Briana menatap tak percaya pada Vin. Apa lagi pada hal yang baru saja lelaki itu katakan. Vin bilang dia masih single. Trik lama, tak akan mempan padanya. Vin pikir setelah menciumnya, dia akan jinak padanya. Tidak! Vin salah jika beranggapan demikian.“Aku tidak percaya!” Niat hati ingin menatap mata Vin, tapi justru Briana terpana pada sorot mata Vin yang teduh. Untuk ke sekian kalinya, Briana tenggelam pada pesona netra Vin yang menyeretnya lebih dalam pada ketampanan seorang Vin.“Benarkah? Kau tidak percaya pada ucapanku. Tidak masalah, yang penting aku tahu kalau kamu juga punya rasa padaku. Itu lebih penting.” Pria itu menunduk, dan satu kecupan lembut mendarat kembali di bibir Briana.“Aku pasti sudah gila karena jatuh cinta pada suami orang. Maafkan aku, siapapun kamu. Aku tidak bisa mengendalikan diriku.” Briana memejamkan mata, ketika Vin menguasai dirinya. Bibir pria itu dengan lihai membuat Briana terlena.Di sebuah taman.Ilario terlihat duduk dengan seikat bunga ma
“Sudah kubilang jangan menemuiku lagi. Nanti istrimu marah!”Briana nyaris menjerit ketika melihat Vin sudah berada di depan pintu rumahnya. Tiga hari sejak peristiwa epik itu terjadi. Di mana Vin menciumnya dua kali dan juga berucap kalau dirinya masih single.Ada info dari Kartika yang memberitahu kalau dia sudah bertemu istri Vin dan juga putra lelaki itu, membuat Briana semakin ingin menjauhi Vin. Kartika bahkan menunjukkan foto Enzo pada Briana. Foto yang membuat jantung Briana berdegub kencang karena rindu.Ya, Briana merasa rindu pada bocah bernetra biru yang tengah tersenyum ke arah kamera ponsel Kartika. Aneh bukan? Briana belum pernah bertemu Enzo sebelumnya, tapi rasa sayang dan rindu itu sudah Briana miliki untuk putra Vin.Dan satu lagi, ada perasaan aneh saat Vin menciumnya. Briana merasa tidak asing dengan ciuman lelaki itu. Seolah mereka pernah atau sering melakukannya di waktu dulu. Sentuhan Vin pada Briana seperti sudah pernah Briana alami.“Berapa kali aku kata
Briana membuka mata, setelah penutup matanya dibuka. Mulutnya juga disumpal dengan kain, hingga dia sama sekali tak bisa bicara. Fix, Briana diculik. Siapa pelakunya. Orang itu kini duduk di hadapannya.“Biarkan dia bicara.” Sumpal mulut dibuang. Netra Briana menatap tajam lelaki yang hampir tiga tahun tak pernah dia temui secara langsung. Semua urusan diwakilkan pada asisten Briana. Sebab dia enggan berhadapan dengan sang paman.“Apa lagi sekarang?” tantang Briana, memandang Surya Atmaja dengan netra penuh kemarahan. Orang inilah yang membuat Briana memilih hengkang dari kediaman utama Atmaja. Setelah ibu dan kakeknya meninggal beberapa tahun silam.“Tanda tangani ini.” Sebuah map dilempar dengan kasar ke depan Briana. Anak buah Surya membantu Briana membuka dokumen tersebut. Tangan dan kaki Briana terikat.“Pengalihan aset. Astaga, Paman belum puas dengan apa yang sudah Kakek berikan. Yang sekarang kumiliki profitnya digunakan untuk menghidupi anak-anak panti,” tanya Briana tida
“Aje gile, cewek lu serem juga,” celetuk Ian yang baru saja masuk. Vin sendiri masih mengatasi rasa terkejutnya melihat aksi Briana, setelah gadis itu berhasil dia selamatkan dari Juan yang hampir menelanjanginya. Xuan dan Orion menggelengkan kepala mereka bersamaan sebagai reaksi atas ke-bar-bar-an Briana.“Brengsek! Kau pikir semua wanita murahan. Mau disentuh oleh tangan kotor kalian!” Makian Briana diiringi teriakan kesakitan Juan karena Briana menghunjam telapak tangannya dengan sebilah pisau yang entah dia dapat mana.Vin cs sesaat memejamkan mata melihat aksi Briana yang tergolong sadis. Lolongan teriakan Juan masih berlanjut ketika Briana dengan kejam menginjak senjata Juan yang tadi sempat digesekkan ke lengan Briana.Semua sontak merapatkan paha, ikut merasa ngilu di area pribadi masing-masing. “Kamu serius mau nikahin dia. Brutal euyyy,” Xuan berbisik sambil menutupi area terlarangnya yang masih perjaka, belum pernah menembus goa mana pun.“Keren, kan?” Ian, Orion dan X
Vin melemparkan sebuah paper bag ke arah Briana yang sigap menangkap. Briana sempat protes ketika Vin justru membawanya ke hotel bukannya pulang ke rumah. Pria itu berdalih kalau rumahnya Briana jauh. Vin mengaku lelah, ingin tidur lebih cepat.“Modus aja,” gerutu Briana. Masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri juga berganti pakaian. Ada bercak darah di baju Briana. Itu yang membuat perempuan itu risih. Briana sesaat berdiam di depan cermin. Dalam paper bag itu lengkap dengan set pakaian dalam yang setelah Briana kenakan, pas sekali di tubuhnya.“Dia pasti player pro. Sampai sekali lihat langsung tahu ukurannya berapa.” Briana mengomel tidak karuan. Baju tidur satin lengan pendek, cukup nyaman saat di pakai. Padahal Briana lebih suka tidak mengenakan bra waktu tidur. Dengan alasan kesehatan dan kenyamanan.Saat keluar dari kamar mandi dilihatnya Vin tengah bicara dengan seseorang melalui ponsel. Di atas meja sudah tersedia berbagai makanan yang seketika membuat cacing di perut
Briana mengikuti langkah Vin, keesokan harinya. Setelah mereka hampir gelud tadi pagi saat bangun. Briana protes karena dia bangun dalam pelukan Vin yang topless. Kontan hal itu membuat Briana meradang. Dia merasa Vin sudah melakukan tindakan asusila padanya.“Masih marah?” Vin bertanya sambil menekan angka di lift. Turun ke lantai paling dasar, itu dugaan Briana. Briana memalingkan wajah, dia masih enggan membayangkan dada bidang berotot Vin yang tampak seksi. Wajah gadis itu memerah, memalingkan wajah jadi alternatif yang diambil Briana, dari pada dia terciduk oleh Vin tengah berusaha melupakan bentuk tubuh Vin yang menggoda.“Ya sudah kalau masih diam saja. Besok aku lanjut sampai bobol gawang,” kata Vin santai. Briana sontak menoleh ke arah Vin. Bola mata gadis itu melotot. Apa bule memang begitu, isinya hanya anu saja. “Kok gitu ngomongnya?” komen Briana pada akhirnya.“Habisnya pikiran perempuan biasanya gitu.”“Gitu, gimana?” kejar Briana. Vin mengubah posisinya jadi meng
Emma menatap sengit pada pria yang beberapa hari ini selalu mengganggunya. Dan hari ini, pria itu lagi-lagi sudah duduk dengan santai di ruang tamu kediaman Orion. Emma dan Enzo memang menginap di rumah Orion sejak dua hari lalu. Sebab anggota klan tengah disibukkan dengan urusan pekerjaan dunia gelap mereka.Mereka dipindah ke rumah Orion karena Alea, istri Orion sering ada di rumah. Sesekali saja dia pergi ke perusahaan. Sebagian urusan kantor sudah dihandle kakak Alea. Wanita itu tinggal duduk manis menikmati hasil. Berbeda dengan Lyli, yang kerap kali berada di rumah sakit. Jika tidak on duty, wanita itu akan membantu di lantai bawah tanah, markas klan mafia milik sang suami.“Jangan galak-galak, Em.” Alea menepuk bahu Emma lembut. Mengingatkan perempuan itu untuk tidak terlalu emosi. Ada janin yang sedang berkembang di rahimnya. Ilario sesaat menatap Alea dengan tatapan yang entah bagaimana. Dulu dia sempat menargetkan Alea untuk dia culik. Guna mengancam Orion. Namun yang te
“Dua gudang terbakar berisi amunisi dan narkoba yang akan dibarter dengan organ dalam.”Vin memijat pelipisnya. Denah hologram di depan mereka berputar 360°. Menunjukkan lokasi tempat kebakaran di pinggiran kota Milan. Wilayah paling parah terkena kebakaran adalah gudang amunisi, pasalnya bahan peledak banyak terdapat di dalamnya. Satu percikan api, hancur semua.Ian dan yang lainnya sibuk mengamati, selain gudang mereka, ada gedung penyimpanan klan Inferno, milik Ilario dan kepunyaan Red Diamonds yang turut musnah. “Ada begitu banyak klan di Italia tapi kenapa hanya tiga ini yang dibumihanguskan.”Ian mulai melemparkan topik panas untuk dibahas. Dan benar saja semua anggota berlomba mengemukakan pendapat dan pandangan masing-masing mengenai kejadian yang baru saja terjadi. Tak terkecuali The Eye. Sistem itu dengan gamblang membeberkan bukti beserta rekaman citra satelit. Hasilnya membuat semua orang tercengang.“Ini ulah mereka? Dark Demon? Mereka beneran balik?” Axa menyeletuk