Setelah menyiapkan minuman untuk dua tamunya ini, Bara lantas duduk berseberangan dengan mereka.
"Jadi... Kenapa kalian bisa datang bersama? Aku pikir cuman Lia aja yang datang. Kalian janjian ya datang kesini? Ada apa? Apa yang mau kalian ceritakan? Ada cerita apa sih?" Seolah kalut dengan semua ini. Barangkali terasa seperti tidak bisa berpikir dengan jernih. Karena apapun yang ada di pikirannya sekarang, semoga bukan sesuatu yang memang membuatnya tidak nyaman. "Satu-satu dong Bara ngomongnya. Nanti kita ceritakan pelan-pelan. Banyak banget gini pertanyaannya." "Yaudah, ceritain. Apaan jadinya?" Rio dan Liana saling pandang sambil tersenyum. Membuat Bara menatap mereka juga dengan bingung. Tidak lama setelah itu, Rio mengeluarkan sebuah undangan tepat di hadapan Bara. "Kami akan menikah. Kami harap, kamu bisa hadir dan jadi groomsmen ya nanti, kamu kan teman dekat kita berdua semasa kuliah dulu." Ucap Rio dengan senyuman. Sejak tadi, dia memang tak henti-hentinya untuk tersenyum. Bara mengambil undangan tersebut. Tanpa membukanya, dia sudah bisa melihat dari luar saja sudah tertera nama Rio dan Liana di situ. Tidak ada senyuman lagi. Bara hanya menarik bibirnya sedikit dengan cukup terpaksa. "Ini bercanda kan? Mana mungkin kalian menikah. Kalian dari dulu kan tidak pernah dekat." "Serius lah, mana mungkin bercanda." "Enggak, tapi kenapa bisa? Dulu kan malah aku yang lebih dekat dengan Liana, lalu sekarang kenapa kalian yang malah menikah?" "Memangnya kenapa? Kan tidak ada yang tau masa depan. Kenyataannya, sekarang kami yang akan menikah." Bara memandang Liana untuk mendapatkan kepastian yang lebih akurat lagi. "Betul Bara. Kami akan segera menikah. Mohon doanya, semoga semuanya berjalan dengan lancar." Bagai ada belati yang menghantamnya dengan keras. Rasanya begitu sakit mendengar hal itu. Padahal, dia bersemangat ingin bertemu Liana juga karena dia berniat untuk mengungkapkan perasaannya. Namun, justru dia yang dibuat terkejut disini. Ketika Liana tidak datang sendiri, namun dengan calon suaminya yang adalah temannya juga. Tidak ada yang lebih sakit daripada orang yang kita sayang datang membawa undangan pernikahannya dengan orang lain. "Waw, ini sebuah kejutan dan aku benar-benar terkejut." Ucap Bara seolah sambil tertawa. Padahal dia sadar betul, bagaimana keadaan hatinya sekarang. Bukan ini yang dia harapkan dalam pertemuan ini. Dia ingin mengungkapkan perasaannya dengan Liana, bukan dia yang justru dibuat terkejut sampai tak bisa berkata-kata. Bahkan ahli ekspresi pun pasti bisa menilai bagaimana ekspresinya sekarang, bahwa apa yang dia tunjukkan itu adalah sebuah kebohongan. Senyum yang jika saja ada rasanya, senyum itu pasti rasanya kecut. Rio tampak sangat bahagia saat menceritakan ini semua. Karena dia amat sangat yakin dengan pilihannya sekarang. Bahkan dia selalu menatap kagum pada Liana. Seorang wanita yang benar-benar bisa menjadi istri yang baik baginya. "Congrats Bro, semoga semuanya lancar." Ucap Bara tercekat pada kata-kata di akhir kalimatnya Dia sepertinya tidak akan membiarkan begitu saja semua ini berjalan dengan lancar. Dia tidak bisa ikhlas begitu saja dengan semua ini. Karena dia ingin menikahi Liana, bukan melihat Liana menikah dengan orang lain. Namun dia tidak bisa bertindak sekarang. Dia tidak boleh menampakkan ekspresinya yang tidak mengenakkan itu. Karena dia percaya sesuatu yang nyata, bahwa apa yang akan dia dapatkan, tergantung dengan apa yang ia perjuangkan. Oleh sebab itu, dia ingin memperjuangkan cintanya dengan cara apapun. Setelah semua itu, obrolan berlangsung dalam waktu yang lumayan lama. Sampai akhirnya ada sesuatu mendadak yang mengharuskan mereka pulang saat itu juga. Padahal mereka sudah berniat ingin menginap disitu. Karena sangat melelahkan jika langsung pulang. Namun sepertinya mereka tidak bisa melakukan itu karena hal mendesak ini tadi bisa ditunda sampai besok. "Makasih ya Bara udah traktir kita semua ini. Cafe kamu rame banget. Semoga sukses ya, lancar urusan bisnisnya ini." Liana berkata dengan cukup tulus. Dia tidak ada memikirkan hal yang lain. Dia hanya mengira bahwa semua itu bisa berjalan dengan semestinya. Bisa berjalan dengan baik dan oleh sebab itu dia selalu bersikap baik dengan orang-orang tanpa memikirkan banyak hal yang lain pula. Bara tersenyum. Dia membalas dengan senyuman yang tak kalah tulus. Namun jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia tetap menginginkan senyuman itu dengan arti yang berbeda. Dia ingin bahwa Liana pemandangannya sebagai laki-laki yang dia puja. Entah kenapa akhirnya bisa sampai seperti ini. Entah kenapa Liana justru menikah dengan orang yang bahkan dulu tidak pernah meliriknya sama sekali. Padahal dia berharap Liana sadar, siapa orang yang selama ini selalu ada untuknya. Selalu ada di sampingnya dan tidak meninggalkannya dalam keadaan apapun. "Jangan lupa datang ya. Kamu harus menyaksikan acara spesial kami ini." Ucap Rio sambil menepuk pundak Bara. Meskipun dulu tidak terlalu dekat, dia hanya ingin menjalin hubungan yang lebih baik. Saat mereka mulai beranjak untuk meninggalkan tempat itu, Bara mulai mengintai mereka dari kejauhan. Senyumnya berubah menjadi senyum yang sulit di artikan. Saat mobil mereka sudah meninggal pekarangan cafe, Bara pun ikut mengemudikan mobilnya menuju jalan yang berbeda. "Kalo Liana gak bisa aku miliki, maka gak boleh ada seorang pun yang boleh memiliki dia. Karena Liana hanya untuk aku." Ucapnya pada diri sendiri. Bara hanya langsung berbuat nekad seperti itu. Padahal banyak sekali yang bisa dia lakukan atau jika dia hanya bisa menerima semua dengan lapang dada karena percaya jika mereka memang belum jodoh dan tidak ditakdirkan untuk bersama. Hanya saja, Bara memilih jalan lain untuk menyelesaikan semua ini. Sayangnya, hal yang dia pikirkan adalah hal yang salah. Merugikan orang lain dan yang pasti merugikan dirinya sendiri di kemudian hari. Karena bagaimanapun, apapun yang dia lakukan sekarang akan berimbas pada dirinya sendiri di kemudian hari. Mobil melaju dengan santai. Rio dan Liana hanya pulang dengan kecepatan yang santai sambil mengobrol. "Bara tadi keliatan kaget banget ya. Kayak surprise gitu dengar berita kita. Kejutan kita benar-benar udah berhasil sekarang buat dia." "Iya, kagetnya natural banget. Sampe kayak gak percaya gitu loh." "Jadi ngebayangin gimana reaksi teman-teman yang lain waktu dapat undangan dari kita. Apa reaksi mereka sama kagetnya kayak Bara tadi ya? Karena memang zaman kuliah kita gak terlalu Deket kayak sekarang ini." "Iya, mereka mungkin juga pasti kaget dan reaksinya kayak Bara tadi. Gak apa lah, kita bikin kejutan untuk mereka semua. Lagian juga, ini kan kabar bahagia yang semua orang emang harus merasakan dan ikut mendoakan apa yang kita segerakan juga." "Aamiin 🤲" Jawab Liana. "Lia, aku sayang banget sama kamu. Aku bersyukur udah bisa mendapatkan kamu disela pasti banyak orang lain yang suka juga sama kamu. Tapi akhir aku berhasil mendapatkan kamu itu rasanya sangat bahagia. Bahkan kalaupun aku harus mati sekarang, kayaknya aku bisa mati dengan bahagia." "Ih, kenapa ngomongnya gitu. Ngomong tu yang baik-baik aja lah." "Iya, kita..." Tiba-tiba ponsel Rio bergetar dan ternyata Rey(adiknya) yang menelepon. Namun, saat dia ingin mengangkat telepon itu, ponselnya malah jatuh membuatnya agak sedikit kalang kabut. Liana ingin mengambilkan namun Roy melarang. Dia hanya ingin mengambil nya sendiri karena posisi ponsel itu ada di bawah kakinya. Namun karena itulah petaka terjadi...Saat Rio sedikit tidak fokus dengan jalanan Karena dia mengambil ponselnya yang terjatuh tepat di dekat kakinya, tiba-tiba ada mobil dari pertigaan sebelah kiri menghantamnya dengan keras sehingga mobilnya oleng. Rio tidak mampu mengendalikan mobilnya lagi sampai menabrak trotoar samping dan berhenti di tepi jurang yang sangat curam. Mobil itu berada di tengah-tengah karena bagian depan mobil berada di ambang jatuh ke jurang sana sedangkan bagian belakang mobil masih menempel di aspal itu. Jika kurang seimbang sedikit saja maka mereka akan langsung terperosok ke bawah sana. Liana masih banyak istighfar sejak mobil itu dihantam sejak kelajuan mobil tiba-tiba berubah dan... Sejak banyak hal yang terjadi itu. Begitu juga dengan Rio yang dalam keadaan seperti ini tentu saja tidak bisa berpikir dengan jernih dan tidak bisa berpikir dengan cepat."Rio, aku takutttt." Ucap Liana dengan suara bergetar. Tentu saja seperti itu karena suasana saat ini sangat menegangkan. Tidak ada yang benar-b
Liana menoleh dan ternyata itu adalah Bara. Dia tak mampu menahan tangis yang sejak tadi sudah tumpah. Hari juga sudah semakin menuju malam, jadi mungkin sedikit sekali orang-orang yang berkendara di jalan ini. Karena rencananya memang mereka mencari jalan pintas agar cepat sampai. Itu juga atas saran Bara. Karena dia yang lebih tau tempat ini daripada mereka berdua."Bara kita kecelakaan. Tolong... Tolong selamatkan kita. Tolong selamatkan Rio, Bara. Dia terjatuh di bawah sana. Tolong cari bantuan untuk menyelamatkannya."Diana bicara tanpa menatap Bara namun dia terus menatap ke bawah dasar jurang sana tempat di mana Rio mungkin sedang berjuang sendiri."Kamu tenang dulu. Aku akan telepon ambulans telepon polisi dan yang lain. Kamu sabar, jangan panik. Kamu juga luka-luka sekarang. Kamu harus memikirkan dirimu sendiri juga Lia.""Gimana aku bisa sabar kalau misalnya calon suami aku ada di bawah dasar jurang sana. Dia mengorbankan dirinya demi menyelamatkan aku Bara. Jadi gimana aku
Setelah sampai di dalam Liana tidak bisa menahan tangisnya melihat Rio dengan semua peralatan yang ada di tubuhnya. Semakin besar perasaan bersalahnya melihat itu semua. Dia merasa sangat bertanggung jawab dengan semuanya. Apalagi walaupun semua orang baik menoleransi semua itu Dan menganggap semua ini adalah sebuah musibah tapi Rey tidak pernah menganggap demikian. Dia tetap menjadi orang pertama yang membenci Liana. Dari awal saja dia tidak pernah menyukai Liana, maka sampai saat ini pun dia akan terus membenci Liana. Awalnya dia hanya melihat dari jauh walaupun masih berada di ruangan yang sama. Dianya ingin melihat Rio walaupun dia sudah masuk tapi dia sungkan untuk mendekat. Karena bagaimanapun mungkin ada ayah dan juga adiknya yang jauh lebih khawatir daripada dirinya. Mereka adalah keluarga terdekat yang Rio miliki saat ini. "Bang, Lo gak bisa bertahan. Gue yakin Lo bisa bertahan. Jadi lo harus kuat dengan ujian ini ya. Kita usahakan semuanya yang terbaik. Lo gak boleh nyerah
Setelah urusan Rio semuanya sudah selesai. Rio langsung dimakamkan hari itu juga. Tidak ada sesuatu hal yang membuat semua itu ditunda dan lain sebagainya. Semuanya berjalan dengan cukup cepat. Seolah mereka tidak dibiarkan untuk bersedih begitu lama. Liana tidak bisa berlarut-larut dalam membayangkan semuanya. Tidak bisa begitu sedih dalam menghadapi semua kenyataan yang ada. Video seharusnya masih ada bersamanya saat ini dan seharusnya sebentar lagi mereka berbahagia bersama karena mereka akan menikah. Namun justru takdir berkata lain. Takdir mengambil Rio begitu saja tanpa permisi. Ingin saja lihat nama berontak pada keadaan. Ingin saja dia tidak menerima semua ini karena dia sadar bahwa dia tidak sanggup untuk menerima semuanya. Namun, dia tidak tahu apa yang harus dia pikirkan lagi sekarang. Mama memberontak sebagaimanapun serta mau tidak terima bagaimanapun juga pada akhirnya dia tak harus tetap menerima semuanya. Takdir yang sudah terjadi serta takdir yang akan mengubah selur
"What?" Dewi berteriak kaget."He he sayanggg.... Jangan teriak gitu.""Look... Gimana aku nggak teriak kalau misalnya pacar aku sendiri akan menikah dengan perempuan lain. Semua perempuan yang waras juga pasti akan teriak seperti ini. Lagian kenapa sih seperti ini? Aku udah cukup sabar selama ini menghadapi kamu Aku juga udah cukup sabar selama ini disembunyiin sama kamu nggak usah ketemu dulu sama papa kamu punya hubungan yang kayak gini tuh nggak mudah buat aku. Terus dengan seenaknya kamu mengatakan kalau misalnya kamu mau menikah dengan perempuan lain calon Abang kamu sendiri? Kamu mikir nggak sebelum kamu ngomong kayak gitu sama aku? Kamu mikir nggak gimana perasaan aku sekarang?"Tentu saja emosinya meluap-luap sekarang. Tidak ada hal yang bisa dilakukan dan tidak banyak hal yang bisa diperbuat sampai saat ini. Meskipun dia selalu memanfaatkan keadaan sebaik-baik mungkin dia selalu memanfaatkan keadaan sebagaimana mestinya dia bisa memanfaatkan semua ini, tapi dia selalu berusa
Pernikahan itu akhirnya benar-benar terjadi. Rey benar-benar menggantikan posisi abangnya untuk menikahi Liana. Sesuatu hal yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya akan terjadi, maka saat ini benar-benar terjadi. Dia benar-benar menikahi orang yang amat sangat Dia benci orang yang dia percaya telah membuat nasib abangnya seperti ini. Setelah menikah mereka memutuskan untuk tinggal berpisah dari orang tua masing-masing karena Rey juga sudah memiliki rumah sendiri. Rumah yang seharusnya akan dia tempati ketika dia menikah dengan Dewi. Namun yang harus dihadapi sekarang justru dia malah menikah dengan orang lain. "Kamu yakin mau langsung pindah sekarang? Kalian baru aja menikah kemarin. Apa nggak sebaiknya kalian tinggal di sini dulu untuk menyesuaikan?""Nggak pa. Kita mau belajar mandiri langsung. Lagian kita baru menikah dan kita juga baru kenal akan lebih baik dan lebih enak kalau misalnya kita langsung tinggal di rumah kita sendiri. Akan lebih mudah untuk kita saling mengenal."
Rey bermesra-mesraan dengan Dewi di rumahnya sendiri. Padahal disitu ada Liana yang notabenenya sudah menjadi istri. Namun Rey sama sekali tidak mengindahkan hal itu. Dia tetap pada sikapnya yang tidak perduli bagaimana perasaan Liana melihat semua itu. Karena Liana pasti sedih, namun dia tidak bisa berbuat hal apapun melihat suaminya seperti itu.Saat keluar dari kamar bermaksud ingin memasak sesuatu untuk suaminya, Liana justru melihat suaminya Tengah bermesraan dengan perempuan lain di ruang tamu. Hatinya sangat sakit saat pertama kali melihat hal itu. Dia sama sekali tidak bisa menerima hal itu terjadi. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika semua itu muncul di hadapannya dan terjadi begitu saja. Liana mendekat dan... "Rey, kamu mau makan apa? Aku mau masakin buat kamu."Keduanya kaget mendengar kata-kata yang Liana sebutkan. Terutama Rey yang tidak menyangka jika Liana berani menghampirinya seperti ini."Eh... Ada si babu. Sayangg... Kamu baru aja menikah atau batu punya pe
Tiba-tiba papa mertuanya datang membuat Liana harus berakting seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal jika saja dia bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan baik atau jika dia ingin membalas bagaimana perlakuan Rey padanya, maka dia pasti akan bisa mengadukan semua pada papa mertuanya. Dengan begitu urusannya mungkin akan jauh lebih gampang. Dengan begitu urusannya mungkin akan membuatnya lebih tenang dan lebih nyaman daripada apa yang ada sekarang. Namun sayangnya Liana tidak melakukan hal itu. Dia tidak mengambil kesempatan itu untuk mengamankan dirinya sendiri atau untuk balas dendam dengan Rey. Semuanya dia tahan sebagaimana dia ingin menahan dan sebagaimana Dia memiliki caranya sendiri untuk menarik perhatian Rey. Menarik simpati Rey dan banyak hal yang lain."Papa kenapa datang kesini gak bilang-bilang dulu?""Kenapa memangnya? Tidak ada salahnya kan papa ingin datang ke rumah anak papa sendiri. Papa ingin berkunjung untuk melihat anak dan menantu papa. Kalian kan baru saja pindah
"apa yang sedang kamu pikirkan?" Rey menghampiri Liana yang sedang duduk di tepi kolam. Sambil melihat ikan-ikan berenang di sana. Melihat ada umpan ikan di sampingnya, Rey tebak Liana pasti baru saja memberi makan ikan-ikan itu. Liana memang perempuan yang sedikit unik. Dia banyak sekali berinteraksi dengan hewan ketika dia sedang ada masalah. Minta dengan kucing yang dia temui entah dengan semut yang tiba-tiba mengganggu masakannya dan saat ini dia sedang mengadu dengan ikan-ikan di kolam. Dia seperti tidak memiliki seorang teman untuk berbagi kisah pilunya. Namun... Setidaknya itu adalah sebuah keberuntungan bagi Rey. Karena kehidupannya tidak menjadi konsumsi publik. Liana cenderung tidak membagikan kisah hidupnya yang pilu ini kepada orang-orang. Sehingga, apapun yang dia rasakan hanya dia sendiri yang bisa merasakannya. "Aku hanya duduk santai sambil memberi makan ikan menikmati waktu sore yang begitu menyejukkan. Daripada harus memikirkan hal-hal yang membuat kepalaku pusing
Beberapa hari berlalu dengan keadaan yang cukup nyaman. Terutama setelah pembahasan tentang mamanya yang telah tiada, Rey tiba-tiba menjadi sosok yang lebih kalem. Menjadi sosok yang seperti ingat akan dosa dan pahala. Jika dipikir-pikir, rasanya memang hal itu sangat membekas pastinya dalam dirinya. Namun, mungkin ada sesuatu hal yang belum bisa dia terima sampai saat ini. Rey sepertinya memang bukan tipe orang yang bisa membicarakan apapun yang dia rasakan. Dia tidak seperti almarhum Rio. Sejauh dia mengenal Rio, laki-laki itu orangnya jauh lebih terbuka daripada Rey. Walaupun pada kenyataannya mereka adalah saudara kandung, namun ternyata tetap saja ada sesuatu hal yang pasti akan mengganjal. Tetap saja ada sesuatu hal yang mengganggu dalam diri mereka. Sudah lama rasanya tidak membalas Rio lagi. Mungkin dia juga sudah tenang di sana. Berkali-kali Liana juga selalu mendoakannya setiap salat. Berharap Rio tidak ikut memikirkan apa yang terjadi saat ini. Meskipun agak rumit dan mun
Tama senang melihat anak dan menantunya akur seperti ini. Tadi saat dia sengaja datang awal ke rumah ini dia melihat mereka sedang masak bersama. Dia merasa bahwa apa yang dia takutkan selama ini tidak terbukti kebenarannya. Bahwa mungkin anak dan menantunya ini sebenarnya memang benar-benar baik-baik saja. Hanya dia yang terlalu khawatir memikirkan itu semua. Hanya dia yang terlalu takut bahwa pernikahan tiba-tiba ini membuat rumah tangga mereka tidak baik-baik saja. Karena memang banyak sekali hal yang dipikirkan dan banyak sekali hal yang ditakutkan. Tentang sesuatu hal yang akan terjadi jika mereka memang tetap dalam kondisi yang tidak saling suka. Karena bagaimanapun sebelum pernikahan ini terjadi putranya sama sekali tidak menyukai Liana. Saat Liana dulu akan menikah dengan abangnya saja Dia sangat tidak setuju. Apalagi ketika tiba-tiba harus menikah dengan dirinya dan background masalah-masalah yang pasti dia percaya bahwa semua ini disebabkan oleh Liana. "Papa senang meliha
Mulai sekarang Liana selalu mencari cara yang terbaik untuk membuat semuanya lebih baik lagi. Dia tidak ingin langsung menggunakan cara-cara yang kasar atau langsung menggunakan cara-cara yang mungkin tidak bisa dan semakin mengeraskan hati suaminya. Cukup dengan waktu yang singkat untuk mempelajari karakter suaminya. Cukup dengan waktu yang singkat untuk akhirnya dia bisa mengerti apa yang harus dia perbuat dengan semua hal yang terjadi ini. Hidupnya pasti akan jauh lebih mudah dan akan jauh lebih mudah lagi dengan semua ini. Dia tidak boleh terlalu mengambil pusing dengan semua hal. Dia tidak boleh terlalu mengambil perasaan atas segala hal yang dilakukan segala sikap buruknya dan segala kelakuan-kelakuan dia dan bahkan terang-terangan di depan matanya dia bermassaraan dengan perempuan lain. Tentu jika dipikirkan istri mana yang tidak marah dan istri mana yang tidak cemburu melihat semua kelakuan itu. Namun tidak ada yang bisa membuatnya lebih baik tidak ada yang bisa membua
Putri selalu menjadi orang yang tidak pernah puas dan selalu ingin menjadi orang yang terlihat Hedon dan kaya. Dia selalu melakukan apapun agar orang-orang melihatnya seperti orang yang berada seperti anak orang kaya dan agar orang-orang segan kepadanya. Terutama teman-temannya di kampus yang harus melihat iri padanya. Padahal kenyataannya ibunya hanyalah seorang tukang laundry yang harus menerima laundry yang setiap hari mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk biaya hidup dan untuk menghidupi anak-anaknya. Sebagai seorang ibu tunggal dan merawat dua orang putri ibunya tentu merasa susah untuk memenuhi segala gaya hidup anaknya terutama Putri yang seperti ini. Namun Putri selalu punya seribu satu cara agar bagaimana bisa untuk membuat dirinya sendiri tampil dengan mewah dan elegan. Agar mendapat pujian dan agar mendapat rasa kagum oleh semua orang. Dia hanya ingin sama seperti teman-teman yang bisa hidup mewah dan membeli apapun yang mereka inginkan. Sedangkan ketika dia mengi
Rey terenyuh ketika tengah malam dia mendengar suara orang mengaji dengan suara yang sangat merdu. Sejauh ini tidak ada yang pernah mengaji di rumah ini maka sudah bisa dipastikan jika tiba-tiba dia mendengar suara mengaji itu pasti orang yang baru tinggal di sini. Rey tidak terganggu dengan suara itu, dia hanya merasa jika suara itu membuatnya merasa nyaman. Dia hanya merasa jika suara itu membuatnya jauh lebih tenang. Karena biasanya dia melakukan sesuatu dengan nyaman itu hanya ketika dia bisa menyelesaikan semua masalah-masalah. Dengan segala ambisi yang ada dalam dirinya. Namun sekarang hanya dengan mendengar suara itu saja dia sudah bisa merasa tenang. Lama dia termenu hanya untuk mendengarkan suara itu. Lama dia temanmu hanya untuk mendengarkan suara yang terdengar merdu itu. Di rumah itu memang hanya tinggal mereka berdua. Itulah sebabnya Rey bisa bersikap sesukanya tanpa harus takut pada orang lain yang akan melapor pada papanya atau orang lain yang akan mengusik bagaimana
Tidak ada yang menyangka jika Liana bisa sampai berbicara seperti itu. Dia menantang Dewi dengan begitu tegas dan dengan begitu percaya diri. Seolah-olah dia memang sedang menyuruh diri untuk mundur saat ini juga. Seolah-olah Dia tidak takut dengan Dewi. Walaupun kenyataannya dia memang tidak takut karena dia sadar posisinya lebih kuat walaupun mungkin ada sedikit kesalahpahaman atau ada sedikit hal yang membuat dia tidak nyaman dengan semua ini. Tapi pada kenyataannya dia adalah pemenangnya dan semua ini benar-benar sudah takdir dan mungkin sudah diatur oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Sehingga Liana sadar dan yakin betul dengan semua itu. Sehingga Liana sadar dan mengerti betul bahwa apapun yang terjadi saat ini dan saat yang akan datang semuanya benar-benar sudah dituliskan. Tidak ada lagi cara untuk kembali selain Dia harus menjalani kehidupan seperti ini. Selain daripada dia harus percaya akan masa depan yang harus ia jalani. "Kalau misalnya seperti ini, kau masih yakin kamu yang
"Eh pa....""Kenapa?" Tanya papanya. "Kamu kenapa sih dari tadi seperti ada yang ingin disembunyikan dari papa. Apa yang sebenarnya disembunyikan atau apa yang sebenarnya terjadi? Kamu tidak suka papa datang ke sini atau karena ada sesuatu yang tidak boleh papa tau?""Gak gitu pa. Cumann....""Udahlah, papa cuman maunke toilet aja. Setelah itu papa pergi." Papanya sudah ingin melangkah lagi, namun kali ini yang menghentikan langkahnya justru Liana."Pa tunggu dulu...""Sebenarnya kalian berdua Ini kenapa sih? Seperti ada sesuatu yang aneh dan justru malah membuat papa semakin curiga. Kelakuan kalian berdua ini benar-benar mencurigakan.""Pa... Maaf sebelumnya buat papa gak nyaman. Cuman... Toilet itu memang sedang rusak sekarang. Jadi gak bisa di pakai. Emm... Biar Lia antar ke toilet kamar tamu aja ya pa. Gak enak kalau di situ, lagi macet belum sempat di benerin."Walaupun masih sedikit dengan kecurigaannya itu, Tama akhirnya nurut juga. Jika sudah menantunya yang bicara seperti ini
Tiba-tiba papa mertuanya datang membuat Liana harus berakting seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal jika saja dia bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan baik atau jika dia ingin membalas bagaimana perlakuan Rey padanya, maka dia pasti akan bisa mengadukan semua pada papa mertuanya. Dengan begitu urusannya mungkin akan jauh lebih gampang. Dengan begitu urusannya mungkin akan membuatnya lebih tenang dan lebih nyaman daripada apa yang ada sekarang. Namun sayangnya Liana tidak melakukan hal itu. Dia tidak mengambil kesempatan itu untuk mengamankan dirinya sendiri atau untuk balas dendam dengan Rey. Semuanya dia tahan sebagaimana dia ingin menahan dan sebagaimana Dia memiliki caranya sendiri untuk menarik perhatian Rey. Menarik simpati Rey dan banyak hal yang lain."Papa kenapa datang kesini gak bilang-bilang dulu?""Kenapa memangnya? Tidak ada salahnya kan papa ingin datang ke rumah anak papa sendiri. Papa ingin berkunjung untuk melihat anak dan menantu papa. Kalian kan baru saja pindah