Semoga suka bab iniš
Tok Tok Tok!Lela mengetuk pintu ruang kerja Bara yang ada di rumah."Pak!" panggil Lela. Ia baru saja mendengar kalau Bara sedang di rumah hari Minggu itu, dan ada di ruang kerjanya yang sekaligus menjadi perpustakaan pribadi."Ya, masuk aja, La!" ujar Bara mempersilahkan Lela. Kemudian Bara duduk di sofa santai dan mempersilahkan Lela untuk duduk di seberangnya. Tanpa kata, Lela pun duduk dengan canggung. Ia baru pertama kali ke ruangan itu, padahal Ia sudah hampir 2 tahun di Mansion itu."Ada apa, La?" tanya Bara.Lela agak ragu, tetapi ia berusaha menenangkan diri dan berkata, "Anu... itu Pak, jadi ... kemarin setelah Bapak dan Pak Hendra keluar dari ruang rapat, teman-teman di divisi saya tanya tentang hubungan kita."Bara terkejut, agak PD tapi ia berusaha rasional apa yang ingin lela bahas."Maksudnya, waktu itu ada yang melihat saya dan Pak Hendra bicara secara pribadi di kantin. Jadi ada yang curiga kalau saya punya hubungan khusus dengan Pak Bara. Saya berpikir untuk menj
"Jangan-jangan Buaya!" tekan Bara pelan. "Paaaak!" teriak Lela takut. Ia spontan memeluk Bara, sementara itu Bahy Dam malah memanggil-manggilnya. "Mama!" "Pak gimana ini? Saya gak mau dimakan Buaya!" Lela sampai terlihat hampir menangis, ia tak bisa membayangkan kalau ia dimakan Buaya. Apalagi baru-baru ini ia membaca berita ada seorang wanita yang hampir dimakan Buaya dan mengalami patah tulang dengan kulit yang terkoyak. "Huuuuu Paaak, gimana ini?!" rengek Lela mencengkeram pinggang Bara. Sementara itu Bara merasa sesak saking kencangnya Lela memeluknya, untung Baby Dam ia angkat agar Lela tidak memeluknya juga, kalau tidak bisa kegencet. "Tenang, La...." "Tenang... tenang gimana?! Kita mau mati!" potong Lela saking khawatirnya. Hal itu membuat Bara tak bisa menahan lagi dan, "Bwahahahaha!" Tiba-tiba Bara tertawa di tengah ketegangan Lela, ia kemudian melihat dua Bapak yang bertugas hanya terkikik. Lela pun mendongak, melihat Bara malah tertawa. Ia baru sad
"Haha! Mana ada Bos sebaik itu kalo emang gak suka sama lo, La? Lo polos jangan dipelihara, gue jadi kesian ama lo!" jawab Hani di telpon. Ia kembali ke Kabupaten tempat ia lahir, lalu bekerja di sana sambil mengurus ibunya yang sakit. Jujur saja, Lela selalu kagum pada gadis bermulut kereta itu. Meski blak-blakan, ia adalah gadis yang lembut hatinya. "Ya kan gue juga gak masuk ke tipenya dia. Orang-orang di deket dia aja udah kayak turun dari kayangan, beda kasta," cerita Lela sambil melipat pakaian. "Masa sih?" "Iya..." "Eh tapi nyambung sih, CEO perusahaan gede." "Hem." "Btw, lo belum ngasih tau gue nama perusahaannya apa," ujar Hani tiba-tiba. "Em... belum siap." "Gue kepoin ah!" "Terserah," ujar Lela. Sayangnya Lela lupa kalau Hani ini semacam intel yang mudah tau segalanya. Tepat saat Lela istirahat, Hani menelpon dan menyapamya dengan heboh. "La! Lo serius mau boongin gue sejauh ini? Tega banget lo, masa lo nyembunyiin hal kaya gini ke gue. Mau sampe
Hani benar-benar menelpon Lela di malam harinya."La!" sapanya heboh."Iya iya! Lo mau nagih gue kan tentang tadi siang.""Tuh tau, cepetan cerita!" Lela pun menceritakan dari awal sampai akhir dan terkejut kalau secara tidak langsung Lela sudah bekerja dengan Bara sejak sebelum lulus.Namun Lela tidak menceritakan tentang Ibu Asi, ia hanya menceritakan kalau ia jadi pengasuh anaknya. Selain karena kontrak tentang Ibu Asi sangat rahasia, Lela juga tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Hani klau tau kebenarannya. Hani bisa marah dan menuntut Bara, setidaknya ia akan beli tiket ke Jakarta dan menghampiri Bara. Sebenarnya Lela merasa beruntung mendapatkan sahabat sebaik Hani, hanya saja terkadang merepotkan saat tidak terkendali."Anjay! Jadi beneran lu yang selama ini digosipin! Gue jadi merasa gagal jadi intel tau, gegara gak ngenalin temen gue sendiri," gerutu Hani setelah mendengar ceritanya."Haha, berarti kali ini gue menang dalam penyamaran kan?""Haha! Iya, ih!"Mereka
Tidak sulit bagi Bara untuk akting di depan semua orang untuk menjadi tunangan Dena, tetapi ia tak bisa menafikkan kalau ia merasa bersalah pada perasaannya sendiri. Ia memang tak yakin apakah Lela memiliki perasaan yang sama dengannya atau tidak, tapi Lela pasti taunya ia sudah bertunangan dengan Dena. Jika Lela memiliki perasaan yang sama, Lela akan mundur perlahan. Bahkan Lela terlihat senyum-senyum saja ketika teman-temannya bergosip tentang hubungan Bara dengan Dena. Kenapa ia tau? Itu karena Bara sempat singgah di devisi marketing dan menunggu Manager selesai merevisi data penjualan. Ia mendengarkannya dan duduk bilik yang kosong di samping para penggosip. "Mereka cocok sih, no debat!" ujar salah satu dari mereka memperlihatkan gosip di i*******m. "Iya njir! Iri banget sama Dena, gak kebanting sama cowok-cowok idaman." "Ya jelaslah, dia juga cewek bervalue kali." "Menurut lo gimana, La?" tanya salah satu dari mereka tiba-tiba. Lela bingung, tetapi lewat singgungan it
Lela diseret keluar oleh Dika dengan terburu-buru. Sampai di meja Dika dan Bella, ia malah memberikan Lela es boba. "Makasih, Kak. Aku pamit ke ruangan ya, mau solat juga." "Oh ya, em... bentar 10 menit." Kebetulan Bella sedang makan siang jadi tidak ada orang selain mereka di sana. "Saya tau kamu sakit hati liat mereka kan? Maaf yah nyeret kamu sampe segitunya, takut kamu semakin sedih." Lela terkekeh, "Enggak kok, gak papa. Emang saya yang gak peka, makasih udah menyelamatkan saya." "Apa dah!" "Hehe... soalnya saya shock aja, setau saya Pak Bara suka judes sama Mbak Dena. Tapi ternyata dia berbalik suka," ujar Lela senang. Dika jadi bingung, ia kira Lela akan sedih. "Btw, kamu gak sakit hati liat mereka." "Sakit hati gimana?" Dika terkejut, "Mereka mau bertunangan, dan...." Lela segera menghentikan Dika dengan tangannya, ia jadi inhat dengan kata-kata beberapa orang sebelumnya. "Maksud Kak Dika aku cemburu?" "Enggak ya?" Sebelum menjawab Lela menghela
"Pertimbangannya ya karena sulit untuk dapat pengganti kamu yang cocok sama Damien." Lela memikirkan jawaban itu dan mengangguk-angguk. "Semakin hari semakin banyak berita tentang pengasuh yang gak bertanggung jawab, malah bikin bayi yang diasuh celaka. Saya tentu nggak mau kayak gitu, meskipun ada Bi Tati, saya benar-benar ingin orang seperti kamu untuk menjaga Damien dengan tulus. Kamu mikirin Damien sampai segitunya, nggak semua pengasuh memiliki hati yang sama kayak kamu." Lela tidak menyangka Bara mendengarkan semua yang ia katakan dengan seksama, ungkapannya tentang kekhawatirannya pada Baby Dam saat ia pergi kerja dan menyisakan sedikit tenaga untuk bayi kecil itu. "Saya ingin dia tumbuh dengan kasih sayang, meskipun bukan dari ibu kandungnya. Lalu Bi Tati juga awalnya kan bukan pengasuh sebelum ada Damien, dia pembantu biasa kaya Bi Hera. Dia jadi pengasuh karena saya memang belum bisa mempercayai orang lain selain pekerja yang sudah lama bekerja untuk keluarga saya."
Bara pergi dari sana, diikuti Greg yang merasa canggung. "Oh maaf La, aku gak bermaksud mendesak," ujar Blenda menggenggam tangan Lela. Lela menggeleng, "Gak papa, Dok. Yang salah ngira kalau aku suka sama Pak Bara gak cuma Dokter, saya pikir, masuk akal. Mungkin sikap saya seperti orang yang menyukai Pak Bara." Mereka pun menyelesaikan pembicaraan mereka di sana, Blenda pun pamit pergi. Kepergian Blenda meninggalkan pertanyaan bagi Lela, pertanyaan yang ditujukan untuk dirinya sendiri. "Apakah aku emang suka sama Pak Bara sebagai pasangan, bukan idola?" gumamnya menatap gelas di tangannya yang sudah kosong. ā¢ā¢ā¢ "Baby Dam sayang, Mama pergi kerja dulu ya. Baik-baiklah sama Bi Tati, oke?" pamit Lela dengan lembut. Akan tetapi pagi itu Baby Dam terlihat tak bisa diam, menangis, berhenti, menangis, berhenti. Begitu seterusnya, sampai Lela berangkat mepet waktu. Bara sudah berangkat ke luar negeri pagi-pagi sekali, jadi ia tak tau tentang anaknya yang rewel kecuali jika n