Briana berjalan mondar mandir di kamarnya. Setengah jam yang lalu, Vin mengantarkannya dengan selamat ke rumah. Saat ini gadis itu tengah meresapi beberapa ucapan Vin.“Aku memang seorang mafia, tapi bisa aku katakan kalau semua usahaku di bawah tanah, seminim mungkin melanggar hukum.”Mana ada mafia patuh hukum? Gerutu Briana dalam hati. Wanita itu bukan orang yang mudah percaya pada orang lain. Dan pengakuan Vin tentu tak semudah itu dia terima.Sikap Briana bertahan sampai dua hari berikutnya. Dia menolak bertemu Vin meski pria itu sudah menunggunya di depan TK. Briana mengirim pesan pada Vin, menegaskan sikapnya pada bule Italia tersebut.Vin hanya bisa menghela nafas. Inilah resikonya, jika dia mendekati gadis di luar klan mafia. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meyakinkan kalau mafia tidaklah seburuk pandangan banyak orang.Briana menghindari Vin dengan pulang melalui pintu belakang. Jalan yang menghubungkan rumah Briana dengan gedung TK dan bangunan panti asuhan. Se
Briana semakin menyembunyikan diri di belakang tubuh Vin. Memindai lelaki bule lain yang ada di hadapan mereka. “Bule lagi,” batin Briana. Sejenak merasa takjub, hidupnya kini sering dipertemukan dengan lelaki dari ras bule sejak bersinggungan dengan Vin.“Di mana dia Vin?” tanya lelaki itu lagi.“Sudah kubilang, dia tidak ada di sini Rio,” balas Vin cepat. Tubuh ayah Enzo bergerak melindungi Briana ketika Ilario mencoba menelisik siapa yang berada di balik tubuh Vin.“Jangan bohong! Di mana kau menyembunyikannya?” Ilario mencoba bersabar, tapi sepertinya gagal dia lakukan. Ilario tetaplah Ilario, pria yang dominan dengan sifat emosinya.“Terserahlah! Kau mengganggu waktuku saja.” Vin mendorong tubuh Briana masuk ke dalam mobil. Kali ini Briana tak membantah. Dia manut saja ketika Vin menutup pintu sambil mengedipkan mata.Pintu belum sepenuhnya tertutup, ketika Briana mendengar ucapan Ilario yang cukup menarik perhatiannya. “Ternyata kau sudah menemukan pengganti Maria, cepat sekali.”
Perkenalan Xuan dengan Kartika membuat Kartika mengetahui beberapa hal soal Vin. Yang jelas Kartika sudah bertemu putra Vin yang super tampan dan menggemaskan. Serta cerdas. Maka begitu Kartika dan Briana bertemu di lain hari gadis itu langsung bercerita panjang lebar mengenai Enzo. Briana jadi ikutan kepo dengan bocah laki-laki yang menurut Briana adalah fotokopian Vin.“Serius, dia cakep banget. Gila maknya kayak apa ya?” Kartika begitu antusias menceritakan soal Enzo, tentu saja tak ketinggalan mengenai si asisten pribadi Vin.“Pantes aja, bosnya tampan, tidak heran kalau anak sisternya juga ganteng.” Kartika berucap dengan wajah merona merah. Hal itu membuat Briana heran. Tidak biasanya sang sahabat bersikap seperti itu.“Kau suka padanya? Siapa tadi namanya, Xuan?” Kartika mengangguk untuk kemudian menggeleng. “Aku tidak suka padanya, hanya ....”“Tertarik? Sama saja bestie,” ledek Briana. “Memangnya kau tidak tertarik pada Vin. Jujur aja kamu,” todong Kartika. Briana t
Vin sesaat melirik Briana waktu mereka memasuki gerbang rumah Ian. Tak ada rasa terkejut dalam tatapan Briana, melihat betapa megah kediaman Ian. Seolah hal itu sudah biasa bagi Briana. Yang membuat Briana berubah ekspresi adalah melihat beberapa pria berpakaian hitam yang ada di sekitar rumah Ian. “Mafia,” gumam Briana.“As you know.” Vin membuka pintu mobil. Berjalan memutari kendaraannya, lalu membawa Briana masuk melalui pintu samping. Vin menyerahkan Briana pada seorang pria yang hari itu menolongnya.“Jangan khawatir, dia tidak akan melakukan hal buruk padamu.” Ucapan Vin menjadi jaminan untuk keselamatan Briana. Dua orang itu melangkah naik ke lantai dua. Sesaat Briana melirik ke lantai di bawahnya. Di mana beberapa orang sudah berada di sana. Tatapan Briana beradu dengan netra biru Vin yang mengangguk pelan, setelah pria itu ikut duduk di salah satu sofa. “Apa di sini tidak bahaya?” Briana bertanya pada guide-nya.“Di sini salah satu dari dua tempat paling aman di Jak
Briana menggeliat pelan dalam tidurnya. Selepas makan siang, rasa kantuk menyerang dirinya. Hingga gadis itu berakhir dengan mata terpejam, di sofa. Kini Briana merasa heran, ketika dia terbangun di atas ranjang.Ditambah ada tangan yang melingkar di perutnya. “Astaga, ini apa?” gumam Briana dengan cepat berbalik dan mendapati Vin tidur di atas kasur yang sama dengannya. Ha? Apa yang sudah mereka lakukan? Pekik Briana dalam hati.Gadis itu sesaat terpana dengan wajah tampan Vin saat tertidur. Meski detik berikutnya, dia menendang jatuh tubuh besar Vin, hingga bunyi bedebum terdengar lumayan keras. Diiringi teriakan protes dari Vin.“Apaan sih main dorong aja! Sakit tahu!” Briana berdecak kesal. Melihat Vin mengusap pinggangnya yang terasa sakit.“Badan segede gitu mana terasa sakit,” cibir Briana. Vin ingin mengumpat, tapi terpotong pertanyaan Briana lagi.“Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kita bisa tidur di kasur yang sama? Ingat Vin kamu punya istri,” Briana terus memperi
Briana menatap tak percaya pada Vin. Apa lagi pada hal yang baru saja lelaki itu katakan. Vin bilang dia masih single. Trik lama, tak akan mempan padanya. Vin pikir setelah menciumnya, dia akan jinak padanya. Tidak! Vin salah jika beranggapan demikian.“Aku tidak percaya!” Niat hati ingin menatap mata Vin, tapi justru Briana terpana pada sorot mata Vin yang teduh. Untuk ke sekian kalinya, Briana tenggelam pada pesona netra Vin yang menyeretnya lebih dalam pada ketampanan seorang Vin.“Benarkah? Kau tidak percaya pada ucapanku. Tidak masalah, yang penting aku tahu kalau kamu juga punya rasa padaku. Itu lebih penting.” Pria itu menunduk, dan satu kecupan lembut mendarat kembali di bibir Briana.“Aku pasti sudah gila karena jatuh cinta pada suami orang. Maafkan aku, siapapun kamu. Aku tidak bisa mengendalikan diriku.” Briana memejamkan mata, ketika Vin menguasai dirinya. Bibir pria itu dengan lihai membuat Briana terlena.Di sebuah taman.Ilario terlihat duduk dengan seikat bunga ma
“Sudah kubilang jangan menemuiku lagi. Nanti istrimu marah!”Briana nyaris menjerit ketika melihat Vin sudah berada di depan pintu rumahnya. Tiga hari sejak peristiwa epik itu terjadi. Di mana Vin menciumnya dua kali dan juga berucap kalau dirinya masih single.Ada info dari Kartika yang memberitahu kalau dia sudah bertemu istri Vin dan juga putra lelaki itu, membuat Briana semakin ingin menjauhi Vin. Kartika bahkan menunjukkan foto Enzo pada Briana. Foto yang membuat jantung Briana berdegub kencang karena rindu.Ya, Briana merasa rindu pada bocah bernetra biru yang tengah tersenyum ke arah kamera ponsel Kartika. Aneh bukan? Briana belum pernah bertemu Enzo sebelumnya, tapi rasa sayang dan rindu itu sudah Briana miliki untuk putra Vin.Dan satu lagi, ada perasaan aneh saat Vin menciumnya. Briana merasa tidak asing dengan ciuman lelaki itu. Seolah mereka pernah atau sering melakukannya di waktu dulu. Sentuhan Vin pada Briana seperti sudah pernah Briana alami.“Berapa kali aku kata
Briana membuka mata, setelah penutup matanya dibuka. Mulutnya juga disumpal dengan kain, hingga dia sama sekali tak bisa bicara. Fix, Briana diculik. Siapa pelakunya. Orang itu kini duduk di hadapannya.“Biarkan dia bicara.” Sumpal mulut dibuang. Netra Briana menatap tajam lelaki yang hampir tiga tahun tak pernah dia temui secara langsung. Semua urusan diwakilkan pada asisten Briana. Sebab dia enggan berhadapan dengan sang paman.“Apa lagi sekarang?” tantang Briana, memandang Surya Atmaja dengan netra penuh kemarahan. Orang inilah yang membuat Briana memilih hengkang dari kediaman utama Atmaja. Setelah ibu dan kakeknya meninggal beberapa tahun silam.“Tanda tangani ini.” Sebuah map dilempar dengan kasar ke depan Briana. Anak buah Surya membantu Briana membuka dokumen tersebut. Tangan dan kaki Briana terikat.“Pengalihan aset. Astaga, Paman belum puas dengan apa yang sudah Kakek berikan. Yang sekarang kumiliki profitnya digunakan untuk menghidupi anak-anak panti,” tanya Briana tida