Terima kasih sudah menunggu update dari Blue Rose ヾ(^-^)ノ Maafin bulan Juli belum bisa update tiap hari T_T ya... tp tenang, Agustus aku usahain up tiap hari \(≧∇≦)/
Bukannya menjawab, Bara malah hanya tertawa dan pergi sambil membawa barangnya. "Apaan sih gak jelas," gumam Lela kesal. ••• Pagi harinya seperti biasa, Lela menyusui Baby Dam terlebih dahulu dan segera menitipkan Baby Dam pada Bi Hera sebelum Bi Tati datang. "Baby sama Bi Hera dulu ya Sayang," ujar Lela. "Iya Mama!" Bukan Baby Dam atau Bi Hera, tapi suara Bara yang entah datang dari mana tiba-tiba mendekati mereka dan menggendong Baby Dam. Awalnya Lela akan menyerahkan Baby Dam pada Bi Tati, tetapi malah diambil Bara terlebih dahulu. Bara pun menciumi pipi Baby Dam, membuat batita itu tertawa karena kegelian. Lela selalu terpesona melihat bagaimana hubungan keduanya sangat harmonis, sungguh ia ingin melihat pemandangan itu setiap hari selamanya.Namun, ia pun sadar dirinya siapa di sana? Ia hanyalah ibu Asi yang hanya dibutuhkan sampai Batita itu berusia 2 tahun.Setelah Bara selesai bersenang-senang dengan Baby Dam, ia pun mengajak Lela untuk berangkat bareng."Ay
Bara menghela napas melihat kedatangan sang ayah, entah kenapa ayahnya masih di Jakarta dan mengganggu pekerjaannya. "Apa yang membuat Pak Hendra ke sini dan memotong meeting kami?" tanyanya menekan kata 'Pak Hendra' padanya. Hendra pun mendekat dengan tongkatnya, ia berjalan dengan anggun selayaknya orang yang berkuasa. "Saya hanya ingin mengonfirmasi apa yang disampaikan Pak Budi, bahwa itu benar." "Pak, maksudnya apa?" tanya Bara mulai curiga dengan persekongkolan itu. "Semua itu terjadi karena ada sebab akibat, kalau bisa memanfaatkan kedekatan kamu sama Dena yang memiliki banyak fans, kenapa tidak? Lagipula kamu tahu kan bagaimana psikologisnya orang yang sudah sangat ngefans dengan seseorang? Mereka akan menganggap semua yang dilakukan oleh idolanya adalah benar, jadi kamu tahu kan apa yang akan terjadi?"Bara menahan diri untuk tidak emosi pada saat itu juga, ia membiarkan ayahnya mengoceh sampai batas tertentu."Apa yang dikonsumsi idolanya, yang berhubungan dengan i
Kaca ruang rapat langsung diubah menjadi buram tatkala semua karyawan pemasaran keluar tadi, sehingga para karyawan tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. "Njirlah, keknya Pak Bos sama Bokapnya jadi berantem deh." "Ini semua gegara ide Pak Maneger gak sih?" "Ya kan emang ide itu mantul juga, semua tim juga setuju termasuk Pak Direktur." "Iya sih, tapi kenapa situasinya gak ngenakin gini." "Agak ruwet sih karena sepertinya Pak Bos masih di bawahnya Pak Hendra." "Betul, feeling gue sih bakal ikut idenya Pak Hendra." "Sejauh ini, beliau masih di atas." "Dan mungkin betul kenapa Pak Direktur sama Pak Manager seyakin itu, karena ada backing Pak Hendra. Setelah Pak Hendra masuk, Pak Bara langsung gak ngungkit ini ke mereka berdua kan?" "Jelas kalo itu mah..." "Pak Manager dan Pak Direktur kan bawahan setianya Pak Hendra, jadi taulah arahnya kemana." "Terus kenapa sih Pak Bos punya prinsip gak mau kena skandal bahkan sama calon tunangannya sendiri?" "Ada gosip yang
Tok Tok Tok!Lela mengetuk pintu ruang kerja Bara yang ada di rumah."Pak!" panggil Lela. Ia baru saja mendengar kalau Bara sedang di rumah hari Minggu itu, dan ada di ruang kerjanya yang sekaligus menjadi perpustakaan pribadi."Ya, masuk aja, La!" ujar Bara mempersilahkan Lela. Kemudian Bara duduk di sofa santai dan mempersilahkan Lela untuk duduk di seberangnya. Tanpa kata, Lela pun duduk dengan canggung. Ia baru pertama kali ke ruangan itu, padahal Ia sudah hampir 2 tahun di Mansion itu."Ada apa, La?" tanya Bara.Lela agak ragu, tetapi ia berusaha menenangkan diri dan berkata, "Anu... itu Pak, jadi ... kemarin setelah Bapak dan Pak Hendra keluar dari ruang rapat, teman-teman di divisi saya tanya tentang hubungan kita."Bara terkejut, agak PD tapi ia berusaha rasional apa yang ingin lela bahas."Maksudnya, waktu itu ada yang melihat saya dan Pak Hendra bicara secara pribadi di kantin. Jadi ada yang curiga kalau saya punya hubungan khusus dengan Pak Bara. Saya berpikir untuk menj
"Jangan-jangan Buaya!" tekan Bara pelan. "Paaaak!" teriak Lela takut. Ia spontan memeluk Bara, sementara itu Bahy Dam malah memanggil-manggilnya. "Mama!" "Pak gimana ini? Saya gak mau dimakan Buaya!" Lela sampai terlihat hampir menangis, ia tak bisa membayangkan kalau ia dimakan Buaya. Apalagi baru-baru ini ia membaca berita ada seorang wanita yang hampir dimakan Buaya dan mengalami patah tulang dengan kulit yang terkoyak. "Huuuuu Paaak, gimana ini?!" rengek Lela mencengkeram pinggang Bara. Sementara itu Bara merasa sesak saking kencangnya Lela memeluknya, untung Baby Dam ia angkat agar Lela tidak memeluknya juga, kalau tidak bisa kegencet. "Tenang, La...." "Tenang... tenang gimana?! Kita mau mati!" potong Lela saking khawatirnya. Hal itu membuat Bara tak bisa menahan lagi dan, "Bwahahahaha!" Tiba-tiba Bara tertawa di tengah ketegangan Lela, ia kemudian melihat dua Bapak yang bertugas hanya terkikik. Lela pun mendongak, melihat Bara malah tertawa. Ia baru sad
"Haha! Mana ada Bos sebaik itu kalo emang gak suka sama lo, La? Lo polos jangan dipelihara, gue jadi kesian ama lo!" jawab Hani di telpon. Ia kembali ke Kabupaten tempat ia lahir, lalu bekerja di sana sambil mengurus ibunya yang sakit. Jujur saja, Lela selalu kagum pada gadis bermulut kereta itu. Meski blak-blakan, ia adalah gadis yang lembut hatinya. "Ya kan gue juga gak masuk ke tipenya dia. Orang-orang di deket dia aja udah kayak turun dari kayangan, beda kasta," cerita Lela sambil melipat pakaian. "Masa sih?" "Iya..." "Eh tapi nyambung sih, CEO perusahaan gede." "Hem." "Btw, lo belum ngasih tau gue nama perusahaannya apa," ujar Hani tiba-tiba. "Em... belum siap." "Gue kepoin ah!" "Terserah," ujar Lela. Sayangnya Lela lupa kalau Hani ini semacam intel yang mudah tau segalanya. Tepat saat Lela istirahat, Hani menelpon dan menyapamya dengan heboh. "La! Lo serius mau boongin gue sejauh ini? Tega banget lo, masa lo nyembunyiin hal kaya gini ke gue. Mau sampe
Hani benar-benar menelpon Lela di malam harinya."La!" sapanya heboh."Iya iya! Lo mau nagih gue kan tentang tadi siang.""Tuh tau, cepetan cerita!" Lela pun menceritakan dari awal sampai akhir dan terkejut kalau secara tidak langsung Lela sudah bekerja dengan Bara sejak sebelum lulus.Namun Lela tidak menceritakan tentang Ibu Asi, ia hanya menceritakan kalau ia jadi pengasuh anaknya. Selain karena kontrak tentang Ibu Asi sangat rahasia, Lela juga tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Hani klau tau kebenarannya. Hani bisa marah dan menuntut Bara, setidaknya ia akan beli tiket ke Jakarta dan menghampiri Bara. Sebenarnya Lela merasa beruntung mendapatkan sahabat sebaik Hani, hanya saja terkadang merepotkan saat tidak terkendali."Anjay! Jadi beneran lu yang selama ini digosipin! Gue jadi merasa gagal jadi intel tau, gegara gak ngenalin temen gue sendiri," gerutu Hani setelah mendengar ceritanya."Haha, berarti kali ini gue menang dalam penyamaran kan?""Haha! Iya, ih!"Mereka
Tidak sulit bagi Bara untuk akting di depan semua orang untuk menjadi tunangan Dena, tetapi ia tak bisa menafikkan kalau ia merasa bersalah pada perasaannya sendiri. Ia memang tak yakin apakah Lela memiliki perasaan yang sama dengannya atau tidak, tapi Lela pasti taunya ia sudah bertunangan dengan Dena. Jika Lela memiliki perasaan yang sama, Lela akan mundur perlahan. Bahkan Lela terlihat senyum-senyum saja ketika teman-temannya bergosip tentang hubungan Bara dengan Dena. Kenapa ia tau? Itu karena Bara sempat singgah di devisi marketing dan menunggu Manager selesai merevisi data penjualan. Ia mendengarkannya dan duduk bilik yang kosong di samping para penggosip. "Mereka cocok sih, no debat!" ujar salah satu dari mereka memperlihatkan gosip di i*******m. "Iya njir! Iri banget sama Dena, gak kebanting sama cowok-cowok idaman." "Ya jelaslah, dia juga cewek bervalue kali." "Menurut lo gimana, La?" tanya salah satu dari mereka tiba-tiba. Lela bingung, tetapi lewat singgungan it
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tatk dulu agar tidak ada gesekan ke depannya."Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela.Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus.Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan.Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng.Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya."Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas.Lela tersenyum lebih lebar, mer
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer
"Untuk apa kalian tau?" tanya Bara balik. Sebenarnya ia main-main saja, tapi Bara akan menjelaskannya seperti kesepakatannya dengan sang istri sebelumnya. Orang yang ditanya malah bingung, sehingga Bara terkekeh melihatnya. Sebelum bicara lagi, Bara menatap mata para wartawan di sana. "Ya kalau kalian bingung menjawabnya, saya gak mau jawab. Kenapa?" Ia menjeda lagi, melihat istrinya yang duduk tenang dan terus bermain-main dengan pikiran mereka. "Ya harusnya kalian juga berpikir dong, kenapa kalian harus tahu, lalu apa sih yang membuat kalian harus tahu? Kenapa kami harus memberitahu kalian tentang apa yang tidak kami beritahu kepada kalian?" Diam lagi. Semua diam tanpa berani menjawab. "Nah hal seperti itu harusnya kalian dalami dulu sebelum bertanya. Pertanyaan kalian harus ada basisnya. Kalian tuh harus jelas membutuhkan informasi itu. Kalo cuma fomo atau viral, itu jadi hoax karena informasinya gak guna buat kalian. Lah iya, kenapa kalian harus tau? Kalau hanya ka
"Sayang...." panggil Bara dengan manja. Lela terus memunggunginya di tempat tidur karena masih kesal dengan betapa jahatnya Greg dan betapa pasifnya Bara merespon hal itu. Padahal ia selalu melihat Bara yang galak pada karyawannya dan selalu tegas, tapi terhadap sahabat-sahabatnya ia bisa bersikap lemah lembut. "Say, kok masih marah sama aku sih? Aku udah minta maaf dan aku akan coba untuk beri dia sanksi, biar nggak kebiasaan," bujug Bara. "Itu kan yang kamu omongin, tapi faktanya kamu nggak ngelakuin itu. Kamu terlalu lembek sama Dokter Greg hanya karena persahabatan yang baik. Tapi kan kamu biasanya selalu ngikutin prinsip. Masa kamu gak tega sama dia?" Bara menghela napas, istrinya mulai melakukan konfrontasi. "Masalahnya aku juga terbatas sama keinginan dari Blenda. Dia nggak pengen aku ngungkapin permasalahan dalam rumah tangga mereka." "Ya tapi kamu dirugikan. Ini bukan hanya tentang Blenda, tapi kan kamu juga butuh keadilan. Kontrak yang harusnya dia tanda tangani seb
"Maaf... aku udah janji sama Blenda, kalau aku nggak akan membongkar hal itu." Lela merasa tidak adil, tapi bagaimana lagi semuanya sudah terjadi dan Blenda meminta agar mereka tidak buka mulut. Saat memikirkan itu, tiba-tiba. Bruk! Bara tergeletak di atas soda dengan lemas. "Mas!" Lela langsung berusaha menaikkan Bara ke atas kasur. Bara masih setengah sadar sehingga Lela tidak benar-benar mengangkat Bara sepenuunya. Ia kemudian menghubungi dokter keluarga Raniero yang lain. Sembari menunggu dokter datang, Lela pun mencoba untuk mengompres Bara dan memijit pelan-pelan badannya, agar ia lebih rileks. Namun, Bara masih mendengar suara Lela yang terus mengoceh karena sangat mengkhawatirkan suaminya. "Aku cuma butuh istirahat, Sayang. kamu nggak usah khawatir." Lela mendelik menatap suaminya, tidak setuju. "Hanya butuh istirahat apanya?! Kamu udah ngedrop banget! Kamu udah kecapean dari kemarin-kemarin. Kenapa sih, kamu susah banget kalau diajak istirahat? Kamu selalu p