“Ada yang ingin kamu sampaikan, Sherin?” sapanya lembut. “Jangan takut. Anggap aku ini adalah kakakmu ataupun sahabatmu. Kamu bisa menceritakan apa pun padaku, jangan menyimpan masalahmu sendiri, itu akan membuatmu semakin tertekan.”Aku mengangguk lemah, tetesan demi tetesan bening mulai mengalir dari kelopak mataku yang beberapa waktu belakangan ini kurasa telah bekerja keras untuk menghasilkan air mata. Mbak Hannan hanya terdiam tanpa kata, namun tatapan lembutnya tetap membuatku merasa sangat nyaman.“Menangislah jika kamu masih ingin menangis, keluarkanlah semua emosimu. Namun jangan lupa untuk beristighfar, agar air matamu tak hanya terbuang sia-sia namun mampu membantumu menghapus kesedihanmu.”Aku semakin terisak, bahuku naik turun menahan emosiku yang meluap-luap. Hingga akhirnya aku merasa lega dan mulai menghentikan tangisku. Mbak Hannan menepuk-nepuk pundakku dan menyodorkan segelas air mineral padaku. Tanpa kata, wanita itu tak berkata apapun selain tersenyum. Ia seolah m
PoV RandyAku menatap tak percaya saat Hannan memintaku masuk ke dalam ruangannya saat aku hendak berpamitan padanya setelah puas menemani Zayn bermain. Tak biasanya Hannan memanggilku ke dalam ruangannya, biasanya ia hanya mengangguk lalu membalas salamku ketika aku berpamitan padanya. Apa ini ada hubungannya dengan Sherin? Hatiku bertanya-tanya.Benar saja, saat memasuki rungan yang kurasa adalah ruangan Hannan sebagai pemilik ZaZa Bakery, sudah ada Sherin di sana. Gadis itu tertunduk saat aku dan Hannan masuk. Kulihat Sherin sudah tak lagi syok seperti tadi. Namun yang mengganggu pikiranku sekarang adalah Hannan. Dia pasti punya tujuan memanggilku ke sini, dan dengan adanya Sherin, aku sudah bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran Hannan. Kurasa mantan istriku itu sudah tau semuanya."Ada apa memanggilku kemari, Bun?" tanyaku berbasa-basi. Hannan mendelik, sepertinya karena aku kembali memanggilnya "bun"."Duduklak. Maaf aku hanya minta waktumu sebentar. Kurasa ada yang perlu ka
"Sudah kubilang jangan bawa-bawa namaku!" "Dengarkan aku dulu!" Aku balas membentaknya."Kamu mau tau kapan kejadiannya? Kamu mau tau kapan aku memperk*sa Sherin? Aku melakukannya di hari di mana kamu menikah! Di hari di mana aku merasa kamu akan benar-benar menjauh dari kehidupanku. Aku galau! Aku kecewa! Aku frustasi! Padahal sebelumnya masih ada secercah harapan dalam hatiku untuk bisa kembali merajut dan memperbaiki hubungan denganmu demi Zayn. Maka malam itu aku mabuk, dan aku mengira Sherin adalah kamu saat ia masuk ke dalam kantorku. Kamu tau? Aku membayangkan tubuhmu atas diri Sherin!" Aku meninggikan suaraku. Aku tak peduli lagi jika nantinya Hannan semakin membenciku setelah ini. Semua sudah terlanjur terjadi, aku sudah terlanjur malu padanya karena ia mengetahui bahwa aku telah melakukan tindakan asusila pada karyawanku. Toh, sepertinya Hannan juga sudah menutup rapat-rapat pintu hatinya untukku. Aku melirik sekilas ke arah Sherin, gadis itu masih tertunduk sambil sesekal
PoV Sherin.Menceritakan semua masalah pelik yang sedang kualami pada Mbak Hannan adalah pilihan terbaik. Selain merasa lebih plong, aku pun mulai memperoleh kepercayaan diriku perlahan-lahan. Selama ini, selain pada ibuku, aku belum pernah menceritakan masalah ini pada orang lain. Mbak Hannan justru orang yang pertama kali tau mengenai kehamilanku karena ia lah yang membawaku ke rumah sakit saat aku pingsan. Aura positif dari Mbak Hannan membuatku merasa mempunyai keberanian untuk bertemu dengan Pak Randy yang ternyata adalah mantan suaminya dan ayah kandung dari Zayn.Tak kubiarkan Mbak Hannan meninggalkanku dan Pak Randy hanya berdua ketika wanita anggun itu hendak berdiri dan meninggalkan kami. Aku memohon padanya untuk menemaniku, selain aura positif yang ada padanya, setidaknya Mbak Hannan pasti juga adalah orang yang tau banyak mengenai Pak Randy karena mereka pernah terikat dalam ikatan pernikahan. Tak sepertiku, yang selama ini hanya mengenal Pak Randy sebatas pekerjaan.Lalu
Ibu menatapku penuh tanya ketika aku pulang ke rumah ditemani Pak Randy. Aku segera meraih punggung tangan keriput ibuku dan menciumnya takzim setelah berbalas salam.“Kenapa ... kenapa bisa ....” Ibu terbata-bata namun tak meneruskan kalimatnya.“Maaf, Bu. Sherin terpaksa mengubah semua rencana yang telah kita susun dengan sempurna. Sherin terpaksa membawa Pak Randy kemari. Ada yang ingin Sherin sampaikan pada Ibu.” Aku berusaha tersenyum pada ibuku.“Lebih tepatnya saya, Bu. Ada hal penting yang harus saya bicarakan pada Ibu? Apa Ibu masih mau memperbolehkan saya untuk masuk?” ucap Pak Randy. Ibuku hanya mengangguk lemah sambil melirikku.Tak ada lagi air mataku yang mengalir saat pak Randy menceritakan semua pada ibu. Aku benar-benar telah menghabiskan semua emosiku tadi di ruangan Mbak Hannan. Maka yang kulakukan sekarang hanyalah mengusap-usap pundak Ibuku yang bergerak naik turun ketika ia meluapkan tangisannya. Berulang kali kudengar Ibu membaca istighfar.“Jangan menangis, Bu.
PoV RandyAku bisa merasa lega sementara ini. Sherin dan ibunya sudah mulai bisa untuk diajak berdiskusi. Bu Lastri, ibu Sherin menyerahkan semua keputusan pada Sherin, sedangkan Sherin meminta waktu padaku untuk memikirkan dan mempetimbangkan dengan matang niatku untuk menikahinya.“Ini terlalu cepat dan begitu tiba-tiba, Pak. Beri aku waktu untuk memikirkannya,” pintanya.“Jangan terlalu lama, perutmu akan semakin membesar. Aku tak mau kamu menanggung ini sendirian.”“Bagaimana dengan Bu Dewi?”“Aku akan berusaha bicara dan memberi pengertian padanya,” jawabku, meski pikiranku masih kosong. Bagaimana caranya aku memberi pengertian pada Dewi yang belakangan ini lebih protektif terhadapku? Namun aku tak memperlihatkan keraguanku di hadapan Sherin. Sudah cukup gadis malang itu mengalami kesedihan karena perbuatanku.***“Hai, Sayang. Hai, anak ayah,” sapaku ketika Dewi menyambutku setelah aku pulang ke rumah.Wanita hamil itu tersenyum. Mengambil tasku dan menyambutku dengan mencium pu
Awalnya aku selalu merasa khawatir jika Mas Randy kembali bertemu dengan Mbak Hannan. Namun belakangan rasa khawatir itu sudah mulai menghilang semenjak aku mendengar Mbak Hannan telah kembali menikah dengan seorang dokter. Lalu mengapa hari ini Mas Randy terlihat beda? Apakah Mbak Hannan kembali menggodanya hari ini? Apakah Mbak Hannan sudah mulai menyadari kesalahannya dulu meminta pisah dari Mas Randy?“Mas,” panggilku lirih di saat aku dan Ray sudah berada di tempat tidur kami setelah menikmati makan malam.Aku dan Mas Randy memang lebih sering berada di dalam kamar ketika kami sedang berada di rumah. Sejak insiden di mana ia memergokiku bersama Hans, Mas Randy sudah tak begitu akrab lagi dengan Bi Sum dan beberapa karyawan di rumah kami. Padahal dulunya, ia akan selalu mengajak mereka bercerita jika sedang di rumah.“Ada apa, Sayang? Mas lelah, mau istirahat,” jawabnya.“Aku merasa ada yang Mas Randy sembunyikan dariku.” Aku sudah tak sabar lagi menunggunya bicara, maka aku menco
PoV RandyDewi meradang dan meraung histeris ketika aku meminta izin padanya untuk menikahi Sherin. Ia memukul dan mencakar tubuhku yang memang masih belum mengenakan pakaian.“Sherin hamil, Wi. Ia juga sedang mengandung anakku. Aku tak mungkin membiarkannya begitu saja. Bagaimana pun aku harus bertanggungjawab padanya.”“Pergi kamu, Mas! Pergiiiiiii!” pekik Dewi.“Tenang dulu, Wi. Kita bisa bicara baik-baik.” Kuraih pakaiannya yang teronggok di lantai bersama pakaianku lalu menyodorkannya pada Dewi.Wanita itu memandangku penuh kemarahan, diraihnya pakaiannya dengan kasar kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuhnya kemudian melangkah kasar ke dalam kamar mandi. Aku pun memakai kembali pakaianku dengan lengkap. Kudengar sayup-sayup suara tangis dan teriakan Dewi di dalam kamar mandi, rupanya ia masih meluapkan kemarahannya di sana.Pranggg!!! Aku terkejut mendengar suara khas benda pecah dari dalam kamar mandi. Buru-buru kulangkahkan kakiku ke sana.“Astaghfirullah!” pekikku ter
Sherin terkejut mendapati sebuah kotak kecil terselip pada buket bunga yang diberikan oleh Randy tadi. Ia baru memperhatikannya setelah randy berpamitan pulang dan ia masuk ke dalam rumahnya. Perlahan wanita itu membuka kotak kecil itu, mulutnya ternganga lebar melihat isi kotak. Sebuah cincin berlian bermata putih yang berkilau memanjakan mata. Benda kecil yang Sherin mungkin tak akan bisa menebak harganya, cincin keluaran brand perhiasan kelas internasional. Sungguh benda yang sangat mahal untuk wanita biasa sepertinya.“Cincin ini menandakan perasaan tulusku padamu, Sherin. Seprestisius benda ini, sedalam ini pula perasaanku padamu.”Begitu isi tulisan di kartu yang terselip di sana. Sherin menghela napas panjang, lalu teringat kotak pemberian Tian padanya. Buru-buru Sherin membuka tas nya dan mengeluarkan benda yang diambil Tian dari laci dashboard mobilnya tadi, yang tadi membuatnya merasa merinding dan memejamkan mata karena mengira Tian hendak menciumnya.Jantung Sherin berdeta
“Pak Randy?!” pekik Sherin saat mendapati mantan suaminya duduk di kursi teras depan rumahnya dengan mata terpejam.Pria yang pernah menikahi Sherin itu terkejut membuka matanya.“Ah, aku tertidur,” gumamnya.“Pak Randy ngapain?” Sherin mulai merasa tak nyaman melihat buket bunga yang diletakkan pria itu di atas meja.“Selamat ulang tahun, Sherin!” Randy menyodorkan buket bunga padanya. Pria itu tersenyum dengan lebar.“Dari mana tadi?” tanyanya.Sherin tak menjawab.“Tadi aku ke kantormu tapi kata karyawanmu, kamu lagi keluar dengan seseorang.”Sherin mematung.“Tadi pergi dengan siapa?” Lagi-lagi Randy bertanya, tapi Sherin tak menjawabnya.“Terima kasih bunganya, Pak. Terima kasih juga ucapannya. Kalau nggak ada yang mau diomongkan lagi Bapak boleh pulang sekarang, aku lelah,” pintanya.Namun pria di depannya tertawa sumbang.“Aku boleh masuk, Sher?”“Nggak, Pak! Aku wanita single, apa kata orang nanti kalau melihat aku menerima tamu lelaki.”“Tapi aku sua ... aku mantan suamimu,
Sherin diam mendengarkan.“Hingga akhirnya aku bertemu Dinda, dia kakak dari salah satu muridku. Dia sangat perhatian pada Syifa, dari Syifa umur setahun dia sudah dekat dengan gadis itu.”Sekali lagi ada nyeri yang menyusup di hati Sherin. Setelah tadi bercerita tentang istrinya, kini pria yang dicintainya itu bercerita tentang gadis lain.“Semua yang melihat kebersamaan kami mengira aku dan Dinda punya hubungan khusus. Mungkin juga termasuk kamu, Sherin.” Tian menatap.“Kenapa kamu tak memilih bersamanya, bukankah dia sudah dekat dengan Syifa?” tanya Sherin ragu-ragu.“Sejak kepergian Lia, prioritasku hidupku adalah Syifa. Dan melihat kedekatan Syifa dengan Dinda, terus terang saja aku pernah berpikir untuk menawarkan hubungan yang lebih serius padanya.”Hati Sherin kembali tergores mendengarnya.“Lalu kenapa tak kamu lakukan? Sepertinya Dinda juga menyukaimu.” Akhirnya Sherin menyebut nama gadis itu.Tian menggeleng.“Keyakinan kami berbeda, Sherin. Dinda penganut agama lain. Dia s
Sepanjang perjalanan Sherin terus menyimpan banyak pertanyaan di dalam benaknya. Salah satunya adalah kendaraan roda empat yang tadi dipakai Tian untuk menjemputnya. Mungkin mobil Tian tak semahal mobil milik dr. Rayyan, suami atasannya, dah tak sekeren mobil milik Randy, mantan suami sirinya. Namun, memiliki kendaraan pribadi seperti ini bagi Sherin adalah prestasi mantan kekasihnya itu. Karena dulu, sewaktu dirinya dan Tian masih menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, hidup mereka sangat sederhana. Dulu, hanya kendaraan roda dua milik Tian yang setia menemani mereka berdua menjalani hari-hari memadu kasih.Impian mereka saat itu pun sangat sederhana, hanya ingin menikah dan hidup bersama saling memberi semangat dalam karir. Sherin tau, Tian hanyalah seorang guru biasa yang bahkan baru beberapa bulan sebelum hubungan mereka berakhir pria itu diangkat secara resmi sebagai guru tetap. Maka, jika Tian bisa memiliki kendaraan roda empat seperti saat ini, tentu lah pria yang sedang b
Seminggu setelah bertemu Tian di lokasi outbond, tak ada komunikasi apa pun lagi di antara sepasang manusia yang pernah begitu dekat itu. Sherin yang awalnya menaruh harap, kini memilih membuang jauh-jauh harapan itu. Dia menertawakan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia berharap sedang Tian hanya menegur dan menanyakan kabarnya. Bukan kah itu hal yang wajar dilakukan oleh seseorang setelah bertahun-tahun tak berjumpa? Bahkan Tian sama sekali tak menanyakan nomor ponselnya saat itu.Wanita yang sehari-harinya kini mengenakan jilbab itu beberapa kali menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri, menepis sisa-sisa tatapan Tian yang masih lekat di kepalanya. Tatapan mata yang menyembunyikan luka, mungkin luka karena ditinggal oleh istrinya. Betapa bodohnya pikirannya waktu itu yang dengan cepat menyimpulkan jika komunikasi keduanya akan terus berlanjut setelah pertemuan di area outbond. Pun betapa malunya ia pada Hannan ketika atasannya itu dengan mudah membaca pikirannya jika Sherin masih berh
Kegiatan family day karyawan ZaZa berjalan lancar, meski Sherin sendiri tak begitu menikmatinya. Kehadiran sosok dari masa lalunya yang juga tengah berada di area outbond bersama rombongannya mengalihkan konsentrasi Sherin. Terlebih lagi, ada sesosok wanita yang selalu terlihat berada di dekat mantan kekasihnya itu. Wanita yang terlihat sangat dekat dengan bocah kecil bermata sendu seperti ayahnya.Kegelisahan Sherin tak luput dari perhatian Hannan. Hannan memang selalu menjadi wanita yang penuh perhatian. Meski disibukkan dengan mengurus ketiga buah hatinya, namun wanita tegar itu juga tak begitu saja mengabaikan karyawannya. Hannan tau apa yang menyebabkan Sherin gelisah, karena dia pun tadi sempat berpapasan dengan Tian yang diketahuinya adalah mantan kekasih Sherin. Maka wanita elegan itu mendatangi Sherin, karyawan sekaligus sahabatnya, sambil menggendong Zara.“Sher, kalau masih ada yang ingin dibicarakan atau ditanyakan sebaiknya temui dia. Tak baik menyimpan semuanya sendirian
“Tadi anak ini kehilangan balonnya, Mbak. Terbang ke atas pohon tadi.” Sherin menjelaskan tanpa diminta.“Oh, iya. Terima kasih, ya, Mbak.”Si wanita cantik berkulit putih dengan rambut sebahu itu tersenyum pada Sherin, lalu kemudian meraih bocah kecil tadi dan menggendongnya.“Yuk, balik. Ayah nyariin Syifa loh. Eh ... itu ayah nyusul.” Wanita itu terus berucap sambil menggendong sang bocah.Sherin ikut menoleh saat mendengar suara seseorang dari arah belakangnya.“Syifa ... kok mainnya sampai jauh gini, Nak?”Sherin terkejut, bukan hanya kerena merasa tak asing dengan suara itu tapi tatapan mata pria yang baru saja datang itu mengunci pergerakannya. Sherin terpaku, tak dapat bergerak, apalagi berkata-kata. Pria yang baru datang itu pun sama terkejutnya dengan Sherin. Keduanya saling menatap beberapa saat seolah waktu sedang berhenti berputar bagi keduanya.“Sherin!”Kini Sherin tau kenapa tadi seolah mengenal tatapan mata di bocah yang menangis kehilangan balonnya.“Hai, Tian. Dia .
Lima Tahun Kemudian.Hari ini seluruh karyawan ZaZa dia ajak oleh Hannan untuk rekreasi. ZaZa kini tak lagi hanya sekedar toko bakery, Hannan membeli beberapa unit ruko di deretan ZaZa bakery dan melebarkan usahanya dengan membuka swalayan dan butik yang semuanya diberi nama ZaZa. Hannan sendiri tak pernah turun tangan langsung tapi hanya memantau usaha yang dipercayakannya pada Sherin.Sherin pun kini menjelma menjadi wanita karir yang membawahi ratusan karyawan ZaZa. Wanita mandiri itu pun sudah mampu membeli rumah sendiri dan tak lagi tinggal di rumah yang diberikan Randy padanya. Sherin mengembalikan semuanya karena tak ingin terhubung lagi dengan mantan atasannya itu.Bagi Hannan, Sherin adalah tangan kanannya dalam bekerja memperluas usahanya sementara Hannan adalah otak utamanya. Perpaduan dua wanita pekerja keras membuahkan hasil yang gemilang di bawah nama ZaZa. Sherin bukan digaji tetap oleh Hannan, tapi digaji berdasarkan omzet yang dicapai oleh bisnis ZaZa. Maka, Sherin me
“Sher, please. Cuma kamu yang bisa menolongku. Tolong menikah lah dengan suamiku.” Dewi sengaja menyela sebelum Sherin menjawab.Sherin menghela napas. Dia masih ingat betapa berangnya wanita di hadapannya ini dulu ketika mengetahui Sherin mengandung anak suaminya. Betapa teganya wanita yang tak berdaya di hadapannya ini waktu itu memaksanya untuk menggugurkan kandungannya. Betapa berkuasanya seorang Dewi saat melemparkan segepok rupiah di hadapannya dan ibunya waktu itu. Betapa keangkuhan yang dulu nampak jelas pada wanita itu kini berubah menjadi kelemahan.“Sher, meski kamu tak mencintai Mas Randy, tapi setidaknya kalian pernah menikah dan kamu pernah mengandung bayinya. Aku ... aku tak bisa membayangkan jika dia harus bersama wanita lain lagi selain kamu, Sher.”Ternyata wanita di hadapan Sherin itu masih Dewi yang dulu. Dewi yang egois, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia meminta Sherin kembali pada suaminya hanya agar suaminya tak melirik wanita lain lagi. Sungguh pemik