Rio membuntuti kemana Liana pergi. Melihat betapa lihainya perempuan itu mengurus anak-anak dengan sangat telaten. Menjadi pengajar di salah satu yayasan biasa membuat Liana sangat senang. Dia bukan orang kaya, maka dari itu dia hanya bisa berbagi ilmu pada anak-anak yang tidak beruntung. Tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak lain di luar sana.
Rio selalu kagum setiap memperhatikan calon isterinya itu. Dia tau dia tidak pernah salah dalam memilih istri. Karena dia yakin, Liana adalah wanita yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya. Dia adalah laki-laki yang sangat beruntung bisa mendapatkan wanita seperti Liana.."Kamu kenapa? Seperti gelisah begitu. Ada yang sedang kamu pikirkan?"Liana menggeleng. "Aku gak kenapa-kenapa. Aku hanya masih takut untuk bertemu dengan Rey. Dia pasti masih tidak menyukai aku. Dari awal dia sangat membenciku.""Tenanglah, karena Rey sebenernya adalah orang yang baik. Dia hanya belum mengenal bagaimana calon istriku ini dengan baik. Nanti kalau dia sudah mengenal kamu dengan baik, dia pasti mengerti kenapa aku memilih kamu sebagai istriku. Kamu jangan terlalu memikirkannya. Karena aku juga akan terus memberikan pengertian sama dia."Liana masih tidak bisa mengerti itu dengan benar. Karena dia merasa, kebencian calon adik iparnya ini sangat besar padanya. Karena setiap mereka bertemu, tatapannya itu selalu saja mengintimidasi. Rey juga pasti selalu berpikir bahwa dia datang dalam kehidupan mereka ini demi harta."Hei... Sudah jangan melamun. Kita sudah sampai sekarang. Sebentar lagi kita akan menikah, jadi jangan pikirkan hal-hal yang membuat kamu bersedih seperti itu. Kamu harus selalu bersemangat agar kamu terlihat cantik di hari bahagia kita nanti."Liana tersipu. Rio sangat menyayanginya. Dia tau Rio sangat tulus menyayanginya. Seharusnya memang benar, dia tidak perlu takut akan apapun. Asalkan Rio ada bersamanya, maka semua pasti akan baik-baik saja."Ayo turut, kita fitting baju dulu. Nanti Rey juga akan datang. Tapi kamu tenang aja, dia tidak akan membuat kamu tidak nyaman."Liana mengangguk. "Aku percaya sama kamu. Terimakasih sudah selalu bisa menenangkan aku.""Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan calon istri kesayanganku ini memikirkan hal-hal yang tidak penting seperti itu. Karena kamu hanya harus tampil bahagia."Kehidupan tampak akan berjalan baik-baik saja. Mereka sangat bahagia karena sebentar lagi akan menjalani pernikahan yang sudah mereka nantikan selama ini. Karena Mereka sudah sama-sama senang, maka mereka tidak akan menunda waktu lebih lama lagi untuk menikah.Rey datang ke tempat fitting karena di telfon abangnya. Walaupun dia sangat malas jika harus bertemu dengan Liana, tapi dia tidak mau mengecewakan abangnya. Karena biar bagaimanapun, dia sangat menyayangi abangnya. Dia bersikap seperti ini hanya karena tidak ingin melihat abangnya salah memilih istri.Karena calon istri abangnya ini hanya terlihat mau dengan harta mereka saja. Terlihat sangat kuper dan sangat biasa saja. Sebenernya tidak sebanding dengan kehidupan mereka. Maka Rey juga sama sekali tidak habis pikir, kenapa abangnya ini bisa ingin menikahi wanita seperti ini. Sangat-sangat tidak berkelas. Tentu saja berbeda dengan pacarnya yang cantik dan seksi itu. Tidak akan membuatnya malu dan tidak gila harta seperti perempuan kuper ini.Rey akan memastikan, jika perempuan ini tidak akan bisa memperalat abangnya. Karena dia pasti akan memantau semua gerak-geriknya ini. Dia akan membuktikan secepatnya, bahwa perempuan ini punya niat tersendiri kenapa mendekati abangnya ini.Saat ada kesempatan luang, Rey mengambil kesempatan itu untuk kembali membicarakan hal itu pada abangnya."Gimana? Ganteng gak gue pake ini?"Alih-alih menjawab, Rey justru mengatakan hal yang lain. "Lo yakin bang mau nikah sama Liana? Cewek kayak dia gak pantes bang buat lo. Masih banyak perempuan di luar sana yang pantes buat lo. Gue saranin pikir-pikir dulu deh sebelum terlambat."Rio menarik nafasnya pelan. Dia sama sekali tidak tersinggung dengan apa yang adiknya itu katakan. Karena dia yakin, adiknya juga pasti memiliki niat yang baik kenapa mengatakan hal seperti itu."Lo hanya belum kenal betapa hebatnya Liana. Kalo misalnya nanti Lo udah kenal sama dia, gue yakin kok lo gak akan ngomong kayak gini. Lo jangan hanya melihat penampilan dia aja seperti ini. Gue udah kenal dia jauh lebih lama. Jadi gue percaya dan gue yakin sama pilihan gue sekarang. Lo hanya harus dukung keputusan gue ini."Rey tidak percaya bahwa dia tidak bisa menyadarkan abangnya lagi. Abangnya benar-benar sudah dibutakan dengan cinta sekarang."Semoga Lo gak nyesel sama keputusan lo sekarang deh." Ucap Rey pada akhirnya.Rio tersenyum. "Gue tau Lo kayak gini karena lo sayang sama gue. Makasih udah care sama gue. Tapi, untuk kali ini aja gue minta lo percaya sama pilihan gue."Rey mengangguk. "Yaudah, gue pergi dulu. Lo bagus kok pake baju itu. Kalo baju gue, apapun lah nanti pasti gue pake. Lagian juga ukuran kita sama, jadi pilih aja walaupun selera lo gak sebaik selera gue." Awalnya ucapan Rey berhenti sampai di situ. Namun ketika dia melihat ada Liana mendekat, dia menyambung lagi kalimatnya. "Terutama soal memilih cewek." Ucapnya."Yaudah bang, gue pergi dulu. Gue masih sibuk dan banyak urusan. Gak ada waktu dan gak betah juga lama-lama di sini." Rey berlaku sambil melewati Liana dengan tatapan tajamnya itu. Membuat Liana tentu saja merasa semakin terintimidasi. Rey benar-benar membencinya tiada ampun."Udah, jangan di ambil hati. Ingat sama apa yang aku bilang, selama ada aku, kamu jangan mikir yang aneh-aneh. Rey aslinya baik lok. Nanti akan ada waktunya dia bisa berbuat baik juga sama kamu. Dia hanya harus melihat betapa tulusnya kamu mencintai aku."Liana tertunduk. MKarena bagaimanapun, Rey tetap membuatnya tidak nyaman."Kamu cantik pakai baju itu." Ucap Rio mengalihkan pikiran Liana sejenak."Kamu juga terlihat tampan dengan baju itu." Ucapnya memuji balik.Rasanya penuh syukur karena dicintai sebegitu hebatnya oleh laki-laki di depannya ini. Dia tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Namun Rio membuktikan keseriusan yang membuat dia tidak ada alasan untuk menolaknya. Konon, lamaran laki-laki baik harus diterima jika memang sudah sesuai dengan apa yang semestinya.Setelah berganti pakaian, mereka bergegas untuk pulang. Tidak banyak yang mereka harus lakukan hari ini. Bahkan untuk persiapan pernikahan pun banyak disiapkan oleh orangtua Rio. Maka mereka benar-benar tidak menyibukkan apapun. Untungnya, orangtuanya sangat baik dan mendukung semua ini. Memang hanya Rey yang mengusik hatinya selama ini."Aku sudah menghubungi Bara untuk minta bertemu. Apa kita datang ke cafe baru nya saja? Kita harus memberikan undangan ini secara langsung. Dia kan teman baik kita sejak kuliah. Rasanya tidak ada salahnya menemui dia secara langsung. Sekalian sudah lama juga kita tidak bertemu. Dia pasti kaget dengan semua ini.""Ide yang bagus. Atur saja bagaimana pertemuannya. Nanti kita akan kesana. Aku juga sudah tidak sabar untuk memberitahu kabar baik ini sama dia. Sudah lama juga dia menghilang semenjak selesai kuliah. Rasanya surprise juga ada kabarnya kembali seperti ini."."Kamu kemana aja sih sayang? Aku nungguin dari tadi. Kenapa sih apa-apa selalu Abang kamu. Prioritas kamu tuh aku atau dia sih sebenernya?"Dewi selalu saja seperti itu. Telat sedikit dia sudah selalu marah-marah. Dewi tidak pernah suka ketika Rey mementingkan hal lain daripada dirinya."Sabar dong sayang, aku tadi ke tempat fitting bang Rio sebentar. Gak nyampe selesai juga aku udah disini kan sekarang. Udah dong jangan marah-marah gitu. Pusing nih jadinya kepalaku.""Emang mereka beneran jadi nikah?""Iya. Mereka sebentar lagi akan nikah. Makanya aku pusing banget sekarang. Aku gak tau harus berbuat apa sekarang. Aku gak mau bang Rio dimanfaatkan sama perempuan kuper itu. Tapi bang Rio sama sejak gak mau dengerin omongan aku. Otak dia itu bener-bener udah di cuci sama perempuan itu.""Betul sayang. Kamu memang harus berhati-hati sama dia. Ini akan bahaya kalo bang Rio sampe bener-bener dimanfaatin sama dia. Kamu harus gagalkan pernikahan mereka.""Tapi gimana caranya? Aku ajak bicara aja udah gak bisa. Bang Rio udah yakin banget mau nikah. Papa juga udah setuju dan papa ngedukung semua ini. Papa tu juga ikutan percaya sama perempuan itu. Lagian apa sih lebihnya dia sampe semua orang percaya banget sama dia kayak gitu.""Kamu harus hati-hati sayang. Dia tipe orang yang bisa mempengaruhi banyak orang. Jangan sampai kamu juga jadi punya simpati sama dia. Tentu aja aku gak akan biarin itu terjadi. Awas aja kalo sampe kamu Juga punya simpati sama dia.""Ya gak lah sayang, ngapain aku punya simpati sama dia? Kan gak penting banget. Kamu itu udah segalanya buat aku.""Udah ah, capek. Temenin aku belanja aja sekarang.""Iya iya okey. Kita belanja sekarang."Dewi selalu bisa memanfaatkan keadaan dengan baik. Dewi selalu bisa meminta apapun yang dia inginkan pada Rey. Dia tidak ingin dirugikan dengan semua ini."Kamu kapan sih mau bawa aku ke papa kamu? Sama perempuan kampung kayak gitu aja papa kamu bisa percaya dan sayang banget, masa sama aku gak bisa sih? Apa kamu aja yang gak mau bawa aku ke papa kamu?""Gak gitu sayang. Bukan sekarang saatnya. Kamu kan ngerti sendiri apa alasannya? Jadi sabar dulu ya? Aku pasti bawa kamu ke papa kok, tapi gak sekarang. Percaya kan sama aku? Gak ada orang lain selain kamu. Pacar aku yang paling cantik dan gak kampungan kayak pacarnya bang Rio itu.""Ya tapi sampai kapan aku harus nunggu? Aku juga mau dong dinikahin, gak cuman dipacari aja. Lagian, kita kan juga udah lama pacaran. Mau nunggu sampai kapan lagi?""Udah udah, kita udah pernah bahas ini sebelumnya. Sekarang... Kamu belanja aja ya sepuasnya. Kamu jangan pikirin hal itu dulu. Kamu harus percaya sama aku.""Bener aku bisa beli apapun yang aku mau?""Iya sayang. Ambil apapun yang kamu mau.""Aaaa... Makasih sayang. Makasih udah bebasin aku buat belanja. Kamu memang pacar terbaik aku. Yaudah, aku pilih-pilih dulu mumpung banyak keluaran baru. Love you sayangku."Ucapnya yang hanya dibalas senyuman kecil oleh Rey. Sebenernya saat ini laki-laki itu sudah sangat lelah dan banyak pikiran. Hanya saja, tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan untuk membuat pacarnya ini berhenti mengomel kecuali dengan belanja seperti ini.Dewi asik memilih-milih apapun yang ingin dia beli. Karena jika sudah urusan belanja, maka tidak bisa di toleransi. Dia menyukai hal itu. Dia menyukai apapun hal yang berbau kemewahan.Tentu saja hal itu berbeda dengan Liana. Dia bisa hidup dengan sangat sederhana. Berpenampilan sederhana dan berpakaian apa adanya. Karena tidak ada yang dia cari dari semua itu. Dia senang dengan hal-hal yang lain, diluar daripada kemewahan seperti itu."Terimakasih Roy. Hati-hati pulangnya. Besok mungkin kita agak sore pergi ke kafe Bara. Biar tidak terlalu mengganggu jika pagi atau siang. Sebab kalau pagi dia pasti sedang berbenah dan siang mungkin saja ramai. Jalan sore juga agak enak di perjalanan."Iyaa... Aku ikut aja. Kamu juga langsung istirahat hari ini. Kamu pasti sangat lelah sekarang. Banyak sekali aktivitas yang kamu lakukan hari ini. Janu harus tetap banyak waktu untuk istirahat. Ingat, sebentar lagi kita akan menikah. Jedi, kamu juga harus tetap sehat ya. Jangan sampai sakit."Liana mengangguk. "Kamu juga harus sehat. Sudahkah, aku keluar sekarang. Kamu langsung pulang saja ya? Karena aku tidak bisa menyuruh kamu masuk dulu. Ibu dan Ica sedang tidak ada di rumah. Tidak enak kalo kau bertamu tapi tidak ada orang dirumah seperti ini.""Iya aku ngerti kok. Aku pulang saja. Aku masih bersabar sampai kamu jadi istriku." Ucapnya sambil menggoda Liana. Liana hanya bisa tersipu disitu dan bergegas untuk keluar dari mobil sebelum wajahnya terlihat semakin memerah. Baru seperti itu saja dia sudah sangat malu. Arkhhh... Dia tidak tau jika terjadi hal yang lebih jauh dari itu nantinya. Dia bahkan tidak bisa membayangkan itu semua.Liana tidak tau apa yang akan terjadi padanya di masa depan, hanya yang dia tau sekarang ketika dia sangat bahagia. Rio telah membuat hidupnya semakin berwarna. Meskipun ada beberapa hal yang membuatnya mungkin masih tidak nyaman, dia akan ingat dan mempercayai apa yang Rio katakan. Bahwa calon adik iparnya itu sebenarnya pasti memang orang yang baik. Hanya saja, untuk saat ini dia masih seperti ini karena belum mengenalnya dengan baik.Di mobil Rey hanya diam. Sejujurnya ini bukan pertama kalinya seperti ini. Ketika Dewi diberi kebebasan belanja, dia seperti ingin mengeruk semua hartanya. Dia membeli apapun seolah ingin memindahkan toko ini ke rumahnya.Hanya karena mood nya saat ini sedang sedikit kacau, dia justru kesal dengan hal itu."Kamu kenapa diem aja sih dari tadi?""Kamu seharusnya menahan diri. Aku menyuruhmu belanja bukan untuk menghabisi seisi toko seperti ini. Belilah seperlunya sayang. Kamu harus ingat, papa belum mempercayakan semuanya sama aku. Aku masih harus menahan ini semua sampai benar-benar mendapatkan kepercayaan dari papa.""Kok kamu jadi marah sama aku sih? Kan kamu sendiri yang suruh aku belanja sepuasnya. Lagian kamu hari ini kenapa sih? Kamu kesal sama Abang kamu tapi jangan bawa-bawa aku dong. Lagian kan aku yang dari tadi kesal sama kamu. Kenapa sih? Kamu kalo gak ikhlas belanjain aku ya gak usah."Bersambung...Sepulang dari belanja, Dewi justru merasa tidak enak badan. Rasanya sangat mual-mual sampai dia harus bolak-balik kamar mandi."Kenapa sih, gak biasanya aku kayak gini. Dari kemarin juga rasanya gak enak badan banget." Dewi merutuki dirinya sendiri. Dia tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Karena yang dia tau, dia bukan tipikal orang yang mudah sakit. Apalagi jika hanya karena hal-hal sepele saja seperti ini.Keadaan malam itu sangat kacau. Mereka berdua tiba-tiba ada di satu kamar yang sama dan melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan."Arkhhh..." Desah perempuan itu sambil meremas rambut laki-laki yang kini ada di atasnya. Dengan posisi menindihnya. "Lakukanlah lebih cepat." Ucap perempuan itu tidak sabar dengan gerakan yang lambat itu.Laki-laki itu semakin mempercepat permainannya hingga mereka mencapai puncak bersama. Bodohnya, Mereka tidak sadar jika malah mengeluarkan itu di dalam.Dewi tersadar dari lamunannya. Karena dia tiba-tiba terpikir dengan sesuatu
Liana dan Rio sudah bersiap-siap untuk mengunjungi sahabat lama mereka. Selain berkunjung karena memang mereka sudah lama sekali tidak bertemu, mereka juga sekaligus ingin menyampaikan kabar bahagia ini. Undangan pernikahan yang memang ingin mereka berikan secara langsung."Kamu sudah menghubungi Bara lagi?" Tanya Rio pada Liana. Karena sekarang mereka sudah bersiap-siap akan berangkat datang mereka sudah berada di dalam mobil. "Sudah... Aku sudah menghubungi dia lagi dan dia sudah menunggu kita. Katanya dia sedikit lagi sibuk di cafe sejak tadi tapi dia dengan senang hati menunggu kedatangan kita katanya dia juga ada yang ingin dikatakan. Entahlah, Dia juga bilang ingin mengatakan hal yang penting sama kita.""Oh ya? Pas banget dong ya berarti. Kita mau menyampaikan kabar bahagia sama dia dan dia juga ternyata ingin untuk menemui kita. Siapa tahu ternyata dia juga membawa kabar bahagia.""Aamiin. Semoga memang benar dia akan membawa kabar bahagia juga untuk diberitahu kepada kita. K
Setelah menyiapkan minuman untuk dua tamunya ini, Bara lantas duduk berseberangan dengan mereka."Jadi... Kenapa kalian bisa datang bersama? Aku pikir cuman Lia aja yang datang. Kalian janjian ya datang kesini? Ada apa? Apa yang mau kalian ceritakan? Ada cerita apa sih?"Seolah kalut dengan semua ini. Barangkali terasa seperti tidak bisa berpikir dengan jernih. Karena apapun yang ada di pikirannya sekarang, semoga bukan sesuatu yang memang membuatnya tidak nyaman."Satu-satu dong Bara ngomongnya. Nanti kita ceritakan pelan-pelan. Banyak banget gini pertanyaannya.""Yaudah, ceritain. Apaan jadinya?"Rio dan Liana saling pandang sambil tersenyum. Membuat Bara menatap mereka juga dengan bingung. Tidak lama setelah itu, Rio mengeluarkan sebuah undangan tepat di hadapan Bara. "Kami akan menikah. Kami harap, kamu bisa hadir dan jadi groomsmen ya nanti, kamu kan teman dekat kita berdua semasa kuliah dulu." Ucap Rio dengan senyuman. Sejak tadi, dia memang tak henti-hentinya untuk tersenyum.
Saat Rio sedikit tidak fokus dengan jalanan Karena dia mengambil ponselnya yang terjatuh tepat di dekat kakinya, tiba-tiba ada mobil dari pertigaan sebelah kiri menghantamnya dengan keras sehingga mobilnya oleng. Rio tidak mampu mengendalikan mobilnya lagi sampai menabrak trotoar samping dan berhenti di tepi jurang yang sangat curam. Mobil itu berada di tengah-tengah karena bagian depan mobil berada di ambang jatuh ke jurang sana sedangkan bagian belakang mobil masih menempel di aspal itu. Jika kurang seimbang sedikit saja maka mereka akan langsung terperosok ke bawah sana. Liana masih banyak istighfar sejak mobil itu dihantam sejak kelajuan mobil tiba-tiba berubah dan... Sejak banyak hal yang terjadi itu. Begitu juga dengan Rio yang dalam keadaan seperti ini tentu saja tidak bisa berpikir dengan jernih dan tidak bisa berpikir dengan cepat."Rio, aku takutttt." Ucap Liana dengan suara bergetar. Tentu saja seperti itu karena suasana saat ini sangat menegangkan. Tidak ada yang benar-b
Liana menoleh dan ternyata itu adalah Bara. Dia tak mampu menahan tangis yang sejak tadi sudah tumpah. Hari juga sudah semakin menuju malam, jadi mungkin sedikit sekali orang-orang yang berkendara di jalan ini. Karena rencananya memang mereka mencari jalan pintas agar cepat sampai. Itu juga atas saran Bara. Karena dia yang lebih tau tempat ini daripada mereka berdua."Bara kita kecelakaan. Tolong... Tolong selamatkan kita. Tolong selamatkan Rio, Bara. Dia terjatuh di bawah sana. Tolong cari bantuan untuk menyelamatkannya."Diana bicara tanpa menatap Bara namun dia terus menatap ke bawah dasar jurang sana tempat di mana Rio mungkin sedang berjuang sendiri."Kamu tenang dulu. Aku akan telepon ambulans telepon polisi dan yang lain. Kamu sabar, jangan panik. Kamu juga luka-luka sekarang. Kamu harus memikirkan dirimu sendiri juga Lia.""Gimana aku bisa sabar kalau misalnya calon suami aku ada di bawah dasar jurang sana. Dia mengorbankan dirinya demi menyelamatkan aku Bara. Jadi gimana aku
Setelah sampai di dalam Liana tidak bisa menahan tangisnya melihat Rio dengan semua peralatan yang ada di tubuhnya. Semakin besar perasaan bersalahnya melihat itu semua. Dia merasa sangat bertanggung jawab dengan semuanya. Apalagi walaupun semua orang baik menoleransi semua itu Dan menganggap semua ini adalah sebuah musibah tapi Rey tidak pernah menganggap demikian. Dia tetap menjadi orang pertama yang membenci Liana. Dari awal saja dia tidak pernah menyukai Liana, maka sampai saat ini pun dia akan terus membenci Liana. Awalnya dia hanya melihat dari jauh walaupun masih berada di ruangan yang sama. Dianya ingin melihat Rio walaupun dia sudah masuk tapi dia sungkan untuk mendekat. Karena bagaimanapun mungkin ada ayah dan juga adiknya yang jauh lebih khawatir daripada dirinya. Mereka adalah keluarga terdekat yang Rio miliki saat ini. "Bang, Lo gak bisa bertahan. Gue yakin Lo bisa bertahan. Jadi lo harus kuat dengan ujian ini ya. Kita usahakan semuanya yang terbaik. Lo gak boleh nyerah
Setelah urusan Rio semuanya sudah selesai. Rio langsung dimakamkan hari itu juga. Tidak ada sesuatu hal yang membuat semua itu ditunda dan lain sebagainya. Semuanya berjalan dengan cukup cepat. Seolah mereka tidak dibiarkan untuk bersedih begitu lama. Liana tidak bisa berlarut-larut dalam membayangkan semuanya. Tidak bisa begitu sedih dalam menghadapi semua kenyataan yang ada. Video seharusnya masih ada bersamanya saat ini dan seharusnya sebentar lagi mereka berbahagia bersama karena mereka akan menikah. Namun justru takdir berkata lain. Takdir mengambil Rio begitu saja tanpa permisi. Ingin saja lihat nama berontak pada keadaan. Ingin saja dia tidak menerima semua ini karena dia sadar bahwa dia tidak sanggup untuk menerima semuanya. Namun, dia tidak tahu apa yang harus dia pikirkan lagi sekarang. Mama memberontak sebagaimanapun serta mau tidak terima bagaimanapun juga pada akhirnya dia tak harus tetap menerima semuanya. Takdir yang sudah terjadi serta takdir yang akan mengubah selur
"What?" Dewi berteriak kaget."He he sayanggg.... Jangan teriak gitu.""Look... Gimana aku nggak teriak kalau misalnya pacar aku sendiri akan menikah dengan perempuan lain. Semua perempuan yang waras juga pasti akan teriak seperti ini. Lagian kenapa sih seperti ini? Aku udah cukup sabar selama ini menghadapi kamu Aku juga udah cukup sabar selama ini disembunyiin sama kamu nggak usah ketemu dulu sama papa kamu punya hubungan yang kayak gini tuh nggak mudah buat aku. Terus dengan seenaknya kamu mengatakan kalau misalnya kamu mau menikah dengan perempuan lain calon Abang kamu sendiri? Kamu mikir nggak sebelum kamu ngomong kayak gitu sama aku? Kamu mikir nggak gimana perasaan aku sekarang?"Tentu saja emosinya meluap-luap sekarang. Tidak ada hal yang bisa dilakukan dan tidak banyak hal yang bisa diperbuat sampai saat ini. Meskipun dia selalu memanfaatkan keadaan sebaik-baik mungkin dia selalu memanfaatkan keadaan sebagaimana mestinya dia bisa memanfaatkan semua ini, tapi dia selalu berusa
"apa yang sedang kamu pikirkan?" Rey menghampiri Liana yang sedang duduk di tepi kolam. Sambil melihat ikan-ikan berenang di sana. Melihat ada umpan ikan di sampingnya, Rey tebak Liana pasti baru saja memberi makan ikan-ikan itu. Liana memang perempuan yang sedikit unik. Dia banyak sekali berinteraksi dengan hewan ketika dia sedang ada masalah. Minta dengan kucing yang dia temui entah dengan semut yang tiba-tiba mengganggu masakannya dan saat ini dia sedang mengadu dengan ikan-ikan di kolam. Dia seperti tidak memiliki seorang teman untuk berbagi kisah pilunya. Namun... Setidaknya itu adalah sebuah keberuntungan bagi Rey. Karena kehidupannya tidak menjadi konsumsi publik. Liana cenderung tidak membagikan kisah hidupnya yang pilu ini kepada orang-orang. Sehingga, apapun yang dia rasakan hanya dia sendiri yang bisa merasakannya. "Aku hanya duduk santai sambil memberi makan ikan menikmati waktu sore yang begitu menyejukkan. Daripada harus memikirkan hal-hal yang membuat kepalaku pusing
Beberapa hari berlalu dengan keadaan yang cukup nyaman. Terutama setelah pembahasan tentang mamanya yang telah tiada, Rey tiba-tiba menjadi sosok yang lebih kalem. Menjadi sosok yang seperti ingat akan dosa dan pahala. Jika dipikir-pikir, rasanya memang hal itu sangat membekas pastinya dalam dirinya. Namun, mungkin ada sesuatu hal yang belum bisa dia terima sampai saat ini. Rey sepertinya memang bukan tipe orang yang bisa membicarakan apapun yang dia rasakan. Dia tidak seperti almarhum Rio. Sejauh dia mengenal Rio, laki-laki itu orangnya jauh lebih terbuka daripada Rey. Walaupun pada kenyataannya mereka adalah saudara kandung, namun ternyata tetap saja ada sesuatu hal yang pasti akan mengganjal. Tetap saja ada sesuatu hal yang mengganggu dalam diri mereka. Sudah lama rasanya tidak membalas Rio lagi. Mungkin dia juga sudah tenang di sana. Berkali-kali Liana juga selalu mendoakannya setiap salat. Berharap Rio tidak ikut memikirkan apa yang terjadi saat ini. Meskipun agak rumit dan mun
Tama senang melihat anak dan menantunya akur seperti ini. Tadi saat dia sengaja datang awal ke rumah ini dia melihat mereka sedang masak bersama. Dia merasa bahwa apa yang dia takutkan selama ini tidak terbukti kebenarannya. Bahwa mungkin anak dan menantunya ini sebenarnya memang benar-benar baik-baik saja. Hanya dia yang terlalu khawatir memikirkan itu semua. Hanya dia yang terlalu takut bahwa pernikahan tiba-tiba ini membuat rumah tangga mereka tidak baik-baik saja. Karena memang banyak sekali hal yang dipikirkan dan banyak sekali hal yang ditakutkan. Tentang sesuatu hal yang akan terjadi jika mereka memang tetap dalam kondisi yang tidak saling suka. Karena bagaimanapun sebelum pernikahan ini terjadi putranya sama sekali tidak menyukai Liana. Saat Liana dulu akan menikah dengan abangnya saja Dia sangat tidak setuju. Apalagi ketika tiba-tiba harus menikah dengan dirinya dan background masalah-masalah yang pasti dia percaya bahwa semua ini disebabkan oleh Liana. "Papa senang meliha
Mulai sekarang Liana selalu mencari cara yang terbaik untuk membuat semuanya lebih baik lagi. Dia tidak ingin langsung menggunakan cara-cara yang kasar atau langsung menggunakan cara-cara yang mungkin tidak bisa dan semakin mengeraskan hati suaminya. Cukup dengan waktu yang singkat untuk mempelajari karakter suaminya. Cukup dengan waktu yang singkat untuk akhirnya dia bisa mengerti apa yang harus dia perbuat dengan semua hal yang terjadi ini. Hidupnya pasti akan jauh lebih mudah dan akan jauh lebih mudah lagi dengan semua ini. Dia tidak boleh terlalu mengambil pusing dengan semua hal. Dia tidak boleh terlalu mengambil perasaan atas segala hal yang dilakukan segala sikap buruknya dan segala kelakuan-kelakuan dia dan bahkan terang-terangan di depan matanya dia bermassaraan dengan perempuan lain. Tentu jika dipikirkan istri mana yang tidak marah dan istri mana yang tidak cemburu melihat semua kelakuan itu. Namun tidak ada yang bisa membuatnya lebih baik tidak ada yang bisa membua
Putri selalu menjadi orang yang tidak pernah puas dan selalu ingin menjadi orang yang terlihat Hedon dan kaya. Dia selalu melakukan apapun agar orang-orang melihatnya seperti orang yang berada seperti anak orang kaya dan agar orang-orang segan kepadanya. Terutama teman-temannya di kampus yang harus melihat iri padanya. Padahal kenyataannya ibunya hanyalah seorang tukang laundry yang harus menerima laundry yang setiap hari mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk biaya hidup dan untuk menghidupi anak-anaknya. Sebagai seorang ibu tunggal dan merawat dua orang putri ibunya tentu merasa susah untuk memenuhi segala gaya hidup anaknya terutama Putri yang seperti ini. Namun Putri selalu punya seribu satu cara agar bagaimana bisa untuk membuat dirinya sendiri tampil dengan mewah dan elegan. Agar mendapat pujian dan agar mendapat rasa kagum oleh semua orang. Dia hanya ingin sama seperti teman-teman yang bisa hidup mewah dan membeli apapun yang mereka inginkan. Sedangkan ketika dia mengi
Rey terenyuh ketika tengah malam dia mendengar suara orang mengaji dengan suara yang sangat merdu. Sejauh ini tidak ada yang pernah mengaji di rumah ini maka sudah bisa dipastikan jika tiba-tiba dia mendengar suara mengaji itu pasti orang yang baru tinggal di sini. Rey tidak terganggu dengan suara itu, dia hanya merasa jika suara itu membuatnya merasa nyaman. Dia hanya merasa jika suara itu membuatnya jauh lebih tenang. Karena biasanya dia melakukan sesuatu dengan nyaman itu hanya ketika dia bisa menyelesaikan semua masalah-masalah. Dengan segala ambisi yang ada dalam dirinya. Namun sekarang hanya dengan mendengar suara itu saja dia sudah bisa merasa tenang. Lama dia termenu hanya untuk mendengarkan suara itu. Lama dia temanmu hanya untuk mendengarkan suara yang terdengar merdu itu. Di rumah itu memang hanya tinggal mereka berdua. Itulah sebabnya Rey bisa bersikap sesukanya tanpa harus takut pada orang lain yang akan melapor pada papanya atau orang lain yang akan mengusik bagaimana
Tidak ada yang menyangka jika Liana bisa sampai berbicara seperti itu. Dia menantang Dewi dengan begitu tegas dan dengan begitu percaya diri. Seolah-olah dia memang sedang menyuruh diri untuk mundur saat ini juga. Seolah-olah Dia tidak takut dengan Dewi. Walaupun kenyataannya dia memang tidak takut karena dia sadar posisinya lebih kuat walaupun mungkin ada sedikit kesalahpahaman atau ada sedikit hal yang membuat dia tidak nyaman dengan semua ini. Tapi pada kenyataannya dia adalah pemenangnya dan semua ini benar-benar sudah takdir dan mungkin sudah diatur oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Sehingga Liana sadar dan yakin betul dengan semua itu. Sehingga Liana sadar dan mengerti betul bahwa apapun yang terjadi saat ini dan saat yang akan datang semuanya benar-benar sudah dituliskan. Tidak ada lagi cara untuk kembali selain Dia harus menjalani kehidupan seperti ini. Selain daripada dia harus percaya akan masa depan yang harus ia jalani. "Kalau misalnya seperti ini, kau masih yakin kamu yang
"Eh pa....""Kenapa?" Tanya papanya. "Kamu kenapa sih dari tadi seperti ada yang ingin disembunyikan dari papa. Apa yang sebenarnya disembunyikan atau apa yang sebenarnya terjadi? Kamu tidak suka papa datang ke sini atau karena ada sesuatu yang tidak boleh papa tau?""Gak gitu pa. Cumann....""Udahlah, papa cuman maunke toilet aja. Setelah itu papa pergi." Papanya sudah ingin melangkah lagi, namun kali ini yang menghentikan langkahnya justru Liana."Pa tunggu dulu...""Sebenarnya kalian berdua Ini kenapa sih? Seperti ada sesuatu yang aneh dan justru malah membuat papa semakin curiga. Kelakuan kalian berdua ini benar-benar mencurigakan.""Pa... Maaf sebelumnya buat papa gak nyaman. Cuman... Toilet itu memang sedang rusak sekarang. Jadi gak bisa di pakai. Emm... Biar Lia antar ke toilet kamar tamu aja ya pa. Gak enak kalau di situ, lagi macet belum sempat di benerin."Walaupun masih sedikit dengan kecurigaannya itu, Tama akhirnya nurut juga. Jika sudah menantunya yang bicara seperti ini
Tiba-tiba papa mertuanya datang membuat Liana harus berakting seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal jika saja dia bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan baik atau jika dia ingin membalas bagaimana perlakuan Rey padanya, maka dia pasti akan bisa mengadukan semua pada papa mertuanya. Dengan begitu urusannya mungkin akan jauh lebih gampang. Dengan begitu urusannya mungkin akan membuatnya lebih tenang dan lebih nyaman daripada apa yang ada sekarang. Namun sayangnya Liana tidak melakukan hal itu. Dia tidak mengambil kesempatan itu untuk mengamankan dirinya sendiri atau untuk balas dendam dengan Rey. Semuanya dia tahan sebagaimana dia ingin menahan dan sebagaimana Dia memiliki caranya sendiri untuk menarik perhatian Rey. Menarik simpati Rey dan banyak hal yang lain."Papa kenapa datang kesini gak bilang-bilang dulu?""Kenapa memangnya? Tidak ada salahnya kan papa ingin datang ke rumah anak papa sendiri. Papa ingin berkunjung untuk melihat anak dan menantu papa. Kalian kan baru saja pindah