Melihat putranya keluar ruangan, Kamala pun ikut mengejar Kayshan. Wanita paruh baya itu berlari kecil saat sang CEO turun ke lobby gedung.Dia menduga Kay akan pulang ke rumahnya untuk menemui seseorang. Kamala memang meminta beliau untuk datang. Selain karena di dera rindu, sudah waktunya anak itu dikenalkan ke publik.Satu jam terjebak kemacetan, membuat Kayshan makin gusar. Saat mulai memasuki pelataran rumah Kamala, dia memarkirkan mobilnya asal.Lelaki itu berjalan tergesa menuju ruang keluarga sambil berteriak. "Woy!" serunya, sekeliling ruangan terasa lengang. "Dimana kamu?" lirih Kayshan sambil mencari-cari.Ternyata sosok yang Kay cari muncul dari pintu samping. Dia baru saja memberi makan ikan koi kesayangan sang ayah. "Ngapain teriak-teriak sih, Bang?" ujarnya lembut seperti biasa. Dia menghampiri Kay hendak meminta salim. "Aku bukan penjahat," imbuh Kemal pelan."Nggak usah acting, lu!" sengit Kay, melayangkan pukulan menyasar wajah Kemal.Pria muda itu menghindar, tapi
Farhana melongo. Dia diajak paksa oleh Murni pergi ke sini atas perintah suaminya. Tapi, sampai detik ini, dia belum paham mengapa Kayshan memintanya turut hadir.Kemal masih tidak percaya terhadap penjelasan Kamala. Satu-satunya orang yang bisa dia mintai keterangan adalah Khuzaemah. Namun, wanita itu selalu memasang wajah sedih bila Kemal bertanya tentang ummanya."Tapi Ma, kenapa umma nyuruh papa ceraikan Mama?" tanya Kemal. "Bukankah umma punya usaha dagang sendiri sebelum ketemu papa, masa minta jaminan hidup segala?" Kayshan memutar bola mata malas. Adiknya terlalu polos atau memang sama sekali tidak paham situasi. Apakah Kemal tak pernah berpikir jauh tentang Khadijah yang terus bungkam di sisa hidupnya, pikir Kay."Gitu aja nggak paham! ... ibumu menuduh Mama cemburu karena memintanya menjaga jarak. Lagian papa bahagia sekali saat kamu lahir sampai lupa bahwa beliau memiliki Ken dan aku!" hardik Kayshan. Kamala melambaikan tangan pada Kayshan sebagai isyarat agar putranya
Farhana celingukan melihat sekelilingnya. Dia bingung dengan pertanyaan Kemal."Hana? ... maksudnya?" tanya Kamala ragu-ragu.Bukan hanya sang mama, Kayshan pun ikut menunggu jawaban Farhana. Kecurigaannya sejak dulu akhirnya menemui titik terang.Jangan salahkan sikapnya yang berubah drastis pada Farhana. Ini adalah akumulasi kekecewaan masa lalu Kayshan. Hana mengendikkan bahu. Sejujurnya dia tidak paham tujuan Kemal bertanya demikian padanya. "Aku nggak paham maksud Kakak," cicit Hana pelan sembari menunduk."Ck, sejak kapan kamu manggil dia Kakak?" sinis Kayshan melirik istrinya.Kemal tersenyum simpul. Boleh jadi untuk hal lain, Kayshan paham detail kisah pelik keluarga Ghazwan. Tapi yang satu ini, sang CEO takkan tahu sejarahnya. "Entah, aku lupa." Farhana memilih mengelak, dia enggan menjelaskan bagaimana dirinya mengenal Kemal. Lelaki santun berparas bagai blasteran Timur Tengah dan Sunda. Idola para khidmah dan staf wanita bahkan santriwati Tahfiz di lingkungannya.Farhan
Kayshan mendekati istrinya. "Maaf untuk apa, Hana?" bisiknya sembari menyeka air mata Farhana."Maaf kalau aku tanpa sengaja melukai Kakak," tutur Hana pelan melihat Kemal. Ingatan masa kecilnya belum jelas betul, dia takut salah arti. "Pokoknya maaf."Kayshan tersenyum manis seraya berkata, "Wajar kalau lupa, kamu masih piyik." Pria itu mengusap pucuk kepala istrinya, ada rasa lega semua luka lamanya tak terbuka bersamaan.Sementara Kemal lagi-lagi diterpa kehampaan. Harapannya terlalu tinggi pada Farhana. "Iya, nggak apa-apa ... aku cuma merasa lucu. Pertemuan orang tuaku kok seperti ki--" Dia menunduk, urung melanjutkan kalimatnya. Percuma, siapalah dirinya kala itu, tidak terlihat bahkan sampai saat ini. Kemal pun memilih pergi meninggalkan hunian Kamala. Wanita senja itu mengejar putra bungsunya. Dia meminta Kemal untuk datang ke GE esok pagi. Rencana awal harus tetap berjalan, meskipun Kayshan masih mengungguli hasil voting meeting hari ini.Kemal hanya mengangguk, bersedia men
Khuzaemah mengangguk. Di waktu itu, Kay ditantang Ghazwan untuk menggarap proyek iklan bagi Tazkiya. Terlalu sering berinteraksi dengan Tazkiya apalagi pemuda itu piawai berkomunikasi, membuatnya mendapat kepercayaan Ahmad.Kayshan pun mengajukan permintaan pada Ghazwan. Tapi, entah mengapa setelah itu dia tak lagi nampak berseliweran."Persisnya nggak tahu, papamu bilang apa ke Kayshan." Khuzaemah hanya menghela napas berat. Kemal pun duduk kembali di sisi bibinya itu. Sedikit demi sedikit paham perjalanan cinta keluarganya."Masih sakit?" tanya Khuzaemah, menunjuk dada Kemal pelan."Ehm. Rasanya sakit liat dia begitu, tapi mau bagaimana lagi ... kisahku, dia juga ... bagai Mughit dan Barirah." Kemal memejam, merasakan lelah berharap pada manusia.Mughit yang sangat mencintai Barirah tapi justru bertepuk sebelah tangan. Sahabat Rasulullah itu selalu mengitari Barirah hingga seisi Mekah tahu. Namun, sang wanita enggan kembali padanya membuat Mughit putus asa hingga akhir hayat menan
Farhana buru-buru meraih gawai lamanya. Dia mencari sesuatu di sana. Jemarinya lincah menggulir koleksi foto dalam galery yang didominasi oleh seseorang.Tak lama, jarinya berhenti di salah satu baris slide. Mata sipit itu memicing, dan seketika memegangi kepalanya. Dia berusaha mengingat sesuatu tapi tak jua muncul ingatan yang ingin digali. "Sudah terlalu lama, ya Allah, apa aku melupakan sesuatu?" lirih Hana. Dia mencatat waktu yang dibacanya pada bagian bawah foto. 13 belas tahun silam, Farhana masih bocah SD kala gambar ini diambil."Kemana aku waktu itu? Mengapa pernyataan kakak begitu?"Farhana disibukkan dengan gelut ingatan yang memudar. Tidak semua momen dapat dia ingat sempurna tanpa bantuan orang lain. Bukankah memori otak hanya merekam kejadian kuat nan berkesan, pikirnya.Seberkas ide terbetik, Farhana mencari kontak para sahabat yang melanjutkan studi dengannya di satu sekolah."Do your magic." Manik mata Hana dengan cepat mengikuti nama kontak yang menggulir. "Teme
Butuh beberapa menit baginya untuk kembali tenang. Hana menarik napas panjang lalu mulai bangun dan menyelesaikan makan."Huuft!" Senyum malu-malu itu masih tampak di wajah manis Farhana.Dia menopang dagu, mengunyah pelan makanan seraya membayangkan bila mereka saling bertatapan nanti. Jemarinya sesekali menutup mata sambil terkekeh-kekeh. Dia juga mengetukkan ujung garpu ke atas trolli, sembari menggigit bibirnya gemas. Hana sedang melambung tinggi. Dia tak mengira bahwa Kayshan bersedia belajar membuka hati untuknya setelah beberapa bulan bersama. Kesabaran akhirnya berbuah manis.Sisa hari pun dilalui mereka seperti biasa. Tak saling jumpa dan sapa. Hanya saja, kali ini Kayshan banyak melakukan sesuatu untuk istrinya itu.Setiap kali Farhana keluar kamar sekadar mengambil minum atau sesuatu, sesering itulah Kay memberinya kejutan. Entah buket coklat, pashmina dan glove senada, gamis bahkan sepatu. Dia membelikan semua kebutuhan bagi sang nyonya yang akan pergi ke sebuah negara.
"Aku ikut." Kayshan lagi-lagi mengulas senyum manis sampai gigi putihnya terlihat. Binar mata Farhana meredup, suaminya sedang pemulihan pasca sakit. Dia tak rela bila Kay memaksakan diri menemani dan harus menahan kesakitan sementara dirinya bersenang-senang. Sang CEO lalu berdiri disamping Hana. Dia menunjukkan chatnya dengan dokter Richard. Pun obrolan dengan Kamala juga Ahmad untuk meminta doa untuk mereka."Jadi?" cicit Hana, tak berani melihat paras suaminya yang hampir menempeli pipi."Honeymoon dimulai," bisik Kayshan sukses membuat istrinya merona. Secepat kilat dia membubuhkan kecupan di pipi Farhana. "Ayo!" Blush! Hana diam menunduk malu.Jemarinya ditarik pelan oleh Kay. Saat Murni hendak memberikan sesuatu pada sang nyonya, Kayshan menampiknya. Pandangan sang CEO menajam untuk si asisten. Dia tahu Murni bekerja pada siapa. Selama ini Kay diam karena sedang mengumpulkan bukti.Tapi, kali ini dia tidak akan membiarkan orang itu bertindak seenaknya pada Hana. Kay berniat