Bara menghela napas melihat kedatangan sang ayah, entah kenapa ayahnya masih di Jakarta dan mengganggu pekerjaannya. "Apa yang membuat Pak Hendra ke sini dan memotong meeting kami?" tanyanya menekan kata 'Pak Hendra' padanya. Hendra pun mendekat dengan tongkatnya, ia berjalan dengan anggun selayaknya orang yang berkuasa. "Saya hanya ingin mengonfirmasi apa yang disampaikan Pak Budi, bahwa itu benar." "Pak, maksudnya apa?" tanya Bara mulai curiga dengan persekongkolan itu. "Semua itu terjadi karena ada sebab akibat, kalau bisa memanfaatkan kedekatan kamu sama Dena yang memiliki banyak fans, kenapa tidak? Lagipula kamu tahu kan bagaimana psikologisnya orang yang sudah sangat ngefans dengan seseorang? Mereka akan menganggap semua yang dilakukan oleh idolanya adalah benar, jadi kamu tahu kan apa yang akan terjadi?"Bara menahan diri untuk tidak emosi pada saat itu juga, ia membiarkan ayahnya mengoceh sampai batas tertentu."Apa yang dikonsumsi idolanya, yang berhubungan dengan i
Kaca ruang rapat langsung diubah menjadi buram tatkala semua karyawan pemasaran keluar tadi, sehingga para karyawan tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. "Njirlah, keknya Pak Bos sama Bokapnya jadi berantem deh." "Ini semua gegara ide Pak Maneger gak sih?" "Ya kan emang ide itu mantul juga, semua tim juga setuju termasuk Pak Direktur." "Iya sih, tapi kenapa situasinya gak ngenakin gini." "Agak ruwet sih karena sepertinya Pak Bos masih di bawahnya Pak Hendra." "Betul, feeling gue sih bakal ikut idenya Pak Hendra." "Sejauh ini, beliau masih di atas." "Dan mungkin betul kenapa Pak Direktur sama Pak Manager seyakin itu, karena ada backing Pak Hendra. Setelah Pak Hendra masuk, Pak Bara langsung gak ngungkit ini ke mereka berdua kan?" "Jelas kalo itu mah..." "Pak Manager dan Pak Direktur kan bawahan setianya Pak Hendra, jadi taulah arahnya kemana." "Terus kenapa sih Pak Bos punya prinsip gak mau kena skandal bahkan sama calon tunangannya sendiri?" "Ada gosip yang
Tok Tok Tok!Lela mengetuk pintu ruang kerja Bara yang ada di rumah."Pak!" panggil Lela. Ia baru saja mendengar kalau Bara sedang di rumah hari Minggu itu, dan ada di ruang kerjanya yang sekaligus menjadi perpustakaan pribadi."Ya, masuk aja, La!" ujar Bara mempersilahkan Lela. Kemudian Bara duduk di sofa santai dan mempersilahkan Lela untuk duduk di seberangnya. Tanpa kata, Lela pun duduk dengan canggung. Ia baru pertama kali ke ruangan itu, padahal Ia sudah hampir 2 tahun di Mansion itu."Ada apa, La?" tanya Bara.Lela agak ragu, tetapi ia berusaha menenangkan diri dan berkata, "Anu... itu Pak, jadi ... kemarin setelah Bapak dan Pak Hendra keluar dari ruang rapat, teman-teman di divisi saya tanya tentang hubungan kita."Bara terkejut, agak PD tapi ia berusaha rasional apa yang ingin lela bahas."Maksudnya, waktu itu ada yang melihat saya dan Pak Hendra bicara secara pribadi di kantin. Jadi ada yang curiga kalau saya punya hubungan khusus dengan Pak Bara. Saya berpikir untuk menj
"Jangan-jangan Buaya!" tekan Bara pelan. "Paaaak!" teriak Lela takut. Ia spontan memeluk Bara, sementara itu Bahy Dam malah memanggil-manggilnya. "Mama!" "Pak gimana ini? Saya gak mau dimakan Buaya!" Lela sampai terlihat hampir menangis, ia tak bisa membayangkan kalau ia dimakan Buaya. Apalagi baru-baru ini ia membaca berita ada seorang wanita yang hampir dimakan Buaya dan mengalami patah tulang dengan kulit yang terkoyak. "Huuuuu Paaak, gimana ini?!" rengek Lela mencengkeram pinggang Bara. Sementara itu Bara merasa sesak saking kencangnya Lela memeluknya, untung Baby Dam ia angkat agar Lela tidak memeluknya juga, kalau tidak bisa kegencet. "Tenang, La...." "Tenang... tenang gimana?! Kita mau mati!" potong Lela saking khawatirnya. Hal itu membuat Bara tak bisa menahan lagi dan, "Bwahahahaha!" Tiba-tiba Bara tertawa di tengah ketegangan Lela, ia kemudian melihat dua Bapak yang bertugas hanya terkikik. Lela pun mendongak, melihat Bara malah tertawa. Ia baru sad
"Haha! Mana ada Bos sebaik itu kalo emang gak suka sama lo, La? Lo polos jangan dipelihara, gue jadi kesian ama lo!" jawab Hani di telpon. Ia kembali ke Kabupaten tempat ia lahir, lalu bekerja di sana sambil mengurus ibunya yang sakit. Jujur saja, Lela selalu kagum pada gadis bermulut kereta itu. Meski blak-blakan, ia adalah gadis yang lembut hatinya. "Ya kan gue juga gak masuk ke tipenya dia. Orang-orang di deket dia aja udah kayak turun dari kayangan, beda kasta," cerita Lela sambil melipat pakaian. "Masa sih?" "Iya..." "Eh tapi nyambung sih, CEO perusahaan gede." "Hem." "Btw, lo belum ngasih tau gue nama perusahaannya apa," ujar Hani tiba-tiba. "Em... belum siap." "Gue kepoin ah!" "Terserah," ujar Lela. Sayangnya Lela lupa kalau Hani ini semacam intel yang mudah tau segalanya. Tepat saat Lela istirahat, Hani menelpon dan menyapamya dengan heboh. "La! Lo serius mau boongin gue sejauh ini? Tega banget lo, masa lo nyembunyiin hal kaya gini ke gue. Mau sampe
Hani benar-benar menelpon Lela di malam harinya."La!" sapanya heboh."Iya iya! Lo mau nagih gue kan tentang tadi siang.""Tuh tau, cepetan cerita!" Lela pun menceritakan dari awal sampai akhir dan terkejut kalau secara tidak langsung Lela sudah bekerja dengan Bara sejak sebelum lulus.Namun Lela tidak menceritakan tentang Ibu Asi, ia hanya menceritakan kalau ia jadi pengasuh anaknya. Selain karena kontrak tentang Ibu Asi sangat rahasia, Lela juga tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Hani klau tau kebenarannya. Hani bisa marah dan menuntut Bara, setidaknya ia akan beli tiket ke Jakarta dan menghampiri Bara. Sebenarnya Lela merasa beruntung mendapatkan sahabat sebaik Hani, hanya saja terkadang merepotkan saat tidak terkendali."Anjay! Jadi beneran lu yang selama ini digosipin! Gue jadi merasa gagal jadi intel tau, gegara gak ngenalin temen gue sendiri," gerutu Hani setelah mendengar ceritanya."Haha, berarti kali ini gue menang dalam penyamaran kan?""Haha! Iya, ih!"Mereka
Tidak sulit bagi Bara untuk akting di depan semua orang untuk menjadi tunangan Dena, tetapi ia tak bisa menafikkan kalau ia merasa bersalah pada perasaannya sendiri. Ia memang tak yakin apakah Lela memiliki perasaan yang sama dengannya atau tidak, tapi Lela pasti taunya ia sudah bertunangan dengan Dena. Jika Lela memiliki perasaan yang sama, Lela akan mundur perlahan. Bahkan Lela terlihat senyum-senyum saja ketika teman-temannya bergosip tentang hubungan Bara dengan Dena. Kenapa ia tau? Itu karena Bara sempat singgah di devisi marketing dan menunggu Manager selesai merevisi data penjualan. Ia mendengarkannya dan duduk bilik yang kosong di samping para penggosip. "Mereka cocok sih, no debat!" ujar salah satu dari mereka memperlihatkan gosip di i*******m. "Iya njir! Iri banget sama Dena, gak kebanting sama cowok-cowok idaman." "Ya jelaslah, dia juga cewek bervalue kali." "Menurut lo gimana, La?" tanya salah satu dari mereka tiba-tiba. Lela bingung, tetapi lewat singgungan it
Lela diseret keluar oleh Dika dengan terburu-buru. Sampai di meja Dika dan Bella, ia malah memberikan Lela es boba. "Makasih, Kak. Aku pamit ke ruangan ya, mau solat juga." "Oh ya, em... bentar 10 menit." Kebetulan Bella sedang makan siang jadi tidak ada orang selain mereka di sana. "Saya tau kamu sakit hati liat mereka kan? Maaf yah nyeret kamu sampe segitunya, takut kamu semakin sedih." Lela terkekeh, "Enggak kok, gak papa. Emang saya yang gak peka, makasih udah menyelamatkan saya." "Apa dah!" "Hehe... soalnya saya shock aja, setau saya Pak Bara suka judes sama Mbak Dena. Tapi ternyata dia berbalik suka," ujar Lela senang. Dika jadi bingung, ia kira Lela akan sedih. "Btw, kamu gak sakit hati liat mereka." "Sakit hati gimana?" Dika terkejut, "Mereka mau bertunangan, dan...." Lela segera menghentikan Dika dengan tangannya, ia jadi inhat dengan kata-kata beberapa orang sebelumnya. "Maksud Kak Dika aku cemburu?" "Enggak ya?" Sebelum menjawab Lela menghela
Lela mengalihkan embicaraan agar Bara tidak fokus pada itu. "Aku ngantuk dan capek, tidur di kamar yuk! Katanya mau ngecas energi?" Ia langsung berdiri dan merentangkan tangan minta dipeluk. Bara pun tak membahas apa yang ia tanyakan tadi pada istrinya, dan segera menyambut pelukannya. Namun, sebelum itu ia meminta Bi Tati untuk memindahkan Damien ke kamarnya. Apartemen itu ada 1 kamar utama, dua kamar ukuran sedang untuk Baby Alesha juga Damien sendiri-sendiri, dan untuk pembantu satu kamar tapi dua ranjang, ukurannya juga luas. Bara dan Lela masuk kamar dengan bahagia, saking rindunya sampai melupakan anaknya. Untung mereka kaya dan ada yang bisa diperintah, kalau tidak, parah sih. ••• Paginya, Bara dan Lela ke rumah sakit untuk mengunjungi Hendra lagi. Kali ini mereka membawa serta anak-anak, karena ada Bara juga. Namun sebelum mereka masuk, mereka mendengar teriakan Eva. "Mas, padahal tinggal bilang dengan baik-baik kok, kenapa harus pake bahasa yang kasar?!" ke
Sudah dua pekan Lela di Bandung, tiba-tiba Bara menelpon di jam kerjanya. Biasnaya ia akan mengambil waktu istirahat untuk telpon. "Kenapa sih?" tanya Lela pada suaminya di video call. Namun sepertinya Bara sedang di Mansion, terlihat backgrounnya kamar Damien. "Nih, Damien nangis pingin ketemu Mama katanya," ujar Bara. Kamera pun disorot ke Damien yang sedang menangis, ia terlihat sangat sedih. Lela jadi ketularan sedih dan langsung menghela napas. "Ya Allah Sayangku, kenapa nangis?" tanyanya lembut. "Pingin ikuuuuut," jawab Damien dengan isak tangisnya. Sementata itu Baby Alesha menyembul di balik hijab Lela, ia baru selesai menyusu dan melihat ke arah kamera. "Nih, diliatin Dedek Alesha. Masa Abang gak malu?" ujar Lela. Damien pun mengusap air matanya, ia memang anak yang cukup gengsian. Apalagi sejak Alesha lahir, Damien berperan menjadi kakak jagoan yang selalu melindungi adiknya. Bahkan setiap teman-teman Bara atau Lela datang menbawa anak-anak mereka, Damien
Lela tersenyum masuk ruangan rawat inap Hendra bersama suaminya. Bahkan sedari tadi, Bara terus merangkulnya sampai susah masuk di pintu masuk karena Bara yang besar. "Assalamualaikum, Papi, Mama!" sapa Lela pada mertuanya. Eva pun tersenyum dan langsung berdiri. Lihatlah, ia anggun sekali seperti Ratu Inggris yang penuh etiket. Pakaiannya juga sangat sopan meski tidak berhijab, ia sangat rapih dan berkelas. "Waalaikumsalam, Sayang." "Gimana kabarnya, Papi sekarang?" tanya Bara. "Loh katanya Bara mau balik ke Jakarta?" tanya Eva setelah menyalami dan memeluk Lela. "Iya, ini abis dari sini langsung balik ke Jakarta." Eva mengangguk-angguk, "Papi kamu udah mulai membaik, tinggal pemulihan. Tapi Mama mau Papi kamu dirawat dulu sampai bisa jalan," ujarnya. "Takut banget kalo ada apa-apa nanti, masalahnya kan Nyonya Yun... eh Mami lagi sakit juga, abis tenggelam di kolam waktu di Bali." Lela terkejut, "Loh terus gimana sekarang?" "Udah baik katanya. Dia kayaknya mau
Hendra terkena stroke dan dirawat di rumah sakit di Bandung. Maka, dalam keadaan itu Bara datang mengunjungi ayahnya dan melihat ayahnya tidak bisa bicara dengan baik. Sayangnya, Bara tidak bisa menjaga ayahnya karena harus bekerja. Kakak-kakaknya juga tak bisa datang karena sudah sibuk dengan pekerjaan dan keluarga mereka di luar negeri. Melihat situasi itu, Lela minta izin pada Bara untuk ikut merawat Ayah mertuanya dan tinggal di sekitar rumah sakit. Awalnya Bara tidak mengizinkannya karena ia khawatir pada Lela yang masih harus bersama dengan Baby Alesha. Akan tetapi, Lela berhasil meyakinkan suaminya dan meyakinkannya bahwa itu adalah baktinya yang harus ia sampaikan kepada mertuanya. Ia berkata pada Bara. "Mas, selama ini aku nggak 100% nyalahin sikap Papi sama aku. Sikapnya itu sangat wajar, karena dia hanyalah orang tua. Umumnya orang tua ya selalu ingin yang terbaik untuk anaknya dan aku mungkin gak masuk pada kriteria dia waktu itu. Wajar buat dia untuk berkomentar
Hal yang Lela khawatirkan adalah fakta bahwa ayahnya sudah keluar dari penjara saat ia pulang ke Jakarta. "Kenapa, Sayang?" tanya Bara lembut. "Aku pingin kamu lakuin satu hal." "Apa itu?" tanya Bara khawatir dengan sorot mata istrinya yang penuh ketakutan. "Itu..." Lela berat mengatakannya. "Lindungi Ibu dan adik-adikku. Tolong ya..." Bara berpikir sejenak, "Itu pasti, tapi kenapa?" "Bapakku udah keluar dari penjara, setidaknya tepat kita sampai di Jakarta." Bara terkejut, itu benar. Ayah mertuanya yang kriminal itu harusnya akan keluar dalam hitungan hari. "Aku akan kirim orang untuk melindungi mereka, kamu jangan khawatir. Kalo bisa, aku akan pindahkan mereka. Oke?" "Atau... Biarin ibu dan adik-adik tinggal sebentar di mansion, sebelum kita pindahkan mereka ke tempat lain." Bara pun merasa itu ide yang bagus. "Boleh. Akan aku urus semuanya." "Makasih, Mas." "Apapun buat kamu, Sayang." Lela pun lega mendengarnya, bagaimanapun ayahnya belum tentu jera sete
Bara selesai menggarap urusan di Jepang lebih cepat dari biasanya, ia sudah menyerahkan kasus yang ia alami kemarin pada teman-temannya yang lain. Tentu saja itu dengan bayaran yang sepadan. Namun sebelum Bara dan timnya benar-benar menangkap Dinda, Dinda sendiri sudah menyerah duluan. Mudah untuk ditebak sih, karena Dinda memang tidak punya backing yang kuat. Ia melakukan drama itu dengan model nekat, tanpa berpikir panjang. Dan yang lebih parahnya lagi, muncul berita bahwa Dinda keguguran gara-gara stress. Blenda sendiri yang memberitahu Bara dan teman-temannya. Itu karena Dinda pergi ke kliniknya dan diurus di sana, tempat yang dulu juga tempat kerja Dinda. Di situlah Dinda seolah menerima karmanya lebih cepat dari yang orang kira. Pada akhirnya, Dinda harus menerima semua bantuan yang dilakukan oleh Blenda padanya. Padahal Blenda hanya brrsikap profesional sebagai seorang dokter. Sementara netizen yang heboh pun langsung kecewa, karena ternyata dramanya tidak seru.
Awalnya Bara dan teman-temannya memang ingin diam saja, ketika Dinda membuat drama di media sosial dan viral. Namun, itu berubah ketika Dena memberitahu mereka kalau sebenarnya Dinda juga menyewa buzzer untuk terus membuat opini bahwa semua kejadian itu mengarah pada Greg, yang terzolimi oleh Bara dan Lela.Sementara itu, fans garis keras dari Greg mulai mengopinikan dan mendukung pernyataan-pernyataan yang mengarah pada Bara dan Lela itu. Bahkan sampai ada yang memberikan statement bahwa Bara adalah mafia yang melatarbelakangi semua terjadinya kasus lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Bara. Hal itu juga menjadi semakin parah dan mempengaruhi bisnis Bara. Sehingga Hendra ikut nimbrung dengan mengomeli anaknya karena kasus ini, membuat bisnis mereka menurun.Maka Bara pun tidak bisa berdiam diri. Ia kemudian memberikan keterangan di media sosialnya beruba video yang sangat tegas pada siapapun yang membuat konten drama itu. "Selamat Pagi, semuanya! Saya sedang berada d
"Aku udah bilang sama Blenda, tapi aku gak nyngka kalo sejauh itu pemikiran dia." "Gimana?" tanya Lela. Bara menghela napas, "Dia malah dukung aku buat cerita ke yang lain." Lela terkejut, "Hah, serius?!" Bara mengangguk, lalu berkata kalau ia akan melakukan janji temu dengan teman-temannya. Ia tak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut, bahkan memperngaruhi bisnisnya. Ia pun membuat janji dengan teman-temannya karena perbedaan tempat dan banyak yang harus mereka kerjakan jadi sulit untuk menemukan waktu yang tepat. Alhasil, mereka memutuskan untuk video call. Namun mereka juga sudah dibriefing oleh Bara untuk tidak merecord semua yang mereka bicarakan hari itu. Bara percaya pada teman-temannya bahwa mereka bukan tipe teman-teman yang suka Cepu, apalagi ini tentang Greg yang menjadi alasan mereka video call malam ini. "Jadi, gue cuma mau bilang. Gue harap kalian jaga rahasia kita. Kemarin kalian nyalahin gue tentang Greg, tapi gak ada yang bener-bener tahu apa yang seb
"Hallo, Nda." "Hallo, Bar. Kenapa?" "Gue mau minta pendapat lo, tentang temen-temen gue sama Greg. Masalahnya, gue sekarang jadi dimusuhin sama circle gue gegara kasus suami lo. Gimana nih?" "Mau lo apa?" tanya Blenda santai. "Ya gue mau cerita ke mereka." "Cerita aja," jawab Blenda santai. "Loh?" "Iya, cerita aja biar lo gak disalahin sama mereka." "Lo gak papa?" tanya Bara memastikan. "Ya nggak papa, emang gue kenapa? Gue kan sengaja bioin dia sengsara sekalian karena udah mengkhianati kepercayaan gue. Gue udah bilang sama lu kan, kalau gua juga pengen dia ngerasain hancur, sehancur-hancurnya. Terus apa masalahnya?" "Gue kira lu gak terima kalo gue cerita ke mereka." "Serius, gue gak masalah." "Gue justru terbantu dengan itu. Lo cerita ke mereka, sehingga temen-temen lo pada berpihak ke lo. Setelah itu Greg bener-bener ditinggal sama semua teman-temannya, terus enggak ada tempat bersandar, endingnya? Dia bakal balik ke gue, mohon-mohon dan itu tujuan gue." B