Bai Jia dan Lin Yi menyatukan energi mereka dan memulai meditasi. Kedua jiwa itu meninggalkan jasad masing-masing dan mulai berlatih jurus dari kitab iblis di dalam alam spiritual. Batin yang terhubung menjadikan mereka dapat berkomunikasi. “Perhatikan dengan baik, Bai Jia!” perintah Lin Yi.Tanpa banyak bicara, Lin Yi segera menggerakkan tubuhnya. Dia menunjukkan gerakan jurus yang ada di dalam kitab iblis. Hal itu diamati dengan seksama oleh Bai Jia. Dia tidak mau melewatkan detil sekecil apapun.Lin Yi hanya sekali memberi contoh dan setelahnya meminta Bai Jia untuk langsung mencobanya sendiri. Bai Jia terus mengulangi gerakannya sampai ia benar-benar menguasai jurus dari kitab iblis tersebut. Jurus yang saat ini Bai Jia pelajari merupakan dasar baginya untuk bisa menjadi pemegang kunci junxie-ku. Namun, seperti yang dikatakan oleh Lin Yi sebelumnya, Junxie-ku tidak semudah itu bisa didapatkan. Untuk bisa memiliki dan membuka gudang senjata neraka, seseorang harus berkonsentras
“Guru?”Belum sempat Bai Jia memahami apa yang terjadi, tiba-tiba dia sudah ditarik pergi ke sisi lain yang berbeda oleh energi spiritual. Saat ini Bai Jia berada di sebuah desa yang cukup suram. Di sana dia melihat perempuan serta pengawal yang tadi di istana Diyu. “Tunggu!” ucap perempuan itu pada pengawalnya.“Iya, Ratu, ada apa?”“Ikut aku!”Ratu mengajak pengawalnya ke tempat yang sedikit sepi. Tanpa mengatakan apapun, perempuan yang disebut ratu itupun membuka kain yang menutupi anaknya.Sang Ratu terlihat oleh Bai Jia tengah berkonsentrasi menggunakan tenaga dalamnya. Dia arahkan telunjuknya ke dahi lalu ke dada anak yang ada dalam gendongannya. Dia gerakkan jari tersebut seolah tengah menuliskan sesuatu. Lalu, ia pukulkan telapak tangannya ke dada si anak.DEG!Anak kecil itu pingsan. Bersamaan dengan hal tersebut, keluar darah dari ujung mulut sang ratu.“Ratu! a
Lin Yi dan Xiao Jiang tidak memalingkan pandangan mereka dari sosok Bai Jia yang saat ini semakin dalam memasuki alam spiritual. Tampak wajah Xiao Jiang yang sedikit cemas melihat perubahan raut wajah Bai Jia.“Jangan khawatir!” pinta Lin Yi pada istrinya, “aku yakin dia bisa mengatasi semuanya sendiri. Bai Jia bukan orang biasa yang kebetulan memiliki energi iblis. Dia bukan orang biasa, Xiao Jiang.”Xiao Jiang lantas menunjuk Pedang Surga yang tergeletak di depan Bai Jia. Dia penasaran dengan pedang tersebut, yang seolah memiliki energi magis yang mampu menarik dan mengikatnya.“Kamu penasaran dengan pedang milik Bai Jia?” tanya Lin Yi memastikan. Xiao Jiang mengangguk. “Kamu pasti bisa merasakan tarikan energi dari pedang itu saat bertarung dengan.”“Tepat,” batin Xiao Jiang. “Xiao Jiang, pedang itu adalah pedang yang oleh dunia persilatan disebut sebagai Pedang Surga.”Xiao Jiang menoleh terkejut. Dia ingin mema
Setelah beberapa waktu, akhirnya Bai Jia tiba di pondok milik Min Cun di hutan kapas. Terlihat asap mengepul dari halaman pondokan tersebut, di mana terdapat seorang kakek tua yang menyalakan tungku untuk memasak.“Aku kenal aroma ini, ini seperti aroma obat yang dulu pernah kuminum saat terluka,” ucap Bai Jia dalam batin. Bai Jia tahu bahwa saat ini Min Cun sedang terluka. Namun, dia masih tidak tahu separah apa luka sang guru. Selama ini tidak ada satu pun yang mau jujur dan memberitahunya. Rasa khawatir dan ingin tahu Bai Jia tidak bisa dibendung lagi. Hari ini dia harus mendapat penjelasan atas kondisi Min Cun serta pertanyaan lain yang bersarang di kepalanya sejak beberapa hari ini.Bai Jia menghampiri si kakek tua yang tengah memasak di halaman rumah kayu milik Min Cun. Kakek tua yang tidak lain adalah Dewa Weiqi itupun menatap ke arah datangnya Bai Jia. Dia sama sekali tidak terkejut dengan kedatangan Bai Jia. “Kau sud
Sebelum mendapat julukan sebagai Dewa Pedang Maha Tahu, Min Cun merupakan murid tekun dan pintar yang dimiliki Pagoda Sembilan Naga. Namun, meskipun demikian dia juga tidak ubahnya pemuda seumurannya yang memiliki rasa ingin tahu tinggi dan berapi-api yang seringkali justru dicap sebagai anak nakal oleh orang-orang tua di sekitarnya.Suatu ketika, langit berkehendak untuk mempertemukan Min Cun dengan seseorang yang memiliki sifat tidak jauh berbeda darinya, nakal dan suka kabur dari rumah. Min Cun remaja, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang pemuda seumurannya yang menyamar menjadi rakyat biasa demi bisa melihat dunia di luar batas negerinya.Keduanya bertemu saat sama-sama akan menangkap pencuri di pasar salah satu kota di Wuxia. Mereka yang tidak saling mengenal itu dengan cepat saling akrab dan saling menunjukkan kebolehan masing-masing dalam bela diri.“Namaku Lei Cun, senang bisa bertemu dengan orang seumuran denganku tapi sudah memiliki kemampuan hebat sepertimu!” ucap pemud
Keheningan hutan kapas terpecah oleh suara pedang Bai Jia yang membelah udara di sekitarnya. Ucapan Min Cun beberapa waktu lalu masih terngiang jelas di kepalanya. “Sepertinya, kau adalah putra Lei Cun ... kamulah pewaris sah tahta Diyu ....”Bai Jia tidak tahu harus bagaimana. Saat ini pikirannya sungguh kacau. Dia tidak bisa menerimanya, bagaimana bisa dia berasal dari klan yang sangat ia benci.“Menurutmu baik-baik saja membiarkan dia seperti ini?” tanya Wei Qi.Min Cun menjawab, “Cepat atau lambat hal ini tetap akan terjadi.”“Bagaimana jika kau salah? bagaimana jika Bai Jia bukan putra sahabatmu itu?”Min Cun diam. Sejujurnya dia tidak tahu bagaimana nantinya jika ia salah. Hanya saja, instingnya kuat kali ini. Sisi terdalam Min Cun sungguh meyakini bahwa Bai Jia memanglah putra Lei Cun yang dibawa pergi permaisuri Diyu sebelum penyerbuan Hou Cun terjadi.Bai Jia, dia tidak percaya jika dirinya adalah bagian dari Diyu terlebih keturunan dari para raja, akan tetapi tubuhnya sendi
Tiba-tiba terdengar suara seruling di tengah pertempuran antara para pendekar Shengren dengan para prajurit Diyu. Lou Yin mengedarkan pandangannya untuk mencari dari mana sumber suara yang menginterupsi pertempuran itu berasal. Lalu, didapatilah seseorang dengan pakaian serba hitam dan topeng hitamnya tengah duduk di salah satu atap bangunan sembari meniup seruling. “Hey, kau pengecut, turunlah!” teriak Lou Yin.Bai Jia yang mendengar teriakan tersebut lantas menghentikan permainan serulingnya. “Kau bicara padaku?” balas Bai Jia dengan suara yang mampu didengar oleh Lou Yin. “Siapa kau beraninya mengganggu di sini?” teriak Lou Yin lagi.“Mengganggu?”—Bai Jia berdiri—“siapa? ... aku?”—menunjuk dirinya sendiri. Bai Jia pun tertawa. “Seorang pengganggu memang tidak pernah sadar bahwa dirinya mengganggu,” sindirnya.“Banyak omong! cepat turun jika memang nyalimu besar! agar cepat kau ku habisi.”Salah satu sudut bibir Bai Jia terangkat. “Mari kita lihat siapa yang menghabisi siapa!”Bai
~Sehari sebelum pertarungan Bai Jia dengan Lou Yin~Begitu menginjakkan kaki di Shengren, Bai Jia menggunakan kesempatan itu untuk mengunjungi bekas perguruan Lotus Putih. Hatinya bak teriris ketika melihat yang tersisa dari bangunan perguruannya hanyalah pondasinya saja.Berada di sana membuat Bai Jia kembali mengingat kehidupan masa lalunya. Meskipun sebagian besar hidupnya selalu dirundung, akan tetapi tidak sedikit pula kenangan manis tercipta di tempat itu. Kenangan terlama Bai Jia yang bisa dia ingat adalah bermain bersama dengan Tao Jin di halaman Lotus Putih. Senyum kakek gurunya itu masih bisa Bai Jia ingat dengan jelas. Tangan Bai Jia mengepal dengan sendirinya. “Lihatlah bagaimana aku akan membalas orang-orang Diyu itu, Kakek!”~Setelah kekacauan di Shengren mereda siang tadi, kini situasi di penginapan para pendekar yang ada di dalam istana terlihat cukup sepi. Para pendekar saat ini tengah beristirahat untuk memulihkan tenaga.Sementara itu, Bai Jia yang masih belum
Begitu masuk ke dalam air, Wen Lai tidak melihat Li Jun bersamanya. Dia tidak menemukan Li Jun ikut masuk ke dalam air.Mengetahui hal itu, Wen Lai pun langsung naik ke permukaan untuk mencarinya. Namun, begitu sampai di permukaan, dia justru terkejut karena yang ada di sekelilingnya kini sudah bukan lagi taman atau bangunan-bangunan di Sungai Jingsan. Sisi kanan dan kiri sungai sekarang ialah hutan-hutan lebat. “Ini ... di mana?”—Wen Lai bingung.“Pangeran!” Panggilan itu mengejutkan Wen Lai hingga membuatnya seketika menoleh ke sumber suara. Ternyata, orang-orang yang memanggilnya tadi adalah orang selatan yang merupakan pengikut keluarganya.“Pangeran! itu pangeran Wen Lai! cepat bantu pangeran naik!”“Aku tidak sedang bermimpi, aku sadar sepenuhnya, aku ... aku ada di Diyu?”Setelah kurang lebih dua minggu berada di dunia lain, pada akhirnya Wen Lai dapat kembali ke Diyu. Dia akhirnya dapat bernapas lega mengetahui ayah, anggota keluarganya, dan para pengikut setia mereka selama
Setelah kematian kakeknya, Li Jun beraktivitas sebagaimana biasanya. Pergi bekerja dan sekolah seperti sebelum-sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Wen Lai. Dia kembali bekerja di kedai nenek An yang baru saja selesai direnovasi. Hanya saja, meskipun demikian Wen Lai tetap dapat melihat kesedihan yang begitu dalam di sorot mata Li Jun. Wen Lai tahu bahwa pemuda itu sebenarnya hanya sedang berusaha tegar di depannya. “Terima kasih untuk hari ini, Wen Lai!” ucap nenek An.“Aku juga berterima kasih, Nenek! ... kalau begitu, aku pulang dulu.”“Iya, hati-hati!”Hari pertama kedai mie nenek An buka, pelanggan sudah langsung banyak yang datang. Sehingga, sebelum matahari terbenam, mie mereka sudah habis dan Wen Lai bisa pulang lebih awal. Wen Lai senang melihat perubahan yang terjadi pada kedai nenek An. Kedai itu kini sudah jauh lebih bagus dan ramai dari pertama kali ia ke sana. Wen Lai bersyukur untuk itu.Karena pulang lebih awal, Wen Lai lantas memutuskan untuk pulang jalan
Setelah puas mencoba berbagai macam wahana permainan, akhirnya sebagai penutup liburan mereka, Li Jun membawa Wen Lai ke pantai. “Ini!”—Li Jun memberikan minuman kaleng kepada Wen Lai. Dia kemudian ikut duduk di atas pasir di samping Wen Lai. Mereka menikmati pemandangan matahari terbenam dalam diam.“Terima kasih, Li Jun!” ucap Wen Lai mengusir hening di antara keduanya. “Hem?”“Terima kasih sudah mengajakku berlibur! aku ... untuk sejenak merasa bebanku hilang,” jelas Wen Lai, “dunia tanpa perang dan perebutan tahta ternyata sangat menenangkan dan menyenangkan.”Li Jun tertawa kecil. “Sebenarnya, kesenangan yang baru kau rasakan hari ini hanyalah sebagian kecil dari kehidupan utuh di dunia. Tidak selamanya perang itu berwujud saling serang di medan perang dengan menggunakan pedang. Asal kau tahu, Wen Lai, sebenarnya peperangan di sini jauh lebih kejam dan kotor.”Wen Lai menatap Li Jun bingung. Dia mas
Di sore ketika Li Jun masih mengantar makanan ke tempat pelanggan. Wen Lai tidak sengaja menjatuhkan gelas minuman bekas pelanggan.Hal itu mengejutkan semua orang yang ada di dalam kedai, tidak terkecuali nenek An. Sang nenek yang awalnya sibuk di tempat memasak, karena panik akhirnya menghampiri Wen Lai. “Wen Lai, ada apa? kau baik-baik saja?” tanya nenek An.Wen Lai yang awalnya mematung menatap arah sungai akhirnya memutus pandangannya ketika mengetahui nenek An membantunya membersihkan pecahan kaca gelas. “Nenek, jangan! biar aku saja, jangan sampai tangan nenek terluka!”“Kau baik-baik saja, Wen Lai?” tanya nenek An lagi.“Iya, Nek, aku baik-baik saja, tadi tanganku sedikit licin.”Wen Lai membuat alasan sebisanya. Dia lantas memungut pecahan gelas sambil kembali melihat ke arah sungai.Cahaya itu masih keluar dari dalam sungai. Cahaya yang tadi membuatnya terkejut sampai tidak sengaja me
“Jadi, uang yang kau gunakan untuk potong rambut adalah hasil dari kau bekerja di kedai mie?” tanya Li Jun yang kemudian diangguki oleh Wen Lai.“Kenapa?”“Apa?”“Potong rambut. Kenapa?”Pangeran Diyu itu menaikkan kedua bahunya—“Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin melakukannya,” jelasnya, “ternyata, ucapanmu tentang trend rambut pendek lebih bagus dan disukai itu benar, kata bibi di tempat potong rambut, aku semakin tampan dengan rambut pendek,” lanjut Wen Lai dengan senyuman senang penuh percaya diri.“Cih!” cibir Li Jun.Li Jun masih tidak percaya, hari ini Wen Lai cukup mengejutkannya. Di satu sisi dia senang Wen Lai tidak kesulitan berada di dunianya. Namun, di sisi lain, entah kenapa dia justru merasa khawatir.“Hah! kenapa aku jadi merasa menyesal sudah mengajarinya?” ucap Li Jun dalam hati.Li Jun mencoba abai pada perasaannya. Dia memakan mie yang dibawa oleh Wen Lai dari kedai Nenek An.Mata Li Jun melotot saat bumbu mie itu pertama kali menyapa lidahnya. “Woah!” seruny
Melihat toko penyedia jasa potong rambut, Wen Lai jadi berpikir untuk memotong rambutnya. Namun, setelah mengingat ucapan Li Jun bahwa segala sesuatu di dunia ini membutuhkan uang dan saat ini dia tidak memilikinya, Wen Lai akhirnya tidak jadi masuk ke ‘barber shop’.Tidak apa jadi pusat perhatian banyak orang. Pikirnya, dia juga tidak akan selamanya berada di dunia ini. “Apa yang kalian lakukan? ... tolong!”Teriakan dari seorang perempuan tua menyapa pendengaran Wen Lai. Seorang nenek sedang dirampok di salah satu gang sepi.Wen Lai tentu saja tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja di depan matanya. Merampok perempun tua adalah tindakan seorang pengecut. Jika ada orang yang hanya melihat dan membiarkan itu terjadi, maka dia lebih pengecut dari seorang pengecut. Wen Lai mengambil beberapa kerikil dari tepi jalan lalu melemparnya pada dua penjambret tersebut. Kerikil-kerikil itu mengenai kepala mereka dan membuat me
Setelah memastikan kakeknya sudah tidur, Li Jun naik ke lantai dua. Dia menghampiri Wen Lai yang saat ini duduk di depan kamar. “Kakek sudah tidur?” tanya Wen Lai saat pemuda itu mendudukkan diri di sampingnya.Li Jun menyahut, “Hem!” Dia kemudian memberi Wen Lai minuman kaleng yang dibelinya saat perjalanan pulang tadi. Mata Wen Lai menatap bingung kaleng tersebut. “Ini hanya sari buah, bukan alkohol.”Apapun itu, Wen Lai tidak paham. Dia hanya menerima dan mengikuti tindakan Li Jun, membuka dan minum sesuatu dari kaleng tersebut.Setelah sesaat merasa takjub dengan rasa minuman kaleng, Wen Lai pun kembali fokus pada Li Jun. Matanya bergerak gelisah—“Maaf!” ucap Wen Lai pada akhirnya.Satu sudut bibir Li Jun terangkat. “Sudahlah, lupakan saja! kau hanya tidak tahu.”“Apa kejadian seperti ini sebelumnya sering terjadi?” tanya Wen Lai setelahnya.“Iya, sangat sering, sebelum pikun ka
“Dasar anak-anak nakal! kalian tidak takut dapat tuah, ha? sana pergi!” usir penjaga museum istana.Cahaya yang menerangi wajah Li Jun dan Wen Lai beberapa waktu lalu ialah cahaya senter milik dua penjaga yang sedang berpatroli. Para penjaga memergoki mereka saat berada di depan pintu aula utama.“Terima kasih, Pak!” teriak Li Jun dengan tidak tahu diri. “Hah! beruntung kita ketahuan, jadi tidak perlu repot mengendap-endap dan melompat pagar,” terangnya, “sekarang ayo kita pulang, Wen Lai!” “Hem!” sahut Wen Lai seadanya. Dia masih penasaran dengan energi yang ia rasakan tadi. “Apa energi tadi yang disebut sebagai energi kutukan?” tebaknya dalam batin.KRUCUK~“Oho~ apa kau lapar, Pangeran?”—Li Jun merangkul Wen Lai—“tenang saja! setelah ini akan kumasakkan makan malam yang enak dan banyak untukmu, sebagai bentuk terima kasih karena tadi sudah membantuku.”Sejujurnya, Wen Lai malu mengakui dirinya kelaparan. Namun, perutnya sudah
“Wen Lai?” ucap Li Jun dalam hati. Dia terkejut melihat Wen Lai bisa ada di sana. Di saat Wen Lai akan maju menghadapi para berandal yang mengejarnya tadi, Li Jun segera menahan lengan sang pangeran Diyu. Pada awalnya dia ingin menahan Wen Lai agar tidak menghajar mereka. Namun, pada akhirnya .... “Santai saja! mereka hanya anak-anak biasa, jangan gunakan kekuatan iblismu!” Wen Lai memahaminya—“Baiklah!” “Kurang ajar! siapa, kau, brengsek?” “Minggirlah! jangan ikut campur!” “Aku?” sahut Wen Lai, “aku orang yang akan menghajar kalian.” Pernyataan Wen Lai itupun ditertawakan oleh anak-anak berandal. “Jangan bercanda, bocah aneh! yang ada, kau akan babak belur di tangan kami. Maju!” Tujuh orang maju menyerang Wen Lai. Dari posisi dan gerakan mereka, Wen Lai memprediksi siapa di antara mereka yang akan datang lebih cepat untuk mendekatinya.