"Ayo mandi bersama," ucap Rafa dengan suara berbisik.Mata Eva membelalak dan langsung mendorong kuat tubuh Rafa. Dia memundurkan langkah menjauhi Rafa. "Apa-apa sih, Pak?" ucap Eva ketus.Rafa menyeringai, "Kenapa mundur? Takut? Tadi kamu loh yang nawarin mau mandiin saya. Sekarang giliran saya ajakin kamu mandi bareng, kamu malah menghindar?"Eva menggeleng, "Nggak mau! Pak Rafa nih nggak bisa diajak bercanda. Pak Rafa bisa bedain nggak sih mana yang saya ucapin dengan serius, mana yang bercanda.""Oh yang tadi bercanda? Kirain serius. Padahal tadi saya udah seneng loh. Kalau dimandiin, saya nggak bakalan capek-capek keluarin tenaga lagi." Rafa mengulum senyum melihat raut panik Eva.Pria itu melangkah maju mendekat, membuat gadis itu berjalan mundur. "Pak Rafa mau ngapain? Pak Rafa berhenti di sana. Pak jauh-jauh dari saya. Mundur Pak bukan maju. Pak Rafa, ihhhh," ucap Eva semakin panik dan memundurkan kakinya hingga bersandar di keranjang bayi Arumi. Dia memejamkan mata karena Rafa
"Pak, bentar lagi teman-teman kos bakalan berdatangan. Saya gimana?" tanya Eva meletakkan ponselnya di samping. Sebelumnya, dia membaca pesan-pesan di grup teman kosnya. Di grup ramai membicarakan akan segera balik ke kos, karena jadwal kuliah sebentar lagi dimulai.Seharusnya, Eva membicarakan ini jauh-jauh hari sebelum teman-teman sesama penghuni kos kembali dari kampung halaman masing-masing. Tetapi, malam ini, dia baru bisa duduk berdua dengan pria yang sedang berkutat dengan laptopnya. Entah dia sedang sibuk apa, Eva tidak peduli. Toh, itu bukan urusannya. Meskipun Eva tampak diabaikan, Eva akan mencoba menarik perhatian pria itu. "Pak, denger saya nggak sih?" tegur Eva yang merasa Rafa belum juga meresponnya.Pria yang sedang fokus di laptopnya mengalihkan pandangannya ke Eva. Gadis itu sedang memperhatikannya sambil memeluk lutut di tengah-tengah sofa panjang."Kenapa?" tanya Rafa menyingkirkan laptopnya. Dia memfokuskan dirinya mendengarkan ucapan lawan bicaranya. Eva menarik
"Nggak usah sok jijik deh, Pak. Itu anak Pak Rafa sendiri, ngapain pake palingkan wajah segala. Cepetan bersihin." Eva mengomel sambil berkacak pinggang. Dia menatap jengah bapak kosnya yang mempersulit dirinya membersihkan pup Arumi."Tenang dulu dong Eva. Saya susah napas ini. Perasaan dia cuma minum sufor, kok bau banget sih pup-nya." Rafa menahan napas sambil membersihkan kotoran yang menempel di pantat Arumi. "Ya elah, Pak. Pup Arumi nggak sebau itu. Pemikiran Pak Rafa aja tuh yang memengaruhi indera penciuman Pak Rafa, makanya terima aroma busuk. Nggak usah lebay. Pup pak Rafa lebih bau pasti."Rafa mengehentikan pergerakan tangannya lalu menoleh pada Eva. "Kenapa malah bandingin sama pup saya?""Lagian, sama anak sendiri kok jijik. Saya yang bukan siapa-siapa Arumi, biasa aja tuh kalau gantiin popoknya." Eva mendengus dan beralih mengaduk susu formula Arumi. "Kamu ibunya Arumi," celetuk Rafa.Dengan gerakan kilat Eva menoleh. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya mendengar ucapan R
"Pak, saya pulang sekarang ya." Eva buru-buru mengambil jaket dari dalam lemari untuk menutupi piyama tidurnya. Dia harus segera kembali ke kamar kos."Nggak bermalam di sini? Besok aja kamu kembali ke kamar kos kamu." Rafa yang sedang menyandarkan tubuhnya di bingkai pintu mengusulkan.Eva menggeleng, menyambar ponsel dan membuka room chat dengan Ega. "Nih, Pak Rafa liat. Ega mau ke kamar saya."Rafa manggut-manggut dan bertanya, "Mau saya temenin?" "Nggak usah, Pak," tolak Eva yang langsung meraih tangan Rafa dan menempelkan di pipinya. "Saya pergi, Pak. Kalau Arumi bangun dan nangis, Pak Rafa coba tenangin dulu. Kalau nggak bisa, Pak Rafa baru hubungi saya. Bye." Eva sudah melewati Rafa yang mematung di tempatnya. Pria itu menatap tangannya yang digunakan Eva menyelami dirinya. Tangan yang menyentuh pipi halus Eva meninggalkan sengatan aneh yang menghambat kinerja otak Rafa. "Apa yang dilakukan gadis itu barusan?" tanya Rafa pada dirinya sendiri."Pak Rafa, kunci pintunya!" Eva b
"Ngapain ikut masuk di kamar aku?" tanya Eva merasa aneh dengan Rida yang menerobos masuk ke dalam kamarnya."Aku numpang tidur di sini ya. Kamar aku belum dibersihkan, masih ada debu. Aku capek banget kalau harus bersih-bersih dulu. Boleh ya?" Rida mengedip-kedipkan matanya sambil menggoyangkan tangan Eva.Eva hanya bisa menghela napas dan mengangguk. Rida mengepalkan tangan dan mengatakan yes. Dia langsung menghempaskan tubuhnya di kasur empuk Eva."Geseran dikit, aku juga mau tidur." Eva mendorong tubuh Rida hingga mengguling mendekati tembok. Dia berbaring telentang dengan sebelah tangannya sebagai bantalan."Eva, nggak rindu rumah?" celetuk Rida yang memaksa Eva membuka mata yang sempat terpejam.Eva menatap lurus ke langit kamarnya yang disinari lampu tidur. Jika ditanya seperti itu, Eva merasakan perih di matanya. Rindu? Tentu saja dia merindukan rumah. Tetapi, suasana rumah sewaktu kecil yang dia rindukan bukan saat dewasa. Semakin dewasa, Eva merasakan banyak tuntutan yang har
"Evaaaaa!!!" jerit Rida berlari masuk ke kamar Eva. Wajah gadis itu tampak ceria sampai-sampai bertepuk tangan dengan heboh.Eva yang baru keluar dari kamar mandi—masih dibungkus bathrobe dan handuk yang melilit di kepala—menatap heran pada temannya itu."Ada apa sih? Heboh bener. Kesambet apaan pagi-pagi gini? Masuk kamar aku sambil lari-larian. Nggak ucap salam juga. Main nyelonong aja. Mana sambil tepuk tangan, kayak bocah tau nggak." Eva mengomel panjang. Rida cengengesan, "Maaf-maaf, Eva." "Keluar lagi, terus masuk dengan sopan," kata Eva mengusir. Dia mendorong Rida keluar lalu menutup pintu. "Ribetnya punya teman kek Eva." Rida memutar bola matanya sebelum mengetuk pintu kamar kos Eva. "Eva, buka dong. Aku mau masuk!" Eva membuka pintu kamarnya dan tersenyum, "Eh, ada Rida. Masuk-masuk, sini." Rida menepuk jidatnya pelan. Heran dengan tingkah Eva yang dianggapnya aneh. Dia masuk dan langsung duduk di kasur Eva, namun lagi-lagi Eva menegurnya. "Aduh, Rida. Bukan aku larang
"Ah, kalian sudah datang? masuk-masuk," sapa Rafa sembari tersenyum dan membuka jalan untuk dua gadis penyewa kosnya. "Iya, Pak. Makasih ya udah undang kami berdua sarapan bersama. Tadi, niatnya mau cari makan di luar, ya 'kan Eva? Tapi, rezeki datang dari Pak Rafa. Jadi kami nggak harus keluar lagi." Rida dengan centil membalas.Di sampingnya, ada Eva yang mendengus pelan. 'Ngapain sih basa-basi gitu? Padahal kesenangan dia tuh!' cibir Eva dalam hati. Perasaannya menjadi dongkol akibat tingkah Rida yang terang-terangan ingin mendekati Rafa. Sebelum datang ke rumah utama, gadis dari Malang itu mendandani dirinya terlebih dahulu. Demi apa? Demi menggoda Rafa. Sangat menyebalkan dan pemberani. Rida tidak tahu saja status Eva bagi Rafa.Rafa menanggapi ucapan Rida dengan tersenyum. Lirikan matanya mengarah pada Eva yang memasang wajah tertekuk. "Makanannya ada di dapur. Eva bantu saya ambil ya, tolong," pinta Rafa. "Biar saya aja, Pak." Rida menawarkan diri."Kamu
"Nggak, nggak ada, kok." Eva mengibaskan tangan kirinya di depan wajah. Dia mengirim tatapan tajam agar Rafa segera menyingkirkan tangan dari punggungnya. Pria itu hanya membalas dengan tersenyum.'Dia kenapa sih? Aneh banget, pake senyum-senyum lagi.' Eva membatin dengan tatapan heran pada bapak kosnya.Rida hanya ber-oh pelan sebagai tanggapan lalu melanjutkan makannya. "Ngomong-ngomong, kalian kapan masuk kuliah?" tanya Rafa mengusir jeda yang membuat suasana sempat hening."Lusa udah mulai masuk, Pak." Rida menjawab cepat. Sepertinya dia takut sekali didahului oleh Eva. Padahal gadis itu masih setia diam dengan pikiran dan bubur di mangkuknya."Udah semester berapa?" tanya Rafa kemudian memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. "Semester angker, Pak." Eva menyambar dengan ekspresi frustasi membuat Rida mengangguk setuju. "Maksud kalian angker itu apa?" tanya Rafa tidak mengerti. Semasa kuliah, dia menikmati semua semester dan tidak ada satupun yang dirasanya menakutkan."Semester