itu tidak membuatmu bosan?" tanya David, mencoba untuk mengusik suasana hening. "Sa- saya bingung, Tuan," sahut Dilara dengan nada terbata. Hatinya merasa tidak tenteram, mencoba mencari jalan keluar dari kebingungan ini, tetapi seakan terjebak dalam dilema yang tak kunjung berakhir. "Sebentar lagi waktunya Devandra menyusu, lebih baik kau ganti kebayamu itu
"T-tapi Tuan, bukankah pernikahan ini hanya sebuah sandiwara? Dan kata Tuan David, bukankah tidak akan pernah memaksa ku untuk melakukan kewajiban sebagai seorang istri," protes Dilara dengan nada terbata.Walaupun wajah David sekarang ini menatapnya penuh lembut. Namun, ketakutan jelas terpancar diwajahnya. "Apakah sekarang ini aku memaksamu Dilara?" Pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David sungguh membuat Dilara merasa bingung untuk menjawabnya. Bahkan sekarang ini Dilara merasa ada sesuatu dalam dirinya yang kembali terbangkit, sesuatu yang telah lama tidak ia rasakan. "Mengapa aku merasa seperti ini? Apakah ini karena sudah lama tidak merasakan sentuhan seorang pria, ataukah ada perasaan yang lebih dalam untuk Tuan David?" batin Dilara, sambil berusaha meredam desakan nafasnya yang terengah-engah. "Jauhkan tanganmu itu dari wajah cantikmu itu Dilara! Aku ingin melakukan ini sembari menatap wajah cantikmu itu," ujar David kala melihat istrinya menutup wajahnya dengan
Setelah menutup telepon, Etnan yang masih dalam posisi polos tanpa sehelai benang terlihat berjalan ke arah walk in closet yang ada di dalam kamarnya. Tanpa memperdulikan perasaan dan juga keberadaan Indira. Etnan lalu keluar dari dalam walk in closet dengan setelah tuksedo kerjanya, dengan gerakan yang terlihat santai dan juga lihai, ia nampak menempelkan beberapa plester di wajahnya akibat cakaran tangannya sendiri. Lalu Etnan menggunakan sebuah alat yang mirip earpon, lalu dengan acuh ia berbicara panjang lebar dengan seseorang lewat earpon yang terpasang di telinganya. Indira yang sedari tadi diam seperti patung, sembari menahan amarah yang sudah berkobar didalam hatinya, akhirnya benar -benar sudah tidak tahan. "Etnan berani kau keluar dari kamar ini sebelum membuat komitmen dengan ku! Aku tidak akan segan segan untuk membuat perhitungan dengan mu," ancam Indira dengan suara yang terdengar penuh amarah. Etnan sebenarnya mendengar ucapan Indira, namun ia berpura -pura.
Dengan raut wajah yang terlihat begitu penasaran, David pun berjalan ke arah wanita yang terbaring di atas brangkar. Ia benar benar begitu penasaran dengan bagaimana rupa wanita itu. Ke dua bola mata David nampak membulat sempurna, bahkan ia memasang wajah terkejut. "Keira," panggil David dengan ekspresi wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Bahkan dengan gerakan perlahan namun pasti, David pun dengan reflek nampak memeluk tubuh wanita yang terbaring lemah itu begitu erat. "Keira, kenapa kamu baru muncul sekarang? Aku sangat merindukan mu! Sebenarnya selama ini kamu itu d ke mana?" Beberapa pertanyaan langsung mencelos begitu saja dari bibir David. Bahkan ia juga terlihat semakin memeluk istrinya itu semakin erat, guna melepas rindu yang selama ini menjalar di dalam hatinya.Jika biasanya wajah David seperti pangeran es, sekarang sungguh sangat jauh berbeda.Terlihat lebih hangat. Ada perasaan lega dan juga bahagia yang menyelimuti hati Etnan, kala melihat kerinduan yang mend
"Apakah Tuan David sangat memperdulikanku? Bukankah aku itu harusnya merasa beruntung? Kenapa tiba tiba hatiku terasa begitu bahagia?" gumam Dilara dalam hatinya, ia merasa begitu bingung dengan apa yang menimpanya sekarang ini. Para pelayan dan juga perawat yang saat ini nampak mengkrubungi Dilara nampak diam, bahkan mereka terlihat saling memandang satu sama lain, tidak ada yang berani untuk menjawab pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David. "Mengapa kalian semua diam saja?" seru David dengan nada suara meninggi, kemarahan terpancar di wajahnya. "Apa kalian tidak sadar betapa pentingnya Dilara untuk Devandra? Dia harus terus memberikan ASI-nya, tidak peduli apa yang terjadi padanya! Jangan biarkan apa pun yang buruk terjadi pada ibu susu bayi ku!" Tidak ada yang berani mengatakan sesuatu, hingga akhirnya seorang perawat yang merawat luka di tubuh Dilara ingin mencoba berbicara. Tapi sebelum ia sempat mengeluarkan kata-kata, Dilara sudah menghentikannya. "Saya tidak ap
David sendiri nampak memijit pelipisnya, ia sendiri bingung untuk mengambil keputusan. Karena, Indira bisa bekerja dan juga masuk ke dalam mansion mewah miliknya dengan memenuhi seleksi yang ketat. Sebenarnya sebelum menyetujui permintaan dari Indira, David ingin mencari tahu dulu. Apakah Indira itu berbohong perihal alasan untuk mengambil cuti atau tidak.Tapi mengingat banyak sekali permasalahan yang harus ia selesaikan sekarang, David memilih untuk langsung mempercayai apa yang Indira katakan. "Baiklah, jadi sekarang ini kau itu hamil Indira? Apakah ada bukti kongkret yang menunjukkan jika sekarang ini kau itu hamil? Dan ... Adakah foto calon suami mu?" Beberapa pertanyaan mencelos begitu saja dari bibir tampan David. Etnan sendiri malah memasang wajah syok dan juga terkejut, mati matian Etnan itu mengubah ekspresinya menjadi biasa saja. Namun, hal itu terasa begitu sulit, ia masih saja memandang wajah Indira yang pucat dan juga putus asa tanpa berkedip. "Ada," sahut Indira s
David sendiri nampak memijit pelipisnya, ia sendiri bingung untuk mengambil keputusan. Karena, Indira bisa bekerja dan juga masuk ke dalam mansion mewah miliknya dengan memenuhi seleksi yang ketat. Sebenarnya sebelum menyetujui permintaan dari Indira, David ingin mencari tahu dulu. Apakah Indira itu berbohong perihal alasan untuk mengambil cuti atau tidak.Tapi mengingat banyak sekali permasalahan yang harus ia selesaikan sekarang, David memilih untuk langsung mempercayai apa yang Indira katakan. "Baiklah, jadi sekarang ini kau itu hamil Indira? Apakah ada bukti kongkret yang menunjukkan jika sekarang ini kau itu hamil? Dan ... Adakah foto calon suami mu?" Beberapa pertanyaan mencelos begitu saja dari bibir tampan David. Etnan sendiri malah memasang wajah syok dan juga terkejut, mati matian Etnan itu mengubah ekspresinya menjadi biasa saja. Namun, hal itu terasa begitu sulit, ia masih saja memandang wajah Indira yang pucat dan juga putus asa tanpa berkedip. "Ada," sahut Indira s
"Apakah Tuan David sangat memperdulikanku? Bukankah aku itu harusnya merasa beruntung? Kenapa tiba tiba hatiku terasa begitu bahagia?" gumam Dilara dalam hatinya, ia merasa begitu bingung dengan apa yang menimpanya sekarang ini. Para pelayan dan juga perawat yang saat ini nampak mengkrubungi Dilara nampak diam, bahkan mereka terlihat saling memandang satu sama lain, tidak ada yang berani untuk menjawab pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David. "Mengapa kalian semua diam saja?" seru David dengan nada suara meninggi, kemarahan terpancar di wajahnya. "Apa kalian tidak sadar betapa pentingnya Dilara untuk Devandra? Dia harus terus memberikan ASI-nya, tidak peduli apa yang terjadi padanya! Jangan biarkan apa pun yang buruk terjadi pada ibu susu bayi ku!" Tidak ada yang berani mengatakan sesuatu, hingga akhirnya seorang perawat yang merawat luka di tubuh Dilara ingin mencoba berbicara. Tapi sebelum ia sempat mengeluarkan kata-kata, Dilara sudah menghentikannya. "Saya tidak ap
Dengan raut wajah yang terlihat begitu penasaran, David pun berjalan ke arah wanita yang terbaring di atas brangkar. Ia benar benar begitu penasaran dengan bagaimana rupa wanita itu. Ke dua bola mata David nampak membulat sempurna, bahkan ia memasang wajah terkejut. "Keira," panggil David dengan ekspresi wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Bahkan dengan gerakan perlahan namun pasti, David pun dengan reflek nampak memeluk tubuh wanita yang terbaring lemah itu begitu erat. "Keira, kenapa kamu baru muncul sekarang? Aku sangat merindukan mu! Sebenarnya selama ini kamu itu d ke mana?" Beberapa pertanyaan langsung mencelos begitu saja dari bibir David. Bahkan ia juga terlihat semakin memeluk istrinya itu semakin erat, guna melepas rindu yang selama ini menjalar di dalam hatinya.Jika biasanya wajah David seperti pangeran es, sekarang sungguh sangat jauh berbeda.Terlihat lebih hangat. Ada perasaan lega dan juga bahagia yang menyelimuti hati Etnan, kala melihat kerinduan yang mend
Setelah menutup telepon, Etnan yang masih dalam posisi polos tanpa sehelai benang terlihat berjalan ke arah walk in closet yang ada di dalam kamarnya. Tanpa memperdulikan perasaan dan juga keberadaan Indira. Etnan lalu keluar dari dalam walk in closet dengan setelah tuksedo kerjanya, dengan gerakan yang terlihat santai dan juga lihai, ia nampak menempelkan beberapa plester di wajahnya akibat cakaran tangannya sendiri. Lalu Etnan menggunakan sebuah alat yang mirip earpon, lalu dengan acuh ia berbicara panjang lebar dengan seseorang lewat earpon yang terpasang di telinganya. Indira yang sedari tadi diam seperti patung, sembari menahan amarah yang sudah berkobar didalam hatinya, akhirnya benar -benar sudah tidak tahan. "Etnan berani kau keluar dari kamar ini sebelum membuat komitmen dengan ku! Aku tidak akan segan segan untuk membuat perhitungan dengan mu," ancam Indira dengan suara yang terdengar penuh amarah. Etnan sebenarnya mendengar ucapan Indira, namun ia berpura -pura.
"T-tapi Tuan, bukankah pernikahan ini hanya sebuah sandiwara? Dan kata Tuan David, bukankah tidak akan pernah memaksa ku untuk melakukan kewajiban sebagai seorang istri," protes Dilara dengan nada terbata.Walaupun wajah David sekarang ini menatapnya penuh lembut. Namun, ketakutan jelas terpancar diwajahnya. "Apakah sekarang ini aku memaksamu Dilara?" Pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David sungguh membuat Dilara merasa bingung untuk menjawabnya. Bahkan sekarang ini Dilara merasa ada sesuatu dalam dirinya yang kembali terbangkit, sesuatu yang telah lama tidak ia rasakan. "Mengapa aku merasa seperti ini? Apakah ini karena sudah lama tidak merasakan sentuhan seorang pria, ataukah ada perasaan yang lebih dalam untuk Tuan David?" batin Dilara, sambil berusaha meredam desakan nafasnya yang terengah-engah. "Jauhkan tanganmu itu dari wajah cantikmu itu Dilara! Aku ingin melakukan ini sembari menatap wajah cantikmu itu," ujar David kala melihat istrinya menutup wajahnya dengan
Di dalam kamar pengantin, tepatnya di dalam kamar mewah milik David. Dilara terdiam duduk dengan wajah bingung, merenungkan apa yang harus ia lakukan dalam situasi ini. Sementara itu, David duduk di meja besar, di mana ia menjalankan pekerjaannya, berdekatan dengan Dilara. Tumpukan berkas di atas meja mengindikasikan jika itu adah tempat kerja dimana biasanya David melakukan pekerjaan di dalam kamarnya. Kebingungan saat ini juga ada di dalam pikiran David. Ia pun memutuskan untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan yang sebenarnya bisa ditangani nanti saja. "Sudah dua jam lebih kau tidak melakukan apa-apa, Dilara. Apakah hal itu tidak membuatmu bosan?" tanya David, mencoba untuk mengusik suasana hening. "Sa- saya bingung, Tuan," sahut Dilara dengan nada terbata. Hatinya merasa tidak tenteram, mencoba mencari jalan keluar dari kebingungan ini, tetapi seakan terjebak dalam dilema yang tak kunjung berakhir. "Sebentar lagi waktunya Devandra menyusu, lebih baik kau ganti kebayamu itu
Wajah Dilara bersemu merah seperti tomat ketika pria yang kini sudah sah menjadi suaminya mencium dahinya. Ntah kenapa Dilara merasa begitu bahagia, ketika akhirnya hubungan sandiwara nya dengan David benar-benar resmi dan dihalalkan. Ia tidak bisa menutupi rasa gugup yang menguasai dirinya, membuat tangannya berkeringat. Dalam hatinya ia merasa bahagia sekaligus tidak percaya, apakah ini benar-benar nyata? "Akhirnya, aku sudah menjadi istri yang sah bagi Tuan David yang terkenal akan kekayaan dan kekuasaan nya seantero jagat," gumam Dilara dalam hati.Bahkan kekayaan dan kekuasaan milik Tuan David jauh lebih besar dibandingkan dengan Mas Arman. Awalnya Dilara benar benar tidak menyangka, jika dia akan di nikahi oleh seorang penguasa. Dengan ragu, Dilara mendongakkan wajahnya untuk menatap pria yang kini sah menjadi suaminya. Kedua bola mata mereka saling beradu, dan sepertinya waktu seakan berhenti saat mereka terjebak dalam tatapan penuh cinta itu. Pak penghulu yang melantunk
David kini duduk di sebuah kursi, berusaha tenang saat menjalani prosesi ijab kabul. Meski dirinya harus menunggu dengan sabar sang mempelai wanita yang sekarang ini masih di rias. Mansion mewah yang biasanya sunyi, kini berubah ramai oleh kehadiran saksi dan tamu yang ia bayar. Semua demi menjaga rahasia pernikahannya dengan Dilara, yang wajahnya mirip Keira jika di-make up. Apalagi ijab kabul yang di lakukan David sekarang ini bersama dengan Dilara benar- benar dibuat tertutup. Bahkan Ibnu Mohen pun tidak di beritahu. "Bagaimana pun aku harus melakukan semua ini? Media, atau pers tidak ada yang boleh tahu perihal pernikahan ke duaku ini. Dan di depan publik, Dilara tetap harus berpura pura menjadi Keira," gumam David dalam hati, merasa terjebak dalam keadaan sulit. Sementara itu, Laras yang berdiri tidak jauh dari tempat David, menahan gejolak amarah yang menghampiri dirinya. Dalam hati, ia tak dapat menerima kenyataan pahit ini. "Seharusnya aku yang berada di sampingnya
Di sebuah ruangan kerja, terdapat David tersenyum simpul ketika rapat berlangsung, sesekali ia melirik asisten pribadinya yang tampak ikut gembira. "Sepertinya beberapa hari ini, Tuan David sedang dalam mood yang sangat baik!" ujar Etnan antusias, berusaha mengetahui penyebab kebahagiaan sang bos. "Iya, dan sebentar lagi aku juga akan melakukan ijab kabul," sahut David sambil terus melihat ke depan, seakan-akan menikmati perasaan bahagia yang melanda hatinya. David juga terlihat melihat ke arah bawah, dimana layar kecil CCTV nampak berada di tangannya. Senyuman Etnan pun pudar, bahkan ia nampak terdiam. Sudah beberapa hari ini David hanya diam, dan tidak pernah bercerita apapun perihal masalah pribadinya, padahal biasanya David mengatakan pada asisten pribadinya itu walaupun hanya sepatah kata saja. "Memangnya Tuan mau menikahi siapa?" tanya Etnan penasaran, ingin mengetahui lebih lanjut tentang perubahan besar dalam hidup sang bos. "Ibu susu Devandra. Bagaimana pun, Dev