Selesai fitting baju pengantin, kami mencari rumah ustadz yang akan menikahkan kami. Ya, kami akan segera menikah secara siri. Sebenarnya bisa saja kami menikah resmi tetapi Bapak menyembunyikan akta kematian Gina dariku. Ini mungkin maksud Bapak. Bapak tidak ingin aku menikah lagi secara resmi.Tadi Feni memilih untuk fitting di salon rias yang cukup besar. Mulanya dia tidak setuju untuk fitting di sana. Dia maunya beli baju jadi di sebuah butik ternama. Dengan alasan kebaya untuk menikah hanya satu kali dipakai seumur hidup. Aku terus mencoba untuk membujuknya, karena hanya satu kali seumur hidup percuma kalau beli, mubazir kubilang. Sayang uangnya. Padahal dia tidak tahu saja kalau aku hampir bangkrut. Akhirnya dia menurut, walau penuh dengan drama.Pak penghulu menyetujui kami menikah minggu depan. Feni pun setuju dia akan berhenti sekolah dan fokus melayani serta mengurus rumah tangga. Memang usia Feni jauh lebih muda, bahkan hampir seusia Tika. Aku pun harus bersiap-siap membimb
"Mas, akhir-akhir ini kenapa kamu jadi sering lembur?" tanyaku curiga kepada suamiku."Ah, kamu itu kayak nggak tahu urusan bisnis saja! Aku ini sekalian rapat ketemu klien yang akan bekerja sama menanam modal di butik kita!" jawab Mas Riko menjelaskan padaku."Menanam modal? Untuk apa, Mas? Aku rasa suntikan modal dari Bapak tiga bulan sekali sudah cukup untuk membesarkan butik kita," balasku pada Mas Riko.Kan aneh, masa ada sih seorang menantu pemilik butik rapat setiap hari. Seperti tidak ada pekerjaan lain saja. Harusnya sebagai pengelola, tugasnya cukup mengontrol sesekali saja. Buat apa terlalu ikut campur. Kecuali ada pegawai yang gerak-geriknya mencurigakan, barulah kita bertindak lebih intensif.Sewaktu awal menikah dulu, Bapakku mempercayakan Mas Riko untuk mengelola butik cabang milik Bapak. Karena Bapak mempunyai beberapa butik. Mas Riko menyuruhku untuk di rumah saja dan tidak usah bekerja. Biar dia yang mengelola butik. Tiga belas tahun pernikahan kami, alhamdulillah be
Pernikahanku dengan Feni adalah pernikahan kedua dalam hidupku. Tak kusangka malah berakhir dengan kekacauan yang membuatku malu setengah mati. Belum lagi Mamanya Feni terus saja mengomel tidak jelas. "Mas, besok jadikan membawaku ke toko emas untuk membeli mas kawin?" rajuk Feni.Wah, gawat. Uang di ATM ku tinggal dua juta rupiah. Sedangkan harga mas kawin yang akan kuberikan kepada Feni kemarin hampir seratus juta. Sayang sekali anak sial*n itu sudah mengambilnya dariku. Untung ada kartu kredit ku dan milik Gina. Kan masih bisa di gunakan. "Iya sayang, tapi jangan banyak-banyak ya beli perhiasannya," jawabku pelan."Jangan banyak-banyak gimana sih Mas? Pokoknya aku nggak mau tahu," sahut Feni merengek sambil menghentakkan kakinya macam anak kecil."Ya." Hanya itu jawabanku singkat.Dengan mengendarai mobil kami menuju mall. Feni yang mengajakku ke sana, katanya toko emas langganan dia.Feni memilih perhiasan emas yang dia sukai. Mulai dari gelang, cincin, dan kalung. Si penjual e
PoV RikoSeperti biasa rutinitas setiap hari aku ingin pergi ke butik. Persetan dengan Bapak yang melarangku untuk bekerja di butik."Pak, maaf! Bapak tidak boleh masuk lagi ke butik ini!" kata Erza sambil menahan tubuhku."Loh, kenapa? Memangnya kamu ini siapa? Aku ini bos kamu. Ingat bos kamu! Atasan kamu! Kenapa aku tidak boleh masuk ke kantorku sendiri?" Emosiku mulai naik."Maaf, Pak Riko. Ini perintah dari Pak Sugito. Anda tidak boleh lagi bekerja di kantor ini," jawab Erza dengan tegas."Apa Pak Sugito yang menyuruh kamu? Aku tidak percaya!" bentakku kesal."Silakan kalau Bapak tidak percaya. Bapak bisa tanyakan sendiri pada beliau.""Ah, sial*n.""Maaf, Bapak sudah bukan atasan di butik ini dan tidak berhak lagi atas butik ini," sambung Mirna yang tiba-tiba muncul di depan pintu butik."Kamu juga! Kenapa kamu jadi ikut-ikutan, Mir!" Aku semakin kesal."Saya bukan ikut-ikutan, Pak. Saya hanya menjalankan tugas sebagai karyawan," jawab Mirna kalem."Kalau tidak ada kepentingan l
"Maaf anda bertiga ada perlu apa ke rumah kami?" tanya Bapak malah menimpali."Perkenalkan Saya Andi, kepala cabang Bank XXX dan ini kedua anak buah saya Rizki dan Azmi. Kami kemari ingin berbicara dengan Pak Riko mengenai tunggakan cicilan di bank selama tiga bulan," kata orang yang berdasi itu.Bagai di sambar petir di siang bolong. Aku tak menyangka tiga orang ini adalah orang bank yang berniat membicarakan tunggakanku yang tidak kubayarkan selama tiga bulan!Bapak melirikku tajam. Aku langsung berkeringat dingin, tubuhku gemetar. "Baik. Kalau begitu kenalkan saya Pak Sugito, mertua Pak Riko. Berapa jumlah uang yang di pinjam Pak Riko di bank dan apa jaminannya?" tanya Bapak sambil menahan amarah."Pak Riko meminjam uang sebanyak lima ratus juta rupiah lima bulan yang lalu dan menjaminkan sertifikat rumah ini," jawab Azmi dengan tenang."Betul begitu, Riko?" tanya Bapak kepadaku, seolah ingin menghakimiku."I, iya Pak," balasku lirih."Untuk apa uang itu?""Be, beli rumah dan perh
Kurang ajar sekali Feni berani benar berjalan dengan pria yang jauh lebih muda dariku! Keterlaluan sekali dia! Padahal aku sudah bermodal besar untuk menikahinya sampai berani berhutang segala! Duh sekarang aku bingung bagaimana cara melunasi utang-utangku. Mana Bapak sudah memecatku dan mengambil alih kepemilikan butik lagi. Bahkan jualan baju di pasar pun tidak jadi Bapak berikan untukku karena Bapak sudah terlanjur tahu dan marah kalau aku penyebab putrinya meninggal. Ya ampun kenapa nasibku makin apes begini sih??Feni rupanya mengunci diri di kamarnya setelah kupergoki jalan dengan seorang laki-laki bau kencur. Berani sekali jalan-jalan dengan laki-laki padahal dia sudah menikah! Lupa apa kalau aku sudah mencukupi dan juga mengabulkan apa pun yang dia minta. Tapi apa yang kudapat? Balasannya sungguh sangat menyakitkanku. Sekarang saat aku jatuh miskin dia malah berbalik ingin menjauhiku.Feni mengunci diri di kamar sedari tadi. Aku juga malas menegur dia. Biarkan saja dia di dala
Aku sudah muak sekali dengan Mas Riko! Sudahnya nggak punya uang dan miskin tapi belagunya minta ampun! Aku kesal sekali ketika dia memergokiku berjalan dengan temanku. Huh itu baru temanku aja loh. Teman tapi mesra. Hihihi. Sebenarnya Mas Riko nggak tahu kalau aku sudah jadi simpanan om-om yang lain. Yaa, aku tahu kalau aku sudah menikah. Tapi nggak ada salahnya kan mencari om-om yang lebih kaya sebagai cadangan. Aku mengambil pisau lipat di saku celana jeansku dan tanpa sengaja aku sudah menusuk Mas Riko sebanyak dua tusukan. Astaga aku khilaf, bagaimana ini? Sebenarnya tadi aku nggak berniat untuk menusuk Mas Riko. Tapi dia ngomel terus. Bikin panas telingaku saja. Bergegas aku menelepon om kesayanganku. Om Erik, kalian tahu siapa Om Erik itu kan? Hehehe.Sementara menunggu kedatangan Om Erik. Aku segera mengemasi baju-baju dan juga barang-barangku. Aku takut nanti polisi datang dan mencidukku.Tak lama kemudian Om Erik yang sudah berumur tujuh puluhan itu datang dan membantu aku
PoV Author Riko di temukan oleh Tika dan petugas bank yang akan menyita rumah KPR Feni. Sedangkan Feni dan Erik--ayahnya Riko-- melarikan diri ke sebuah hotel untuk bersembunyi sebelum akhirnya di tangkap oleh pihak kepolisian. Keadaan rumah ini tentu saja berantakan.Riko langsung di lakukan ke UGD karena kondisi perutnya yang sobek karena luka tusuk yang lumayan dalam. Darah pun mengalir, untungnya petugas medis dengan cepat mengambil tindakan untuk menolong Riko."Pa, bertahan ya, Pa. Tika ada di samping Papa," kata Tika dengan air mata yang mengalir menenangkan sang Papa. Padahal ia membenci tindakan Papanya yang menikah lagi dengan sang pelakor. Namun sebagai seorang anak satu-satunya, ia tetap tidak tega dengan kondisi Papanya yang sedang menahan kesakitan seperti ini.Riko yang sayup-sayup mendengar suara Tika yang menyemangati dirinya, dia sudah pasrah dengan keadaan. Walaupun tak sadarkan diri, dia dapat dengan jelas mendengar suara putrinya itu.Dokter dan para perawat yang