Bai Jia tiba di lantai lima Pagoda Sembilan Naga dan menemukan seorang pria tampan dengan rambut putih panjang terurai sedang duduk sambil mengelap sebuah pedang. Penampilan si pria semakin terlihat elok dengan pakaian yang senada dengan warna rambutnya. Terdapat sebuah tanda merah di dahi pria indah itu, dan Bai Jia merasa tidak asing dengan tanda tersebut. Namun, ia tidak yakin di mana pernah melihatnya.Pria di hadapan Bai Jia saat ini terlihat sedang membersihkan pedang yang sebenarnya sudah tampak sangat mengkilat. Hal itu memunculkan sebuah spekulasi di kepala Bai Jia, bahwa kemungkinan besar setelah ini ia akan kembali bertarung pedang.“Jadi, bagaimana di lantai empat?” tanya laki-laki berambut putih tersebut.Bai Jia tidak tahu ‘bagaimana’ seperti apa yang dimaksud. Cukup ragu Bai Jia menjawab, “Nona Xiao Jiang, beliau terluka setelah semalaman bertarung pedang.” Pada akhirnya Bai Jia memilih kalimat itu sebagai jawab
“Kitab iblis?”“Iya,” jawab Lin Yi, “tapi sudahlah, lupakan! sekarang, lebih baik kamu lanjutkan perjalananmu, Saudara Jia!”“Baik! kalau begitu ...,”—Bai Jia memberi hormat—“saya pamit.”“Hem.”Sebenarnya Bai Jia masih sangat penasaran dengan Kitab Iblis. Namun, untuk sementara ini dia akan menahan rasa penasarannya terlebih dulu. Setelah nanti ujiannya selesai, barulah Bai Jia akan kembali mencari tahu.Langkah Bai Jia kembali menapaki satu per satu anak tangga. Dia menuju ke tingkat selanjutnya dengan banyak pertanyaan di kepalanya mengenai sosok seperti apa lagi yang akan ia temui kali ini. Bai Jia sedikit bingung begitu menginjakkan kaki di lantai enam Pagoda Sembilan Naga. Berbeda dari lantai-lantai sebelumnya, kali ini dia tidak melihat adanya pendekar bertubuh kekar ataupun pendekar dengan pedang di tangan, melainkan seorang kakek bertubuh kecil dengan jenggot putih panjang. Pria tua itu duduk bersila di belakang meja untuk bermain Weiqi/ Go (sejenis permainan catur dengan m
Sesampainya Bai Jia di lantai tujuh, dia menatap punggung seorang laki-laki paruh baya dengan rambut panjang yang diikat cemol ke atas. “Guru?”Laki-laki tersebut berbalik, membuatnya berhadapan langsung dengan Bai Jia. Seutas senyum pun orang itu berikan kepada Bai Jia.Min Cun, dia lah Dewa Pedang yang harus dilawan oleh Bai Jia di tingkat tujuh Pagoda Sembilan Naga. Semua kemampuan yang ada di tingkat-tingkat sebelumnya seperti ketahanan fisik, kejelian, teknik dan ilmu pedang, serta strategi akan diuji bersamaan di sini.“Jadi, di tingkat ini, aku harus melawan Guru?”Min Cun mengangkat sebelah ujung bibirnya. Lalu, tanpa aba-aba dia langsung menyerang Bai Jia dengan pedangnya. Bai Jia reflek mencabut pedang dari tempatnya untuk kemudian melawan Min Cun. Sekalipun itu gurunya, Bai Jia bertekad bahwa ia tidak akan melunak.Dentingan pedang keduanya mengisi seluruh ruangan lantai tujuh. Sudah beberapa kali Bai Jia menang melawan Min Cun saat latihan, jadi pasti kali ini dia juga b
Jarak Antara Yuan Zi dan Pedang Surga semakin terkikis. Yuan Zi sudah pasrah jika harus mati sekarang. Yuan Zi menahan napas dan menutup matanya. Di dalam gelap itu dia menanti ujung besi merobek kulitnya. Namun, sudah sejak beberapa detik lalu pedang itu meluncur ke arahnya, Yuan Zi masih tidak merasakan apapun.“Apakah mati tidak terasa menyakitkan seperti ini? kenapa aku tidak merasakan apa-apa?” batin Yuan Zi.Penasaran, akhirnya Yuan Zi memberanikan diri untuk membuka mata. Betapa terkejutnya dia, ketika membuka mata didapatinya Pedang Surga hanya berputar-putar di depan dadanya.Bai Jia, dia menahan laju pedangnya dari jauh. Dia menahan diri untuk tidak membunuh Yuan Zi.Yuan Zi kembali mengatur napasnya. Namun, kali kini kakinya terasa lemas hingga membuatnya berlutut. Bai Jia menarik pedangnya kembali ke tangannya. Lalu, dia masukkan pedang tersebut ke dalam wadahnya.“Sepertinya aku sudah kalah,
“Kakak Yuan Zi!” panggil Bai Jia, “Guru Min Cun dan Guru Wei Qi, mereka ke mana?” tanyanya.“Mereka pergi ke suatu tempat dan tidak akan kembali untuk sementara waktu,” jawab Yuan Zi.“Ke mana?” tanya Bai Jia lagi, “Kak, guru terluka, apa beliau akan baik-baik saja?”“Tenang saja! ada Dewa Weiqi bersama guru.” Yuan Zi berjalan mendahului Bai Jia. Pergerakannya itupun diikuti oleh si yang lebih muda.“Hari ini beristirahatlah, Bai Jia, besok ikut denganku berkeliling Wuxia!”“Baik, Kak.”---Kehadiran Bai Jia dan Yuan Zi di salah satu daerah di Wuxia pagi ini menyita perhatian banyak orang. Jika biasanya orang akan terfokus pada kharisma Yuan Zi, maka kali ini fokus mereka tertumpu pada sosok yang mengiringinya. Berbeda dari Yuan Zi yang terlihat sangat berwibawa dengan kelembutan serta senyum ramahnya, Bai Jia justru terlihat lebih dingin, misterius, dan menakutkan. “Kak, kenapa semua orang menatapku seperti itu?” tanya Bai Jia dengan cukup bingung.Yuan Zi sekilas menoleh ke
Di salah satu kamar sebuah penginapan, Bai Jia tengah mengikat pakaiannya. Sesuai dengan rencananya siang tadi, malam ini dia akan memberi pelajaran kepada orang-orang Diyu.Di atas meja kamar Bai Jia saat ini terdapat dua topeng yang berbeda. Satu adalah topeng besi pemberian Yuan Zi, sedangkan yang satu adalah topeng berbahan kulit berwarna hitam sewarna dengan pakaiannya.Bai Jia mengambil topeng hitam itu dan memakainya. Lalu, dia keluar melalui jendela penginapan. Tidak lupa, Bai Jia juga membawa Pedang Surga bersamanya.Kaki Bai Jia berpindah dari satu atap ke atap bangunan yang lain hingga akhirnya ia tiba di dermaga. Persis seperti yang dikatakan Yuan Zi, orang-orang Diyu yang siang tadi ditemuinya di rumah makan, saat ini sedang membawa barang-barang naik ke kapal mereka.Dari penuturan Yuan Zi sebelumnya, sejak Diyu menjalin kerja sama dengan Wuxia, orang-orang Diyu sering seenaknya keluar masuk Wuxia untuk mengambil bahan pangan demi memenuhi kebutuhan pasukan Diyu selama p
Bai Jia serius dengan yang dikatakan sebelumnya. Sehingga, begitu matahari terbit dia sudah berada di atas perahu meninggalkan Wuxia.Dia mengikuti perkataan Yuan Zi. Hanya mengikuti aliran sungai ke hilir dan Bai Jia akan menemukan pegunungan Qi. Di balik pegunung itulah Lembah Qi berada.Bai Jia menatap seruling di tangannya. Beberapa waktu tadi Yuan Zi memberikan seruling itu kepadanya.“Aku tidak bisa menemanimu, jadi bawalah seruling ini untuk dijadikan teman!” ucap Yuan Zi saat tadi melepas Bai jia di dermaga.Bai Jia mengangkat serulingnya dan mencoba untuk memainkannya. Tidak lama, suara seruling pun mulai mengalun indah memecah keheningan pagi yang masih begitu dingin. Memerlukan waktu dua hari bagi Bai Jia untuk bisa sampai di Pegunungan Qi. “Ini pasti pertemuan aliran sungai yang dimaksud Kak Yuan Zi, dan di depan sana ... itu pasti Pegunungan Qi.”Bai Jia membawa perahunya mendekat ke sisi ekor pegunungan tersebut dan kemudian menepikannya. Setelahnya, dia mendaki ke atas
Bai Jia membalik lembaran demi lembaran kitab iblis dan menemukan lukisan simbol yang sama persis seperti yang ada di dahi Lin Yi. “Ini ....”“Tanda yang sama dengan yang ada di dahiku,” sahut Lin Yi, “junxie-ku, simbol dari gudang senjata neraka.” Simbol trisula yang juga mirip dengan bentuk api dengan tiga ujung runcing mengarah ke atas dan satu ujung runcing mengarah ke bawah itu dipandangi oleh Bai Jia. Dia sungguh tidak asing dengan simbol tersebut, seperti telah lebih dulu melihatnya sebelum bertemu dengan Lin Yi.“Simbol ini hanya bisa didapat oleh seseorang dengan ilmu bela diri tingkat tinggi, dan untuk mendapatkannya harus mengorbankan tenaga dalam yang besar. Bahkan, bisa-bisa sampai mengorbankan nyawa sendiri,” jelas Lin Yi.“Jadi, karena itu Kakak membutuhkan Kakak ipar untuk membantu mendapatkan cambuk petir?”Lin Yi dan Xiao Jiang saling menatap. “Iya, dan itu adalah kebodohanku yang sangat kusesali.”Xiao Jiang menggeleng sembari mengusap lengan suaminya. Dia ingin s