Share

bab 6

last update Last Updated: 2025-02-21 16:00:40

"Ta, tapi, Nyonya…" Halda tampak ragu. Kekhawatiran jelas tergambar di wajahnya, namun sebelum sempat melanjutkan, Elena sudah lebih dulu menarik lengannya, menahan langkahnya agar tidak mundur.

"Aku bisa, Nyonya. Tapi… apakah tak masalah? Aku juga punya bayi yang masih butuh ASI," tanyanya pelan, seolah memastikan.

Wanita tua itu tersenyum lembut, matanya menyiratkan harapan yang besar. Ia menggeleng pelan.

"Tak masalah, yang terpenting cucuku mendapatkan ASI. Dia sudah seharian tak meminum apa pun," suaranya bergetar, menyiratkan kecemasan seorang nenek yang ketakutan kehilangan darah dagingnya.

Tanpa membuang waktu, wanita tua itu bangkit dengan antusias. Ia melambaikan tangan ke arah baby sitter yang menunggu di sudut ruangan. Dengan sigap, baby sitter itu membawa bayi kecil yang terbungkus selimut putih.

Elena menatap bayi mungil itu dengan perasaan campur aduk. Wajahnya begitu cantik, namun tampak layu. Kulitnya mulai menguning, pertanda ia benar-benar kekurangan asupan. Hatinya mencelos. Ia menoleh ke arah Halda, mencoba mencari kepastian.

"Setahuku, ukuran lambung bayi baru lahir hanya sebesar kelereng. Jadi, meskipun tak minum selama dua hari, seharusnya masih bisa bertahan," ucapnya lirih pada Elena

Namun, rasa iba tetap menyergap hatinya. Ia menggigit bibir, ragu. "Kamu yakin ini tidak akan mengganggu ASI untuk bayimu?"

Elena menghela napas, kemudian menggeleng. Dengan lembut, ia meraih tangan Halda, menepuknya pelan, memberikan keyakinan.

"Aku yakin. Tidak apa-apa, Halda."

*

"Kamu salah sangka, Sayang."

Suara Glen terdengar dingin dan berbahaya. Tangannya mencengkeram dagu Freya begitu kuat, membuat wanita itu meringis kesakitan.

Tatapan Glen dipenuhi api amarah. Matanya melotot tajam, napasnya memburu, dan rahangnya mengeras. Giginya bergesekan satu sama lain, menimbulkan suara samar yang membuat suasana semakin mencekam.

"Sudah kubilang, aku akan memastikan kamu aman selama tidak menyentuh Elena," bisiknya, namun intonasinya justru terdengar lebih mengancam daripada teriakan. "Tapi kenapa kamu justru mencelakai bayinya juga?"

Freya menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering. Dadanya naik turun dengan napas tersengal, bukan karena marah, melainkan karena ketakutan yang merayapi tubuhnya.

"Bukan… bukan begitu, Glen. Aku tidak pernah bermaksud mencelakainya," ujarnya terbata-bata. "Dia adikku, dan anak yang dikandungnya juga keponakanku. Mana mungkin aku…"

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, cengkeraman Glen semakin kuat.

"Kamu sudah melangkah terlalu jauh, Freya." Suaranya terdengar lebih rendah, lebih mengerikan. "Bahkan statusmu sebagai istriku pun tidak akan cukup untuk membuatku mengampunimu."

Dalam satu gerakan kasar, Glen mendorongnya hingga tersungkur ke lantai.

"Kalau sampai terjadi sesuatu pada bayi itu… aku pastikan kita bercerai!" Freya terdiam, tak mampu berkata-kata. Matanya membesar, shock mendengar ancaman itu.

Tanpa menoleh lagi, Glen meraih jasnya yang terlempar di atas ranjang, lalu melangkah keluar dengan tergesa-gesa.

Di luar pintu, Hana muncul membawa segelas teh hangat. Namun, saat melihat sorot mata Glen yang penuh amarah, tubuhnya menegang.

"Kak Glen…" ucapnya pelan, namun pria itu tak menggubris. Dengan tatapan tajam yang menusuk, Glen langsung berjalan melewatinya, meninggalkan suasana tegang di dalam kamar.

Hana menoleh ke dalam, melihat Freya yang terduduk lemas di lantai. Mata wanita itu basah, bahunya bergetar hebat.

Senyum sinis muncul di sudut bibir Hana. Ia tak berniat masuk ke dalam kamar Freya, justru mengangkat cangkir teh ke bibirnya, meniup permukaannya dengan tenang sebelum menyeruputnya pelan.

"Tak kusangka, statusmu begitu rendah di hadapan suamimu sendiri," ucapnya dingin, sebelum melangkah meninggalkan Freya dalam kehancuran.

Freya meraih ponselnya dengan tangan gemetar. Ia menekan nomor ibunya dengan cepat, berharap panggilannya segera diangkat. Napasnya tersengal, dan air mata mulai mengaburkan penglihatannya.

"Bu, pulanglah sekarang!" suaranya terdengar nyaris putus asa.

Di seberang sana, suara Rosa terdengar malas-malasan. "Aduh, Freya… Ibu lagi ada acara di keluarga Thomas. Tak mungkin ibu pergi begitu saja."

Siapa yang tak kenal keluarga Thomas? Mereka adalah pengusaha properti paling berpengaruh di Norland. Sebuah kehormatan besar bisa duduk bersama mereka dalam jamuan makan malam yang mewah seperti ini.

"Tapi, Bu… Glen mengancam menceraikanku!"

Terdengar isakan tertahan dari bibir Freya, membuat Rosa yang semula terdengar santai kini terdiam sejenak. Wajahnya menegang.

"Apa yang sudah kamu lakukan?" tanyanya, nada suaranya lebih dingin dari sebelumnya.

Freya menggigit bibirnya, berusaha menahan ketakutan yang menguar di dadanya. "Aku… aku hanya mentraktir Elena minum jus."

Rosa menegang. Jemarinya mencengkeram gaun mahal yang membalut tubuhnya, menahan amarah yang mulai berkecamuk.

"Kamu bodoh atau gila?" dengusnya tertahan, nyaris seperti bisikan tajam.

Freya terisak semakin keras. "Bu, aku tak tahu ini akan sejauh ini…"

"Tunggu saja sampai Ibu pulang. Jangan buat keadaan makin buruk!" Rosa memutus panggilan tanpa memberi Freya kesempatan berbicara lagi.

Ia menghela napas panjang, berusaha menekan rasa frustrasi yang mulai menjalari tubuhnya. Bagaimana mungkin putrinya bertindak seceroboh itu?

Di hadapannya, Jacob muncul membawa dua gelas wine merah, menyerahkannya satu kepadanya dengan senyum tenang.

"Siapa yang menelepon, sayang?" tanyanya santai, menyesap anggurnya.

Rosa menghela napas, berusaha menenangkan diri. Ia memasang senyum manis, meski pikirannya masih kalut. "Freya bilang dia kurang enak badan."

Jacob menatapnya sejenak, lalu mengangkat bahu. "Apa kita perlu pulang lebih awal?"

Rosa menggeleng cepat. "Tidak. Ini terlalu penting untuk ditinggalkan."

Bagaimana mungkin ia pergi sekarang? Tujuan utamanya datang ke jamuan makan malam ini belum tercapai.

Ia mengedarkan pandangan ke seluruh aula yang dipenuhi tamu dari kalangan elite. Namun, satu sosok yang ia cari tidak terlihat di mana pun.

"Aku tak melihat Nyonya Besar Reynand sama sekali sejak tadi," bisiknya pelan kepada Jacob.

"Kau belum dengar kabar?" Pria tua itu menoleh dengan ekspresi sedikit terkejut.

"Kabar apa?" Rosa mengerutkan kening.

Jacob menyesap winenya sebelum menjawab dengan nada serius. "Dia baru saja kehilangan menantunya. Mana mungkin hadir di acara ini?" Mata Rosa sedikit melebar. Jantungnya berdegup lebih cepat.

Kehilangan menantu?

Ia menatap Jacob, mencoba membaca lebih jauh. Jika menantunya meninggal, berarti…

Related chapters

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 7

    "Bodoh sekali kamu itu!" Rosa memegang keningnya dengan frustrasi. Seketika, kepalanya terasa pusing. Freya masih meringkuk di atas ranjang, matanya basah oleh air mata yang terus mengalir."Aku nggak nyangka kalau obatnya akan bereaksi seperti itu." Suara Freya terdengar gemetar, menahan tangis."Harusnya kamu bertanya dulu pada ibu sebelum melakukannya!" Rosa mendekat dengan ekspresi serius, tatapannya tajam. "Terus, kamu dapat obat itu dari mana?" Rosa mulai curiga dan menatap Freya dengan penuh tanya.Freya tetap terdiam, matanya menatap kosong. Dia memang sengaja membeli obat pelancar kontraksi secara ilegal dengan bantuan temannya yang bekerja di toko obat."Resep itu bisa jadi masalah besar kalau Glen tahu." Rosa kini menarik tangan Freya dengan kasar, wajahnya penuh ketegangan. "Kamu lupa bagaimana usaha ibumu supaya kamu bisa menikah dengan Glen? Ibu rela membayar pegawai hotel itu dengan harga tinggi supaya dia bisa membawa Glen dan membuatnya t

    Last Updated : 2025-02-21
  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 8

    Setelah acara krematorium selesai, William masih memegang guci berwarna biru laut dengan ukiran bunga matahari yang sangat indah. Guci yang berisi Abu jenazah Sarah, berputar lembut di dalam, seolah membawa kenangan dari masa lalu yang tak akan pernah kembali."Kamu sudah melihat anakmu? Dia sangat cantik. Kulitnya yang kemarin menguning sudah mulai normal. Selain karena sinar bilirubin, ibu juga sudah menemukan pendonor ASI untuknya," kata Widya dengan lembut, mencoba memberi penghiburan. William hanya diam, matanya kosong, mengarahkan pandangannya ke luar jendela."Aku hanya melihatnya sebentar," jawab William pelan. Sebuah kebohongan. Bahkan, dia hanya berhenti di depan halaman rumah sakit tanpa berani masuk ke dalamnya. Dia belum siap menerima kenyataan bahwa putrinya, yang kini tak pernah mengenal ibunya, harus tumbuh tanpa Sarah."Ibu memberinya nama Angel," lanjut Widya, menatap putranya yang masih terdiam. William menoleh, mata yang biasany

    Last Updated : 2025-02-21
  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 9

    "Waktunya menyusui, Nona Angel." Seorang perawat datang memberitahu Elena. Elena yang paham langsung bangkit dan memberi kode pada Halda untuk segera pergi."Kembalilah besok pagi. Aku akan baik-baik saja di sini." Halda, yang melihat Elena cukup yakin, akhirnya mengangguk dan menurutinya. Lagi pula, ada urusan penting malam ini, jadi dia setuju untuk mengikuti permintaan Elena. Sementara itu, Elena melangkah masuk ke ruang khusus menyusui.Tak lama setelah itu, seorang perawat lain datang menggendong seorang bayi mungil dengan selimut pink yang tampak mahal."Suster, kenapa aku merasa sakit ketika dia menyusu?" Elena bertanya sambil menahan rasa sakit saat bibir mungil Angel menyentuh dadanya. Perawat muda itu tersenyum dan menjelaskan."Karena dia belum terbiasa, langit-langit mulut bayi kadang masih kasar pada awalnya," jawab suster tersebut. Elena hanya mengangguk seolah paham, meskipun rasa sakit itu masih terasa. Di sisi lain, dia melihat Angel. Mat

    Last Updated : 2025-02-22
  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 10

    Elena masih menatap lekat-lekat nominal pada cek di tangannya. Jumlahnya begitu besar, nyaris sulit dipercaya. Wanita tua itu benar-benar kaya raya.Suara derit pintu kamar membuatnya tersadar. Tanpa menoleh, ia melirik sekilas ke arah pintu dan mendapati sosok pria yang masuk dengan beberapa kantong belanjaan di tangannya. Dengan sigap, Elena segera menyelipkan cek itu ke dalam kantong mantelnya."Kamu benar-benar lebih suka melihatku sengsara, Kak." Ucapnya dengan nada setengah menyindir.Ia masih kesal dengan Glen. Pria itu sama sekali tak menggubris maksudnya saat mereka berbicara tadi siang. Bahkan sekarang, Glen datang tanpa mengganti pakaian, sepertinya benar-benar tak pulang ke rumah."Aku selalu konsisten dengan ucapanku." Glen menjawab singkat, lalu meletakkan kantong-kantong belanjaan itu ke atas meja.Tatapannya menyipit saat menyadari sesuatu. Di atas meja, sudah tersaji berbagai macam makanan dengan bran

    Last Updated : 2025-02-22
  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 11

    Elena duduk di tepi ranjang rumah sakit. Di sampingnya, Glen berdiri diam. Tatapannya lekat, penuh dengan emosi yang sulit diartikan. Elena tahu pria itu ingin mengatakan sesuatu, tapi ia lebih memilih diam."Glen, aku mohon padamu, jangan semakin mempersulitku saat ini." Suara Elena lirih, penuh kepenatan.Glen tetap tak bergeming. Matanya menyusuri wajah Elena yang lelah. Seberapapun keras Elena berusaha mengusirnya, Glen tak akan pergi."Kamu tak bertanya tentang kabar ayahmu?" tanyanya pelan.Elena mendengar pertanyaan itu, tapi sengaja mengabaikannya. Jacob, ayahnya. Ia memang merindukan sosok tua itu, tetapi setiap kali mengingat amarah dan kekecewaan yang terpancar dari matanya terakhir kali mereka bertemu, Elena mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh."Dia mungkin belum tahu. Kecuali ada yang memberitahunya, tapi aku yakin itu tak akan terjadi," lanjut Glen dengan nada samar.Dia mengulas senyum tipis, lalu tanpa izin mendeka

    Last Updated : 2025-02-22
  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 1

    “Siapa lelaki yang menghamilimu, Elena?” tanya Tuan Jacob dengan wajah memerah menahan amarah. Elena hanya menunduk dalam, meskipun demikian dia masih bisa melihat alas kaki dari orang-orang yang tengah berkumpul di ruang tamu saat ini.“Kamu masih tak mau jujur? Sungguh berniat menjadi jalang?” Kini teriakan itu semakin keras. Tuan Jacob membanting gelas kaca yang dia bawa, suaranya menggema dan membuat keheningan di ruangan itu semakin mencekam.“Ayah....” Suara Freya terdengar lembut, dia berdiri dan mendekati lelaki tua yang duduk tegang di sana. “Jangan terlalu keras, ingatlah bahwa tekanan darahmu cukup tinggi.” Bersamaan dengan itu, Elena melirik pria yang duduk di sebelah kursi Freya. Dia hanya bisa menghela napas saat melihat wajah dingin itu menatapnya tanpa ekspresi.“Seharusnya kau banyak belajar dari kakakmu ini. Dia tak sekalipun membuat ulah dan justru membuat keluarga Martin bangga.”Elena memilih untuk tidak menangis. Dia sudah tahu bahwa ayahnya lebih memanjakan Frey

    Last Updated : 2025-01-30
  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 2

    Suara Glen dan Freya menggema di kamar mewah itu. Sudah hampir dini hari, dan Freya merasa seolah waktu berjalan begitu cepat. Dia mendapati suaminya, yang tiba-tiba berubah ganas, mencumbunya dengan cara yang berbeda dari biasanya.“Kamu puas sekarang?” tanya Glen dengan mata dingin, seolah pertanyaan itu tidak lebih dari sekadar formalitas. Freya hanya bisa mengangguk, matanya menatap dalam pada sosok yang bahkan tak mau menatapnya.Ini pertama kalinya, setelah hampir dua tahun menikah, Glen mau berhubungan layaknya pasangan suami istri. Tapi, Freya tahu, itu tidaklah cukup.Setelah itu, Glen langsung bangkit dan berjalan menuju kamar mandi, tanpa menghiraukan Freya yang masih terbaring lemas di tempat tidur. Suara shower yang menyemprot keras menggusar suasana, menggambarkan penyesalan yang semakin mendalam, meski Glen enggan mengakuinya.“Sialan…” bisik Glen, meninju udara seperti mencari pelampiasan atas kekesalannya.Freya hanya diam, menatap tubuhnya yang masih terbaring lemas

    Last Updated : 2025-01-30
  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 3

    “Aku akan segera kembali. Jangan lupa minum vitaminmu!” Halda mengingatkan sebelum melesat pergi dengan mobilnya. Elena mengangguk, menatap mobil itu menjauh hingga menghilang dari pandangan. Begitu Halda pergi, dia menutup pintu dengan cepat dan menghela napas lega.Rumah kecil ini terletak di pinggiran kota, jauh dari hiruk-pikuk dan perhatian keluarganya. Dibeli diam-diam beberapa tahun lalu, rumah ini adalah tempat perlindungannya. Dari dulu, Elena memang ingin melarikan diri dari tekanan keluarga.“Pasti ada yang ketinggalan,” gumam Elena saat melangkah ke arah kamar. Namun, ketukan keras di pintu membuatnya berhenti dan berbalik.“Dasar Halda, pasti ada barangmu yang tertinggal,” Elena mendekati pintu sambil menggerutu. Namun, saat pintu terbuka, tubuhnya mendadak kaku.Sosok di hadapannya membuat napasnya tertahan.“Kau tidak menyuruh tamumu masuk?” suara dingin itu terdengar begitu familiar, menusuk telinga dan perasaannya. Tanpa menunggu undangan Elena, pria itu melangkah mas

    Last Updated : 2025-01-30

Latest chapter

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 11

    Elena duduk di tepi ranjang rumah sakit. Di sampingnya, Glen berdiri diam. Tatapannya lekat, penuh dengan emosi yang sulit diartikan. Elena tahu pria itu ingin mengatakan sesuatu, tapi ia lebih memilih diam."Glen, aku mohon padamu, jangan semakin mempersulitku saat ini." Suara Elena lirih, penuh kepenatan.Glen tetap tak bergeming. Matanya menyusuri wajah Elena yang lelah. Seberapapun keras Elena berusaha mengusirnya, Glen tak akan pergi."Kamu tak bertanya tentang kabar ayahmu?" tanyanya pelan.Elena mendengar pertanyaan itu, tapi sengaja mengabaikannya. Jacob, ayahnya. Ia memang merindukan sosok tua itu, tetapi setiap kali mengingat amarah dan kekecewaan yang terpancar dari matanya terakhir kali mereka bertemu, Elena mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh."Dia mungkin belum tahu. Kecuali ada yang memberitahunya, tapi aku yakin itu tak akan terjadi," lanjut Glen dengan nada samar.Dia mengulas senyum tipis, lalu tanpa izin mendeka

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 10

    Elena masih menatap lekat-lekat nominal pada cek di tangannya. Jumlahnya begitu besar, nyaris sulit dipercaya. Wanita tua itu benar-benar kaya raya.Suara derit pintu kamar membuatnya tersadar. Tanpa menoleh, ia melirik sekilas ke arah pintu dan mendapati sosok pria yang masuk dengan beberapa kantong belanjaan di tangannya. Dengan sigap, Elena segera menyelipkan cek itu ke dalam kantong mantelnya."Kamu benar-benar lebih suka melihatku sengsara, Kak." Ucapnya dengan nada setengah menyindir.Ia masih kesal dengan Glen. Pria itu sama sekali tak menggubris maksudnya saat mereka berbicara tadi siang. Bahkan sekarang, Glen datang tanpa mengganti pakaian, sepertinya benar-benar tak pulang ke rumah."Aku selalu konsisten dengan ucapanku." Glen menjawab singkat, lalu meletakkan kantong-kantong belanjaan itu ke atas meja.Tatapannya menyipit saat menyadari sesuatu. Di atas meja, sudah tersaji berbagai macam makanan dengan bran

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 9

    "Waktunya menyusui, Nona Angel." Seorang perawat datang memberitahu Elena. Elena yang paham langsung bangkit dan memberi kode pada Halda untuk segera pergi."Kembalilah besok pagi. Aku akan baik-baik saja di sini." Halda, yang melihat Elena cukup yakin, akhirnya mengangguk dan menurutinya. Lagi pula, ada urusan penting malam ini, jadi dia setuju untuk mengikuti permintaan Elena. Sementara itu, Elena melangkah masuk ke ruang khusus menyusui.Tak lama setelah itu, seorang perawat lain datang menggendong seorang bayi mungil dengan selimut pink yang tampak mahal."Suster, kenapa aku merasa sakit ketika dia menyusu?" Elena bertanya sambil menahan rasa sakit saat bibir mungil Angel menyentuh dadanya. Perawat muda itu tersenyum dan menjelaskan."Karena dia belum terbiasa, langit-langit mulut bayi kadang masih kasar pada awalnya," jawab suster tersebut. Elena hanya mengangguk seolah paham, meskipun rasa sakit itu masih terasa. Di sisi lain, dia melihat Angel. Mat

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 8

    Setelah acara krematorium selesai, William masih memegang guci berwarna biru laut dengan ukiran bunga matahari yang sangat indah. Guci yang berisi Abu jenazah Sarah, berputar lembut di dalam, seolah membawa kenangan dari masa lalu yang tak akan pernah kembali."Kamu sudah melihat anakmu? Dia sangat cantik. Kulitnya yang kemarin menguning sudah mulai normal. Selain karena sinar bilirubin, ibu juga sudah menemukan pendonor ASI untuknya," kata Widya dengan lembut, mencoba memberi penghiburan. William hanya diam, matanya kosong, mengarahkan pandangannya ke luar jendela."Aku hanya melihatnya sebentar," jawab William pelan. Sebuah kebohongan. Bahkan, dia hanya berhenti di depan halaman rumah sakit tanpa berani masuk ke dalamnya. Dia belum siap menerima kenyataan bahwa putrinya, yang kini tak pernah mengenal ibunya, harus tumbuh tanpa Sarah."Ibu memberinya nama Angel," lanjut Widya, menatap putranya yang masih terdiam. William menoleh, mata yang biasany

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 7

    "Bodoh sekali kamu itu!" Rosa memegang keningnya dengan frustrasi. Seketika, kepalanya terasa pusing. Freya masih meringkuk di atas ranjang, matanya basah oleh air mata yang terus mengalir."Aku nggak nyangka kalau obatnya akan bereaksi seperti itu." Suara Freya terdengar gemetar, menahan tangis."Harusnya kamu bertanya dulu pada ibu sebelum melakukannya!" Rosa mendekat dengan ekspresi serius, tatapannya tajam. "Terus, kamu dapat obat itu dari mana?" Rosa mulai curiga dan menatap Freya dengan penuh tanya.Freya tetap terdiam, matanya menatap kosong. Dia memang sengaja membeli obat pelancar kontraksi secara ilegal dengan bantuan temannya yang bekerja di toko obat."Resep itu bisa jadi masalah besar kalau Glen tahu." Rosa kini menarik tangan Freya dengan kasar, wajahnya penuh ketegangan. "Kamu lupa bagaimana usaha ibumu supaya kamu bisa menikah dengan Glen? Ibu rela membayar pegawai hotel itu dengan harga tinggi supaya dia bisa membawa Glen dan membuatnya t

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 6

    "Ta, tapi, Nyonya…" Halda tampak ragu. Kekhawatiran jelas tergambar di wajahnya, namun sebelum sempat melanjutkan, Elena sudah lebih dulu menarik lengannya, menahan langkahnya agar tidak mundur."Aku bisa, Nyonya. Tapi… apakah tak masalah? Aku juga punya bayi yang masih butuh ASI," tanyanya pelan, seolah memastikan.Wanita tua itu tersenyum lembut, matanya menyiratkan harapan yang besar. Ia menggeleng pelan."Tak masalah, yang terpenting cucuku mendapatkan ASI. Dia sudah seharian tak meminum apa pun," suaranya bergetar, menyiratkan kecemasan seorang nenek yang ketakutan kehilangan darah dagingnya.Tanpa membuang waktu, wanita tua itu bangkit dengan antusias. Ia melambaikan tangan ke arah baby sitter yang menunggu di sudut ruangan. Dengan sigap, baby sitter itu membawa bayi kecil yang terbungkus selimut putih.Elena menatap bayi mungil itu dengan perasaan campur aduk. Wajahnya begitu cantik, namun tampak layu. Kulitnya mulai menguning, pertanda ia b

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 5

    “Kamu yakin tak apa sendirian?” Halda kembali bertanya, masih terdengar khawatir. Sejak Elena bercerita bahwa Glen mengunjunginya, rasa cemas Halda semakin meluap.“Tenang saja. Glen tidak akan menyakitiku.” Elena tersenyum seolah ingin memastikan Halda bahwa dia akan baik-baik saja meskipun pergi sendirian. Hari ini adalah jadwal pemeriksaan di dokter kandungan. Masuk ke trimester akhir, dan dia ingin memastikan bahwa janinnya sehat dan berkembang dengan baik.Halda menghela napas, lalu tanpa banyak bicara, ia melaju dengan mobilnya ke kantor. Sementara itu, Elena berjalan masuk ke dalam gedung rumah sakit untuk mengambil nomor antrian di poli obgyn.“Berangkat lebih awal pun tetap saja dapat antrian ke-40?” Elena mengerutkan dahi, merasa heran. Belum puas dengan keadaannya, ia memutuskan untuk menyebrang ke kafe yang ada di dekat rumah sakit. Kafe tersebut sudah buka, dan Elena ingin menunggu sambil membeli camilan.Namun, saat ia baru saja akan memasuki kafe, suara yang dikenal mema

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 4

    “Kenapa sih, Freya?” Rosa memandang putrinya yang tampak masam sejak pulang dari salon.“Ibu, kenapa mengundang Hana ke sini? Ibu tahu kan, aku tidak suka dia!” Nada suara Freya penuh dengan kekesalan yang tertahan.Rosa menghela napas panjang, menatap anak perempuannya dengan sabar. “Bagaimanapun, dia sepupumu, Freya.”“Aku justru malu mengakui anak yatim miskin itu sebagai sepupuku.” Freya menyandarkan tubuhnya di kursi, kedua tangannya melipat di depan dada dengan ekspresi tak senang.“Freya, jaga ucapanmu. Dia adalah keponakan Ibu, dan Ibu masih bertanggung jawab padanya.” Rosa berbicara dengan nada tegas, meski ada sedikit kekecewaan yang tak bisa ia sembunyikan.Freya mendengus pelan. Baginya, keberadaan Hana di rumah ini hanyalah gangguan. Hana adalah keponakan Rosa yang selama ini tinggal di panti asuhan. Namun, usianya yang sudah menginjak 17 tahun memaksanya keluar dari sana. Untung saja, Rosa, sang bibi kaya ini bersedia menampungnya untuk sementara waktu.“Dia akan mulai k

  • Ibu Susu Bayi CEO   bab 3

    “Aku akan segera kembali. Jangan lupa minum vitaminmu!” Halda mengingatkan sebelum melesat pergi dengan mobilnya. Elena mengangguk, menatap mobil itu menjauh hingga menghilang dari pandangan. Begitu Halda pergi, dia menutup pintu dengan cepat dan menghela napas lega.Rumah kecil ini terletak di pinggiran kota, jauh dari hiruk-pikuk dan perhatian keluarganya. Dibeli diam-diam beberapa tahun lalu, rumah ini adalah tempat perlindungannya. Dari dulu, Elena memang ingin melarikan diri dari tekanan keluarga.“Pasti ada yang ketinggalan,” gumam Elena saat melangkah ke arah kamar. Namun, ketukan keras di pintu membuatnya berhenti dan berbalik.“Dasar Halda, pasti ada barangmu yang tertinggal,” Elena mendekati pintu sambil menggerutu. Namun, saat pintu terbuka, tubuhnya mendadak kaku.Sosok di hadapannya membuat napasnya tertahan.“Kau tidak menyuruh tamumu masuk?” suara dingin itu terdengar begitu familiar, menusuk telinga dan perasaannya. Tanpa menunggu undangan Elena, pria itu melangkah mas

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status