Sang dokter tertawa. Ternyata, dia bercanda.
Hanya saja, gara-gara konsultasi tadi, Lela dan Bara masih canggung, bahkan saling diam selama perjalanan pulang. Syukurlah tadi Lela sudah diajari stimulasi oleh dokter sehingga kini Baby Dam bisa tidur nyenyak dengan perut kenyang. Akan tetapi, mereka berdua tak sengaja bertemu di dapur saat Lela sedang makan! "Ehem..." deham Bara menormalkan suara, "Kita perlu bicara." "Di--di mana, Pak?" tanya Lela berusaha menelan makanannya dengan susah payah. "Di kamar Baby Dam, saya mau Bi Tati juga dengar." "Baik Pak," balas Lela, meski bingung. Segera dia berusaha menghabiskan makannya meski agak sulit karena konsentrasinya terpecah saat memperhatikan Bara yang mengambil air minum di dekatnya. Jujur, suasananya sangat canggung, sampai Lela rasanya mau pingsan saja, biar bisa kabur. "Oke. Setelah kamu makan, langsung naik." Lela tersentak kaget dari lamunannya, tapi ia lalu mengangguk dan menatap kepergian Bosnya dengan perasaan khawatir. Kira-kira apa yang ingin dibicarakan bosnya itu padanya? Terlebih, begitu tiba di kamar Baby Dam, Bara terlihat frustasi. "Masalah stimulasi asi yang dijelaskan dokter tadi, kita buat kesepakatan lagi," ujar pria itu membuka percakapan. "Maksudnya, Pak?" "Ada alatnya agar tidak bersentuhan langsung," balas Bara cepat, "Tapi, harus ada yang membantu induksinya." Segera, pria itu menjelaskan informasi yang ditangkapnya dari sang dokter. Sama seperti Lela, Bi Tati yang ada di situ tampak terkejut kala mendengar penjelasan Bara. Namun, dia berusaha mengerti dan bersedia menjadi saksi Bara akan membantu menstrimulasi asinya langsung dari Lela--agar tidak terjadi apa-apa. Walau Bi Tati merasa akan jadi seperti obat nyamuk, tapi itu permintaan kedua orang penting bagi Baby Dam yang disayanginya. Jadi, akan ditahannya. Jadi, di sinilah, keduanya sembari disaksikan Bi Tati. Bara sendiri menatap Lela dengan ragu. Tubuhnya maju bersamaan dengan tangan kanannya. "Buka!" perintah Bara. "Buka apa?" tanya Lela bingung. Bukannya menjawab, Bara malah gelagapan. Sampai akhirnya Lela menahan tangan Bara yang hampir menempelkan alat pijat laktasi padanya. "Tunggu, Pak! Biar saya saja," ujarnya. "Hem... kata dokter...." Bara seketika kebingungan. Biasanya public speakingnya bagus. Meski dosen killer, ia sering mendengar pendapat caranya menjelaskan mata kuliah dari mahasiswa kalau penjelasannya mudah dipahami. Ke mana kemampuannya itu? "Pak. Saya akan lakukan sendiri saja!" sela Lela tiba-tiba, "i-itu... 'Kan ada Bi Tati yang bisa bantu saya." "Lagipula, rasanya tidak pantas jika Anda yang melakukannya. Lebih baik, kita mencari alternatif lain, meski prosesnya lama, saya bersedia." Mendengar itu, Bara sedikit terkejut. Namun, ia langsung mundur dan menyerahkan alat itu pada Lela. Meski ekspresinya kaku seperti biasa, ia jelas sangat malu. Telinganya bahkan memerah. "Oke, lakukan. Tapi jangan sampe anak saya kelaparan!" tegas pria itu sebelum pergi. Bi Tati sendiri merasa heran dengan itu. Tuannya tidak pernah seperti itu sebelumnya, apa yang terjadi? Untungnya, setelah itu, Lela berhasil melakukan stimulasi pada payudaranya sendiri dengan alat yang diberkan Bara. Meski awalnya tidak mengerti cara pakainya, tetapi berkat tutorial di medsos ia bisa memakainya dengan baik. Baby Dam juga terlihat menikmati asinya lagi seperti biasa. Lela merasa lega dan mulai mengasihinya dengan nyaman. Hanya saja, Bara lagi-lagi datang ke kamar Baby Dam saat Lela memberikan asi! "Pak?!" pekik Lela kaget. Ia langsung berbalik, menenangkan Baby Dam yang terusik tidurnya. Tapi anehnya, Bara tidak ikut berbalik, seperti biasanya. Pria itu justru menunjukkan bahwa ia tak terpengaruh sama sekali. "Saya udah bilang kan, saya gak tertarik sama kamu. Gak usah Geer," ucapnya pedas. "Maaf Pak, tapi sebaiknya ketuk pintu dulu, saya kaget," protes Lela tidak nyaman. Sedari dulu, ia memang berusaha untuk tidak membantah guru atau dosennya. Terlebih Bara bukan cuma dosen biasa, melainkan atasannya juga. Tapi, insiden yang mereka alami dengan cara konyol, sepertinya membuat Lela kehilangan prinsipnya itu. Untung, dia berhasil mengingatkan dirinya sendiri. "Ck! Saya mau nagih revisian, seperti yang disepakati. Segera kirim ke email saya." "Revisi?" beo Lela tanpa sadar. "Iya. kamu udah kerjain, kan?" "I--iya Pak," balas Lela, pada akhirnya. Meski demikian, gadis itu baru ingat jika revisiannya belum ia perbaiki secara detail seperti yang Bara arahkan. Jangan-jangan, Bara akan memarahinya, atau ia akan menyuruhnya mengulang semester? Kalau itu terjadi, Lela akan seperti Kakak Tingkatnya yang menjadi mahasiswa abadi..... Apa yang harus Lela lakukan?! "Ya Allah, aku mau lulus...." batinnya sembari melangkah menuju ruang kerja Bara.jan lupa ulasan di novel ini yes≧﹏≦
"Kamu belum revisi ini, kan?" Lela mengangguk. "Belum semua, Pak." Bara menatap hasil revisian Lela yang masih seberantakan sebelumnya. "Lela, saya tau kamu sibuk dengan anak saya, tapi apa kamu mau minta simpati saya karena kamu yang mengurusnya? Kamu pikir dengan itu saya akan menoleransi segala kesalahan kamu?" ucapnya pedas. "Enggak Pak, saya tau saya salah. Tapi beri waktu saya lagi, semalam saja untuk merevisi lagi." "Kamu kira saya akan menyetujui itu?" Lela menggeleng lagi, tetapi kali ini ia diam tanpa meminta keringanan waktu. Ia tau bahwa permohonannya hanya akan terbuang sia-sia. Bara tetaplah Bara yang disiplin dan tidak bisa menoleransi kesalahan sekecil apapun. "Kalau gitu, saya tunggu sejam dari sekarang," putus Bara. Ia menyerahkan laptopnya dan langsung menyuruh Lela merevisi skripsi itu di laptopnya. Tanpa pikir panjang, Lela langsung merevisinya. Saking fokusnya, ia sampai tidak menyadari kalau ia masih ada di ruangan sang dosen. Meski begitu, usa
"Astagah!!!" Dika ikut kaget saat Bara kaget. Ia tahu Bara sedang melamun, tetapi ia tak pernah melihat Bosnya kaget sampai seperti itu. "Ma--maaf, Bos. Tadi saya sudah mengetuk pintu tapi Anda sepertinya sedang serius," ujar Dika, takut bosnya marah. Bara berdeham, lalu mengangguk. "Ada apa?" "Ini draft Tim Perencana yang tadi pagi Anda minta," jawab Dika menyerahkan file tersebut. Bara pun menerimanya dan melihat perencanaan yang mereka susun. Lalu ia mengangguk, merasa cukup dengan file tersebut. Namun, moodnya turun setelah mendengar ucapan Dika selanjutnya, "Oh ya, Pak. Untuk acara makan malam dengan Nona Cantika, jadi kan? Saya disuruh Tuan Besar untuk menanyakan kepastiannya." Ck! Ayahnya terus menjadwalkannya untuk bertemu dengan anak perempuan kolega bisnisnya. "Bilang sama Papa, saya agak gak enak badan. Saya ingin pulang dan langsung istirahat." "Baik, Pak," balas Dika sebelum akhirnya pamit pergi. Bara menyenderkan badannya di kursi. Ia ingin istirahat saja se
Mendengar ucapan asal Alex, Bara menggelengkan kepala. "Jaga ucapan lo ya, Tokek! Gue sama sekali gak fokus sama dianya, gue justru bingung sama diri gue sendiri yang tertarik sama dia!" "Oke-oke, jadi lo gak terima dengan perasaan itu?" Bara mengangguk, "Lo bayangin aja, masa gue suka sama dia?" umpatnya. Saking frustasinya, dosen galak itu pun minum banyak wine sampai Alex kualahan menghentikannya. Pria itu sampai meminta wanita penghibur yang dipesannya untuk pergi! Sepertinya, Bara benar-benar galau. Tapi jujur, baru kali ini ia melihat Bara bertanya soal permasalahan yang mudah tapi ia seolah terus menyangkal. Bara tak mungkin tak tau kalau ia sedang tertarik dengan seorang wanita secara khusus, tetapi berusaha menyangkalnya dengan keras. Coba bayangkan dua botol wine dihabiskannya, sampai mabuk? "Udah cukup, anjir! Lu udah mabok!" ucap Alex, menghentikannya. Sahabat Bara itu langsung meminta pelayan night club memindahkan semua gelas dan botol alkohol di mejanya dan m
Sayangnya, Bara tak bisa berkonsentrasi karena alkohol! Melihat itu, Alex menghela napas dan membawanya pulang ke mansion mewah milik ayah Damian itu. Maka, ketika pulang, pegawai di mansion sudah tertidur, kecuali satu orang. Lela! Dan gadis itu sangat takut melihat Bara yang pulang dipapah oleh temannya. Terlebih, bau alkohol menguar dari keduanya. Gadis polos itu sampai bengong. Bara yamg biasanya bersikap dingin dengan wajah datar, sekarang tersenyum teler. "Hai!" Suara teman Bara menyadarkan Lela dari lamunan. "Hai!" balasnya, "Anu... Pak Bara kenapa ya?" Jujur, dia sedikit khawatir. Namun, pria yang memapah Bara itu tak menjawab hanya senyum menatapnya. Tanpa basa-basi, ia kemudian masuk ke ruang tamu dan menidurkan Bara di sofa yang ada di sana. "Gak apa-apa, Bara cuma mabuk. Kamu baru pertama liat orang mabuk?" Lela sontak mengangguk polos, ia juga agak was-was dengan Alex. Meski wajahnya tampan, dia terlihat memakai pakaian seperti bad boy. Jaket kulit,
"Ehmm..." Lela merasakan dekapan yang sangat erat di sekeliling tubuhnya. Ini pertama kalinya semenjak ia remaja merasakan pelukan yang seperti ini. Rasanya seperti tali yang mengikat, tapi tali itu terlalu besar dan hangat. Teksturnya tidak keras, tapi tidak lembek juga. Asing dan aneh, tapi kok nyaman? Ingin mencari tahu, Lela perlahan mulai membuka mata. Namun, pemandangan di depannya membuat gadis itu hampir menjerit! Ada Bara di sampingnya yang masih tidur dan memeluk Lela dengan hangat. Hah? Panik, Lela pun mencoba melepaskan tangan pria itu dari tubuhnya. Untung, tak sesulit kemarin, sehingga dia bisa menjauh. Hanya saja.... "Aaaaaaa!" Bugh! Lela gagal untuk tidak berteriak saat melihat Bi Tati yang sedang menggendong Baby Dam. Saking paniknya, Lela bahkan terjatuh ke atas karpet dan lupa kalau teriakannya itu tipe yang menggelegar. Semua penghuni mansion seketika kaget. Bahkan, Bara sampai terbangun dari tidurnya! "Kenapa kalian di sini?" tanya pria itu, ta
Setelah mengetik pesan itu, Bara hendak mengirimnya. Akan tetapi, pria itu ingat, ia tak boleh melakukannya! Terlebih, kata-kata Greg dan istrinya yang kebetulan merupakan dokter anak, mendadak terngiang di kepala Bara. "Perpisahan antara kamu dan Riri sebenarnya merupakan sebuah keputusan yang beresiko pada anak, terutama bayi yang baru lahir. Timingnya gak pas." "Damien perlu sosok ibu yang bisa menjadi sandarannya." Kala itu, Bara tidak mengelak. Dia yang terkenal gengsian, bahkan sudah sampai memohon pada Riri agar tetap bertahan selama 2 tahun ke depan. Tapi, dia bisa berbuat apa jika Riri malah mengancam bunuh diri kalau tidak diceraikan? Wanita itu sudah tak sabar bersatu dengan pria idamannya yang mampu membuatnya tidak merasa sepi! "Hah...." Tanpa sadar, Bara menghela napas. Dan kini, Damien sepertinya sudah bersandar pada Lela. Sepertinya, Bara harus menoleransi mahasiswinya kali ini. [Ok] balasnya singkat pada Lela. Dipijitnya kening yang mendadak terasa pen
Bukan hanya Bara yang frustasi. Lela pun sama. Setelah bimbingan yang cukup lancar itu, gadis itu terkejut mendengar Baby Damian yang terus saja menangis entah karena apa. Apakah Baby Dam sudah dikasih asi? Sudah! Saat dipompa tadi, asi-nya keluar stabil. Pakaiannya bersih. Popoknya juga baru. Lela menghela napas. Ia terus menimang dan berusaha menenangkan Baby Dam--mengabaikan pinggangnya yang mulai pegal sekali tanda-tanda haid. Ceklek! Tiba-tiba pintu kamar terbuka. "Ada apa lagi nih?" tanya Bara melihat anaknya yang terus menangis. Lela menyadari pakaian dosen sekaligus atasannya itu sudah rapi, sepertinya hendak berangkat kerja. "Saya juga tidak tahu, Pak," jawab Lela lemas, sembari terus menggendong Baby Dam. "Coba lihat mana asinya?" Lela pun menunjukkan botol Asi yang ia pompa sebelum memberi asi pada baby Dam. Namun tanpa diduga, Bara malah mencicipi Asi itu dengan santai--tidak memperhatikan bagaimana reaksi Lela yang terkejut dan malu! Apakah Bara memang tida
Tak terasa, mereka pun tiba di tempat tujuan yang dimaksud Bara.Namun, Lela tiba-tiba merasa bingung, apalagi saat melihat tempat yang dikunjungi adalah Mall terbesar di Ibukota.Ia pernah ke sana tetapi hanya jalan-jalan menemani temannya shopping. Lalu, ada yang aneh dengan tempat parkir ini...."Kenapa bengong?" tanya Bara sembari melepas sabuk pengamannya."Gak apa-apa, tapi... bukannya kita parkir dulu, Pak?" tanya Lela.Ia bingung karena mereka berhenti tepat di depan pintu masuk utama Mall. Sementara itu tidak ada yang menegur mereka, Satpamnya malah terlihat mendekati Bara dengan senyuman."Satpam yang parkirin," jawabnya, "kita pake valet."Bara langsung keluar lalu melemparkan kuncinya pada Satpam itu. Mereka terlihat sudah akrab, sementara itu ia kaget ketika tiba-tiba seorang Satpam lain membukakan pintu untuknya."Silahkan, Nyonya," ucapnya pada Lela."Hah?"Melihat Lela bingung, Satpam itu juga merasa bingung.Sementara itu Bara tiba-tiba datang dan mengambil alih Baby
"Aku udah bilang sama Blenda, tapi aku gak nyngka kalo sejauh itu pemikiran dia." "Gimana?" tanya Lela. Bara menghela napas, "Dia malah dukung aku buat cerita ke yang lain." Lela terkejut, "Hah, serius?!" Bara mengangguk, lalu berkata kalau ia akan melakukan janji temu dengan teman-temannya. Ia tak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut, bahkan memperngaruhi bisnisnya. Ia pun membuat janji dengan teman-temannya karena perbedaan tempat dan banyak yang harus mereka kerjakan jadi sulit untuk menemukan waktu yang tepat.Alhasil, mereka memutuskan untuk video call. Namun mereka juga sudah dibriefing oleh Bara untuk tidak merecord semua yang mereka bicarakan hari itu. Bara percaya pada teman-temannya bahwa mereka bukan tipe teman-teman yang suka Cepu, apalagi ini tentang Greg yang menjadi alasan mereka video call malam ini."Jadi, gue cuma mau bilang. Gue harap kalian jaga rahasia kita. Kemarin kalian nyalahin gue tentang Greg, tapi gak ada yang bener-bener tahu apa yang sebenarn
"Hallo, Nda." "Hallo, Bar. Kenapa?" "Gue mau minta pendapat lo, tentang temen-temen gue sama Greg. Masalahnya, gue sekarang jadi dimusuhin sama circle gue gegara kasus suami lo. Gimana nih?" "Mau lo apa?" tanya Blenda santai. "Ya gue mau cerita ke mereka." "Cerita aja," jawab Blenda santai. "Loh?" "Iya, cerita aja biar lo gak disalahin sama mereka." "Lo gak papa?" tanya Bara memastikan. "Ya nggak papa, emang gue kenapa? Gue kan sengaja bioin dia sengsara sekalian karena udah mengkhianati kepercayaan gue. Gue udah bilang sama lu kan, kalau gua juga pengen dia ngerasain hancur, sehancur-hancurnya. Terus apa masalahnya?" "Gue kira lu gak terima kalo gue cerita ke mereka." "Serius, gue gak masalah." "Gue justru terbantu dengan itu. Lo cerita ke mereka, sehingga temen-temen lo pada berpihak ke lo. Setelah itu Greg bener-bener ditinggal sama semua teman-temannya, terus enggak ada tempat bersandar, endingnya? Dia bakal balik ke gue, mohon-mohon dan itu tujuan gue." B
Bara masih memikirkan apa yang dikatakan Ryan kemarin. Ryan memang tinggal di Jepang karena istrinya orang Jepang dan keduanya bekerja di sana. Sementara itu Bara dan Ryan sengaja janjian. Awalnya obrolan ringan, tapi lama-lama mereka membahas tentang Greg yang sudah mendekam di penjara. Melihat Bara yang terdiam sedari tadi, membuat Lela bingung. "Kenapa lagi sih?" tanyanya lembut. Bara menoleh ke arah istrinya. Mereka sedang di restoran Jepang yang halal dan makan beberapa menu yang enak. "Kenapa?" tanya Lela lagi. Suaminya seolah nge-lag, membuatnya curiga. Sambil menyuapi Damien, ia mengamati wajah serius suaminya. Baby Alesha di samping Bara, tetapi sedang tidur. Awalnya ada di gendongan Bara sebelum tidur. Baby Alesha tipe bayi yang jarang mau minum susu langsung dari sumbernya, jadi itu ringan bagi Lela yang bisa ditinggal-tinggal dan tidak terlalu nempel. "Gak papa, cuman... kemarin abis ketemu Ryan bahas soal Greg." "Oh, gimana?" tanya Lela. Bara
"Lu tega banget sama Greg, Bro." Bara mengeryitkan alisnya, "Maksud lo?" "Gue gak tau apa latarbelakang lo ngelakuin ini, tapi Greg sahabat kita juga dan pernah bantu lo, kenapa lo tega banget sama dia?" Bara menghela napas melihat ocehan Ryan, sahabat yang paling dekat dengan Greg. "Lo kira gue pingin jeblosin dia ke penjara? Gue pingin semuanya damai, tapi dia yang gak mau diajak kompromi dan 'main media'. Apa yang bisa gue lakuin biar bikin dia berhenti selain ini, apa lo punya solusi lain?!" tegas Bara membalikan semua pembelaan Ryan padanya. "Gue..." Ryan tak bisa berkata-kata, membuat Bara hanya bisa menghela napas. "Bahkan setelah semua ini, dia dan keluarganya fitnah gue dan istri gue. Apa yang buat mereka berhenti selain mengalahkan mereka di pengadilan? Gue ngelakuin ini juga bulan tanpa kompromi, gue udah berusaha bujug untuk pake cara damai. Lo kira kalo dia mau diajak damai, dia bakal mendekam di penjara? Kagak!" "... tapi kenapa sih kita tuh semua sahabat,
Dokter Greg yang biasanya menjadi idola fansnya, kini berbalik menjadi bahan rujakan. Bahkan ia yang selalu menjadi rujukan ketika ada persoalan kesehatan, atau penjelasan tentang dunia medis, ternyata memiliki noda yang membuat para netizen dari skeptis padanya. Meskipun masih banyak juga yang membelanya karena terlanjur ngefans atau terlanjur percaya padanya, sehingga alasan apapun yang diberikan oleh Greg, masih ada yang percaya. Ya bagaimana lagi, dunia ini juga diisi dengan orang-orang yang random. Kita tidak tahu kapasitas seorang berpikir seperti apa. Kadang lebih banyak orang yang tidak bertumpu pada etika dan moral, lalu memilih untuk mendukung mereka yang melakukan kesalahan. Bahkan keterangan dari Bara tentang Greg tidak digubris. Fans Greg sampai menghujat akun media sosial Bara yang memenjarakan idola mereka. Padahal Bara juga sudah membuat konferensi pers sampai membuat pernyataan di salah satu platform berita. Akan tetapi itu tidak akan berarti kalau sudah benci.
"Saya tidak bertanggungjawab atas imajinasi para mahasiswa yang memberi keterangan itu. Saya sudah menjelaskannya kalau saya dan istri saya belum memiliki hubungan khusus sebelum istri saya lulus. Kami muai saling tau perasaan masing-masing saat kontraknya hampir habis. Bisa dibilang 4 bulan setelah dia wisuda, kami makin dekat." "Tapi keterangan di media sosial, informasi yang kami dapat lebih banyak mendominasi soal hubungan terlarang." Bara mengangguk santai. "Informaai buruk tentang orang lain adalah makanan yang lebih enak kan? Maksudnya, lebih banyak yang suka sehingga gampang naik. Itu strategi bisnis atau rahasianya konten viral." "Oke...." Pembawa Berita terlihat kehilangan kata-kata dan berpikir sejenak. "Baik, kalo diperhatikan lagi... rentang waktunya tepat seperti yang Anda ceitakan. Jadi Nyonya Raniero lulus, lalu kalian dekat 4 bulan kemudian. Lanjut kalian menikah sebulan kemudian, Nyonya Raniero mengandung, hingga melahirkan, dan kalian baru melakukan resep
Lela jadi khawatir, apa yang sebenarnya terjadi. Sementara itu tiba-tiba Hani menelponnya dengan heboh. "La! Lo harus tau!" ujarnya tanpa salam atau sapa. "Iya iya, tau apa?" Lela juga ikut gemas dengan Hani, yang kalau cerita selalu heboh dulu baru menceritakan inti dari informasi yang ingin ia sampaikan. "Jadi teman kampus kita banyak yang speak up or lebih tepatnya nyebar hoax." "Hoax apa, jangan ngadi-adi lo," balas Lela. Pasalnya Hani kalau ngomong suka asal. "Ini tentang elu sama Pak Bara. Mereka bilang kalau lu caper sama dia. Lu jadi sugar baby Pak Bara, katanya lo hamil duluan dan sering ngelakuin itu sama Pak Bara waktu masih kuliah." Lela pun menghela nafas. "Ya, kalau yang hamil duluan. Emang iya, bener. Tapi kalau yang aku jadi sugar baby-nya Pak Bara itu nggak bener. Keterlaluan banget mereka fitnah kami. Kenapa sih orang-orang pada kayak gitu?" balas Lela kesal. "Ya nggak tau, gua juga nggak paham. Palingan iri, apalagi." Lela terkekeh mendengarnya. "Dih,
Lela menghela napas setelah Baby Alesha benar-benar tidur, tetapi ia bingung saat melihat Arum gelisah. "Arum, kenapa mojok di situ?" tanya Lela bercanda. Arum langsung kaget dan tertawa garing. "Hehe, enggak Nyah. Aku cuma..." "Kenapa?" Lela merasa Arum banyak pikiran. Sepertinya ia harus membiarkan Arum untuk istirahat terlebih dahulu. "Rum, keknya kamu cuma butuh istirahat deh," ujar Lela. Arum pun menggeleng, "Enggak, Nyah." "Ya udah kamu lebih baik istirahat aja dulu. Soalnya dari kemarin kan sibuk terus, belum istirahat penuh." Lela melihat kegundahan di wajah Arum, jadi ia berkata lagi. "Tenang aja, nanti aku minta pelayan yang lain kalau aku butuh sesuatu." Arum pun merasa lega, dan segera pamit. "Kalau begitu saya pamit dulu ya Nyah," ujarnya agak canggung. Lela pun mengangguk dan melihat kepergian Arum dengan khawatir. "Apa yang terjadi padanya?" Perasaan Lela jadi tidak enak, kemudian membuka dan melihat CCTV yang ada di Mansion-Jakarta. Ia
Lela terpesona dengan bangunan-bangunan yang ada di sana. Memang tak jauh beda dari mansion yang ada di Jakarta, tapi yang ini lebih nyata karena benar-benar konsep seperti di negara asal. Konsep Mansion yang di Jakarta memang mengambil konsep dari Amerika, makanya Lela tak terlalu kagt karena hampir sama. Kalau dipikir-pikir suaminya terlalu kaya, ia punya properti dimana pun. Sebenarnya ia juga punya properti pemberian Bara, tapi ia mengira bahwa itu masih punya suaminya juga. Jadi ia memantau sekedarnya saja. Bara ingin memberinya restoran dan beberapa usaha lainnya, agar Lela tidak terlalu bosan dalam menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. IIa selalu mengharapkan untuk hidup dengan nyaman di sisinya. Ia tidak ingin Lela tertekan atau merasa terpaksa menjadi seorang istri dan ibu, dengan melepas kehidupannya sebelum menikah. Bara pun mengantar Lela untuk istirahat dan gantian menggendong Baby Alesha yang sudah tidur untuk dipindahkan ke keranjang ba