Sepulang dari belanja, Dewi justru merasa tidak enak badan. Rasanya sangat mual-mual sampai dia harus bolak-balik kamar mandi.
"Kenapa sih, gak biasanya aku kayak gini. Dari kemarin juga rasanya gak enak badan banget." Dewi merutuki dirinya sendiri. Dia tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Karena yang dia tau, dia bukan tipikal orang yang mudah sakit. Apalagi jika hanya karena hal-hal sepele saja seperti ini.Keadaan malam itu sangat kacau. Mereka berdua tiba-tiba ada di satu kamar yang sama dan melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan."Arkhhh..." Desah perempuan itu sambil meremas rambut laki-laki yang kini ada di atasnya. Dengan posisi menindihnya. "Lakukanlah lebih cepat." Ucap perempuan itu tidak sabar dengan gerakan yang lambat itu.Laki-laki itu semakin mempercepat permainannya hingga mereka mencapai puncak bersama. Bodohnya, Mereka tidak sadar jika malah mengeluarkan itu di dalam.Dewi tersadar dari lamunannya. Karena dia tiba-tiba terpikir dengan sesuatu hal yang terjadi padanya beberapa waktu lalu. Dia curiga jika memang ada sesuatu yang terjadi padanya dan ada hubungannya dengan hal itu."Apa karena hal itu ya? Tapi rasanya tidak mungkin jika seperti itu. Kita baru melakukannya sekali. Jadi bagaimana mungkin bisa seperti ini?" Dewi sudah mulai kalut. Dia tidak ingin jika apa yang ada di pikirannya ini benar-benar terjadi. Karena apapun itu, semuanya tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Dia memiliki rencana yang lain dan hal ini sangat jauh berbeda dengan apa yang dia rencanakan. Bahkan hal ini bisa saja mengganggu semua yang sudah dia rencanakan selama ini.Sedangkan Rei hanya bisa merebahkan dirinya di kamar. Hari ini cukup melelahkan baginya. Banyak sekali hal yang harus dia pikirkan. Padahal yang akan menikah adalah abangnya, tapi rasanya seperti dia yang akan menikah. Dia justru tampak lebih sibuk dari abangnya sendiri.Rei kalut tidak tau harus bagaimana. Dia tidak tau kenapa dirinya sampai seperti ini. Bagai ada sesuatu yang mengusiknya, namun dia sendiri juga tidak tau hal apa itu. Hanya merasa tidak tenang ingin melakukan apapun sekarang.Mendengar suara berisik-berisik di luar, Rei yang sedang tidak tenang itupun terusik. Ingin tau juga apa yang sedang ribut di luar sana."Nah, ini nih anaknya. Papa kira kamu belum pulang tadi. Darimana aja seharian ini? Di kantor gak ada. Menemani Rio juga tidak. Kemana kamu sebenernya? Papa Jan sudah bilang, kalo kamu jangan terlalu apatis seperti ini. Kamu harus lebih perduli lagi dengan kantor. Terutama kamu harus lebih perduli lagi dengan Abang kamu ini. Sebentar lagi dia akan menikah. Kalian tidak akan bisa lagi menghabiskan waktu seperti sebelumnya. Semuanya akan ada batasnya.""Cuman menikah kan? Bukan pergi selama-lamanya. Udah kau pa, jangan lebay gitu. Jangan terlalu repot juga. Aku gak di kantor bukan berarti aku apatis. Aku juga punya urusan lain yang harus aku urus.""Jangan macam-macam ya Rey di kantor papa. Jangan bertindak seenaknya. Kamu harus ada batasan di situ bagaimana untuk bersikap. Papa juga mau mengingatkan, kalau kamu mau mencari istri, carilah yang seperti Liana. Contoh abangmu ini yang pandai mencari istri. Jangan cari yang aneh-aneh apalagi yang hanya memanfaatkan kamu.""Liana terus Liana terus. Apa sih hebatnya dia? Jangan sampai nyesel nanti kalo udah tau siapa dia sebenernya. Dia itu cuman orang yang mau manfaatin kekayaan keluarga kita aja. Jadi tolong percaya sama Rey.""Cukup Rey! Gue ngerti Lo mungkin gak suka sama dia. Tapi tolong jangan jelek-jelekin dia kayak gitu. Lo harus belajar ngerti dan coba untuk kenal Liana sebagai calon kakak ipar lo. Nanti Lo akan ngerti betapa baiknya dia dan kenapa gue pilih dia. Justru harusnya lo yang hati-hati. Ingat Rey, orang yang paling kita percaya dan yakin gak akan melakukan apa-apa juga gak membuktikan kalo misalnya dia biasa aja. Lo harus buka mata. Jangan sampai Lo yang terjebak sama omongan lo sendiri.""Sudah-sudah jangan di ributkan lagi. Lebih baik kalian istirahat sekarang. Jangan pergi kemana-mana. Karena malam ini kita akan ada makan malam bersama dengan keluarga Liana. Bagaimana pun, sebentar lagi kita akan menjadi keluarga. Jadi tidak ada salahnya untuk mulai saling mengakrabkan diri dari sekarang."Rey langsung pergi begitu saja. Tidak menjawab apapun dari apa yang papanya bicarakan. Ditambah lagi ya sangat kesal dengan apa yang Rio ucapkan padanya.Bugh... Suara Rey meninju kasur berkali-kali. Dia sangat kesal dengan situasi ini sekarang. Situasi menyebalkan yang tidak menguntungkan sama sekali. Saat dia ingin menelfon Dewi, tiba-tiba pacarannya ini tidak bisa dihubungi. Entah pergi kemana pacarnya itu. Padahal baru saja berbelanja sebanyak itu bagai merampok semua uangnya. Dewi terkadang memang tidak pengertian dengan bagaimana kondisinya, tapi Rey begitu mencintai Dewi. Karena Dewi adalah perempuan yang cantik dan seksi. Semua orang memujanya dan mengatakan bahwa dia beruntung memiliki pacar seperti Dewi. Jadi mana mungkin dia melepaskan Dewi begitu saja.Dewi sudah tidak di rumahnya lagi sekarang. Dia sudah berada di bar, tempat dimana dia selalu menghabiskan waktu ketika pikirannya yang kacau. Namun, sepertinya pikirannya selalu kacau. Karena dia sering sekali datang ke tempat ini. Dia juga selalu bertemu dengan orang yang sama."Kenapa ada di sini? Bukankah sebentar lagi kamu akan menikah?" Tanya Dewi sensi.Hubungan ini sangat rumit. Tapi dia tau betul bagaimana dekatnya mereka berdua. Bagaimana mereka yang selalu menghabiskan malam bersama akhir-akhir ini. Dengan kesadaran penuh, mereka menghabiskan malam-malam panas itu."Lupakan apapun yang sudah terjadi di antara kita. Jangan pernah ingat apalagi mengungkit semua hal itu."Dewi tidak menjawab. Namun dia melangkahkan kakinya menjauh dari situ. Masuk ke dalam private room. Langkahnya gontai masih dengan segelas anggur merah ditangannya.Entah kenapa, laki-laki yang bersamanya ini justru mengikutinya dari belakang. Sampai masuk ke private room itu. Melihat Dewi sudah duduk di salah satu sofa dengan diam. Benar-benar hanya diam membuat laki-laki itu sedikit bingung."Apa yang kamu pikirkan?"Dewi langsung berdiri dan mencium bibir laki-laki itu tanda aba-aba. Membuat laki-laki itu sedikit kaget. Namun sepersekian detik, dia langsung membalas ciuman itu. Hingga menjadi malam yang cukup panas.Tangan Dewi mulai merambah untuk membuka kancing baju pria itu. Begitu juga dengan pria itu yang dengan mudah membuka dress yang Dewi kenakan. Karena Dewi hanya menggunakan dress merah dengan satu tali. Benar-benar memudahkan semulanya.Pikiran Dewi kacau sekarang. Rey pacarannya sendiri saja tidak bisa memuaskannya seperti ini. Padahal mereka bersama sudah cukup lama. Entah apa yang dipikirkan Rey sampai tidak pernah mau melakukan dengannya. Sehingga dia melampiaskan semuanya seperti ini.Pria itu mulai dengan meremas payudara Dewi membuat Dewi mengerang keenakan."Arkhh..." Ucapnya samar. Mereka masih terus berciuman sambil pindah posisi di atas sofa. Kini pria itu mengambil posisi di atas Dewi. Dia memandang Dewi lama sebelum memulai aksinya yang lebih jauh."Ini yang terakhir kalinya." Ucap pria itu dan memulai malam panas itu. Keduanya sama-sama menikmati hal itu.Dewi yang melakukannya karena kesal dengan Rey. Begitu juga dengan pria itu yang tidak bisa menahan hasratnya lagi.Hari masih gelap, laki-laki itu sudah bangun dari tidurnya. Aktifitas mereka semalam itu sangat-sangat menguras energinya. Kini sekarang mereka sudah terbangun dengan keadaan tidak berbusana. Bahkan dalam keadaan saling tindih di sofa yang tidak terlalu besar itu membuat kondisi badan tidak enak."Ini terakhir." Tegas laki-laki itu lagi. Setelah ini aku akan menikah dan memulai hidup yang baru. Jangan coba-coba hubungi dan pancing aku lagi."Kenapa kamu menyalahkan aku? Bukankah kamu sendiri yang datang ke sini? Kenapa kamu ada di sini kalau memang kamu sedang menjaga diri karena ingin menikah dan semua niatmu itu? Aku heran kenapa kamu akan menikahi gadis cupu itu. Bagaimana kalau misalnya dia tidak bisa memuaskan dirimu sepertiku?" Ucap Dewi sambil memunguti pakaiannya yang berceceran di lantai."Cukup. Jangan masuk campur urusan pribadiku. Urusi saja urusanmu sendiri. Bagaimana dengan Rey? Kamu tidak bisa menggodanya bukan? Kamu yakin kalian baik-baik saja? Kalo yakin selama ini dia sungguh-sungguh dengan ini semua. Bahkan keluarga kami tidak pernah ada yang menyukai perempuan sepertimu."Dewi mengepalkan tangannya. "Jangan pancing kesabaranku. Aku bisa melakukan hal yang lebih kejam daripada apa yang kamu lakukan. Ingat! Bahkan aku memegang semua rahasiamu."Di tempat yang berbeda, Liana baru saja memecahkan gelas yang di pegangnya. Tiba-tiba hatinya tidak tenang. Tiba-tiba ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Hatinya gelisah entah memikirkan apa."Ya Allah, kenapa ya? Tiba-tiba gelisah begini."Liana memang biasa bangun di tengah malam untuk melaksanakan sholat malam. Sebelum itu, dia tadi mengambil air untuk minum karena merasa kering di tenggorokannya. Namun ia justru malah menjatuhkan gelas itu sampai basah semua di lantai dan pecahan kaca berceceran dimana-mana."Astaghfirullah, kenapa Lia? Ini kenapa bisa sampai seperti ini?""Gak tau Bu. Tiba-tiba gelisah gini ya. Lia juga gak sengaja menjatuhkan gelas itu tadi. Lia minta maaf Bu.""Saat liat hendak mengambil pecahan kaca gelas itu, pergerakannya langsung di hentikan oleh ibunya."Eh usaha-usaha biar ibu aja. Kamu Jangan pegang ini bahaya, tangan kamu bisa luka.""Tapi Bu...""Udah, nurut aja sama ibu. Kamu sebentar lagi mau menikah Lia, jadi jangan sampai terjadi apa-apa sama kamu. Banyak-banyak berdoa dan banyak istighfar. Ujian menjelang pernikahan memang selalu ada saja seperti ini."Lia menurut. Mundur dan ibunya yang membersihkan bekas pecahan kaca itu."Bu... Kira-kira nanti Rey bakalan bisa suka sama Lia gak ya? Tadi keliatan banget wajahnya kalo dia gak suka sama Lia. Apalagi nanti kalo kita bakal tinggal di satu rumah, kita pasti akan lebih sering ketemu. Lia gak nyaman Bu, walaupun dia cuman adik ipar aja. Tapi kayaknya dia benci banget sama Lia. Kayak ada masalah aja setiap dia ngeliat Lia.""Jangan terlalu dipikirkan seperti itu. Rio pasti sudah selalu membuat kamu lebih tenang kan? Ibu yakin nanti kamu bisa mengatasi itu. Betul kata nak Rio, kalo adiknya itu hanya belum mengenal kamu dengan baik. Karena yang paling penting, hubunganmu dengan Rio baik-baik saja. Orangtuanya juga baik sekali dapat menerima kamu dengan baik. Jadi... Kamu tenang saja. Jangan justru terlalu memusingkan hal itu.""Iya Bu, Rio juga selalu bilang hal seperti itu. Tapi tetap saja, Lia seperti tidak enak kalau Rey masih seperti itu sikapnya. Lia aneh juga, kenapa dia sangat membenci Lia. Padahal kita tidak pernah kenal sana sekali sebelumnya. Tidak ada sesuatu hal yang terjadi juga. Jadi Lia bingung aja, kenapa sampai sebenci itu.""Sudahkah, jangan dibahas lagi. Lebih baik kamu tenangkan hatimu aja sekarang. Kamu mau sholat malam kan tadi? Sholat lah sekarang. Hati-hati lewat sini. Ini biar ibu saja yang bereskan.""Iya Bu, makasih sudah memaklumi Lia. Makasih sudah bantu Lia. Ibu juga harus berhati-hati. Jangan sampai malah tangan ibu yang terluka.""Iya iya. Yasudah, pergilah."Keluarga ini begitu lembut. Begitu berhati-hati dalam menyikapi sesuatu. Mereka hanya tinggal bertiga saja. Liana, adiknya dan juga ibunya. Hidup hanya bertiga membuat mereka saling jaga dan saling perduli satu sama lain. Tidak berjalan sendiri-sendiri, tapi mereka benar-benar memperdulikan satu sama lain. Meskipun Liana dan adiknya memiliki kebiasaan yang jauh berbeda. Tetapi mereka tetap satu didikan yang saling memperdulikan satu sama lain.Tentu berbeda didikan dan berbeda kebiasaan. Karena di jam yang sama, Dewi baru pulang ke rumahnya dengan keadaan mabuk. Dengan keadaan kacau dan penampilan yang sangat tidak rapi. Walaupun orang-orang yang melihatnya tidak tau dia sedang apa atau baru melakukan apa, namun dengan melihat penampilannya yang kacau seperti ini saja orang-orang itu sudah bisa menilai. Dewi pulang darimana, baru melakukan apa saja. Opini-opini seperti itu pasti langsung muncul ketika orang-orang itu melihat penampilan Dewi malam ini."Dewi, darimana kamu jam segini baru pulang?"Yang berbicara itu adalah Siska kakaknya. Mereka memang hanya tinggal berdua saja selain dengan pembantu. Karena kedua orangtuanya terlalu sibuk mengurusi hal lain. Sehingga tidak ada yang memperhatikan bagaimana pergaulan keduanya.Siska sebenarnya tau saja, bagaimana pergaulan Dewi dan bisa menebak apa yang sudah Dewi lakukan apalagi dengan keadaan yang seperti ini. Hanya saja, dia ingin bertanya dan ingin Dewi menjawabnya secara langsung."Gak usah pura-pura bego, Lo pasti tau gue dari mana." Setelah menjawab itu, Dewi langsung pergi ke kamarnya. Selain dirinya yang sudah tidak mampu menopang tubuhnya sendiri, pikirannya juga sudah kacau sekarang. Dia sudah tidak bisa memikirkan apapun lagi. Banyak hal yang ada di pikirannya saat ini."Awas aja kalo sampe bikin masalah ya. Gue gak mau terus-terusan keseret ke dalam masalah yang Lo buat."Walaupun Siska memiliki pergaulan yang hampir sama dengan adiknya itu, tapi dia tau dan bisa mengendalikan dirinya sendiri. Dia tidak pernah menyebabkan masalah yang besar. Bahkan, dia memang tidak pernah menyebabkan masalah sama sekali. Berbeda dengan Dewi yang setiap waktunya selalu saja ada masalah yang dibuatnya.Liana dan Rio sudah bersiap-siap untuk mengunjungi sahabat lama mereka. Selain berkunjung karena memang mereka sudah lama sekali tidak bertemu, mereka juga sekaligus ingin menyampaikan kabar bahagia ini. Undangan pernikahan yang memang ingin mereka berikan secara langsung."Kamu sudah menghubungi Bara lagi?" Tanya Rio pada Liana. Karena sekarang mereka sudah bersiap-siap akan berangkat datang mereka sudah berada di dalam mobil. "Sudah... Aku sudah menghubungi dia lagi dan dia sudah menunggu kita. Katanya dia sedikit lagi sibuk di cafe sejak tadi tapi dia dengan senang hati menunggu kedatangan kita katanya dia juga ada yang ingin dikatakan. Entahlah, Dia juga bilang ingin mengatakan hal yang penting sama kita.""Oh ya? Pas banget dong ya berarti. Kita mau menyampaikan kabar bahagia sama dia dan dia juga ternyata ingin untuk menemui kita. Siapa tahu ternyata dia juga membawa kabar bahagia.""Aamiin. Semoga memang benar dia akan membawa kabar bahagia juga untuk diberitahu kepada kita. K
Setelah menyiapkan minuman untuk dua tamunya ini, Bara lantas duduk berseberangan dengan mereka."Jadi... Kenapa kalian bisa datang bersama? Aku pikir cuman Lia aja yang datang. Kalian janjian ya datang kesini? Ada apa? Apa yang mau kalian ceritakan? Ada cerita apa sih?"Seolah kalut dengan semua ini. Barangkali terasa seperti tidak bisa berpikir dengan jernih. Karena apapun yang ada di pikirannya sekarang, semoga bukan sesuatu yang memang membuatnya tidak nyaman."Satu-satu dong Bara ngomongnya. Nanti kita ceritakan pelan-pelan. Banyak banget gini pertanyaannya.""Yaudah, ceritain. Apaan jadinya?"Rio dan Liana saling pandang sambil tersenyum. Membuat Bara menatap mereka juga dengan bingung. Tidak lama setelah itu, Rio mengeluarkan sebuah undangan tepat di hadapan Bara. "Kami akan menikah. Kami harap, kamu bisa hadir dan jadi groomsmen ya nanti, kamu kan teman dekat kita berdua semasa kuliah dulu." Ucap Rio dengan senyuman. Sejak tadi, dia memang tak henti-hentinya untuk tersenyum.
Saat Rio sedikit tidak fokus dengan jalanan Karena dia mengambil ponselnya yang terjatuh tepat di dekat kakinya, tiba-tiba ada mobil dari pertigaan sebelah kiri menghantamnya dengan keras sehingga mobilnya oleng. Rio tidak mampu mengendalikan mobilnya lagi sampai menabrak trotoar samping dan berhenti di tepi jurang yang sangat curam. Mobil itu berada di tengah-tengah karena bagian depan mobil berada di ambang jatuh ke jurang sana sedangkan bagian belakang mobil masih menempel di aspal itu. Jika kurang seimbang sedikit saja maka mereka akan langsung terperosok ke bawah sana. Liana masih banyak istighfar sejak mobil itu dihantam sejak kelajuan mobil tiba-tiba berubah dan... Sejak banyak hal yang terjadi itu. Begitu juga dengan Rio yang dalam keadaan seperti ini tentu saja tidak bisa berpikir dengan jernih dan tidak bisa berpikir dengan cepat."Rio, aku takutttt." Ucap Liana dengan suara bergetar. Tentu saja seperti itu karena suasana saat ini sangat menegangkan. Tidak ada yang benar-b
Liana menoleh dan ternyata itu adalah Bara. Dia tak mampu menahan tangis yang sejak tadi sudah tumpah. Hari juga sudah semakin menuju malam, jadi mungkin sedikit sekali orang-orang yang berkendara di jalan ini. Karena rencananya memang mereka mencari jalan pintas agar cepat sampai. Itu juga atas saran Bara. Karena dia yang lebih tau tempat ini daripada mereka berdua."Bara kita kecelakaan. Tolong... Tolong selamatkan kita. Tolong selamatkan Rio, Bara. Dia terjatuh di bawah sana. Tolong cari bantuan untuk menyelamatkannya."Diana bicara tanpa menatap Bara namun dia terus menatap ke bawah dasar jurang sana tempat di mana Rio mungkin sedang berjuang sendiri."Kamu tenang dulu. Aku akan telepon ambulans telepon polisi dan yang lain. Kamu sabar, jangan panik. Kamu juga luka-luka sekarang. Kamu harus memikirkan dirimu sendiri juga Lia.""Gimana aku bisa sabar kalau misalnya calon suami aku ada di bawah dasar jurang sana. Dia mengorbankan dirinya demi menyelamatkan aku Bara. Jadi gimana aku
Setelah sampai di dalam Liana tidak bisa menahan tangisnya melihat Rio dengan semua peralatan yang ada di tubuhnya. Semakin besar perasaan bersalahnya melihat itu semua. Dia merasa sangat bertanggung jawab dengan semuanya. Apalagi walaupun semua orang baik menoleransi semua itu Dan menganggap semua ini adalah sebuah musibah tapi Rey tidak pernah menganggap demikian. Dia tetap menjadi orang pertama yang membenci Liana. Dari awal saja dia tidak pernah menyukai Liana, maka sampai saat ini pun dia akan terus membenci Liana. Awalnya dia hanya melihat dari jauh walaupun masih berada di ruangan yang sama. Dianya ingin melihat Rio walaupun dia sudah masuk tapi dia sungkan untuk mendekat. Karena bagaimanapun mungkin ada ayah dan juga adiknya yang jauh lebih khawatir daripada dirinya. Mereka adalah keluarga terdekat yang Rio miliki saat ini. "Bang, Lo gak bisa bertahan. Gue yakin Lo bisa bertahan. Jadi lo harus kuat dengan ujian ini ya. Kita usahakan semuanya yang terbaik. Lo gak boleh nyerah
Setelah urusan Rio semuanya sudah selesai. Rio langsung dimakamkan hari itu juga. Tidak ada sesuatu hal yang membuat semua itu ditunda dan lain sebagainya. Semuanya berjalan dengan cukup cepat. Seolah mereka tidak dibiarkan untuk bersedih begitu lama. Liana tidak bisa berlarut-larut dalam membayangkan semuanya. Tidak bisa begitu sedih dalam menghadapi semua kenyataan yang ada. Video seharusnya masih ada bersamanya saat ini dan seharusnya sebentar lagi mereka berbahagia bersama karena mereka akan menikah. Namun justru takdir berkata lain. Takdir mengambil Rio begitu saja tanpa permisi. Ingin saja lihat nama berontak pada keadaan. Ingin saja dia tidak menerima semua ini karena dia sadar bahwa dia tidak sanggup untuk menerima semuanya. Namun, dia tidak tahu apa yang harus dia pikirkan lagi sekarang. Mama memberontak sebagaimanapun serta mau tidak terima bagaimanapun juga pada akhirnya dia tak harus tetap menerima semuanya. Takdir yang sudah terjadi serta takdir yang akan mengubah selur
"What?" Dewi berteriak kaget."He he sayanggg.... Jangan teriak gitu.""Look... Gimana aku nggak teriak kalau misalnya pacar aku sendiri akan menikah dengan perempuan lain. Semua perempuan yang waras juga pasti akan teriak seperti ini. Lagian kenapa sih seperti ini? Aku udah cukup sabar selama ini menghadapi kamu Aku juga udah cukup sabar selama ini disembunyiin sama kamu nggak usah ketemu dulu sama papa kamu punya hubungan yang kayak gini tuh nggak mudah buat aku. Terus dengan seenaknya kamu mengatakan kalau misalnya kamu mau menikah dengan perempuan lain calon Abang kamu sendiri? Kamu mikir nggak sebelum kamu ngomong kayak gitu sama aku? Kamu mikir nggak gimana perasaan aku sekarang?"Tentu saja emosinya meluap-luap sekarang. Tidak ada hal yang bisa dilakukan dan tidak banyak hal yang bisa diperbuat sampai saat ini. Meskipun dia selalu memanfaatkan keadaan sebaik-baik mungkin dia selalu memanfaatkan keadaan sebagaimana mestinya dia bisa memanfaatkan semua ini, tapi dia selalu berusa
Pernikahan itu akhirnya benar-benar terjadi. Rey benar-benar menggantikan posisi abangnya untuk menikahi Liana. Sesuatu hal yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya akan terjadi, maka saat ini benar-benar terjadi. Dia benar-benar menikahi orang yang amat sangat Dia benci orang yang dia percaya telah membuat nasib abangnya seperti ini. Setelah menikah mereka memutuskan untuk tinggal berpisah dari orang tua masing-masing karena Rey juga sudah memiliki rumah sendiri. Rumah yang seharusnya akan dia tempati ketika dia menikah dengan Dewi. Namun yang harus dihadapi sekarang justru dia malah menikah dengan orang lain. "Kamu yakin mau langsung pindah sekarang? Kalian baru aja menikah kemarin. Apa nggak sebaiknya kalian tinggal di sini dulu untuk menyesuaikan?""Nggak pa. Kita mau belajar mandiri langsung. Lagian kita baru menikah dan kita juga baru kenal akan lebih baik dan lebih enak kalau misalnya kita langsung tinggal di rumah kita sendiri. Akan lebih mudah untuk kita saling mengenal."
"apa yang sedang kamu pikirkan?" Rey menghampiri Liana yang sedang duduk di tepi kolam. Sambil melihat ikan-ikan berenang di sana. Melihat ada umpan ikan di sampingnya, Rey tebak Liana pasti baru saja memberi makan ikan-ikan itu. Liana memang perempuan yang sedikit unik. Dia banyak sekali berinteraksi dengan hewan ketika dia sedang ada masalah. Minta dengan kucing yang dia temui entah dengan semut yang tiba-tiba mengganggu masakannya dan saat ini dia sedang mengadu dengan ikan-ikan di kolam. Dia seperti tidak memiliki seorang teman untuk berbagi kisah pilunya. Namun... Setidaknya itu adalah sebuah keberuntungan bagi Rey. Karena kehidupannya tidak menjadi konsumsi publik. Liana cenderung tidak membagikan kisah hidupnya yang pilu ini kepada orang-orang. Sehingga, apapun yang dia rasakan hanya dia sendiri yang bisa merasakannya. "Aku hanya duduk santai sambil memberi makan ikan menikmati waktu sore yang begitu menyejukkan. Daripada harus memikirkan hal-hal yang membuat kepalaku pusing
Beberapa hari berlalu dengan keadaan yang cukup nyaman. Terutama setelah pembahasan tentang mamanya yang telah tiada, Rey tiba-tiba menjadi sosok yang lebih kalem. Menjadi sosok yang seperti ingat akan dosa dan pahala. Jika dipikir-pikir, rasanya memang hal itu sangat membekas pastinya dalam dirinya. Namun, mungkin ada sesuatu hal yang belum bisa dia terima sampai saat ini. Rey sepertinya memang bukan tipe orang yang bisa membicarakan apapun yang dia rasakan. Dia tidak seperti almarhum Rio. Sejauh dia mengenal Rio, laki-laki itu orangnya jauh lebih terbuka daripada Rey. Walaupun pada kenyataannya mereka adalah saudara kandung, namun ternyata tetap saja ada sesuatu hal yang pasti akan mengganjal. Tetap saja ada sesuatu hal yang mengganggu dalam diri mereka. Sudah lama rasanya tidak membalas Rio lagi. Mungkin dia juga sudah tenang di sana. Berkali-kali Liana juga selalu mendoakannya setiap salat. Berharap Rio tidak ikut memikirkan apa yang terjadi saat ini. Meskipun agak rumit dan mun
Tama senang melihat anak dan menantunya akur seperti ini. Tadi saat dia sengaja datang awal ke rumah ini dia melihat mereka sedang masak bersama. Dia merasa bahwa apa yang dia takutkan selama ini tidak terbukti kebenarannya. Bahwa mungkin anak dan menantunya ini sebenarnya memang benar-benar baik-baik saja. Hanya dia yang terlalu khawatir memikirkan itu semua. Hanya dia yang terlalu takut bahwa pernikahan tiba-tiba ini membuat rumah tangga mereka tidak baik-baik saja. Karena memang banyak sekali hal yang dipikirkan dan banyak sekali hal yang ditakutkan. Tentang sesuatu hal yang akan terjadi jika mereka memang tetap dalam kondisi yang tidak saling suka. Karena bagaimanapun sebelum pernikahan ini terjadi putranya sama sekali tidak menyukai Liana. Saat Liana dulu akan menikah dengan abangnya saja Dia sangat tidak setuju. Apalagi ketika tiba-tiba harus menikah dengan dirinya dan background masalah-masalah yang pasti dia percaya bahwa semua ini disebabkan oleh Liana. "Papa senang meliha
Mulai sekarang Liana selalu mencari cara yang terbaik untuk membuat semuanya lebih baik lagi. Dia tidak ingin langsung menggunakan cara-cara yang kasar atau langsung menggunakan cara-cara yang mungkin tidak bisa dan semakin mengeraskan hati suaminya. Cukup dengan waktu yang singkat untuk mempelajari karakter suaminya. Cukup dengan waktu yang singkat untuk akhirnya dia bisa mengerti apa yang harus dia perbuat dengan semua hal yang terjadi ini. Hidupnya pasti akan jauh lebih mudah dan akan jauh lebih mudah lagi dengan semua ini. Dia tidak boleh terlalu mengambil pusing dengan semua hal. Dia tidak boleh terlalu mengambil perasaan atas segala hal yang dilakukan segala sikap buruknya dan segala kelakuan-kelakuan dia dan bahkan terang-terangan di depan matanya dia bermassaraan dengan perempuan lain. Tentu jika dipikirkan istri mana yang tidak marah dan istri mana yang tidak cemburu melihat semua kelakuan itu. Namun tidak ada yang bisa membuatnya lebih baik tidak ada yang bisa membua
Putri selalu menjadi orang yang tidak pernah puas dan selalu ingin menjadi orang yang terlihat Hedon dan kaya. Dia selalu melakukan apapun agar orang-orang melihatnya seperti orang yang berada seperti anak orang kaya dan agar orang-orang segan kepadanya. Terutama teman-temannya di kampus yang harus melihat iri padanya. Padahal kenyataannya ibunya hanyalah seorang tukang laundry yang harus menerima laundry yang setiap hari mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk biaya hidup dan untuk menghidupi anak-anaknya. Sebagai seorang ibu tunggal dan merawat dua orang putri ibunya tentu merasa susah untuk memenuhi segala gaya hidup anaknya terutama Putri yang seperti ini. Namun Putri selalu punya seribu satu cara agar bagaimana bisa untuk membuat dirinya sendiri tampil dengan mewah dan elegan. Agar mendapat pujian dan agar mendapat rasa kagum oleh semua orang. Dia hanya ingin sama seperti teman-teman yang bisa hidup mewah dan membeli apapun yang mereka inginkan. Sedangkan ketika dia mengi
Rey terenyuh ketika tengah malam dia mendengar suara orang mengaji dengan suara yang sangat merdu. Sejauh ini tidak ada yang pernah mengaji di rumah ini maka sudah bisa dipastikan jika tiba-tiba dia mendengar suara mengaji itu pasti orang yang baru tinggal di sini. Rey tidak terganggu dengan suara itu, dia hanya merasa jika suara itu membuatnya merasa nyaman. Dia hanya merasa jika suara itu membuatnya jauh lebih tenang. Karena biasanya dia melakukan sesuatu dengan nyaman itu hanya ketika dia bisa menyelesaikan semua masalah-masalah. Dengan segala ambisi yang ada dalam dirinya. Namun sekarang hanya dengan mendengar suara itu saja dia sudah bisa merasa tenang. Lama dia termenu hanya untuk mendengarkan suara itu. Lama dia temanmu hanya untuk mendengarkan suara yang terdengar merdu itu. Di rumah itu memang hanya tinggal mereka berdua. Itulah sebabnya Rey bisa bersikap sesukanya tanpa harus takut pada orang lain yang akan melapor pada papanya atau orang lain yang akan mengusik bagaimana
Tidak ada yang menyangka jika Liana bisa sampai berbicara seperti itu. Dia menantang Dewi dengan begitu tegas dan dengan begitu percaya diri. Seolah-olah dia memang sedang menyuruh diri untuk mundur saat ini juga. Seolah-olah Dia tidak takut dengan Dewi. Walaupun kenyataannya dia memang tidak takut karena dia sadar posisinya lebih kuat walaupun mungkin ada sedikit kesalahpahaman atau ada sedikit hal yang membuat dia tidak nyaman dengan semua ini. Tapi pada kenyataannya dia adalah pemenangnya dan semua ini benar-benar sudah takdir dan mungkin sudah diatur oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Sehingga Liana sadar dan yakin betul dengan semua itu. Sehingga Liana sadar dan mengerti betul bahwa apapun yang terjadi saat ini dan saat yang akan datang semuanya benar-benar sudah dituliskan. Tidak ada lagi cara untuk kembali selain Dia harus menjalani kehidupan seperti ini. Selain daripada dia harus percaya akan masa depan yang harus ia jalani. "Kalau misalnya seperti ini, kau masih yakin kamu yang
"Eh pa....""Kenapa?" Tanya papanya. "Kamu kenapa sih dari tadi seperti ada yang ingin disembunyikan dari papa. Apa yang sebenarnya disembunyikan atau apa yang sebenarnya terjadi? Kamu tidak suka papa datang ke sini atau karena ada sesuatu yang tidak boleh papa tau?""Gak gitu pa. Cumann....""Udahlah, papa cuman maunke toilet aja. Setelah itu papa pergi." Papanya sudah ingin melangkah lagi, namun kali ini yang menghentikan langkahnya justru Liana."Pa tunggu dulu...""Sebenarnya kalian berdua Ini kenapa sih? Seperti ada sesuatu yang aneh dan justru malah membuat papa semakin curiga. Kelakuan kalian berdua ini benar-benar mencurigakan.""Pa... Maaf sebelumnya buat papa gak nyaman. Cuman... Toilet itu memang sedang rusak sekarang. Jadi gak bisa di pakai. Emm... Biar Lia antar ke toilet kamar tamu aja ya pa. Gak enak kalau di situ, lagi macet belum sempat di benerin."Walaupun masih sedikit dengan kecurigaannya itu, Tama akhirnya nurut juga. Jika sudah menantunya yang bicara seperti ini
Tiba-tiba papa mertuanya datang membuat Liana harus berakting seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal jika saja dia bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan baik atau jika dia ingin membalas bagaimana perlakuan Rey padanya, maka dia pasti akan bisa mengadukan semua pada papa mertuanya. Dengan begitu urusannya mungkin akan jauh lebih gampang. Dengan begitu urusannya mungkin akan membuatnya lebih tenang dan lebih nyaman daripada apa yang ada sekarang. Namun sayangnya Liana tidak melakukan hal itu. Dia tidak mengambil kesempatan itu untuk mengamankan dirinya sendiri atau untuk balas dendam dengan Rey. Semuanya dia tahan sebagaimana dia ingin menahan dan sebagaimana Dia memiliki caranya sendiri untuk menarik perhatian Rey. Menarik simpati Rey dan banyak hal yang lain."Papa kenapa datang kesini gak bilang-bilang dulu?""Kenapa memangnya? Tidak ada salahnya kan papa ingin datang ke rumah anak papa sendiri. Papa ingin berkunjung untuk melihat anak dan menantu papa. Kalian kan baru saja pindah