"Hai, Kiandra!" ujar seseorang menghampiri Kiandra. Saat ini dia sedang menghadiri reuni sekolahnya. Teman-teman sudah berkumpul di sana, tapi Alsen sempat pamit padanya untuk ke toilet sehingga Kiandra tiba terlebih dahulu di sana. "Udah hamil saja, anak keberapa ini?" tanya teman sekolahnya itu."Nggak ada ujan, nggak ada badai, udah nikah aja sama pangeran Kamu, tapi nggak ngundang Kita-Kita?!" timpal temannya yang lain. "Tapi nggak masalah sih, asal acara syukuran calon bayi Kamu, nanti Kita-Kita diundang. Setuju nggak teman-teman?!" ujar temannya itu membuat kehebohan. Kiandra tak keberatan dengan permintaan itu, dan malah senang sekali. Sampai kemudian sosok Vela tiba di sana dan dia tak sendirian melainkan dengan Vano mantan kekasih Kiandra. Sambil mengerutkan dahi, Kiandra pun menatap heran sahabatnya itu dan Vela segera merasa bersalah. "Ini nggak seperti yang Kamu pikirkan Ki!" ujar Vela dengan cepat menghampiri Kiandra dan menjelaskan. Sementara Vano tampak mengepalkan
Shifa ternyata harus tinggal di jalanan setelah kejadian di rumah sakit. Namun, bukan hanya itu. Wanita itu juga terlihat tidak waras, dan bahkan mengenakan pakaian yang compang-camping. Wanita itu berkeliaran di sekitar jalanan berbaur dengan golongan orang yang sama sepertinya."Wanita gila, Aku akan membunuhmu!" ujar Shifa melihat penampakan Alsen dan Kiandra turun dari mobil.Keduanya sedang singgah di depan mini market, lalu terlihat memasuki mini market tersebut. Berjalan dengan Kiandra yang berada di depan dan Alsen dibelakangannya."Sayang, tunggu Aku!" ujar Alsen dengan sedikit berteriak. "Jangan berjalan secepat itu atau Kamu memang sengaja menghindari Aku?!"Kiandra hanya mendesah kasar tanpa memperdulikan ucapan suaminya. Alsen memang berlebihan, apalagi sekarang dia juga sudah tak sungkan memanggil Kiandra dengan panggilan mesra. "Kiandra, kenapa sulit mendengarkan suamimu sendiri?!"Sementara itu, Shifa yang sudah gila tak bisa berpikir dengan baik lagi. Dalam kepalanya
"Kamu kemana saja sih?!" omel Vano saat melihat Vela. Mereka habis pergi bersama ke acara reunian, tapi saat pulang wanita itu malah menghilang, dan barulah ketemu setelah enam jam berlalu.Setelah Vano lelah mencarinya, dan ternyata Vela justru tidak pergi kemanapun selain ke apartemen Vela. Vano memang suka ke tempat itu dan bahkan apartemen tersebut sudah merangkap menjadi tempat tinggal pribadinya, sejak tahu Vela hamil anaknya. Pria itu memaksakan diri dan juga memaksa Vela menuruti maunya. "Aku tidak pergi kemanapun, Aku langsung pulang dan Kamu lihat Aku baik-baik saja," jelas Vela dengan datar. Meski sebenarnya dia geram dengan sosok dihadapannya. Dia sudah mendengar ucapan Vano pada Kiandra, dan sakit hati meskipun tidak ada hubungan perasaan diantara mereka. "Kenapa tidak memberitahu?" tanya Vano kesal. Vela membuang nafasnya kasar. "Kenapa harus memberitahu, Aku siapa untukmu?" balas Vela dengan ketus. "Apa Kamu bilang?!" geram Vano menatap Vela dengan tajam. "Apa? Ay
"Kenapa harus pulang sih? Kamu kan masih sakit, Mas. Dokter juga belum ngebolehin," ujar Kiandra rewel. Wanita itu masih mencemaskan suaminya meski sudah sadar dan tidak mengalami luka yang mengkhawatirkan."Kiandra, Aku baik-baik saja," jelas Alsen bersikeras. Meskipun sakit dia tidak tahan berlama-lama di rumah sakit. Selain karena bosan, di tidak bisa bekerja dan juga bebas memonopoli istrinya.Sebentar-sebentar dokter dan perawat datang untuk mengecek kondisinya, sebentar-sebentar ada yang datang untuk menjenguknya. Alsen kesal dengan hal itu, apalagi bagian Vano sepupunya. Menjenguk? Apanya yang menjenguk, Alsen tidak bodoh sampai tak mengerti maksudnya. Dia datang bukan untuk menjenguk, tapi kesempatan untuk melihat Kiandra dan mendekatinya."Kalau nanti, Mas kenapa-napa bagaimana?" tanya Kiandra dengan wajah kesal yang bercampur cemas."Aku sudah sehat, Sayang! Lagian cuma dilempar batu," jelas Alsen memaksakan diri padahal berdiri saja masih sempoyongan."Kiandra benar, Kamu h
"Ternyata Kamu di sini, Lan?" ujar Melvin yang sepertinya habis mencari Lana. Dia melihat wanita itu pucat dan menjadi cemas. "Ada apa denganmu, kenapa terlihat lemas, Kamu belum makan, Lan?"Wanita itu menggelengkan kepalanya dan segera mengatur raut wajahnya supaya terlihat normal. "Saya cuma haus, Tuan," jawabnya dengan tidak salah.Lana memang haus, meski bukan itu bukan penyebab utama dia menjadi sangat pucat. Wanita itu masih syok dengan sosok di masa lalunya dan hal itu tidak baik. Ada masalalu kelam di sana, dan Lana sudah mencoba untuk melupakan segalanya. Namun mungkin yang wanita takutkan itu bisa terjadi, lantaran bertemu dengan sosok yang paling dihindarinya."Baiklah, setelah ini tolong buatkan minuman untuk tamunya, Tuan Alsen, dan bawa ke depan," jelas Melvin memberitahu maksudnya menemui Lana."Ada lagi, Tuan?" tanya Lana memastikan."Tentu saja. Jangan lupa minuman khusus untukku yang di buat dengan segenap cintamu!" jelas Melvin tak lupa untuk menggodanya.Lana meng
"Kamu kemana saja sih, Dek?" tanya Lana khawatir pada adiknya. Saat ini mereka sedang berbicara di telepon. "Nyonya Kiandra cariin Kamu sejak tadi, katanya ada yang ingin dibicarakan.""Vela nggak kemana-mana kok, Kak. Cuma agak capek aja. kerjaan Lana menumpuk hari ini," bohong Vela. Wanita itu tak berani memberitahu hal yang sebenarnya pada kakaknya. Dia takut mengecewakan Lana, apalagi setelah perjuangan yang Lana lakukan. Mana mungkin dia sampai hati memberitahu soal kehamilan dan pernikahan dadakan yang terpaksa."Terus kenapa telepon nyonya Kiandra dan Kakak, tidak Kamu jawab?" tuntut Lana meminta penjelasan.Namun Vela juga tidak hilang akal, Dia segera mengelabuhi saudaranya itu dan berbohong lagi. "Anu, Kakak sama Kiandra beneran menelepon Aku? Kok, Aku tidak tau ya, padahal ponselku selalu sama Aku, harusnya ada nada deringnya sih, Kak ... hm, sebentar Aku cek ponselnya dulu," ujar Vela dengan gampangnya menipu Lana. "Oh, ternyata memang banyak panggilan masuk dan tidak Ak
"Ingat ini. Meskipun Aku menyentuhmu, Aku tidak akan pernah menganggapmu istriku. Pernikahan ini cuma demi status calon anakku, dan Aku melakukannya bukan karena perasaan, tapi Aku pria dan mempunyai kebutuhan!" ujar Vano saat dia menemukan Vela di dapur dan sedang menyiapkan sarapan. Pria itu masih belum selesai, karena setelah memberi wewenang, dia masih seenaknya menyantap makanan yang Vela siapkan, bahkan sebelum empunya selesai. "Apa? Kau keberatan Aku memakan ini?" tanya Vano, tapi Vela bahkan masih tidak bersuara sama sekali. "Ini rumahku dan apapun yang ada di sini adalah milikku!"Vela tidak menjawab, melainkan mendesah kasar dan sedikit melakukan gelengan kepala karena tak habis pikir dengan pria yang sudah menikahinya."Kamu masak sarapan, Vel?" tanya Herman yang baru datang dan Vela segera mengangguk membenarkannya. "Kenapa repot-repot melakukannya, di sini ada pembantu dan mereka bisa melakukan untuk Kita.""Tidak masalah, Om. Aku terbiasa melakukannya sendiri dan sepert
"Kamu kemana saja dua hari ini, Vel? Kau tahu bukan pekerjaan Kita sedang padat," ujar Melvin terlihat tak bersahabat. Mungkin saja hal itu pengaruh dari apa yang dia ucapkan. "Maaf, Pak. Saya tidak enak badan terus dua hari ini," jelas Vela merasa bersalah. Dia tidak marah dengan ucapan Melvin yang sedikit meninggi, sebab dia tahu betapa repotnya laki-laki itu. Sebagai asisten pribadi CEO perusahaan tempat mereka bekerja, Melvin memang sedang sibuk-sibuknya, apalagi setelah limpahan pekerjaan dari Alsen. Karena Kiandra membutuhkan suaminya, Melvin harus bekerja ekstra. Andai saja dia tidak mengusulkan Vela menjadi sekretarisnya, mungkin saja dia sudah gila saat ini. "Baiklah, Aku mengerti. Jaga kesehatanmu Vela, Kamu tahu sendiri bagaimana Kita diperlukan saat ini, dan tolong jangan seperti yang kemarin-kemarin lagi. Menghilang tanpa kabar," ujar Melvin mengingatkan. Vela hanya mengangguk paham dan tak protes sama sekali.Siangnya mereka melakukan pertemuan bisnis dengan klien bes