Sesuai dengan perintah Bai Jia, Dou Yin menyebarkan berita kembalinya Gui Tian ke seluruh pelosok Diyu. Dia mengirimkan pesan melalui burung hantu kepada para pejabat, menancapkan panah berisi pengumuman di pusat-pusat kota, dan menyebarkan dari mulut ke mulut orang-orang di pasar.
Hanya dalam waktu singkat kabar tentang Gui Tian itupun menyebar ke seluruh Diyu. Kini semua orang sudah tahu bahwa putra mendiang raja Lei Cun masih hidup dan saat ini berada di Diyu.Banyak dari rakyat Diyu yang merasa mendapat hawa segar dengan adanya berita tersebut. Namun, tidak sedikit pula pihak-pihak yang merasa itu adalah kabar buruk dan berbahaya untuk mereka.Salah seorang bawahan Hou Cun mengambil salah satu pengumuman yang tertancap panah di alun-alun kota. Dia membawanya untuk diperlihatkan kepada Hou Cun.WUP!Pengumuman tersebut habis terbakar di tangan Hou Cun. “Berita sampah!” gumam Hou Cun yang jengkel, “siapa yang menyebarkan beritGiok milik salah satu jenderal yang sebelumnya dikirim ke Gunung Yin Yang pada akhirnya sampai di tangan Hou Cun. Kembalinya giok tanpa sang pemilik adalah tanda bahwa saat ini pemiliknya telah gugur dalam tugas.Hou Cun membaca pesan dalam kain pembungkus giok tersebut. “Kurang ajar!”—Hou Cun murka. Di dalam kain itu tertulis bahwa Hou Cun tidak perlu lagi mengirim orang ke Gunung Yin Yang karena kitab iblis sudah tidak ada lagi di sana. “Gui Tian, apa anak itu yang mengirim ini padaku? anak itu ... apa anak itu sudah mendapatkan kitab iblis?”Hou Cun mengeratkan genggamannya. Lalu, tidak lama setelah itu ....PYAR!Aura gelap Hou Cun memancar keluar dan menciptakan gelombang energi negatif yang membuat tembikar-tembikar di aula itu pecah. Semua orang yang ada di sana tertunduk takut. Di situasi seperti ini tidak ada satupun yang berani menyela.“Kenapa kalian semua masih diam saja? cepat bawa orang-orang Wen itu pa
Pasukan Bai Jia yang hendak memasuki Istana Diyu dihadang oleh pasukan yang dipimpin oleh dua Jenderal yang merupakan rekan dekat Dou Yin selama ini. Setelah cukup lama mereka saling berhadapan, akhirnya Bai Jia mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan langsung disahuti oleh Dou Yin.“Serang ...!” teriak Dou Yin menginstruksi.Hal tersebut segera mendapat balasan dari pihak lawan. “Maju ...!”“Hiya ...!”Perang saudara untuk yang kedua kalinya pun kembali terjadi. Tetap di tempat yang sama seperti belasan tahun lalu, yakni di pelataran luas depan istana Diyu. Tidak hanya tinggal diam, Bai Jia juga ikut bergerak maju. Dia bersama dengan pasukan pemanah berusaha meruntuhkan pertahanan yang ada di atas benteng istana.Di dalam peperangan itu Bai Jia mengeluarkan dan menggunakan berbagai macam senjata dari Junxie-ku. Namun, biarpun demikian, dia berusaha untuk sebisa mungkin tidak membunuh para prajurit Diyu. Bai Jia tidak mau peristiwa yang seharusnya menjadi urusan pribadinya justru men
Di saat Dou Yin akan mengejar Hou Cun yang berusaha melarikan diri, dia dengan cepat dihentikan oleh Bai Jia. “Tidak perlu dikejar!”“Tapi Pangeran ....”“Sementara waktu, aku yakin dia tidak akan sembarangan membuat ulah karena dia butuh waktu untuk memulihkan diri. Namun , sekalipun kalian mengejarnya, bukan tidak mungkin dia masih bisa menghabisi kalian.”Dou Yin tidak bisa membantahnya. Ucapan Bai Jia sangat masuk akal dan dia sadar akan hal itu. Sebelum Bai Jia muncul, di Diyu ini memang hanya Hou Cun keturunan iblis yang paling kuat. Tidak ada yang bisa menandinginya.“Hou Cun tidak mungkin lari begitu saja seperti pengecut, aku yakin dia akan kembali, kita hanya harus terus waspada,”—Bai Jia melihat ke jasad kedua Jenderal yang tadi dilempar Dou Yin—“bersamaan dengan itu, lebih baik kita juga mengurus semua ini.”Usai pertempuran tersebut, Bai Jia mulai memperbaiki kekacauan yang ada di Diyu. Semuanya diawali dari menduduki tahta raja.Di hari penobatannya sebagai raja Diyu, B
Setelah menerima surat dari Bai Jia, Yuan Zi lantas mengutus orang untuk menghadap Raja Mo Cheng. Selain untuk menyampaikan kabar jatuhnya kekuasaan Hou Cun dan naiknya Bai Jia menjadi raja Diyu, dia juga memperingatkan raja untuk memperketat penjagaan di Wuxia.“Jadi, bagaimana sekarang, Ketua?” tanya salah satu pendekar Pagoda Sembilan Naga kepada Yuan Zi di suatu pertemuan.Yuan Zi menjawab, “Kita serahkan penjagaan di Wuxia kepada raja dan para saudara seperguruan lainnya, sementara kita yang ada di sini sebaiknya mulai memimpin kelompok untuk mencari keberadaan Hou Cun dan memperingatkan setiap negeri agar memperketat penjagaan.”“Baik, Ketua, kalau begitu izinkan kami berlima untuk memulai pergerakan!”“Hem, kuizinkan. Lebih cepat kita bergerak akan lebih baik, dan yang perlu kalian ingat ialah segera laporkan padaku begitu kalian menemukan keberadaan Hou Cun! jangan mengambil tindakan di luar itu! kalian bukan tandingannya.”
“Kau!” Betapa terkejutnya Yuan Zi saat tahu siapa yang kini ada di hadapannya. Hou Cun, orang yang dilihat Yuan Zi di pemakaman para leluhur Pagoda Sembilan Naga ternyata adalah musuh terbesar dunia persilatan yang saat ini sedang dicari-cari. “Kau ingin membunuhku?”—Hou Cun menyunggingkan senyum getir—“kau tahu, bukan, bahwa kami para keturunan iblis tidak semudah itu bisa dibunuh oleh orang sepertimu?” Yuan Zi merasa ada yang aneh dari Hou Cun. Hou Cun terlihat seperti orang sedang terluka dan .... “Aku tidak bisa merasakan energi iblisnya,” batin Yuan Zi. Yuan Zi tidak sekali ini bertemu dengan Hou Cun, jadi tentu saja dia tahu energi yang biasanya dikeluarkan oleh Hou Cun. Belum sampai Yuan Zi paham dengan keadaan yang terjadi saat ini, dia kembali dikejutkan oleh Hou Cun yang tiba-tiba jatuh pingsan. Yuan Zi tentu saja bingung dibuatnya. Satu-satun
Yuan Zi membuka mata dan merasakan tubuhnya sangat nyaman berbaring di tempat tidur. Dia melihat langit-langit kamarnya dengan pikiran yang masih belum sadar sepenuhnya. “Apa yang terjadi?” batin Yuan Zi sambil mengingat-ingat.Tidak lama kemudian, kilas balik beberapa hari ini kembali terputar di ingatan Yuan Zi. Dia sontak bangkit dari tempat tidur dan segera mencari keberadaan Hou Cun di kamarnya. Namun, nihil, Hou Cun tidak ada di sana. Yuan Zi semakin panik ketika tidak menemukan topengnya ada di mana pun. “Iblis sialan itu ...!”—Yuan Zi geram.Terpaksa, Yuan Zi keluar dari kamarnya dengan menggunakan cadar sebagai penutup wajah, yang mana hal itu menyita perhatian setiap murid Pagoda Sembilan Naga yang berpapasan dengannya. “Itu tadi ketua?” bisik salah seorang murid kepada murid lainnya. “Benar, itu ketua.”“Jika yang baru saja lewat adalah ketua, lalu siapa yang tadi kita lihat memasuki pagoda?”Para murid tersebut saling menatap satu sama lain. Mereka menebak dalam hati m
“Ketua Yue Er dan pendekar Rouku dari Perguruan Lotus Putih memberi hormat kepada Kaisar Mo Cheng!”“Hem! selamat datang kembali di Istana Wuxia, Nona Yue Er dan Pendekar Rouku! ada apa gerangan yang membawa pendekar berdua mengunjungi Wuxia kali ini?”“Saya—”“Ketua Pagoda Sembilan Naga, Yuan Zi memasuki aula kekaisaran Wuxia!”Teriakan penjaga tersebut memotong ucapan Yue Er. Tidak lama kemudian muncul sosok bertopeng dengan pakaian biru muda khas milik Pagoda Sembilan Naga. “Yuan Zi memberi hormat kepada Kaisar!”“Hem!”—Mo Cheng mengangkat tangan sebagai penerimaan salam tersebut.Yuan Zi kemudian menoleh ke arah Yue Er dan Rouku. Mereka saling menunduk hormat dan memberi salam.“Maaf saya mengganggu pertemuan Nona Yue Er dengan kaisar!” ucap Yuan Zi.“Tidak apa, kebetulan ketua Pagoda Sembilan Naga ada di sini, jadi saya bisa sekaligus menyampaikan maksud saya,” ucap Yue Er. Yuan Zi pun penasaran. “Ada apa, Nona?”Yue Er kembali menghadap kaisar Mo Cheng. Lalu, dia menjelaskan m
“Brengsek!” umpat Yue Er.Sejak kembali dari Wuxia dan mengetahui kenyataan tentang identitas Gui Tian, Yue Er tidak bisa jika tidak memikirkannya. Perasaan dan pikirannya saat ini campur aduk. Rasanya ingin sekali ia pergi ke Diyu untuk membuktikan sendiri bahwa yang saat ini duduk di tahta raja Diyu adalah benar Bai Jia yang dia kenal.“Jika sampai kekacauan yang terjadi di dunia persilatan saat ini adalah perbuatannya, aku sungguh tidak akan memaafkannya.”Sementara semua orang di dunia persilatan sedang mencari bukti bahwa korban yang berjatuhan benar ulah mata-mata yang dikirim oleh Gui Tian, saat ini di Istana Diyu, Bai Jia baru saja membaca surat yang dikirim oleh Yuan Zi.“Apa kata ketua Pagoda Sembilan Naga, Raja?” tanya Wen Fei Yi kepada Bai Jia.Bai Jia menjawab, “Beliau ingin kita menarik semua mata-mata kita.”“Kenapa?”“Untuk membuktikan sesuatu.”“Apa itu, Raja?”
Begitu masuk ke dalam air, Wen Lai tidak melihat Li Jun bersamanya. Dia tidak menemukan Li Jun ikut masuk ke dalam air.Mengetahui hal itu, Wen Lai pun langsung naik ke permukaan untuk mencarinya. Namun, begitu sampai di permukaan, dia justru terkejut karena yang ada di sekelilingnya kini sudah bukan lagi taman atau bangunan-bangunan di Sungai Jingsan. Sisi kanan dan kiri sungai sekarang ialah hutan-hutan lebat. “Ini ... di mana?”—Wen Lai bingung.“Pangeran!” Panggilan itu mengejutkan Wen Lai hingga membuatnya seketika menoleh ke sumber suara. Ternyata, orang-orang yang memanggilnya tadi adalah orang selatan yang merupakan pengikut keluarganya.“Pangeran! itu pangeran Wen Lai! cepat bantu pangeran naik!”“Aku tidak sedang bermimpi, aku sadar sepenuhnya, aku ... aku ada di Diyu?”Setelah kurang lebih dua minggu berada di dunia lain, pada akhirnya Wen Lai dapat kembali ke Diyu. Dia akhirnya dapat bernapas lega mengetahui ayah, anggota keluarganya, dan para pengikut setia mereka selama
Setelah kematian kakeknya, Li Jun beraktivitas sebagaimana biasanya. Pergi bekerja dan sekolah seperti sebelum-sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Wen Lai. Dia kembali bekerja di kedai nenek An yang baru saja selesai direnovasi. Hanya saja, meskipun demikian Wen Lai tetap dapat melihat kesedihan yang begitu dalam di sorot mata Li Jun. Wen Lai tahu bahwa pemuda itu sebenarnya hanya sedang berusaha tegar di depannya. “Terima kasih untuk hari ini, Wen Lai!” ucap nenek An.“Aku juga berterima kasih, Nenek! ... kalau begitu, aku pulang dulu.”“Iya, hati-hati!”Hari pertama kedai mie nenek An buka, pelanggan sudah langsung banyak yang datang. Sehingga, sebelum matahari terbenam, mie mereka sudah habis dan Wen Lai bisa pulang lebih awal. Wen Lai senang melihat perubahan yang terjadi pada kedai nenek An. Kedai itu kini sudah jauh lebih bagus dan ramai dari pertama kali ia ke sana. Wen Lai bersyukur untuk itu.Karena pulang lebih awal, Wen Lai lantas memutuskan untuk pulang jalan
Setelah puas mencoba berbagai macam wahana permainan, akhirnya sebagai penutup liburan mereka, Li Jun membawa Wen Lai ke pantai. “Ini!”—Li Jun memberikan minuman kaleng kepada Wen Lai. Dia kemudian ikut duduk di atas pasir di samping Wen Lai. Mereka menikmati pemandangan matahari terbenam dalam diam.“Terima kasih, Li Jun!” ucap Wen Lai mengusir hening di antara keduanya. “Hem?”“Terima kasih sudah mengajakku berlibur! aku ... untuk sejenak merasa bebanku hilang,” jelas Wen Lai, “dunia tanpa perang dan perebutan tahta ternyata sangat menenangkan dan menyenangkan.”Li Jun tertawa kecil. “Sebenarnya, kesenangan yang baru kau rasakan hari ini hanyalah sebagian kecil dari kehidupan utuh di dunia. Tidak selamanya perang itu berwujud saling serang di medan perang dengan menggunakan pedang. Asal kau tahu, Wen Lai, sebenarnya peperangan di sini jauh lebih kejam dan kotor.”Wen Lai menatap Li Jun bingung. Dia mas
Di sore ketika Li Jun masih mengantar makanan ke tempat pelanggan. Wen Lai tidak sengaja menjatuhkan gelas minuman bekas pelanggan.Hal itu mengejutkan semua orang yang ada di dalam kedai, tidak terkecuali nenek An. Sang nenek yang awalnya sibuk di tempat memasak, karena panik akhirnya menghampiri Wen Lai. “Wen Lai, ada apa? kau baik-baik saja?” tanya nenek An.Wen Lai yang awalnya mematung menatap arah sungai akhirnya memutus pandangannya ketika mengetahui nenek An membantunya membersihkan pecahan kaca gelas. “Nenek, jangan! biar aku saja, jangan sampai tangan nenek terluka!”“Kau baik-baik saja, Wen Lai?” tanya nenek An lagi.“Iya, Nek, aku baik-baik saja, tadi tanganku sedikit licin.”Wen Lai membuat alasan sebisanya. Dia lantas memungut pecahan gelas sambil kembali melihat ke arah sungai.Cahaya itu masih keluar dari dalam sungai. Cahaya yang tadi membuatnya terkejut sampai tidak sengaja me
“Jadi, uang yang kau gunakan untuk potong rambut adalah hasil dari kau bekerja di kedai mie?” tanya Li Jun yang kemudian diangguki oleh Wen Lai.“Kenapa?”“Apa?”“Potong rambut. Kenapa?”Pangeran Diyu itu menaikkan kedua bahunya—“Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin melakukannya,” jelasnya, “ternyata, ucapanmu tentang trend rambut pendek lebih bagus dan disukai itu benar, kata bibi di tempat potong rambut, aku semakin tampan dengan rambut pendek,” lanjut Wen Lai dengan senyuman senang penuh percaya diri.“Cih!” cibir Li Jun.Li Jun masih tidak percaya, hari ini Wen Lai cukup mengejutkannya. Di satu sisi dia senang Wen Lai tidak kesulitan berada di dunianya. Namun, di sisi lain, entah kenapa dia justru merasa khawatir.“Hah! kenapa aku jadi merasa menyesal sudah mengajarinya?” ucap Li Jun dalam hati.Li Jun mencoba abai pada perasaannya. Dia memakan mie yang dibawa oleh Wen Lai dari kedai Nenek An.Mata Li Jun melotot saat bumbu mie itu pertama kali menyapa lidahnya. “Woah!” seruny
Melihat toko penyedia jasa potong rambut, Wen Lai jadi berpikir untuk memotong rambutnya. Namun, setelah mengingat ucapan Li Jun bahwa segala sesuatu di dunia ini membutuhkan uang dan saat ini dia tidak memilikinya, Wen Lai akhirnya tidak jadi masuk ke ‘barber shop’.Tidak apa jadi pusat perhatian banyak orang. Pikirnya, dia juga tidak akan selamanya berada di dunia ini. “Apa yang kalian lakukan? ... tolong!”Teriakan dari seorang perempuan tua menyapa pendengaran Wen Lai. Seorang nenek sedang dirampok di salah satu gang sepi.Wen Lai tentu saja tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja di depan matanya. Merampok perempun tua adalah tindakan seorang pengecut. Jika ada orang yang hanya melihat dan membiarkan itu terjadi, maka dia lebih pengecut dari seorang pengecut. Wen Lai mengambil beberapa kerikil dari tepi jalan lalu melemparnya pada dua penjambret tersebut. Kerikil-kerikil itu mengenai kepala mereka dan membuat me
Setelah memastikan kakeknya sudah tidur, Li Jun naik ke lantai dua. Dia menghampiri Wen Lai yang saat ini duduk di depan kamar. “Kakek sudah tidur?” tanya Wen Lai saat pemuda itu mendudukkan diri di sampingnya.Li Jun menyahut, “Hem!” Dia kemudian memberi Wen Lai minuman kaleng yang dibelinya saat perjalanan pulang tadi. Mata Wen Lai menatap bingung kaleng tersebut. “Ini hanya sari buah, bukan alkohol.”Apapun itu, Wen Lai tidak paham. Dia hanya menerima dan mengikuti tindakan Li Jun, membuka dan minum sesuatu dari kaleng tersebut.Setelah sesaat merasa takjub dengan rasa minuman kaleng, Wen Lai pun kembali fokus pada Li Jun. Matanya bergerak gelisah—“Maaf!” ucap Wen Lai pada akhirnya.Satu sudut bibir Li Jun terangkat. “Sudahlah, lupakan saja! kau hanya tidak tahu.”“Apa kejadian seperti ini sebelumnya sering terjadi?” tanya Wen Lai setelahnya.“Iya, sangat sering, sebelum pikun ka
“Dasar anak-anak nakal! kalian tidak takut dapat tuah, ha? sana pergi!” usir penjaga museum istana.Cahaya yang menerangi wajah Li Jun dan Wen Lai beberapa waktu lalu ialah cahaya senter milik dua penjaga yang sedang berpatroli. Para penjaga memergoki mereka saat berada di depan pintu aula utama.“Terima kasih, Pak!” teriak Li Jun dengan tidak tahu diri. “Hah! beruntung kita ketahuan, jadi tidak perlu repot mengendap-endap dan melompat pagar,” terangnya, “sekarang ayo kita pulang, Wen Lai!” “Hem!” sahut Wen Lai seadanya. Dia masih penasaran dengan energi yang ia rasakan tadi. “Apa energi tadi yang disebut sebagai energi kutukan?” tebaknya dalam batin.KRUCUK~“Oho~ apa kau lapar, Pangeran?”—Li Jun merangkul Wen Lai—“tenang saja! setelah ini akan kumasakkan makan malam yang enak dan banyak untukmu, sebagai bentuk terima kasih karena tadi sudah membantuku.”Sejujurnya, Wen Lai malu mengakui dirinya kelaparan. Namun, perutnya sudah
“Wen Lai?” ucap Li Jun dalam hati. Dia terkejut melihat Wen Lai bisa ada di sana. Di saat Wen Lai akan maju menghadapi para berandal yang mengejarnya tadi, Li Jun segera menahan lengan sang pangeran Diyu. Pada awalnya dia ingin menahan Wen Lai agar tidak menghajar mereka. Namun, pada akhirnya .... “Santai saja! mereka hanya anak-anak biasa, jangan gunakan kekuatan iblismu!” Wen Lai memahaminya—“Baiklah!” “Kurang ajar! siapa, kau, brengsek?” “Minggirlah! jangan ikut campur!” “Aku?” sahut Wen Lai, “aku orang yang akan menghajar kalian.” Pernyataan Wen Lai itupun ditertawakan oleh anak-anak berandal. “Jangan bercanda, bocah aneh! yang ada, kau akan babak belur di tangan kami. Maju!” Tujuh orang maju menyerang Wen Lai. Dari posisi dan gerakan mereka, Wen Lai memprediksi siapa di antara mereka yang akan datang lebih cepat untuk mendekatinya.