Selama ini tidak ada yang tahu dari mana asal Bai Jia. Bahkan, Tao Jin pun tidak mengetahuinya.Belasan tahun lalu, di pagi hari yang dingin dan berkabut, Tao Jin mendapati putra dan menantunya tergeletak di depan gerbang perguruan setelah sebelumnya mereka berpamitan untuk menuju perbatasan Shengren. Menantu Tao Jin yang merupakan ibu dari Yue Er sudah dalam keadaan tidak bernyawa, sementara sang putra yang merupakan ketua Lotus putih, dia masih memiliki sedikit kesadaran.“A—yah, ja—ga a-a-nak ini!”Hanya kalimat itu yang sempat terucap dari mulut putra Tao Jin. Setelahnya, ketua Lotus Putih itupun menghembuskan napas terakhirnya.Tao Jin menggendong Balita laki-laki yang ada di dekat tubuh sang putra. Sama sekali tidak ada tanda-tanda membahayakan, dia justru tidak bisa merasakan adanya energi murni di dalam diri bocah kecil itu.Tidak ada yang aneh, Tao Jin hanya berpikir bahwa Bai Jia mungkin hanya anak biasa dari orang tua biasa. Atau, bisa dibilang Bai Jia mungkin lahir bukan
Di saat Hou Cun sudah akan melepaskan kekuatannya untuk menghancurkan gerbang milik Pagoda Sembilan Naga, tiba tiba terdengar suara yang menginterupsi tindakannya. “Hey, iblis keparat!”Suara itu berasal dari seorang pendekar dengan pedang besarnya yang kini mengarah ke arah Hou Cun. Pedang itu terayun dengan sasarannya adalah leher sang Raja Diyu.“Hiya!”Hou Cun dengan santai mendongakkan kepalanya hingga ke belakang. Begitu mudah bagi Hou Cun menghindari serangan tersebut. Pendekar yang baru menguasai beberapa jurus pedang seperti itu bukanlah tandingan sang raja iblis. Hou Cun hanya dengan satu tangan kosonganya bahkan sudah bisa menghalau serangan pedang pendekar manapun. Melihat rajanya diserang, Dou Yin tidak tinggal diam. Dia mengerahkan anak buahnya untuk menyerang pendekar tadi. Namun, karena hal tersebut, kini situasi jadi sedikit tidak terkondisikan.Sekarang tidak hanya satu pendekar saja yang melawan orang-orang Diyu. Beberapa pendekar lainnya yang ada di sana juga ja
“Jadi, Dewa Pedang adalah pemilik dari Pagoda Sembilan Naga?” tanya Hou Cun kepada Dewa Pedang saat mereka sama-sama sudah berdiri di depan Pagoda.“Bukan, Pagoda Sembilan Naga adalah milik Wuxia,” jawab Dewa Pedang, “saya hanyalah orang yang diberi mandat oleh leluhur untuk menjaganya.”Hou Cun hanya mengangguk-angguk sebagai tanggapan. Setelah itu dia melangkah maju. Kakinya sudah akan menapak pada anak tangga pagoda ketika tiba-tiba pergerakannya ditahan oleh Min Cun.“Pagoda Sembilan Naga tidak boleh dimasuki sembarangan orang.”Hou Cun menahan napasnya; menarik kembali kakinya; dan menutup mata. Dia berusaha untuk menahan amarah. Menurutnya, belum waktunya ia berurusan dengan Dewa Pedang Maha Tahu.Batin Hou Cun berucap, “Akan tiba saatnya di mana kau kukalahkan dan pagodamu ini rata dengan tanah.”Hou Cun kembali membuka matanya dengan mimik muka yang sudah berubah. Dia berbalik dan menatap Dewa Pedang dengan senyuman terukir di wajah.“Maaf atas kelancangan saya, Dewa Pedang!”
Suara teriakan Bai Jia terdengar hingga ke sudut-sudut Paviliun Utara. Namun, hal itu tidak bisa didengar oleh mereka yang ada di luar paviliun tersebut. Murid-murid Paviliun Sembilan Naga yang lain hanya dapat melihat cahaya terang di atas atap Paviliun Utara. Mereka selalu takjub sekaligus merinding setiap kali melihatnya. “Aku selalu merasakan perasaan aneh setiap Paviliun Utara menyala terang seperti itu,” ucap salah seorang murid Pagoda Sembilan Naga.“Benar, aku juga merasakan hal yang sama, seperti ... entahlah, rasanya campur aduk, ada perasaan sedih tapi bersamaan dengan itu juga ada rasa takut dan marah,” sahut murid yang lain. Semua orang setuju dengan pernyataan itu. Meskipun Paviliun Utara telah dilindungi, tapi dampak dari kedahsyatan energi murni Pedang Surga dan kekuatan iblis Bai Jia tetap saja bisa dirasa.“HA ... A ...!” Teriakan Bai Jia terdengar begitu menyakitkan. Min Cun baru saja melepas satu ikatan yang menyegel energi Bai Jia. Hampir sama seperti sebelum
Setelah satu tahun berada di paviliun tanpa pernah keluar sekalipun, akhirnya kini tiba waktu di mana Bai Jia berdiri di depan pintu Pagoda Sembilan Naga. Hanya tinggal satu langkah lagi dan ia bisa keluar ke dunia persilatan. JEGLEK!Pintu pagoda terbuka, sekarang giliran Bai Jia yang akan menghadapi ujian. Lantai dasar pagoda menjadi tingkat pertama yang harus Bai Jia lalui. Di sini Bai Jia akan diuji mengenai pemahaman dasar dari kitab dharma yang ada di perguruan mereka. Walau waktu Bai Jia berada di perguruan masih bisa dibilang sebentar, akan tetapi dia jauh lebih sering menghafal kitab daripada murid-murid lainnya yang sudah lebih dulu ada di perguruan.Bai Jia hafal dengan cukup lancar. Dia sampaikan kepada guru yang mengujinya semua yang terdapat dalam kitab, tanpa ada kesalahan serta kekurangan.Guru itupun merasa puas. “Bagus, Bai Jia! kuharap kamu tidak hanya sekedar menghafalnya di kepala, tetapi juga mengamalkannya dengan hati.”“Baik, Guru.”“Sekarang, silakan kamu me
Setibanya Bai Jia di lantai empat Pagoda Sembilan Naga, dia melihat seseorang tengah memainkan kecapi. Suara kecapi yang dihasilkan dari petikan jari orang itu mengalun dengan sangat indah. Menggema di ruangan tersebut dan masuk dengan sangat sopan ke telinga Bai Jia.“Cantik.”Pujian itu tidak hanya untuk musik yang dihasilkan, akan tetapi juga untuk yang memainkannya. Seorang perempuan cantik yang kecantikannya tidak bisa dideskripsikan oleh Bai Jia.Gaun merah muda bermotifkan bunga yang membalut kulit putih dan rambut hitam panjang yang terurai dengan sedikit pernak-pernik giok, serta wajah tirus dengan hidung, bibir, dan mata yang proporsional.Apa yang Bai Jia lihat saat ini mengingatkannya pada hari pertama kali dirinya sampai di Ibu Kota Wuxia. Saat itu dari kejauhan dia melihat bagian atas Pagoda Sembilan Naga yang tertutup kabut putih, membuatnya seolah terhubung dengan langit.Setelah melihat ini semua, sekarang Bai Jia semakin penasaran apakah Pagoda Sembilan Naga sungguh
Bai Jia tiba di lantai lima Pagoda Sembilan Naga dan menemukan seorang pria tampan dengan rambut putih panjang terurai sedang duduk sambil mengelap sebuah pedang. Penampilan si pria semakin terlihat elok dengan pakaian yang senada dengan warna rambutnya. Terdapat sebuah tanda merah di dahi pria indah itu, dan Bai Jia merasa tidak asing dengan tanda tersebut. Namun, ia tidak yakin di mana pernah melihatnya.Pria di hadapan Bai Jia saat ini terlihat sedang membersihkan pedang yang sebenarnya sudah tampak sangat mengkilat. Hal itu memunculkan sebuah spekulasi di kepala Bai Jia, bahwa kemungkinan besar setelah ini ia akan kembali bertarung pedang.“Jadi, bagaimana di lantai empat?” tanya laki-laki berambut putih tersebut.Bai Jia tidak tahu ‘bagaimana’ seperti apa yang dimaksud. Cukup ragu Bai Jia menjawab, “Nona Xiao Jiang, beliau terluka setelah semalaman bertarung pedang.” Pada akhirnya Bai Jia memilih kalimat itu sebagai jawab
“Kitab iblis?”“Iya,” jawab Lin Yi, “tapi sudahlah, lupakan! sekarang, lebih baik kamu lanjutkan perjalananmu, Saudara Jia!”“Baik! kalau begitu ...,”—Bai Jia memberi hormat—“saya pamit.”“Hem.”Sebenarnya Bai Jia masih sangat penasaran dengan Kitab Iblis. Namun, untuk sementara ini dia akan menahan rasa penasarannya terlebih dulu. Setelah nanti ujiannya selesai, barulah Bai Jia akan kembali mencari tahu.Langkah Bai Jia kembali menapaki satu per satu anak tangga. Dia menuju ke tingkat selanjutnya dengan banyak pertanyaan di kepalanya mengenai sosok seperti apa lagi yang akan ia temui kali ini. Bai Jia sedikit bingung begitu menginjakkan kaki di lantai enam Pagoda Sembilan Naga. Berbeda dari lantai-lantai sebelumnya, kali ini dia tidak melihat adanya pendekar bertubuh kekar ataupun pendekar dengan pedang di tangan, melainkan seorang kakek bertubuh kecil dengan jenggot putih panjang. Pria tua itu duduk bersila di belakang meja untuk bermain Weiqi/ Go (sejenis permainan catur dengan m