~Satu tahun lalu, ketika Hou Cun melarikan diri dari Diyu~Hou Cun melintasi hutan bambu wilayah barat Shengren. Dia berniat singgah sebentar dan bersembunyi di sana untuk memulihkan luka dalamnya. Tidak disangka, ketika di sana Hou Cun justru menemukan hal yang cukup membuatnya tertarik. Dia tidak sengaja mendengar Rouku berteriak di depan makam para leluhur Lotus Putih. Pemuda itu memaki para leluhurnya dan juga para pendekar dunia persilatan. Dia kecewa leluhurnya tidak bisa menjadikan Lotus Putih besar dan para muridnya sebagai orang-orang hebat yang mampu bertahan dari para iblis.Dari apa yang diteriakkan oleh Rouku, Hou Cun bisa menangkap bahwa saat ini Rouku tengah marah dan kecewa perguruannya diremehkan. Dia juga kesal karena mereka menghina Yue Er sebagai ketua yang tidak bisa diandalkan. “Aku juga ingin Lotus Putih diperhitungkan di dunia persilatan bukan sebagai perguruan tertua melainkan sebagai perguruan terbesar dan terhebat,”—suara Rouku mulai pelan, dia menunduk s
“Kapan kau akan menepati janjimu, Rouku?”—suara tanpa wujud mengisi ruang rahasia milik Rouku.“Bersabarlah, iblis sialan! kau pikir saat ini aku sedang apa, ha?”“Yang kulihat, kau hanya melakukan sesuatu yang akan menguntungkanmu saja.”“Cih! kau lupa bahwa untuk membangkitkan raja iblis ke dunia ini aku harus menyiapkan singgasananya? caramu melakukan penyerangan ke berbagai kerajaan tidak akan bisa kutiru, aku tidak mampu melakukannya. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah dengan cara seperti ini, aku tidak bisa membiarkan orang tahu bahwa aku pengikut iblis.”“Hah! menyebalkan. Awas saja jika kau ingkar janji! aku bisa dengan sekejap mengambil semua yang kau miliki, termasuk nyawa perempuan keturunan Tao itu.”WUSH ...!Angin berhembus di ruangan tertutup itu. Lalu, tidak lama setelahnya sesuatu yang panas kembali menyengat punggung Rouku dan membuatnya mengernyit kesakitan.Selain merebut Yue Er dari dewa maut, isi perjanjian darah antara Hou Cun dan Rouku ialah membantu Hou
Usai terpisah dari dunia persilatan, Diyu mulai kembali menata kehidupan baru mereka. Berbekal dari wawasan yang dimiliki Bai Jia, Diyu perlahan berubah menjadi negeri yang lebih makmur dari sebelumnya dan kehidupan bangsanya jauh lebih tertata, walau tetap saja ada orang-orang yang tidak bisa menerima perubahan dan berbuat semaunya. Guna mengatasi masalah seperti hal tersebut, Bai Jia lantas membuat sebuah pengadilan untuk para penduduk Diyu. Pengadilan ini dipimpin oleh dirinya sendiri serta tiga penasehat yang merupakan orang tertua dan dihormati di Diyu. Tidak hanya itu, Bai Jia juga menempatkan beberapa orang muda di Diyu pada posisi penting sebagai dewan pertimbangan sebagai penyeimbang.Di bidang lain, seperti untuk memenuhi kebutuhan harian masyarakat Diyu, Bai Jia mengadopsi sistem yang digunakan oleh Lembah Qi yang terasing dari negeri lain. Namun, tentu saja dengan sedikit modifikasi karena mau bagaimanapun antara Lembah Qi yang hijau dan subur sang
Bai Jia dengan dibantu oleh Dou Yin berhasil menghimpun banyak prajurit baru. Kali ini bukan karena paksaan dari istana, melainkan karena orang-orang Diyu sendiri yang ingin menjadi bagian dari pasukan Bai Jia. Bai Jia saat ini juga sudah memulai misi menurunkan ilmu dari kitab iblis kepada pasukannya, sesuai dengan yang sebelumnya ia bicarakan dengan Fei Yi.Tidak hanya itu, Bai Jia juga memperkenalkan banyak strategi perang kepada para jenderal. Semuanya Bai Jia lakukan demi mempersiapkan Diyu untuk menghadapi pasukan Rouku di masa mendatang.Bai Jia tahu bahwa pada akhirnya nanti Rouku akan menyerang Diyu. Sebab, menurut kisah turun-temurun, raja iblis hanya bisa dibangkitkan di tempat pertama kali ia diturunkan ke bumi, dan tempat itu adalah Diyu.“Ha!”“Dua!”“Ha!”“Tiga!”Bai Jia meninggalkan Dou Yin yang tengah melatih ilmu kunci pembuka Junxie-ku kepada para prajurit. Saat ini Dou Yin sudah berhasil memiliki tanda Junxie-ku di keningnya, jadi Bai Jia bisa sedikit lebih tenang
Setelah berhasil menduduki tahta tertinggi Shengren, kini Rouku mulai bersiap untuk menduduki kerajaan lain. Masih dengan menggunakan cara yang sama, Rouku akan menghasut para raja dan para petinggi di kerajaan-kerajaan lain. Menjadikan mereka sebagai pemimpin yang tidak bisa mengurus rakyatnya dan membuat mereka terlena akan duniawi hingga lupa pada tanggung jawabnya terhadap rakyat.Setelah kerajaan-kerajaan itu berada dalam kondisi yang tidak terurus, barulah nantinya Rouku akan memanfaatkan Shengren dan datang sebagai pahlawan. Dia akan membuat rakyat kerajaan-kerajaan tersebut membelot ke Shengren dan menjadi pengikutnya. Jika sudah begitu, maka Rouku akan lebih mudah mengambil alih kerajaan mereka.~Beberapa bulan kemudian~“Kaisar Rouku, ada orang dari kerajaan Beiye ingin bertemu.”Mengetahui hal itu, Rouku pun tersenyum senang. Rupanya, umpannya kini telah dimakan.Rouku pergi menemui orang dari Beiye terseb
Putri Yi Lin turun dari tandunya. Rouku menyambut kedatangan Putri Kerajaan Hua yang kini menjadi permaisurinya itu dan membawanya ke aula untuk menerima berkah pernikahan. Kerajaan Hua merupakan kerajaan yang cukup besar dan kuat. Rajanya sangat pandai menjaga rakyat dan wilayahnya. Pasukan yang dimiliki oleh Hua juga merupakan pasukan besar yang setara dengan pasukan Wuxia. Membuat Rouku berpikir bahwa, “Apabila aku bisa menguasai Hua, maka aku akan memiliki kekuatan yang sama besar atau bahkan lebih besar daripada Wuxia.”Pasukan kuat dari Hua ditambah perguruan-perguruan hebat dari Shengren rasanya akan cukup untuk melawan Wuxia dan Pagoda Sembilan Naga. Pada awalnya Rouku ingin menggunakan cara yang sama dengan yang sebelum-sebelumnya ia gunakan untuk menguasai wilayah kerajaan lain. Namun, di saat ia tahu bahwa Raja Hua hanya memiliki Yi Lin sebagai anak sahnya, Rouku akhirnya mengubah strategi.Kali ini Rouku akan menggunakan cara yang belum pernah ia gunakan sebelumnya. Kal
“Kau akan mendapatkan apa yang kau mau, permaisuriku.”BRUK!Usai menutup pintu kamar dengan kasar, Rouku lantas melepas tarikan dan cengkramannya pada Yi Lin. Berbeda dari sebelumnya, kini tatapan dan tutur kata Rouku pun perlahan berubah jadi lebih lembut.“Kamu telah salah paham, Permaisuri. Apa yang kulakukan semalam sama sekali tidak ada hubungannya dengan Yue Er. Maaf untuk perlakuanku semalam! aku tahu aku jahat dengan meninggalkanmu seperti itu, tapi sungguh, aku sama sekali tidak berniat mencampakkanmu, aku ... aku hanya ... gugup.”Sorot mata Yi Lin perlahan menjadi teduh. Hatinya pun ikut melunak setalah mendengar alasan Rouku dengan tutur kata yang manis itu.Suasana panas tadi seketika mendingin ketika tangan Rouku menyentuh tangan Yi Lin. Satu kecupan Rouku labuhkan di punggung tangan sang istri dengan diikuti usapan-usapan lembut.Sentuhan yang mempertemukan kulit keduanya itupun mengalirkan sengatan li
Teriakan seorang pelayan menggemparkan Istana Hua di pagi hari. Ketika akan menyiapkan kebutuhan sang raja, dia justru terkejut mendapati rajanya sudah dalam keadaan tak bernyawa dengan mata melotot dan mulut menganga.Hari itu Hua berduka dan kabar tersebut segera tersebar ke seluruh wilayah. Putri Yi Lin dan Rouku juga langsung bergegas menuju Istana Hua untuk memberi penghormatan terakhir.Tujuh hari setelah kematian raja, Hua kembali mengumumkan wasiat dari mendiang. Di dalam surat wasiat itu, tertulis bahwa raja Hua telah mempercayakan kerajaannya kepada Rouku. Hal tersebut tentu tidak bisa diterima begitu saja oleh adik raja Hua yang secara aturan harusnya naik tahta menjadi raja, mengingat putri mahkota mereka, Yi Lin tidak menginginkan posisi itu.“Tidak bisa seperti itu!” teriak Anming, paman Yi Lin, “kalian tidak bisa membiarkan Hua jatuh ke tangannya,”—menunjuk Rouku—“tidak akan kubiarkan Hua jatuh ke tangan Shengren.”“Di sini Paman tidak memiliki hak apapun untuk memutus
Begitu masuk ke dalam air, Wen Lai tidak melihat Li Jun bersamanya. Dia tidak menemukan Li Jun ikut masuk ke dalam air.Mengetahui hal itu, Wen Lai pun langsung naik ke permukaan untuk mencarinya. Namun, begitu sampai di permukaan, dia justru terkejut karena yang ada di sekelilingnya kini sudah bukan lagi taman atau bangunan-bangunan di Sungai Jingsan. Sisi kanan dan kiri sungai sekarang ialah hutan-hutan lebat. “Ini ... di mana?”—Wen Lai bingung.“Pangeran!” Panggilan itu mengejutkan Wen Lai hingga membuatnya seketika menoleh ke sumber suara. Ternyata, orang-orang yang memanggilnya tadi adalah orang selatan yang merupakan pengikut keluarganya.“Pangeran! itu pangeran Wen Lai! cepat bantu pangeran naik!”“Aku tidak sedang bermimpi, aku sadar sepenuhnya, aku ... aku ada di Diyu?”Setelah kurang lebih dua minggu berada di dunia lain, pada akhirnya Wen Lai dapat kembali ke Diyu. Dia akhirnya dapat bernapas lega mengetahui ayah, anggota keluarganya, dan para pengikut setia mereka selama
Setelah kematian kakeknya, Li Jun beraktivitas sebagaimana biasanya. Pergi bekerja dan sekolah seperti sebelum-sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Wen Lai. Dia kembali bekerja di kedai nenek An yang baru saja selesai direnovasi. Hanya saja, meskipun demikian Wen Lai tetap dapat melihat kesedihan yang begitu dalam di sorot mata Li Jun. Wen Lai tahu bahwa pemuda itu sebenarnya hanya sedang berusaha tegar di depannya. “Terima kasih untuk hari ini, Wen Lai!” ucap nenek An.“Aku juga berterima kasih, Nenek! ... kalau begitu, aku pulang dulu.”“Iya, hati-hati!”Hari pertama kedai mie nenek An buka, pelanggan sudah langsung banyak yang datang. Sehingga, sebelum matahari terbenam, mie mereka sudah habis dan Wen Lai bisa pulang lebih awal. Wen Lai senang melihat perubahan yang terjadi pada kedai nenek An. Kedai itu kini sudah jauh lebih bagus dan ramai dari pertama kali ia ke sana. Wen Lai bersyukur untuk itu.Karena pulang lebih awal, Wen Lai lantas memutuskan untuk pulang jalan
Setelah puas mencoba berbagai macam wahana permainan, akhirnya sebagai penutup liburan mereka, Li Jun membawa Wen Lai ke pantai. “Ini!”—Li Jun memberikan minuman kaleng kepada Wen Lai. Dia kemudian ikut duduk di atas pasir di samping Wen Lai. Mereka menikmati pemandangan matahari terbenam dalam diam.“Terima kasih, Li Jun!” ucap Wen Lai mengusir hening di antara keduanya. “Hem?”“Terima kasih sudah mengajakku berlibur! aku ... untuk sejenak merasa bebanku hilang,” jelas Wen Lai, “dunia tanpa perang dan perebutan tahta ternyata sangat menenangkan dan menyenangkan.”Li Jun tertawa kecil. “Sebenarnya, kesenangan yang baru kau rasakan hari ini hanyalah sebagian kecil dari kehidupan utuh di dunia. Tidak selamanya perang itu berwujud saling serang di medan perang dengan menggunakan pedang. Asal kau tahu, Wen Lai, sebenarnya peperangan di sini jauh lebih kejam dan kotor.”Wen Lai menatap Li Jun bingung. Dia mas
Di sore ketika Li Jun masih mengantar makanan ke tempat pelanggan. Wen Lai tidak sengaja menjatuhkan gelas minuman bekas pelanggan.Hal itu mengejutkan semua orang yang ada di dalam kedai, tidak terkecuali nenek An. Sang nenek yang awalnya sibuk di tempat memasak, karena panik akhirnya menghampiri Wen Lai. “Wen Lai, ada apa? kau baik-baik saja?” tanya nenek An.Wen Lai yang awalnya mematung menatap arah sungai akhirnya memutus pandangannya ketika mengetahui nenek An membantunya membersihkan pecahan kaca gelas. “Nenek, jangan! biar aku saja, jangan sampai tangan nenek terluka!”“Kau baik-baik saja, Wen Lai?” tanya nenek An lagi.“Iya, Nek, aku baik-baik saja, tadi tanganku sedikit licin.”Wen Lai membuat alasan sebisanya. Dia lantas memungut pecahan gelas sambil kembali melihat ke arah sungai.Cahaya itu masih keluar dari dalam sungai. Cahaya yang tadi membuatnya terkejut sampai tidak sengaja me
“Jadi, uang yang kau gunakan untuk potong rambut adalah hasil dari kau bekerja di kedai mie?” tanya Li Jun yang kemudian diangguki oleh Wen Lai.“Kenapa?”“Apa?”“Potong rambut. Kenapa?”Pangeran Diyu itu menaikkan kedua bahunya—“Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin melakukannya,” jelasnya, “ternyata, ucapanmu tentang trend rambut pendek lebih bagus dan disukai itu benar, kata bibi di tempat potong rambut, aku semakin tampan dengan rambut pendek,” lanjut Wen Lai dengan senyuman senang penuh percaya diri.“Cih!” cibir Li Jun.Li Jun masih tidak percaya, hari ini Wen Lai cukup mengejutkannya. Di satu sisi dia senang Wen Lai tidak kesulitan berada di dunianya. Namun, di sisi lain, entah kenapa dia justru merasa khawatir.“Hah! kenapa aku jadi merasa menyesal sudah mengajarinya?” ucap Li Jun dalam hati.Li Jun mencoba abai pada perasaannya. Dia memakan mie yang dibawa oleh Wen Lai dari kedai Nenek An.Mata Li Jun melotot saat bumbu mie itu pertama kali menyapa lidahnya. “Woah!” seruny
Melihat toko penyedia jasa potong rambut, Wen Lai jadi berpikir untuk memotong rambutnya. Namun, setelah mengingat ucapan Li Jun bahwa segala sesuatu di dunia ini membutuhkan uang dan saat ini dia tidak memilikinya, Wen Lai akhirnya tidak jadi masuk ke ‘barber shop’.Tidak apa jadi pusat perhatian banyak orang. Pikirnya, dia juga tidak akan selamanya berada di dunia ini. “Apa yang kalian lakukan? ... tolong!”Teriakan dari seorang perempuan tua menyapa pendengaran Wen Lai. Seorang nenek sedang dirampok di salah satu gang sepi.Wen Lai tentu saja tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja di depan matanya. Merampok perempun tua adalah tindakan seorang pengecut. Jika ada orang yang hanya melihat dan membiarkan itu terjadi, maka dia lebih pengecut dari seorang pengecut. Wen Lai mengambil beberapa kerikil dari tepi jalan lalu melemparnya pada dua penjambret tersebut. Kerikil-kerikil itu mengenai kepala mereka dan membuat me
Setelah memastikan kakeknya sudah tidur, Li Jun naik ke lantai dua. Dia menghampiri Wen Lai yang saat ini duduk di depan kamar. “Kakek sudah tidur?” tanya Wen Lai saat pemuda itu mendudukkan diri di sampingnya.Li Jun menyahut, “Hem!” Dia kemudian memberi Wen Lai minuman kaleng yang dibelinya saat perjalanan pulang tadi. Mata Wen Lai menatap bingung kaleng tersebut. “Ini hanya sari buah, bukan alkohol.”Apapun itu, Wen Lai tidak paham. Dia hanya menerima dan mengikuti tindakan Li Jun, membuka dan minum sesuatu dari kaleng tersebut.Setelah sesaat merasa takjub dengan rasa minuman kaleng, Wen Lai pun kembali fokus pada Li Jun. Matanya bergerak gelisah—“Maaf!” ucap Wen Lai pada akhirnya.Satu sudut bibir Li Jun terangkat. “Sudahlah, lupakan saja! kau hanya tidak tahu.”“Apa kejadian seperti ini sebelumnya sering terjadi?” tanya Wen Lai setelahnya.“Iya, sangat sering, sebelum pikun ka
“Dasar anak-anak nakal! kalian tidak takut dapat tuah, ha? sana pergi!” usir penjaga museum istana.Cahaya yang menerangi wajah Li Jun dan Wen Lai beberapa waktu lalu ialah cahaya senter milik dua penjaga yang sedang berpatroli. Para penjaga memergoki mereka saat berada di depan pintu aula utama.“Terima kasih, Pak!” teriak Li Jun dengan tidak tahu diri. “Hah! beruntung kita ketahuan, jadi tidak perlu repot mengendap-endap dan melompat pagar,” terangnya, “sekarang ayo kita pulang, Wen Lai!” “Hem!” sahut Wen Lai seadanya. Dia masih penasaran dengan energi yang ia rasakan tadi. “Apa energi tadi yang disebut sebagai energi kutukan?” tebaknya dalam batin.KRUCUK~“Oho~ apa kau lapar, Pangeran?”—Li Jun merangkul Wen Lai—“tenang saja! setelah ini akan kumasakkan makan malam yang enak dan banyak untukmu, sebagai bentuk terima kasih karena tadi sudah membantuku.”Sejujurnya, Wen Lai malu mengakui dirinya kelaparan. Namun, perutnya sudah
“Wen Lai?” ucap Li Jun dalam hati. Dia terkejut melihat Wen Lai bisa ada di sana. Di saat Wen Lai akan maju menghadapi para berandal yang mengejarnya tadi, Li Jun segera menahan lengan sang pangeran Diyu. Pada awalnya dia ingin menahan Wen Lai agar tidak menghajar mereka. Namun, pada akhirnya .... “Santai saja! mereka hanya anak-anak biasa, jangan gunakan kekuatan iblismu!” Wen Lai memahaminya—“Baiklah!” “Kurang ajar! siapa, kau, brengsek?” “Minggirlah! jangan ikut campur!” “Aku?” sahut Wen Lai, “aku orang yang akan menghajar kalian.” Pernyataan Wen Lai itupun ditertawakan oleh anak-anak berandal. “Jangan bercanda, bocah aneh! yang ada, kau akan babak belur di tangan kami. Maju!” Tujuh orang maju menyerang Wen Lai. Dari posisi dan gerakan mereka, Wen Lai memprediksi siapa di antara mereka yang akan datang lebih cepat untuk mendekatinya.