“Jadi kau yakin kalau mereka Dark Demon?” Vin bertanya pada Ian. Hari berikutnya, mereka berkunjung ke rumah Ian, Orion akan menyusul sebentar lagi.Bisa dibayangkan bagaimana ramainya rumah Ian ketika Enzo dan Azlan berkejaran di halaman belakang kediaman Ian yang luas. Dua pria itu duduk di balkon lantai dua yang terbuka mengarah ke bagian belakang rumah.Dari sana Vin dan Ian bisa melihat bahagianya Enzo dan Azlan waktu bermain bersama. Sangat menyenangkan. Vin menarik sudut bibirnya, melihat senyum Enzo yang begitu lepas.“Aku yakin, meski sedikit ragu. Tahu sendiri kalau klan itu sudah lama tak terdengar kabar beritanya. Ada yang bilang mereka sudah habis. Ingat tidak yang aku pernah menembak Jorge hari itu. Aku yakin dia sudah mati.”Vin cukup tahu mengenai kejadian itu. Jorge pemimpin Dark Demon ingin mencelakai Faaz, putra mahkota negara M. Putra Lyn, cinta pertama Ian sebelum bertekuk lutut pada Lyli, maknya singa.“Kalau dia berhasil lolos?” pancing Vin, alis Vin terang
Tangan Vin bergetar, menerima hasil pemeriksaan kandungan Emma dari Lyli. Dokter itu menyeret Emma untuk diperiksa kehamilannya, setelah Xuan berucap kalau Emma belum pernah melakukan chek up kandungan.“Usia kehamilan tujuh minggu,” gumam Vin. Bahkan ada foto USG yang menyertai lembar pemeriksaan tersebut. Vin jadi teringat pertama kali dia melihat gambar Enzo untuk pertama kalinya.Vin jelas bukan ayah janin yang dikandung Emma, tapi euforianya sama seperti saat dia tahu Maria hamil Enzo. Bagaimanapun, Emma semalam menegaskan kalau tidak mau menerima Ilario. Walau lelaki itu ayah anaknya.“Dia menyakitiku, dia menembak Maria. Aku benci padanya!” Serangkaian kalimat yang jadi bukti betapa Emma sangat tidak menyukai Ilario. Dalam sekejap Vin menyadari kalau Ilario sudah melecehkan Emma selama lelaki itu menyekap Emma di tempatnya. Rasa benci Vin kini naik berlipat-lipat pada Ilario. Ingin rasanya dia menembak Ilario saat ini juga.“Jadi karena itu Xuan bertahan di sana? Apa tida
Nafas Briana masih naik turun ketika Vin menghentikan mobilnya di sebuah taman. Wajah gadis itu juga sedikit pucat, ada cairan bening di sudut mata Briana, dia bahkan siap menangis.“Kamu baik-baik saja sekarang.” Vin berucap tenang, sembari menyimpan kembali Revolver-nya ke dalam dash board. Briana mendelik ke arah Vin.Pria itu masih sibuk dengan alat kecil di telinga, ponsel dan layar yang ada di depannya. “Bereskan saja mereka. Atau kirim kembali pada Surya setelah buat mereka babak belur.” Perintah Vin membuat Briana bergidik ngeri. Dia mulai ketakutan dengan sosok Vin yang baru menunjukkan wajah sebenarnya. Seorang mafia yang ternyata bukan isapan jempol semata.Beberapa menit yang lalu, Briana melihat bagaimana Vin dengan lihai mengendalikan mobilnya, sekaligus menembak orang suruhan Surya Atmaja. Tanpa ragu, Vin memperlihatkan semuanya di depan Briana.Dia juga melihat, kepiawaian Vin dalam menggunakan senjata bermoncong dengan semburan timah panah sebagai hasil akhir se
Briana berjalan mondar mandir di kamarnya. Setengah jam yang lalu, Vin mengantarkannya dengan selamat ke rumah. Saat ini gadis itu tengah meresapi beberapa ucapan Vin.“Aku memang seorang mafia, tapi bisa aku katakan kalau semua usahaku di bawah tanah, seminim mungkin melanggar hukum.”Mana ada mafia patuh hukum? Gerutu Briana dalam hati. Wanita itu bukan orang yang mudah percaya pada orang lain. Dan pengakuan Vin tentu tak semudah itu dia terima.Sikap Briana bertahan sampai dua hari berikutnya. Dia menolak bertemu Vin meski pria itu sudah menunggunya di depan TK. Briana mengirim pesan pada Vin, menegaskan sikapnya pada bule Italia tersebut.Vin hanya bisa menghela nafas. Inilah resikonya, jika dia mendekati gadis di luar klan mafia. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meyakinkan kalau mafia tidaklah seburuk pandangan banyak orang.Briana menghindari Vin dengan pulang melalui pintu belakang. Jalan yang menghubungkan rumah Briana dengan gedung TK dan bangunan panti asuhan. Se
Briana semakin menyembunyikan diri di belakang tubuh Vin. Memindai lelaki bule lain yang ada di hadapan mereka. “Bule lagi,” batin Briana. Sejenak merasa takjub, hidupnya kini sering dipertemukan dengan lelaki dari ras bule sejak bersinggungan dengan Vin.“Di mana dia Vin?” tanya lelaki itu lagi.“Sudah kubilang, dia tidak ada di sini Rio,” balas Vin cepat. Tubuh ayah Enzo bergerak melindungi Briana ketika Ilario mencoba menelisik siapa yang berada di balik tubuh Vin.“Jangan bohong! Di mana kau menyembunyikannya?” Ilario mencoba bersabar, tapi sepertinya gagal dia lakukan. Ilario tetaplah Ilario, pria yang dominan dengan sifat emosinya.“Terserahlah! Kau mengganggu waktuku saja.” Vin mendorong tubuh Briana masuk ke dalam mobil. Kali ini Briana tak membantah. Dia manut saja ketika Vin menutup pintu sambil mengedipkan mata.Pintu belum sepenuhnya tertutup, ketika Briana mendengar ucapan Ilario yang cukup menarik perhatiannya. “Ternyata kau sudah menemukan pengganti Maria, cepat sekali.”
Perkenalan Xuan dengan Kartika membuat Kartika mengetahui beberapa hal soal Vin. Yang jelas Kartika sudah bertemu putra Vin yang super tampan dan menggemaskan. Serta cerdas. Maka begitu Kartika dan Briana bertemu di lain hari gadis itu langsung bercerita panjang lebar mengenai Enzo. Briana jadi ikutan kepo dengan bocah laki-laki yang menurut Briana adalah fotokopian Vin.“Serius, dia cakep banget. Gila maknya kayak apa ya?” Kartika begitu antusias menceritakan soal Enzo, tentu saja tak ketinggalan mengenai si asisten pribadi Vin.“Pantes aja, bosnya tampan, tidak heran kalau anak sisternya juga ganteng.” Kartika berucap dengan wajah merona merah. Hal itu membuat Briana heran. Tidak biasanya sang sahabat bersikap seperti itu.“Kau suka padanya? Siapa tadi namanya, Xuan?” Kartika mengangguk untuk kemudian menggeleng. “Aku tidak suka padanya, hanya ....”“Tertarik? Sama saja bestie,” ledek Briana. “Memangnya kau tidak tertarik pada Vin. Jujur aja kamu,” todong Kartika. Briana t
Vin sesaat melirik Briana waktu mereka memasuki gerbang rumah Ian. Tak ada rasa terkejut dalam tatapan Briana, melihat betapa megah kediaman Ian. Seolah hal itu sudah biasa bagi Briana. Yang membuat Briana berubah ekspresi adalah melihat beberapa pria berpakaian hitam yang ada di sekitar rumah Ian. “Mafia,” gumam Briana.“As you know.” Vin membuka pintu mobil. Berjalan memutari kendaraannya, lalu membawa Briana masuk melalui pintu samping. Vin menyerahkan Briana pada seorang pria yang hari itu menolongnya.“Jangan khawatir, dia tidak akan melakukan hal buruk padamu.” Ucapan Vin menjadi jaminan untuk keselamatan Briana. Dua orang itu melangkah naik ke lantai dua. Sesaat Briana melirik ke lantai di bawahnya. Di mana beberapa orang sudah berada di sana. Tatapan Briana beradu dengan netra biru Vin yang mengangguk pelan, setelah pria itu ikut duduk di salah satu sofa. “Apa di sini tidak bahaya?” Briana bertanya pada guide-nya.“Di sini salah satu dari dua tempat paling aman di Jak
Briana menggeliat pelan dalam tidurnya. Selepas makan siang, rasa kantuk menyerang dirinya. Hingga gadis itu berakhir dengan mata terpejam, di sofa. Kini Briana merasa heran, ketika dia terbangun di atas ranjang.Ditambah ada tangan yang melingkar di perutnya. “Astaga, ini apa?” gumam Briana dengan cepat berbalik dan mendapati Vin tidur di atas kasur yang sama dengannya. Ha? Apa yang sudah mereka lakukan? Pekik Briana dalam hati.Gadis itu sesaat terpana dengan wajah tampan Vin saat tertidur. Meski detik berikutnya, dia menendang jatuh tubuh besar Vin, hingga bunyi bedebum terdengar lumayan keras. Diiringi teriakan protes dari Vin.“Apaan sih main dorong aja! Sakit tahu!” Briana berdecak kesal. Melihat Vin mengusap pinggangnya yang terasa sakit.“Badan segede gitu mana terasa sakit,” cibir Briana. Vin ingin mengumpat, tapi terpotong pertanyaan Briana lagi.“Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kita bisa tidur di kasur yang sama? Ingat Vin kamu punya istri,” Briana terus memperi