“APA?? Hamil? A—aku hamil?” tanyaku terbata-bata ketika seorang wanita berpakaian khas tenaga kesehatan menjelaskan hasil pemeriksaan urin padaku.Sesaat setelah terbangun tadi, mereka memang memintaku melakukan tes urin. Meski awalnya aku menolak karena merasa sudah baik-baik saja. Namun Mbak Hannan yang juga ada di sana menungguku menyuruhku untuk mengikuti instruksi dari petugas rumah sakit.“Iya, Mbak. Dari hasil periksaan urine Mbak Sherin dinyatakan positif hamil. Boleh tau kapan HPHT* nya Mbak?” tanya si petugas yang ternyata adalah seorang Bidan.(HPHT: Hari Pertama Haid Terakhir)Aku tak menjawab, selain tak mengerti apa yang dimaksud oleh si petugas, aku pun masih sangat syok mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh petugas tadi.“A—aku hamil?” Aku kembali bergumam mengulang pertanyaanku. Air mataku mulai menetes tanpa bisa kutahan lagi.Aku tau petugas di hadapanku memandangku penuh tanya namun aku tak sanggup lagi menahan bening yang satu persatu mulai menetes dari kelo
PoV Randy.Hari-hariku berlalu begitu ruwet sejak pengakuanku pada Dewi mengenai kejadian malam itu di kantorku. Sejak saat itu, istriku yang sedang hamil itu semakin ketat mengawasiku. Aku pun sudah jarang mendebat Dewi, terlebih setelah hasil tes DNA janinnya memang membuktikan jika bayi yang sedang dikandungnya adalah darah dagingku. Maka aku membiarkan saja Dewi bersikap sangat protektif padaku. Ia tak segan-segan membuka semua chat yang masuk ke ponselku, bahkan sesekali ia tiba-tiba muncul di kantorku.Darinya pengakuannya pula aku tau jika ia mendatangi Sherin dan meminta gadis itu untuk menjauhiku. Benar saja, beberapa hari kemudian aku mendapat kabar dari orang suruhanku yang kutugaskan untuk mengawasi Sherin mengabarkan jika gadis malang itu telah pindah dari kontrakannya. Dari orang suruhanku pula aku mengetahui jika sejak Dewi datang ke sana, Sherin dan ibunya menjadi bahan omongan para tetangga sehingga membuat mereka memilih pindah dari sana.“Aku sudah memberikan imbala
Aku tau apa yang bisa menghiburku, aku akan menemui Zayn dan menghabiskan waktu bersama putraku itu. Dewi tak akan pernah protes padaku jika menyangkut Zayn, meski sesekali ia juga menunjukkan kecemburuannya pada Hannan jika aku mengubunginya untuk bertemu Zayn. Kuraih gawaiku dan mencari nomor Hannan, kukabarkan padanya bahwa aku ingin bertemu Zayn. Hannan menyetujuinya dan mengizinkanku bertemu dengan putra kami itu di toko rotinya.Sejujurnya aku merasa takjub dengan Hannan sekarang, ia terlihat semakin dewasa dan semakin anggun. Terlebih ia sekarang sudah menjadi pemilik sebuah toko roti yang selalu ramai dikunjungi pembeli. Aku sudah dua kali datang ke toko rotinya untuk bertemu Zayn, dan bocah itu pun terlihat sangat menikmati berada di sana bersama bundanya. Ah, Hannan. Kamu semakin bersinar dan semakin sulit untuk kugapai. Sesekali jika berkunjung ke sana aku masih sering mencuri-curi pandang pada wanita itu. Rasa cinta dan rasa sesal di dalam dadaku sama besarnya ketika menat
“Kenapa ia histeris melihatmu tadi?”“A—aku enggak tau, Han.” Tatapan Hannan tajam menembus ulu hatiku. “Apa Sherin karyawanmu? Sejak kapan dia bekerja di sini?” tanyaku berusaha menetralkan debaran jantungku setelah terkejut tadi.“Ya, Sherin karyawanku, dia baru seminggu ini bergabung dengan kami.” Hannan masih menatap tajam padaku. Ia seolah masih ingin mengatakan sesuatu tapi ditahannya.“Kenapa kamu memandangku seperti itu?” tanyaku.“Entahlah. Aku merasa ada yang kamu sembunyikan. Apa aku boleh tau kenapa Sherin mengundurkan diri dari posisi sektretaris di kantormu?”“Ck!! Tidak biasanya kamu mencampuri urusanku seperti ini, Han.”“Bukan tanpa sebab aku bertanya seperti ini. Sherin karyawanku, dan aku melihat ada yang aneh di antara kalian. Dia histeris saat melihatmu tadi, apalagi saat kamu mendekatinya. Lagipula, ia masih belum pulih karena tadi pagi sempat pingsan di toko ini dan menjalani beberapa pemeriksaan di rumah sakit.”“Apa? Sherin pingsan?”“Ya. Dia pingsan di sini l
“Ada yang ingin kamu sampaikan, Sherin?” sapanya lembut. “Jangan takut. Anggap aku ini adalah kakakmu ataupun sahabatmu. Kamu bisa menceritakan apa pun padaku, jangan menyimpan masalahmu sendiri, itu akan membuatmu semakin tertekan.”Aku mengangguk lemah, tetesan demi tetesan bening mulai mengalir dari kelopak mataku yang beberapa waktu belakangan ini kurasa telah bekerja keras untuk menghasilkan air mata. Mbak Hannan hanya terdiam tanpa kata, namun tatapan lembutnya tetap membuatku merasa sangat nyaman.“Menangislah jika kamu masih ingin menangis, keluarkanlah semua emosimu. Namun jangan lupa untuk beristighfar, agar air matamu tak hanya terbuang sia-sia namun mampu membantumu menghapus kesedihanmu.”Aku semakin terisak, bahuku naik turun menahan emosiku yang meluap-luap. Hingga akhirnya aku merasa lega dan mulai menghentikan tangisku. Mbak Hannan menepuk-nepuk pundakku dan menyodorkan segelas air mineral padaku. Tanpa kata, wanita itu tak berkata apapun selain tersenyum. Ia seolah m
PoV RandyAku menatap tak percaya saat Hannan memintaku masuk ke dalam ruangannya saat aku hendak berpamitan padanya setelah puas menemani Zayn bermain. Tak biasanya Hannan memanggilku ke dalam ruangannya, biasanya ia hanya mengangguk lalu membalas salamku ketika aku berpamitan padanya. Apa ini ada hubungannya dengan Sherin? Hatiku bertanya-tanya.Benar saja, saat memasuki rungan yang kurasa adalah ruangan Hannan sebagai pemilik ZaZa Bakery, sudah ada Sherin di sana. Gadis itu tertunduk saat aku dan Hannan masuk. Kulihat Sherin sudah tak lagi syok seperti tadi. Namun yang mengganggu pikiranku sekarang adalah Hannan. Dia pasti punya tujuan memanggilku ke sini, dan dengan adanya Sherin, aku sudah bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran Hannan. Kurasa mantan istriku itu sudah tau semuanya."Ada apa memanggilku kemari, Bun?" tanyaku berbasa-basi. Hannan mendelik, sepertinya karena aku kembali memanggilnya "bun"."Duduklak. Maaf aku hanya minta waktumu sebentar. Kurasa ada yang perlu ka
"Sudah kubilang jangan bawa-bawa namaku!" "Dengarkan aku dulu!" Aku balas membentaknya."Kamu mau tau kapan kejadiannya? Kamu mau tau kapan aku memperk*sa Sherin? Aku melakukannya di hari di mana kamu menikah! Di hari di mana aku merasa kamu akan benar-benar menjauh dari kehidupanku. Aku galau! Aku kecewa! Aku frustasi! Padahal sebelumnya masih ada secercah harapan dalam hatiku untuk bisa kembali merajut dan memperbaiki hubungan denganmu demi Zayn. Maka malam itu aku mabuk, dan aku mengira Sherin adalah kamu saat ia masuk ke dalam kantorku. Kamu tau? Aku membayangkan tubuhmu atas diri Sherin!" Aku meninggikan suaraku. Aku tak peduli lagi jika nantinya Hannan semakin membenciku setelah ini. Semua sudah terlanjur terjadi, aku sudah terlanjur malu padanya karena ia mengetahui bahwa aku telah melakukan tindakan asusila pada karyawanku. Toh, sepertinya Hannan juga sudah menutup rapat-rapat pintu hatinya untukku. Aku melirik sekilas ke arah Sherin, gadis itu masih tertunduk sambil sesekal
PoV Sherin.Menceritakan semua masalah pelik yang sedang kualami pada Mbak Hannan adalah pilihan terbaik. Selain merasa lebih plong, aku pun mulai memperoleh kepercayaan diriku perlahan-lahan. Selama ini, selain pada ibuku, aku belum pernah menceritakan masalah ini pada orang lain. Mbak Hannan justru orang yang pertama kali tau mengenai kehamilanku karena ia lah yang membawaku ke rumah sakit saat aku pingsan. Aura positif dari Mbak Hannan membuatku merasa mempunyai keberanian untuk bertemu dengan Pak Randy yang ternyata adalah mantan suaminya dan ayah kandung dari Zayn.Tak kubiarkan Mbak Hannan meninggalkanku dan Pak Randy hanya berdua ketika wanita anggun itu hendak berdiri dan meninggalkan kami. Aku memohon padanya untuk menemaniku, selain aura positif yang ada padanya, setidaknya Mbak Hannan pasti juga adalah orang yang tau banyak mengenai Pak Randy karena mereka pernah terikat dalam ikatan pernikahan. Tak sepertiku, yang selama ini hanya mengenal Pak Randy sebatas pekerjaan.Lalu