“Aje gile, cewek lu serem juga,” celetuk Ian yang baru saja masuk. Vin sendiri masih mengatasi rasa terkejutnya melihat aksi Briana, setelah gadis itu berhasil dia selamatkan dari Juan yang hampir menelanjanginya. Xuan dan Orion menggelengkan kepala mereka bersamaan sebagai reaksi atas ke-bar-bar-an Briana.“Brengsek! Kau pikir semua wanita murahan. Mau disentuh oleh tangan kotor kalian!” Makian Briana diiringi teriakan kesakitan Juan karena Briana menghunjam telapak tangannya dengan sebilah pisau yang entah dia dapat mana.Vin cs sesaat memejamkan mata melihat aksi Briana yang tergolong sadis. Lolongan teriakan Juan masih berlanjut ketika Briana dengan kejam menginjak senjata Juan yang tadi sempat digesekkan ke lengan Briana.Semua sontak merapatkan paha, ikut merasa ngilu di area pribadi masing-masing. “Kamu serius mau nikahin dia. Brutal euyyy,” Xuan berbisik sambil menutupi area terlarangnya yang masih perjaka, belum pernah menembus goa mana pun.“Keren, kan?” Ian, Orion dan X
Vin melemparkan sebuah paper bag ke arah Briana yang sigap menangkap. Briana sempat protes ketika Vin justru membawanya ke hotel bukannya pulang ke rumah. Pria itu berdalih kalau rumahnya Briana jauh. Vin mengaku lelah, ingin tidur lebih cepat.“Modus aja,” gerutu Briana. Masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri juga berganti pakaian. Ada bercak darah di baju Briana. Itu yang membuat perempuan itu risih. Briana sesaat berdiam di depan cermin. Dalam paper bag itu lengkap dengan set pakaian dalam yang setelah Briana kenakan, pas sekali di tubuhnya.“Dia pasti player pro. Sampai sekali lihat langsung tahu ukurannya berapa.” Briana mengomel tidak karuan. Baju tidur satin lengan pendek, cukup nyaman saat di pakai. Padahal Briana lebih suka tidak mengenakan bra waktu tidur. Dengan alasan kesehatan dan kenyamanan.Saat keluar dari kamar mandi dilihatnya Vin tengah bicara dengan seseorang melalui ponsel. Di atas meja sudah tersedia berbagai makanan yang seketika membuat cacing di perut
Briana mengikuti langkah Vin, keesokan harinya. Setelah mereka hampir gelud tadi pagi saat bangun. Briana protes karena dia bangun dalam pelukan Vin yang topless. Kontan hal itu membuat Briana meradang. Dia merasa Vin sudah melakukan tindakan asusila padanya.“Masih marah?” Vin bertanya sambil menekan angka di lift. Turun ke lantai paling dasar, itu dugaan Briana. Briana memalingkan wajah, dia masih enggan membayangkan dada bidang berotot Vin yang tampak seksi. Wajah gadis itu memerah, memalingkan wajah jadi alternatif yang diambil Briana, dari pada dia terciduk oleh Vin tengah berusaha melupakan bentuk tubuh Vin yang menggoda.“Ya sudah kalau masih diam saja. Besok aku lanjut sampai bobol gawang,” kata Vin santai. Briana sontak menoleh ke arah Vin. Bola mata gadis itu melotot. Apa bule memang begitu, isinya hanya anu saja. “Kok gitu ngomongnya?” komen Briana pada akhirnya.“Habisnya pikiran perempuan biasanya gitu.”“Gitu, gimana?” kejar Briana. Vin mengubah posisinya jadi meng
Emma menatap sengit pada pria yang beberapa hari ini selalu mengganggunya. Dan hari ini, pria itu lagi-lagi sudah duduk dengan santai di ruang tamu kediaman Orion. Emma dan Enzo memang menginap di rumah Orion sejak dua hari lalu. Sebab anggota klan tengah disibukkan dengan urusan pekerjaan dunia gelap mereka.Mereka dipindah ke rumah Orion karena Alea, istri Orion sering ada di rumah. Sesekali saja dia pergi ke perusahaan. Sebagian urusan kantor sudah dihandle kakak Alea. Wanita itu tinggal duduk manis menikmati hasil. Berbeda dengan Lyli, yang kerap kali berada di rumah sakit. Jika tidak on duty, wanita itu akan membantu di lantai bawah tanah, markas klan mafia milik sang suami.“Jangan galak-galak, Em.” Alea menepuk bahu Emma lembut. Mengingatkan perempuan itu untuk tidak terlalu emosi. Ada janin yang sedang berkembang di rahimnya. Ilario sesaat menatap Alea dengan tatapan yang entah bagaimana. Dulu dia sempat menargetkan Alea untuk dia culik. Guna mengancam Orion. Namun yang te
“Dua gudang terbakar berisi amunisi dan narkoba yang akan dibarter dengan organ dalam.”Vin memijat pelipisnya. Denah hologram di depan mereka berputar 360°. Menunjukkan lokasi tempat kebakaran di pinggiran kota Milan. Wilayah paling parah terkena kebakaran adalah gudang amunisi, pasalnya bahan peledak banyak terdapat di dalamnya. Satu percikan api, hancur semua.Ian dan yang lainnya sibuk mengamati, selain gudang mereka, ada gedung penyimpanan klan Inferno, milik Ilario dan kepunyaan Red Diamonds yang turut musnah. “Ada begitu banyak klan di Italia tapi kenapa hanya tiga ini yang dibumihanguskan.”Ian mulai melemparkan topik panas untuk dibahas. Dan benar saja semua anggota berlomba mengemukakan pendapat dan pandangan masing-masing mengenai kejadian yang baru saja terjadi. Tak terkecuali The Eye. Sistem itu dengan gamblang membeberkan bukti beserta rekaman citra satelit. Hasilnya membuat semua orang tercengang.“Ini ulah mereka? Dark Demon? Mereka beneran balik?” Axa menyeletuk
“Vin, Chen menghubungiku. Dia tanya apa kita masih stok punya yang premium. Dia kehabisan stok, klien minta dikirim on schedule.”Vin baru saja turun di bandara internasional yang ada di Milan, ketika Miguel sudah menyambutnya dengan permintaan urgen dari Ilario. Vin masuk ke mobil diikuti sang asisten dan Vante. Ini mengejutkan, sejak kapan Vante mengekor langkah Miguel. Sedikit curiga tapi dia kesampingkan hal itu. Ada yang lebih penting yang harus diurus.“Apa kita punya stok?” Vin yang baru datang tentu tidak mengetahui secara rinci keadaan di gudang.“Ada baru datang dari kartel Meksiko, tapi kualitasnya sedikit di bawah premium. Hanya berbeda 0,15%.”“Nyaris sempurna,” geram Vin. “Hubungi Chen, katakan yang sebenarnya. Biar mereka memutuskan.” Miguel sigap bertindak. Tak berapa lama pria itu sudah sibuk bicara dengan Chen dan Ilario melalui ponsel.“Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya sekolah,” tegur Vin pada Vante.“Kan liburan Om. Gimana sih,” kesal Vante. Vin menepuk
Briana kembali mengajar hari ini. Tadi pagi dia pulang diantar oleh Axa. Lelaki tersebut hanya diam sepanjang perjalanan. Pria yang sudah memiliki satu putri itu tampak fokus pada jalanan yang ada di depannya. Saat Briana turun pun, Axa hanya mengangguk waktu Briana mengucapkan terima kasih. “Beneran kayak es batu!” celetuk Briana sebelum masuk rumah.Anak-anak belajar dengan riang. Wajah berbinar senang dengan senyum lebar selalu tampak di riak polos mereka. Ini yang Briana suka. Dia seolah berada di tempat paling membahagiakan. Meski detik berikutnya, dia teringat dengan Enzo. Bocah itu tiba-tiba saja muncul di benaknya, membawa berjuta rasa rindu di hati Briana.“Eh, kenapa tiba-tiba kangen sama kopian bule itu sih,” batin Briana sembari mengawasi anak-anak melukis. Rupa Enzo tiba-tiba saja membuat perempuan itu termenung. Dia baru saja mengalami satu rasa yang sangat sulit dia jabarkan. Dia merasa dekat dengan Enzo. Seolah mereka pernah bersama sebelumnya.Jika Briana termenung
Enzo mengembangkan senyum ketika mobil Xuan berhenti di depan sebuah bangunan yang menjadi gedung TK tempat Briana mengajar. Xuan beberapa kali memeriksa GPS, untuk memastikan alamat yang Kartika berikan adalah benar. Baru saja ingin memastikan, seseorang keluar dari gedung satu lagi. Orang itulah yang membuat ketiganya yakin kalau mereka tidak salah alamat.“He! Sudah kubilang aku sedang mengajar.” Suara Briana terdengar begitu galak. Emma dan Xuan saling pandang. Sepertinya mereka tahu siapa yang menghubungi perempuan yang mulutnya terus saja mengomel.“Mereka benar-benar berbeda,” bisik Emma. Xuan mengangguk mengiyakan. Pasalnya dia memang belum kenal Maria lama. Hanya pernah bersua beberapa kali, itupun hanya sekilas. Belum juga Briana mematikan teleponnya, seorang anak sudah berlari ke arahnya. “Mama!” panggil Enzo.Vin di belahan bumi lain, langsung membulatkan mata. Dia tidak salah mengenali suara. Itu adalah suara Enzo. “Hei, kenapa kamu ke sini? Sama siapa?” Sapaan Briana