Sebelum Bai Jia pergi ke Diyu beberapa waktu lalu, Min Cun sempat bercerita tentang keempat orang yang diserahi kitab iblis oleh Lei Cun. Namun, tidak ada satu pun dari keempat orang tersebut yang saling mengenal. Lei Cun sungguh berusaha agar keempat kitab iblis tidak bisa disatukan, sampai identitas pembawanya pun dirahasiakan. Hal itu bukanlah tanpa dasar, kitab yang berisi tentang strategi perang, ilmu abadi, jurus penguasaan gudang senjata neraka, serta ilmu penguasaan langit dan neraka, keempatnya tidak boleh disimpan di satu tempat. Jika sampai keempat kitab ditemukan dan jatuh ke tangan orang yang salah, maka akan sangat membahayakan. Sementara itu, beberapa waktu lalu saat di kediaman bangsawan Wen, Bai Jia mendapati sebuah fakta baru mengenai orang yang membawa kitab iblis, yakni fakta mengenai alasan Hou Cun yang menyerang Lotus Putih. Ternyata, alasannya tidak lain adalah karena adanya kitab iblis di sana. Bai Jia tentu saja terkejut saat mendengar penjelasan Wen Xiu Ji
Bai Jia dengan bermodalkan petunjuk yang sangat sedikit pada akhirnya mulai bergerak mencari kitab iblis. Pengembaraannya kali ini tidak dia lakukan sendiri, melainkan ditemani oleh Yuan Zi. “Apa benar ini tempatnya?” tanya Bai Jia.Yuan Zi menjawab, “Dari ciri-cirinya, sepertinya iya.”Saat ini keduanya tengah berada di sebuah kaki gunung berapi dengan puncak yang diselimuti oleh es. Gunung itu oleh orang-orang disebut sebagai Gunung Yin dan Yang karena perpaduan lava panas dan es-nya yang sangat dingin.Bai Jia dan Yuan Zi mendaki gunung tersebut. Melewati hutan dengan vegetasi lebat, kawasan berbatu tanpa tumbuhan, sampai akhirnya mereka menjumpai zona es pertama.“Kita sudah sampai di wilayah es,” ucap Yuan Zi.“Kira-kira, di mana letak pemukiman hantu itu?”—Bai Jia penasaran“Entahlah, tidak pernah ada yang bisa membuktikan kebenaran mengenai perkampungan hantu tersebut.”WUSH!Tiba-tiba datang badai besar dan terdengar suara gemuruh yang sangat keras. Ada longsoran es yang meng
Bai Jia dan Yuan Zi ditarik menuju tengah-tengah pemukiman penduduk yang sering disebut sebagai hantu Gunung Yin dan Yang. Mereka dipaksa berlutut di hadapan sang kepala suku.“Siapa dan dari mana asal kalian?” tanya seorang laki-laki berbadan besar yang merupakan kepala suku masyarakat hantu.“Kami datang dari Wuxia, kami adalah pendekar Pagoda Sembilan Naga,” jawab Yuan Zi.“Ah, ternyata murid-murid Dewa Pedang Maha Tahu.”Yuan Zi dan Bai Jia saling melirik. “Anda ... mengenal guru kami?” tanya Yuan Zi kemudian.“Tidak, aku hanya sering mendengar namanya, pemuda yang sebelumnya datang ke sini juga mengatakan bahwa dia murid Dewa Pedang,” jelas si kepala suku. Bai Jia dan Yuan Zi tahu bahwa yang dimaksud orang itu adalah saudara Hui mereka yang tengkoraknya ada di makam gua.“Jadi, kenapa kalian datang ke sini? apa kalian juga ingin menantangku sama seperti saudara seperguruan kalian itu? hati-hati! sehebat apapun kalian, kalian tidak akan bisa mengalahkanku di wilayah kekuasaanku i
Bai Jia berlari di udara menuju ke daratan yang terdapat di tengah kawah Gunung Yin Yang. Tanpa memindahkan kitab iblis dari tempatnya, Bai Jia membukanya dan mempelajari isinya.Kitab penguasaan langit dan neraka tersebut cukup berbeda dari tiga kitab lainnya. Di kitab keempat ini penjelasan mengenai alam spiritual dijabarkan lebih luas dan mendalam. Perbedaan alam bawah dan alam atas serta zona tengah, semuanya dikupas tuntas dalam kitab tersebut.Dijelaskan pula bahwa apabila seseorang mampu menguasai ketiga alam spiritual, maka kekuatannya dapat mengalahkan seorang immortal. Dia akan dapat dengan mudah mengunjungi alam dewata dan alam para iblis.“Kitab ini memang sungguh berbahaya,” gumam Bai Jia.Bai Jia tidak bisa mempelajari apa yang ada di dalam kitab itu saat ini juga. Dia memerlukan banyak persiapan. Jadi, untuk sementara ia tidak akan mempelajarinya dan hanya akan membawa kitab tersebut pergi dari sana.Bai Jia menga
“Hiya!”Bai Jia bergabung dengan para pendekar dan prajurit istana Wuxia untuk bertarung melawan prajurit Diyu. Bai Jia mengeluarkan pedang iblis dan menyerang prajurit Diyu sembari mencari seseorang yang sudah membuatnya khawatir. TING!“Hiya!”TING!Di sela-sela bunyi dentingan pedang, Bai Jia mendengar suara orang yang dia cari. Yue Er, saat ini dengan berani tengah bertarung melawan para iblis Diyu.JLEB!Bai Jia mengakhiri sesi pertarungannya dengan menusuk lawannya. Ketika akan bergerak membantu Yue Er, tiba-tiba dia melihat salah satu prajurit Diyu sudah akan menyerang Yue Er dari belakang.Bai Jia berlari secepat mungkin untuk menyelamatkan Yue Er. “Adik Yue!”TING!“Argh ...!”Pedang Bai Jia berhasil menghalau pedang prajurit Diyu yang akan melukai Yue Er. Si prajurit terpental karena benturan pedangnya dengan pedang iblis Bai Jia. Meskipun nyawanya telah diselamatkan, Yue Er tetap saja tidak merasa senang. Dia justru semakin kesal karena yang membantu dan menyelamatkannya
Bai Jia dan para murid Pagoda Sembilan Naga yang masih hidup baru saja menyelenggarakan upacara pemakaman untuk Min Cun dan saudara mereka yang telah gugur. Setelah melakukan penghormatan kepada roh yang telah pergi, upacara pengangkatan Yuan Zi sebagai ketua perguruan pun dilaksanakan.Diangkatnya Yuan Zi sebagai ketua Pagoda Sembilan Naga sudah direncanakan oleh Min Cun sejak lama dan semua orang mengetahui serta menyetujuinya. Jadi, begitu Min Cun meninggal, Yuan Zi dan lainnya sudah dapat langsung mengadakan upacara pengangkatan.Sebuah tali suci telah terikat di dahi Yuan Zi sebagai simbol janji suciya untuk Pagoda Sembilan Naga. Pedang leluhur milik perguruan kini juga sudah berada di tangannya. “Semua murid dan pendekar Pagoda Sembilan Naga memberi hormat kepada Ketua Yuan Zi, semoga ketua panjang umur dan sehat selalu!”—semua orang bersujud memberi hormat pada Yuan Zi....Setelah upacara selesai, Bai Jia dan Yuan Zi ke
Bai Jia kembali menuju Diyu. Namun, kali ini dia tidak datang sendiri atau datang sebagai tawanan. Dia datang bersama dengan pasukannya.“Hormat kepada Pangeran Gui Tian!” sapa Wen Xiu Ji yang menyambut Bai Jia di gerbang utara.“Apakah semuanya aman, Tuan?” tanya Bai Jia.“Pangeran tenang saja! saya sudah mengatur kedatangan Pangeran, Jenderal Dou Yin juga sudah menunggu Anda di kamp utara.”“Apa hal ini tidak akan memicu curiga Hou Cun?”“Tidak akan, Pangeran. raja Hou Cun sendiri yang selama ini menempatkan jenderal Dou Yin di utara, beliau masih berpikir bahwa putra keluarga Tjin tidak akan pernah berkongko dengan keluarga Wen. Raja Hou Cun, dia tidak tahu bahwa hubungan antara jenderal Dou Yin dan keluarga Wen kami sangatlah baik.”Bai Jia mengangguk paham—“Baguslah kalau begitu! ... baiklah, mari kita pergi sekarang!”“Lewat sini, Pangeran.”Bai Jia dengan dipandu langsung oleh Wen Xiu Ji l
Sesuai dengan perintah Bai Jia, Dou Yin menyebarkan berita kembalinya Gui Tian ke seluruh pelosok Diyu. Dia mengirimkan pesan melalui burung hantu kepada para pejabat, menancapkan panah berisi pengumuman di pusat-pusat kota, dan menyebarkan dari mulut ke mulut orang-orang di pasar.Hanya dalam waktu singkat kabar tentang Gui Tian itupun menyebar ke seluruh Diyu. Kini semua orang sudah tahu bahwa putra mendiang raja Lei Cun masih hidup dan saat ini berada di Diyu.Banyak dari rakyat Diyu yang merasa mendapat hawa segar dengan adanya berita tersebut. Namun, tidak sedikit pula pihak-pihak yang merasa itu adalah kabar buruk dan berbahaya untuk mereka.Salah seorang bawahan Hou Cun mengambil salah satu pengumuman yang tertancap panah di alun-alun kota. Dia membawanya untuk diperlihatkan kepada Hou Cun.WUP!Pengumuman tersebut habis terbakar di tangan Hou Cun. “Berita sampah!” gumam Hou Cun yang jengkel, “siapa yang menyebarkan berit
Begitu masuk ke dalam air, Wen Lai tidak melihat Li Jun bersamanya. Dia tidak menemukan Li Jun ikut masuk ke dalam air.Mengetahui hal itu, Wen Lai pun langsung naik ke permukaan untuk mencarinya. Namun, begitu sampai di permukaan, dia justru terkejut karena yang ada di sekelilingnya kini sudah bukan lagi taman atau bangunan-bangunan di Sungai Jingsan. Sisi kanan dan kiri sungai sekarang ialah hutan-hutan lebat. “Ini ... di mana?”—Wen Lai bingung.“Pangeran!” Panggilan itu mengejutkan Wen Lai hingga membuatnya seketika menoleh ke sumber suara. Ternyata, orang-orang yang memanggilnya tadi adalah orang selatan yang merupakan pengikut keluarganya.“Pangeran! itu pangeran Wen Lai! cepat bantu pangeran naik!”“Aku tidak sedang bermimpi, aku sadar sepenuhnya, aku ... aku ada di Diyu?”Setelah kurang lebih dua minggu berada di dunia lain, pada akhirnya Wen Lai dapat kembali ke Diyu. Dia akhirnya dapat bernapas lega mengetahui ayah, anggota keluarganya, dan para pengikut setia mereka selama
Setelah kematian kakeknya, Li Jun beraktivitas sebagaimana biasanya. Pergi bekerja dan sekolah seperti sebelum-sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Wen Lai. Dia kembali bekerja di kedai nenek An yang baru saja selesai direnovasi. Hanya saja, meskipun demikian Wen Lai tetap dapat melihat kesedihan yang begitu dalam di sorot mata Li Jun. Wen Lai tahu bahwa pemuda itu sebenarnya hanya sedang berusaha tegar di depannya. “Terima kasih untuk hari ini, Wen Lai!” ucap nenek An.“Aku juga berterima kasih, Nenek! ... kalau begitu, aku pulang dulu.”“Iya, hati-hati!”Hari pertama kedai mie nenek An buka, pelanggan sudah langsung banyak yang datang. Sehingga, sebelum matahari terbenam, mie mereka sudah habis dan Wen Lai bisa pulang lebih awal. Wen Lai senang melihat perubahan yang terjadi pada kedai nenek An. Kedai itu kini sudah jauh lebih bagus dan ramai dari pertama kali ia ke sana. Wen Lai bersyukur untuk itu.Karena pulang lebih awal, Wen Lai lantas memutuskan untuk pulang jalan
Setelah puas mencoba berbagai macam wahana permainan, akhirnya sebagai penutup liburan mereka, Li Jun membawa Wen Lai ke pantai. “Ini!”—Li Jun memberikan minuman kaleng kepada Wen Lai. Dia kemudian ikut duduk di atas pasir di samping Wen Lai. Mereka menikmati pemandangan matahari terbenam dalam diam.“Terima kasih, Li Jun!” ucap Wen Lai mengusir hening di antara keduanya. “Hem?”“Terima kasih sudah mengajakku berlibur! aku ... untuk sejenak merasa bebanku hilang,” jelas Wen Lai, “dunia tanpa perang dan perebutan tahta ternyata sangat menenangkan dan menyenangkan.”Li Jun tertawa kecil. “Sebenarnya, kesenangan yang baru kau rasakan hari ini hanyalah sebagian kecil dari kehidupan utuh di dunia. Tidak selamanya perang itu berwujud saling serang di medan perang dengan menggunakan pedang. Asal kau tahu, Wen Lai, sebenarnya peperangan di sini jauh lebih kejam dan kotor.”Wen Lai menatap Li Jun bingung. Dia mas
Di sore ketika Li Jun masih mengantar makanan ke tempat pelanggan. Wen Lai tidak sengaja menjatuhkan gelas minuman bekas pelanggan.Hal itu mengejutkan semua orang yang ada di dalam kedai, tidak terkecuali nenek An. Sang nenek yang awalnya sibuk di tempat memasak, karena panik akhirnya menghampiri Wen Lai. “Wen Lai, ada apa? kau baik-baik saja?” tanya nenek An.Wen Lai yang awalnya mematung menatap arah sungai akhirnya memutus pandangannya ketika mengetahui nenek An membantunya membersihkan pecahan kaca gelas. “Nenek, jangan! biar aku saja, jangan sampai tangan nenek terluka!”“Kau baik-baik saja, Wen Lai?” tanya nenek An lagi.“Iya, Nek, aku baik-baik saja, tadi tanganku sedikit licin.”Wen Lai membuat alasan sebisanya. Dia lantas memungut pecahan gelas sambil kembali melihat ke arah sungai.Cahaya itu masih keluar dari dalam sungai. Cahaya yang tadi membuatnya terkejut sampai tidak sengaja me
“Jadi, uang yang kau gunakan untuk potong rambut adalah hasil dari kau bekerja di kedai mie?” tanya Li Jun yang kemudian diangguki oleh Wen Lai.“Kenapa?”“Apa?”“Potong rambut. Kenapa?”Pangeran Diyu itu menaikkan kedua bahunya—“Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin melakukannya,” jelasnya, “ternyata, ucapanmu tentang trend rambut pendek lebih bagus dan disukai itu benar, kata bibi di tempat potong rambut, aku semakin tampan dengan rambut pendek,” lanjut Wen Lai dengan senyuman senang penuh percaya diri.“Cih!” cibir Li Jun.Li Jun masih tidak percaya, hari ini Wen Lai cukup mengejutkannya. Di satu sisi dia senang Wen Lai tidak kesulitan berada di dunianya. Namun, di sisi lain, entah kenapa dia justru merasa khawatir.“Hah! kenapa aku jadi merasa menyesal sudah mengajarinya?” ucap Li Jun dalam hati.Li Jun mencoba abai pada perasaannya. Dia memakan mie yang dibawa oleh Wen Lai dari kedai Nenek An.Mata Li Jun melotot saat bumbu mie itu pertama kali menyapa lidahnya. “Woah!” seruny
Melihat toko penyedia jasa potong rambut, Wen Lai jadi berpikir untuk memotong rambutnya. Namun, setelah mengingat ucapan Li Jun bahwa segala sesuatu di dunia ini membutuhkan uang dan saat ini dia tidak memilikinya, Wen Lai akhirnya tidak jadi masuk ke ‘barber shop’.Tidak apa jadi pusat perhatian banyak orang. Pikirnya, dia juga tidak akan selamanya berada di dunia ini. “Apa yang kalian lakukan? ... tolong!”Teriakan dari seorang perempuan tua menyapa pendengaran Wen Lai. Seorang nenek sedang dirampok di salah satu gang sepi.Wen Lai tentu saja tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja di depan matanya. Merampok perempun tua adalah tindakan seorang pengecut. Jika ada orang yang hanya melihat dan membiarkan itu terjadi, maka dia lebih pengecut dari seorang pengecut. Wen Lai mengambil beberapa kerikil dari tepi jalan lalu melemparnya pada dua penjambret tersebut. Kerikil-kerikil itu mengenai kepala mereka dan membuat me
Setelah memastikan kakeknya sudah tidur, Li Jun naik ke lantai dua. Dia menghampiri Wen Lai yang saat ini duduk di depan kamar. “Kakek sudah tidur?” tanya Wen Lai saat pemuda itu mendudukkan diri di sampingnya.Li Jun menyahut, “Hem!” Dia kemudian memberi Wen Lai minuman kaleng yang dibelinya saat perjalanan pulang tadi. Mata Wen Lai menatap bingung kaleng tersebut. “Ini hanya sari buah, bukan alkohol.”Apapun itu, Wen Lai tidak paham. Dia hanya menerima dan mengikuti tindakan Li Jun, membuka dan minum sesuatu dari kaleng tersebut.Setelah sesaat merasa takjub dengan rasa minuman kaleng, Wen Lai pun kembali fokus pada Li Jun. Matanya bergerak gelisah—“Maaf!” ucap Wen Lai pada akhirnya.Satu sudut bibir Li Jun terangkat. “Sudahlah, lupakan saja! kau hanya tidak tahu.”“Apa kejadian seperti ini sebelumnya sering terjadi?” tanya Wen Lai setelahnya.“Iya, sangat sering, sebelum pikun ka
“Dasar anak-anak nakal! kalian tidak takut dapat tuah, ha? sana pergi!” usir penjaga museum istana.Cahaya yang menerangi wajah Li Jun dan Wen Lai beberapa waktu lalu ialah cahaya senter milik dua penjaga yang sedang berpatroli. Para penjaga memergoki mereka saat berada di depan pintu aula utama.“Terima kasih, Pak!” teriak Li Jun dengan tidak tahu diri. “Hah! beruntung kita ketahuan, jadi tidak perlu repot mengendap-endap dan melompat pagar,” terangnya, “sekarang ayo kita pulang, Wen Lai!” “Hem!” sahut Wen Lai seadanya. Dia masih penasaran dengan energi yang ia rasakan tadi. “Apa energi tadi yang disebut sebagai energi kutukan?” tebaknya dalam batin.KRUCUK~“Oho~ apa kau lapar, Pangeran?”—Li Jun merangkul Wen Lai—“tenang saja! setelah ini akan kumasakkan makan malam yang enak dan banyak untukmu, sebagai bentuk terima kasih karena tadi sudah membantuku.”Sejujurnya, Wen Lai malu mengakui dirinya kelaparan. Namun, perutnya sudah
“Wen Lai?” ucap Li Jun dalam hati. Dia terkejut melihat Wen Lai bisa ada di sana. Di saat Wen Lai akan maju menghadapi para berandal yang mengejarnya tadi, Li Jun segera menahan lengan sang pangeran Diyu. Pada awalnya dia ingin menahan Wen Lai agar tidak menghajar mereka. Namun, pada akhirnya .... “Santai saja! mereka hanya anak-anak biasa, jangan gunakan kekuatan iblismu!” Wen Lai memahaminya—“Baiklah!” “Kurang ajar! siapa, kau, brengsek?” “Minggirlah! jangan ikut campur!” “Aku?” sahut Wen Lai, “aku orang yang akan menghajar kalian.” Pernyataan Wen Lai itupun ditertawakan oleh anak-anak berandal. “Jangan bercanda, bocah aneh! yang ada, kau akan babak belur di tangan kami. Maju!” Tujuh orang maju menyerang Wen Lai. Dari posisi dan gerakan mereka, Wen Lai memprediksi siapa di antara mereka yang akan datang lebih cepat untuk mendekatinya.