Home / Romansa / Ibu Sambung Untuk Anak CEO / 2. Naya punya mama baru

Share

2. Naya punya mama baru

Author: Reaa Hamida
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Mama, jangan lepas pelukanku!” Naya masih terus memeluk Renata bahkan setelah mereka keluar dari cafetaria, gadis kecil itu sama sekali tidak memberinya celah untuk berpisah. Cekalan tangannya pada lengannya sangat kuat, Renata jadi kualahan sendiri karena Naya yang terus mengikuti kemanapun ia pergi.

"Mama, pelan-pelan dong kakiku kan kecil." Protes Naya karena Renata yang berjalan cepat. Perempuan itu menunduk hanya untuk mendapati bibir Naya yang merengut.

"Tolong lepaskan tanganmu, Naya, aku ingin kembali bekerja."

"Tidak, aku mau ikut mama. Ayo ke ruangan mama, aku akan beristirahat disana." Renata menghela napas pasrah saat Naya menariknya agar kembali berjalan.

Perempuan itu bahkan belum setuju untuk menjadi mama Naya tapi, balita itu seolah tidak peduli.

Jujur saja Renata takut pada Naren, bagaimana nasibnya jika Naren tahu putri kesayangannya ikut dengannya. Renata takut dimarahi, sebab Naren selalu mengintimidasi siapapun yang sedang berhadapan dengannya.

"Naya, apa kamu tidak khawatir dengan papamu? Bagaimana jika dia mencarimu?" Tanya Renata yang berusaha mengusir halus Naya dari ruangannya.

Renata tidak ingin mendapatkan masalah dalam pekerjaan, Renata ingin bekerja dengan tenang.

"Tidak, papa bisa menemukanku di manapun dan mungkin saja sekarang papa sudah mengetahuinya."

"Tapi kan tetap saja, kau harus kembali." Naya melirik Renata dengan mata memincing, "mama ingin mengusirku ya? Apa mama terganggu denganku?"

Renata yang terkejut langsung menggelengkan kepala. Perempuan itu langsung mendekat pada Naya, dia takut Naya marah padanya.

"Bukan begitu, aku hanya takut papamu mencari lalu saat dia menemukanmu bisa saja papamu menuduhku yang memaksamu untuk ikut, maaf Naya aku tidak bermaksud mengusirmu, singgahlah lebih lama jika kau mau." Renata mengusap surai Naya yang begitu lembut.

Renata tidak keberatan dengan keberadaan Naya, hanya saja dia memang setakut itu dengan Naren.

"Mama, papa tidak akan memarahimu, kalaupun papa memarahimu aku akan berada di depanmu, papa takut padaku." Tenang Naya sembari menggenggam tangan Renata.

"Baiklah, duduklah dengan nyaman di sini, aku akan mengerjakan pekerjaanku, jika kamu bosan atau ingin memakan sesuatu ambillah di rak itu ya, aku meletakkan banyak snack di sana." Renata menunjuk sebuah rak dengan empat keranjang yang hanya diisi snack dan minuman berkaleng.

"Semangat mama, saat kamu menikah dengan papa nanti kamu tidak perlu bekerja, kamu hanya perlu menghabiskan uangnya denganku." Ujar Naya dengan kedua tangan terkepal ke atas.

Renata terkekeh mendengarnya, Naya sungguh pandai berbicara. Tapi dia tidak akan membawa serius ucapan Naya, memangnya seorang CEO mau dengan perempuan sepertinya? Dia hanya seorang perempuan miskin yang tidak memiliki keluarga. Latar belakangnya saja tidak jelas, tumbuh besar di panti asuhan kumuh yang terletak di pinggiran kota, bukankah dia sangat memalukan.

Di sisi lain Naren yang telah menyelesaikan rapatnya kini berjalan menuju ruangannya, sudah tidak sabar ingin melihat Naya yang memiliki magnet rindu begitu kuat. Bibirnya bersenandung kecil dan langkahnya berubah menjadi cepat, Stea, sekertarisnya yang mengikuti dari belakang pun kuwalahan mengejar langkah Naren yang cepat.

"Nayaaa papa kembali." Naren membuka pintu ruangannya dengan senyum lebar, namun lelaki itu langsung mengernyit saat tidak menemukan siapapun di ruangannya. Naya tidak ada di sana, hanya sepi yang menyambutnya.

"Naya, sayang jangan bercanda, kamu di mana Naya?" Tidak ada jawaban dan Naren memutuskan untuk putar balik. Membuat Stea yang baru sampai di mejanya menatap bingung.

"Ada yang bisa saya bantu pak?" Tanya Stea saat Naren menatapnya gusar.

"Saya kehilangan Naya, Stea tolong bantu cek cctv ya lalu jika sudah menemukannya segera beri tahu saya. Anak tengil itu suka sekali pergi seenaknya." Naren segera pergi menuju lift, walau begitu Naren tidak akan pernah bisa marah pada putrinya.

Lelaki itu menuju cafetaria karena teringat Naya sempat meminta ijin untuk pergi ke sana. Tapi saat lelaki itu mengendarkan pandangannya tidak ada sosok Naya di cafetaria. Naren mendengus dan memilih untuk singgah sejenak sembari menunggu kabar dari Stea.

Naren tidak khawatir putrinya akan hilang atau tersesat di gedung tinggi miliknya, sebab Naya sudah terlalu hafal letak ruang apa saja di gedung ini. Naren hanya khawatir jika putrinya yang tengil itu justru merepotkan seseorang atau mengganggu pekerjaan seseorang.

Sepertinya di manapun lelaki itu berada akan selalu menjadi pusat perhatian. Lelaki dengan postur tubuh sempurnya, tinggi tegap, wajah yang rupawan dan tatapan yang selalu mengintimidasi lawan bicaranya. Naren terlihat begitu mempesona di mata setiap orang yang menatapnya.

Lelaki itu menjabat sebagai CEO di perusahan milik keluarganya, Nars company, perusahaan yang diwariskan padanya dari sang ayah yang sekarang menjabat sebagai pemilik saham tertinggi.

Perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata itu telah menjadi kepercayaan para wisatawan lokal serta mancanegara karena pelayanannya yang juara.

"Halo, pak, saya sudah menemukan di mana nona Naya berada, menurut rekaman cctv saat ini nona Naya berada di ruangan ibu Renata kepala devisi personalia di lantai 7." Naren mengangguk walaupun Stea tidak dapat melihatnya, "terima kasih, Stea silahkan lanjutkan pekerjaanmu."

Setelah menutup panggilan Naren segera beranjak dari tempat duduknya, Pasti Naya sudah berulah dengan perempuan itu. Dalam perjalanan menuju lantai 7 Naren dipenuhi banyak kebingungan lantaran Naya yang tidak mudah akrab dengan seseorang kini justru bersama dengan seorang perempuan asing.

Naren tentu mengenal Renata namun hanya sebatas pekerjaan, lelaki itu tidak tahu banyak tentang Renata. Mereka cukup sering rapat bersama karena Retana adalah kepala personalia sedangkan ia adalah petinggi di perusahaan.

Dalam langkahnya menuju ruangan Renata, Naren sudah menyiapkan banyak ceramah untuk putrinya yang memang menyebalkan sampai langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruangan Renata karena suara putrinya yang nyaring.

"Mama, lihat aku buka satu jajan milikmu." Naren mengernyit saat Naya tanpa beban memanggil Renata dengan sebutan mama.

"Mama, kau tidak marah kan jika aku membawa pulang semua snackmu? Aku tidak punya di rumah, aku menginginkannya."

"Ambillah, Naya."

Naren mendengus saat Naya kembali memanggil Renata dengan sebutan mama, lelaki itu tahu putrinya menginginkan seorang mama tapi bukankah tidak sopan memanggil orang asing yang bahkan baru ditemuinya dengan sebutan itu?

"Papa!" Pekik Naya saat Naren membuka pintu ruangan Renata tanpa mengetuk terlebih dahulu. Lelaki itu menatap tajam Naya yang duduk santai di atas sofa.

Renata berdiri spontan saat Naren menerobos masuk ke dalam ruangannya. Perempuan itu sangat terkejut terlebih takut saat Naren menatapnya tajam.

"Papa lihat aku dapat banyak snack." Lanjut Naya yang kini memamerkan snack miliknya. Balita itu sama sekali tidak menunjukkan raut takut pada Naren.

"Siapa yang menyuruhmu menganggu staff papa, Naya?" Tanya Naren dengan nada serius, lelaki itu sempat melirik Renata yang menunduk.

"Tidak ada, Naya kan cuma mau sama mama." Naya beranjak dengan santai, menghampiri Renata yang masih menunduk seolah siap dimarahi.

"Papa tidak pernah mengajarimu untuk bersikap sembarangan, ayo kembali ke ruangan papa." Lelaki itu terlihat angkuh dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya.

"Ih papa, aku mau di sini sama mama, jangan paksa aku!" Naya justru menjauhi Naren dan mendekat pada Renata.

Gadis kecil itu bersembunyi di belakang Renata, memegang ujung blazer yang Renata pakai dengan erat.

"Naya, kamu tidak boleh mengganggu orang saat bekerja, bermainlah di ruangan papa." Naren menghela napas saat Naya menggeleng cepat.

"Apa mama terganggu dengan kehadiranku?" Naya mendongak menatap Renata, pupil matanya mengecil mencoba mencari kejujuran pada Renata.

Dengan sisa keberanian Renata mendongak, menatap Naren yang terlihat mengintimidasinya.

"Sebelumnya saya minta maaf pak Naren, mungkin anda bisa menjemput Naya saat pulang nanti? Saya tidak keberatan sama sekali jika Naya memang nyaman di ruangan saya." Jelas Renata pada Naren hati-hati, takut lelaki itu marah padanya.

Naya tersenyum menang ke arah papanya, lalu memeluk kaki Renata sangat erat.

"Tuh kan apa Naya bilang, mama baik tidak akan keberatan, sana papa pergi kerja lagi!" Usir Naya.

"Naya itu menyusahkan, jangan pernah berkata kau tidak masalah jika Naya bersamamu atau Naya akan terus menganggumu, Renata." Naren menatap perempuan itu lamat, kemudian beralih pada putrinya.

"Naya, papa tidak pernah mengajarimu untuk sembarangan memanggil seseorang dengan sebutan mama, jaga sikapmu."

"Apasih, tante Renata ini mama baru Naya, jangan larang Naya mencari mama, papa tidak pernah menepati janji selama ini jadi Naya akan mencari sendiri."

Renata yang tidak mengerti hanya diam melihat pertengkaran kecil Naya dan sang papa sebelum akhirnya Naren kembali menatapnya.

"Kalau begitu tolong jagakan Naya untuk saya, Renata." Final Naren sebab putrinya yang mulai mendramatis keadaan.

"Baik, pak." Naren menghela napas panjang melihat tingkat putrinya yang selalu menjengkelkan, sayangnya Naren terlalu mencintai Naya hingga ingin marah pun ia tak bisa.

"Papa akan meninggalkanmu di sini, ingat untuk bersikap sopan, Naya." Ingat Naren yang langsung mendapat cibiran dari Naya.

Renata menunduk begitu Naren menatapnya dalam, lelaki itu terlalu mendominasi suasana sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa agar Naren segera pergi dari ruangannya.

Narendra terlalu tampan dan berkharisma saat ini, jas yang berantakan, lengan kemeja yang digulung sebatas siku lalu rambutnya yang acak-acakan karena sempat berlari, Renata takut jatuh pada pesona lelaki itu.

"Sana papa pergi! Naya mau sama mama baru."

Related chapters

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   3. Pulang bersama

    Pukul empat sore tepat, Renata menutup laptop serta merapikan berkas-berkas penting yang harus ia lanjutkan besok. Perempuan itu meregangkan badan karena terlalu lama duduk, dilihatnya Naya yang tertidur di atas sofa dengan ponsel miliknya yang menyala digenggaman.Renata meminjamkannya sebab Naya merengek kebosanan, tidak ada buku gambar, tidak ada buku cerita maka Naya meminjam ponsel untuk menonton kartun.Renata beranjak menghampiri Naya, melihat balita itu yang tidur nyenyak membuat Renata tidak tega membangunkannya. Anak manis yang sangat berbeda saat terbangun, terlihat begitu polos dengan wajah cantik jelita, Renata baru sadar jika Naya mirip dengan Narendra. Seperti Narendra versi perempuan.Renata meraih ponselnya untuk disimpan, lalu tanpa berpikir panjang menarik Naya agar anak itu tertidur dalam gendongannya. Renata tidak mungkin meninggalkan Naya sendirian di ruangan sebesar ini hingga Naren menjemputnya."Mama...." Gumam Naya saat tidurnya terusik, balita itu tanpa ragu

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   4. Pindah ke rumah Naya

    Sesampainya mereka di apartemen Renata, Naya sama sekali tidak melepaskan pelukannya. Balita itu cenderung mengunci pergerakan Renata agar tidak menjauh darinya. Naren sendiri kuwalahan dengan kelakuan putrinya yang sangat aneh hari ini."Naya, lepaskan mama. Kau tidak bisa memeluknya terus menerus." Naren mencoba menarik putrinya yang masih duduk di atas pangkuan Renata. Balita itu menggeleng keras, semakin mengeratkan pelukannya hingga Renata terdesak antara tubuh Naya dan jok mobil. "Aku akan melepaskan mama jika mama berjanji akan pindah ke rumah kita, papa." Naren kembali menghela napas mendengar itu, putrinya yang pintar tidak akan mudah dibodohi. Lelaki itu beralih pada Renata yang terlihat tidak nyaman. Ya bagaimana bisa seseorang setuju begitu saja dengan ajakan konyol seorang bocah, sekalipun itu adalah anak bosnya sendiri Renata tetap tidak bisa gegabah."Renata, tolong saya, ya?" Pinta Naren pada akhirnya, mereka tidak mungkin terus-terusan seperti ini. Mungkin seiring be

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   5. Negosiasi

    Malam ini Renata jelas tidak bisa tidur, tengah malam di sebuah kamar yang asing membuatnya susah untuk terlelap. Bukan karena tidak nyaman, justru kamar ini sangat nyaman dan hangat, berbeda dengan unit apartemennya. Di sisinya Naya sudah terlelap dengan nyenyak, anak itu tidur lebih cepat dari biasanya, begitu kaya Aldeis. Renata menatap wajah damai Naya yang terlihat begitu cantik bahkan saat tertidur, namun juga merasa iba sebab Naya tidak memiliki seorang ibu. Naya dan dirinya hampir mirip, sama-sama tidak memiliki seorang ibu. Bedanya Renata tumbuh besar di panti asuhan dengan keterbatasan dan Naya hidup bergelimang harta dan memiliki keluarga yang menyayanginya. "Aku juga akan menjagamu, Naya." Janji Renata dalam keheningan malam yang bahkan tidak bisa didengar oleh Naya. Perempuan itu tersenyum tipis sebelum akhirnya beranjak dari ranjang, ia haus dan ingin pergi ke dapur untuk minum. Perempuan itu menatap pintu kamar yang terletak di depannya, itu kamar Narendra. Sekeleba

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   6. Naren yang bodoh

    "Good Morning, mama." Gumam Naya pelan tepat di hadapan Renata saat perempuan itu baru saja membuka mata. Renata terkekeh saat Naya memeluknya, menyembunyikan wajah di ceruk lehernya dengan manja. "Naya sudah bangun dari tadi?" Renata menggulir posisinya menjadi miring karena Naya memeluknya dari atas. "Hu.um, Naya menunggu mama bangun. Mama nyenyak sekali tidurnya." "Seharusnya kamu membangunkan mama." "Tapi ini masih terlalu pagi untuk bangun, mama. Naya terbangun lebih awal karena khawatir mama akan pergi sebelum Naya membuka mata." Renata melirik jam dinding yang ternyata masih menunjukkan pukul 5 pagi. Pantas saja di luar masih terlihat gelap. Tapi Naya sudah terlihat segar tanpa kantuk. "Mama tidak akan pergi tanpa pamit, cantik." Mendengarnya Naya semakin mengeratkan pelukan."Langitnya masih gelap. Apa Naya mau kembali tidur?" Tanya Renata sembari mengusap wajah Naya. Gadis kecil itu menatapnya berbinar lewat bola mata yang seperti kacang almond."Tidak, Naya ingin memelu

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   7. Menolak?

    "Mama, suapin aku ya." Naya yang duduk di sebelah Renata merengek. Gadis kecil itu memegang lengannya dan digoyang-goyangkan."Naya, makan sendiri sarapanmu, kamu bukan lagi bayi." Titah Naren tegas pada Naya. Lelaki itu baru saja duduk dan langsung mendengar Naya merengek."Apasih, aku kan minta pada mama kenapa papa yang sewot?" Naya menatap sinis ke arah sang papa."Naya-" "Tidak apa-apa, sini mama suapin." Belum sempat Naren mengeluarkan kata-kata mutiara Renata lebih dulu menyela. Perempuan itu tidak ingin Naya dan Naren berdebat di depan makanan, tidak sopan.Naren menghela napas kesal saat Naya menatapnya meremehkan, seolah berkata jika apapun yang ia inginkan pasti ia dapatkan termasuk perhatian dari Renata. Di sebelahnya Aldeis hanya terkekeh melihat putranya tak lagi berkutik. Sudah tahu Naya adalah ratu di rumah ini masih saja di lawan."Pelan-pelan mengunyahnya, agar tidak tersedak." Ingat Renata. Sesekali perempuan itu mengusap sudut bibir Naya yang belepotan, tanpa ris

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   8. Es krim sepulang sekolah

    "Narendra, jangan melamun saat menyetir!" Sentak Aldeis saat putra tunggalnya itu hampir menabrak mobil lain."Maaf, Ma.""Kau ini memikirkan apa? Tidak biasanya kau seperti ini." Narendra menggeleng, ia tidak mungkin mengatakan jika tawarannya baru saja ditolak oleh Renata. Bisa-bisa sang mama menertawakannya."Aku hanya kelelahan." Jawab Naren.Aldeis yang duduk di sebelah Naren memincing tidak percaya, sebab jika putranya tengah kelelahan laki-laki itu pasti akan meminta sopir untuk mengantar."Oh ya, bagaimana tawaran bodohmu itu? Apa Renata menerimanya?"Narendra berdecak dalam hati, mengapa sang mama harus mengingat soal itu sekarang. Lelaki itu melirik tanpa menjawab, membuat Aldeis tersenyum miring sebab ia paham hanya dengan raut sebal putranya."Hahaha, apa Mama bilang, Renata itu perempuan baik-baik, dia tidak akan menerima kekonyolanmu."Naren mendengus, sisa sebalnya belum hilang karena tawarannya di tolak."Sudahlah, nikahi saja Renata, dia akan menjadi ibu yang baik unt

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   9. Dia perempuan tidak jelas!

    "Mama akan menginap lagi kan? Semalam aku tidur sangat nyenyak karena Mama yang menemani."Naya mendongak untuk menatap Renata yang berjalan di sebelahnya. Sepulang dari kedai es krim keduanya hanya berdiam diri di apartemen Renata. Tidak pergi ke sesuatu tempat karena hari ini cuaca sangat panas, Renata takut Naya akan ruam-ruam jika terkena panas.Tetapi berdiam diri di apartemen tidak terlalu buruk, justru lebih menyenangkan ketimbang berdiam diri di ruangan papa dan menunggu papa menyelesaikan pekerjaan. Naya tidak mati kebosanan karena Renata selalu mengajaknya mengobrol, dan Naya dengan senang hati menceritakan tentang Aruni yang alergi kacang lalu Jarvis yang takut belalang padahal laki-laki. Kemudian saat jam makan siang, Naya dihadiahi sepiring spaghetti carbonara buatan Renata yang rasanya sangat lezat, melebihi rasa spagetti di restoran favorit papa. Naya tidak bisa lagi membendung rasa bahagianya, sebab hari ini ia benar-benar merasa telah memiliki seorang mama. "Hai Naya

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   10. Hidupmu berharga

    "Kau baik-baik saja, Renata?" Perempuan berkemeja putih itu mendongak kala bu Mirna, salah satu pengurus panti menepuk pelan bahunya. Bibirnya spontan tersenyum tipis, seolah berkata bahwa ia baik-baik saja, seolah tidak ada yang terjadi pada dirinya. Padahal bekas sayatan yang ia terima satu jam lalu masih begitu membekas."Iya, Bu, aku baik-baik saja." Jawab Renata lembut.Kemudian wanita paruh baya itu menghela napas panjang, lalu duduk tepat di sebelah Renata. Angin malam berhembus kencang, membuat rasa dinginnya menusuk hingga ke tulang. Keduanya duduk di serambi rumah sederhana ditemani langit yang menghitam.Bu Mirna sudah mengenal Renata sejak bayi, sejak perempuan itu ditinggalkan sendirian di depan pintu rumah oleh seseorang. Tanpa surat, tanpa kejelasan. Renata memang telah dewasa, mampu menghidupi dirinya sendiri dan membantu membiayai kebutuhan anak-anak panti. Namun, bu Mirna jelas tahu, Renata hanya perempuan kesepian yang penuh dengan kerapuhan.Senyumnya adalah topeng

Latest chapter

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   39. Sarapan bersama seperti keluarga

    "Kalian sedang membicarakan apa?" Tanpa di undang Naren datang, lelaki itu turun dengan kemeja yang belum dikancingkan. Dasi dan jas ditenteng, datang dengan raut penuh penasaran. Suara bariton lelaki itu cukup mengejutkan Naya yang masih serius mendengarkan jawaban Renata. Begitu juga Renata yang sama sekali tidak menyadari kedatangan Narendra. "Membicarakan filosofi nasi goreng." Jawab Renata sembarang. Kedua alis Naren menukik tidak percaya, menatap intens pada Renata yang terlihat gugup. Perempuan itu terburu menyelesaikan bekal Naya dan mengalihkan pendangan ke sembarang arah. Naren tidak percaya jika kedua perempuannya membicarakan tentang filosofi nasi goreng dengan wajah yang serius, memangnya apa? "Iya, Papa. Mama sedang memasak nasi goreng untuk sarapan kita." Beruntungnya Naya yang tidak terlalu mengerti bisa berkompromi tanpa diberi tahu. Dan Beruntung Renata memang membuat nasi goreng pagi ini. "Memangnya apa filosofinya?" Naren bertanya sembari mendekat, dud

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   38. Bercakap dengan Mama

    Mereka berpindah menuju wardrop, Renata yang lihai dan sudah terbiasa mengurus anak kecil dengan cekatan memakaian Naya seragamnya yang lucu. Lalu seperti permintaan anak itu, Renata menyisir rambutnya yang halus secara perlahan dan membaginya menjadi dua. Naya memiliki banyak sekali jepit rambut dan kunciran, juga pita-pita yang dibelikan oleh nenek. Perempuan itu dengan lihai menguncir rambut Naya menjadi dua, mengikatnya tanpa menimbulkan rasa sakit di kulit kepala, berbeda dengan nenek yang suka mengikat dengan kencang sehingga kulit kepala gadis kecil itu tertarik dan menimbulkan rasa sakit. Setelah mengikatnua dengan karet, Renata meraih dua buah pita berwarna merah muda. Lantas menalikan pita itu ke dua kunciran sebelumnya. Perempuan itu juga menambahkan dua jepit berbentuk lidi secara sejajar di sebelah kanan. Membuat Naya terlihat lebih manis dengan penampilannya. "Nah, sudah. Coba Naya berkaca." Renata memutar tubuh calon putrinya agar menghadap kaca. "WAHHH, CANTIK SE

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   37. Pagi yang membahagiakan

    "Mama sudah tidak marah kan pada Naya?" Mendengar itu Renata dengan cepat beralih, merapikan anak rambut milik Naya dengan senyuman kecil. "Tidak, Mama tidak pernah marah dengan Naya. Mama minta maaf ya sudah membuat Naya ketakutan." "Mama, Naya senang sekali. Mama tidak akan pergi lagi kan? Mama akan selalu berada di dekat Naya kan? Mama sayang Naya kan?" Pertanyaan ber-rantai itu membuat Renata terkekeh sekaligus sedih. Dia merasa lucu dengan bagaimana wajah Naya ketika bertanya padanya, namun juga merasa sedih sebab ternyata Naya menaruh begitu banyak harapan padanya. Harapan agar dia selalu menyanyanginya dan mencintainya, serta untuk tetap tinggal bersamanya. "Mama tidak akan pergi lagi, apapun yang terjadi, Mama juga akan selalu berada di sisi Naya dan Mama sangat-sangat sayang dengan Naya, Mama mencintai Naya seperti hidup Mama sendiri." "Benarkah? Kalau begitu Naya sangat bahagia mendengarnya. Mama mau janji kelingking dengan Naya?" Gadis kecil itu berbinar s

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   36. Satu kecupan untuk permulaan

    Pagi menjelang dengan tenang, disambut oleh cuitan burung gereja yang terbang melintas dari rumah ke rumah. Hangatnya sinar mentari menandakan dia siap memberi kekuatan bagi siapapun yang akan menjalani aktivitas dengan semangat. Embun-embun yang menempel di pepohonan mulai menetes secara perlahan. Renata merasa Naya semakin terasa erat memeluk perutnya, kepala gadis kecil itu bahkan dengan nyaman disandarkan pada dadanya untuk mencari posisi paling nyaman. Pagi yang sedikit dingin tidak mengganggu Naya untuk tetap terlelap di sebelah Renata. Pada hari-hari biasa, Naya lebih bayak menghabiskan malam sendirian sebab Naren jarang nememaninya tidur. "Sayang, sudah pagi." suara Renata lembut menyapu indra pendengaran. Memberi tahu pada gadis kecilnya jika sudah waktunya untuk melepas pelukan yang terlalu nyaman. "Apa Naya masih sangat mengantuk? Tapi Kau harus berangkat ke sekolah." lanjut Renata dengan sedikit menggoyangkan tubuh Naya. Naya hanya bergumam membalas ucapan Renata,

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   35. Malam panjang

    "Sudah selesai?" Suara bariton itu membuat Renata yang baru saja keluar dari kamar mandi terkejut bukan main. Sebab di sebelah ranjang ada Naren yang berdiri tenang melihat ke arahnya. "Maaf-maaf, aku tidak bermaksud mengagetkanmu." jelasnya terkekeh. "Kau! Bukankan kau bilang akan menunggu di kamar Naya hingga aku selesai membersihkan diri? Kenapa sekarang ada di sini?!" tanya Renata dengan nada yang sedikit tinggi. Dia sedikit panik karena hanya memakai handuk dan dalaman. Kedua tangan wanita itu menyilang di depan dada dan mencoba mengeratkan handuk yang melilit tubuhnya. Naren benar-benar tidak bisa dipercaya! "Kau terlalu lama, aku bosan karena hanya melihat Naya yang tertidur." Jawab si lelaki terlampau santai. "Tapi aku belum ganti baji! Keluar sana!" usir Renata. "Lagian kenapa tidak memakai baju di dalam kamar mandi? Kau sengaja ingin menggodaku ya?" Mendengar itu Renata naik pitam, matanya melotot karena mendengar Naren berbicara kurang ajar padanya. Menggoda katan

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   34. penghujung malam

    "Masuk lah dulu, aku akan menggendong Naya." "Kita masuk bersama saja." Renata keluar dari mobil dan menunggu Naren yang ingin menggendong Naya. Sebab gadis kecil itu sudah terlalu pulas dalam tidurnya sehingga tidak terbangun sama sekali. Mereka berjalan beriringan menuju rumah dengan Renata yang bertugas membuka pintu. Lampu ruang tamu langsung hidup begitu mereka masuk, tidak gelap seperti sebelumnya. Rumah ini cukup luas jika hanya dihuni mereka bertiga, Renata bahkan tidak bisa membayangkan betapa lelahnya jika harus membersihkan rumah sendirian dan merawat Naya secara bersamaan. "Istirahatlah, aku akan membawa Naya ke kamarnya." "Aku tidur dimana?" tanya Renata bingung karena belum tahu harus beristirahat dimana. Barang-barangnya berada di kamar utama, tetapi tidak mungkin dia tidur dengan Naren malam ini. Mereka belum menikah, terlebih Renata baru meminta pembatalan nikah beberapa menit lalu. "Di kamar utama, bersamaku." jawab Naren dengan kedipan sebelah mata. Lelaki i

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   33. kesempatan kedua?

    "Ayo kita pulang." ajak Naren. Lelaki itu berdiri dan mencoba untuk menarik Renata yang masih berjongkok. Dia merasa mereka seperti sepasang kekasih yang masih belasan tahun, sebab orang dewasa tidak mungkin bertengkar di pinggi jalan. Bibir lelaki itu tersenyum kecil, melihat Renata yang berjongkok persis seperti Naya jika sedang menangis. Mereka terlihat sangat mirip. "Aku bisa pulang sendiri." jawab Renata sedikit acuh. Wanita itu menghempaskan tangan Naren yang masih menggenggam tangannya. Wajahnya masam karena kesal bercampur sedih. Renata sepertinya berencana untuk merajuk pada lelaki itu. "Mau pulang ke mana?" "Apartemen." "Itu terlalu jauh dari sini." "Biar saja!" "Dan sudah tidak ada barang-barang milikmu disana." Renata yang sudah berjalan beberapa langkah tiba-tiba terhenti begitu mendengar ucapan Naren. Dia baru teringat jika sudah pindah ke rumah baru Naren sore tadi. Renata meruntuk mengapa dia melupakannya. "Tidak ada pilihan selain pulang bersamaku,

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   32. Kami berbicara

    Naren menurunkam lututnya bertumpu pada tanah. Matanya menatap ke arah Renata yang masih setia menunduk, tidak ada niat untuk membalas tatapannya. Pada keadaan ini Naren tidak bisa memegang kendali ayahnya, apa yang diucapkan pria tua itu Naren tidak bisa mengontrolnya. "Renata, aku minta maaf atas nama ayahku. Kau juga harus tahu jika semua ini di luar kendaliku, aku sangat merasa bersalah padamu atas semua perbuatan tak beradab ayahku. Aku sungguh minta maaf padamu." Salah satu tangan Naren meraih telapak tangan Renata yang terasa begitu dingin. Di genggamnya tangan itu agar kembali hangat, menghalau angin kencang yang menerpa tubuh keduanya. "Aku akan mengabulkan semua keinginanmu, Renata, asal jangan minta aku untuk membatalkan pernikahan kita." "Kalau begitu kau egois, Narendra." Tanpa melepas genggaman tangan Naren, Renata mendongak. Membalas tatapan lelaki dihadapannya dengan tatapan yang sukar diartikan. Naren cukup terkejut ketika Renata memanggilnya hanya dengan nam

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   31. Renata, aku mohon padamu.

    "Papaa, Naya mau mama, hiks." Naya berteriak seraya terus mengejar Renata yang berlari, kakinya sesekali tersenggal karena Renata berlari lebih cepat. Kaki kecilnya tidak bisa mengejar langkah yang besar. Sedangkan Narendra mengejar dari belakang, berusaha untuk menahan putrinya yang benar-benar terlihat kecewa. Dia juga tidak akan melepaskan Renata segampang itu, mereka memang tidak ada perjanjian namun Renata tidak bisa membatalkan pernikahan begitu saja saat sudah ada kesepakatan. Kalau Renata memaksa, Naren juga bisa lebih memaksa. "Naya!" Pekik Naren ketika Naya kembali terjatuh. Dengan langkah lebih cepat, Naren buru-buru menghampiri putrinya. Sedangkan gadis kecil itu, sekalipun kakinya terasa nyeri dia tetap berusaha untuk bangkit dan ingin kembali mengejar Renata. Suara tangisnya semakin pecah begitu melihat Renata yang semakin menjauh tanpa menoleh ke belakang. Di dalam dekap Naren, Naya menangis lebih keras dan meronta-ronta minta untuk dilepaskan. "Papaaa, mamaa

DMCA.com Protection Status