"Kamu kemana saja sih, Dek?" tanya Lana khawatir pada adiknya. Saat ini mereka sedang berbicara di telepon. "Nyonya Kiandra cariin Kamu sejak tadi, katanya ada yang ingin dibicarakan.""Vela nggak kemana-mana kok, Kak. Cuma agak capek aja. kerjaan Lana menumpuk hari ini," bohong Vela. Wanita itu tak berani memberitahu hal yang sebenarnya pada kakaknya. Dia takut mengecewakan Lana, apalagi setelah perjuangan yang Lana lakukan. Mana mungkin dia sampai hati memberitahu soal kehamilan dan pernikahan dadakan yang terpaksa."Terus kenapa telepon nyonya Kiandra dan Kakak, tidak Kamu jawab?" tuntut Lana meminta penjelasan.Namun Vela juga tidak hilang akal, Dia segera mengelabuhi saudaranya itu dan berbohong lagi. "Anu, Kakak sama Kiandra beneran menelepon Aku? Kok, Aku tidak tau ya, padahal ponselku selalu sama Aku, harusnya ada nada deringnya sih, Kak ... hm, sebentar Aku cek ponselnya dulu," ujar Vela dengan gampangnya menipu Lana. "Oh, ternyata memang banyak panggilan masuk dan tidak Ak
"Ingat ini. Meskipun Aku menyentuhmu, Aku tidak akan pernah menganggapmu istriku. Pernikahan ini cuma demi status calon anakku, dan Aku melakukannya bukan karena perasaan, tapi Aku pria dan mempunyai kebutuhan!" ujar Vano saat dia menemukan Vela di dapur dan sedang menyiapkan sarapan. Pria itu masih belum selesai, karena setelah memberi wewenang, dia masih seenaknya menyantap makanan yang Vela siapkan, bahkan sebelum empunya selesai. "Apa? Kau keberatan Aku memakan ini?" tanya Vano, tapi Vela bahkan masih tidak bersuara sama sekali. "Ini rumahku dan apapun yang ada di sini adalah milikku!"Vela tidak menjawab, melainkan mendesah kasar dan sedikit melakukan gelengan kepala karena tak habis pikir dengan pria yang sudah menikahinya."Kamu masak sarapan, Vel?" tanya Herman yang baru datang dan Vela segera mengangguk membenarkannya. "Kenapa repot-repot melakukannya, di sini ada pembantu dan mereka bisa melakukan untuk Kita.""Tidak masalah, Om. Aku terbiasa melakukannya sendiri dan sepert
"Kamu kemana saja dua hari ini, Vel? Kau tahu bukan pekerjaan Kita sedang padat," ujar Melvin terlihat tak bersahabat. Mungkin saja hal itu pengaruh dari apa yang dia ucapkan. "Maaf, Pak. Saya tidak enak badan terus dua hari ini," jelas Vela merasa bersalah. Dia tidak marah dengan ucapan Melvin yang sedikit meninggi, sebab dia tahu betapa repotnya laki-laki itu. Sebagai asisten pribadi CEO perusahaan tempat mereka bekerja, Melvin memang sedang sibuk-sibuknya, apalagi setelah limpahan pekerjaan dari Alsen. Karena Kiandra membutuhkan suaminya, Melvin harus bekerja ekstra. Andai saja dia tidak mengusulkan Vela menjadi sekretarisnya, mungkin saja dia sudah gila saat ini. "Baiklah, Aku mengerti. Jaga kesehatanmu Vela, Kamu tahu sendiri bagaimana Kita diperlukan saat ini, dan tolong jangan seperti yang kemarin-kemarin lagi. Menghilang tanpa kabar," ujar Melvin mengingatkan. Vela hanya mengangguk paham dan tak protes sama sekali.Siangnya mereka melakukan pertemuan bisnis dengan klien bes
"Mas Lingga, Kumohon ... tolong Aku, hiks-hiks! Aku benar-benar tidak tahu harus kemana lagi. Aku tahu kalian benci Aku, dan tidak bisa memaafkan kesalahan fatal yang sudah Aku lakukan, tapi Aku mohon pertemukan Aku dengan putriku!" ujar Belinda sambil berlutut di kaki ayahnya Alsen."Berdirilah Belinda, jangan membuatku malu!" tegas Lingga geram, pasalnya mereka sedang ada di tempat umum. Tepatnya Belinda yang tiba-tiba datang dan langsung berlutut di kakinya dan memohon. "Tidak ada yang melarangmu bertemu anakmu. Termasuk Hendra, Aku tahu adikku juga tidak sudi melakukan hal konyol itu!""Tapi kenyataannya seperti itu, Mas. Hiks-hiks ... di depan kalian mas Hendra memang terlihat biasa saja, tapi saat dibelakang dia yang tidak bisa memaafkan Aku sengaja melakukan hal itu, Mas. Untuk menyiksaku dan membuatku menderita, dengan menjauhkan Aku dengan putriku," jelas Belinda berbohong dengan sengaja untuk menarik simpati Lingga. Sayangnya hal itu sepertinya tidak berhasil. "Jadi Kau pik
"Kiandra Kamu masih marah sama Aku?" tanya Alsen hendak membujuk, tapi malah membawa kotak obatnya untuk mengganti perban di kepalanya. "Marah kenapa? Lagian Aku nggak berhak, Mas. Lakukan saja kegilaanmu bersama sahabatmu, tapi jangan sampai orang tua kita tahu. Mau ditaruh di mana wajah mereka?!" geram Kiandra yang masih salah paham dan kali ini dia bukan hanya marah, tapi juga jijik dengan suaminya. Saat Alsen menyentuhnya, wanita itu dengan gesit langsung menghindar. Membuat Alsen menjadi heran, karena meskipun masih suka jaga jarak, tapi istrinya tidak pernah sampai segitunya. "Kamu kenapa sih, kok bicaranya aneh sekali?""Apanya yang kenapa, memang Kamu mau Aku bagaimana, Mas?!" jawab Kiandra dengan sarkas. Alsen membuang nafasnya kasar. "Yasudahlah, lupain masalah itu. Sekarang bantu Aku mengganti perbannya," ujar Alsen dan kali ini Kiandra tidak bisa menolak. Dengan terpaksa dan menahan berbagai perasaan yang menyelimutinya, Kiandra menerima kotak obat tersebut. Dia mulai
"Kamu makan yang mana dulu, Ki?" tanya Alsen memperhatikan istrinya. Namun, Kiandra malah geleng kepala dan malah mengambil makanannya sendiri, tapi tak hanya itu dia juga mengambil untuk suaminya. "Aku bisa sendiri, dan lagipula harusnya Aku yang melakukan itu untuk Kamu, Mas."Alsen tersenyum senang, entah mengapa hal kecil seperti itu membuatnya merasa aneh. Padahal sebelum mereka bertengkar, Kiandra sering melakukan hal itu dan Alsen biasa saja. "Bagaimana denganku, apa Aku harus mengambil makananku sendiri?" ceplos Adam yang ternyata ikut makan malam bersama mereka di meja makan. Kiandra bingung harus melakukan apa, tapi kemudian Alsen malah dengan sigap mengisi piring makanan Adam dengan sesukanya. "Makan itu dan habiskan!" ujar Alsen dengan kesal lantaran merasa terganggu karena Adam mengganggu keromantisannya dengan Kiandra. "Terima kasih, Dude. Kau memang yang terbaik!" ujar Adam sambil tersenyum pada Alsen. Kiandra yang melihat hal itu kembali berpikir buruk dan jadi ke
"Berikan perawatan terbaik untuk putriku, Aku mau dia pulih dan tidak gila lagi!" ujar Belinda dihadapan Lingga. Saat ini perempuan itu mengunjunginya di perusahaan dan memaksanya menurutinya kembali. Lingga mengepalkan tangannya tak terima, tapi dia juga tak berdaya karena foto itu. Hingga pria itu cuma bisa protes dan mengingatkan saja. "Itu tidak ada dalam perjanjian Kita. Bukankah Kau mau uang dan Aku bahkan sudah memberikannya!""Apanya yang tidak ada, jangan pura-pura lupa Mas Lingga, tapi jika Kau beneran lupa Aku juga tidak perduli. Aku tetap mau anakku Shifa lepas dari gangguan jiwanya dan juga bisa menikah dengan Alsen secepatnya!"Lingga terdiam sesaat untuk berpikir, tapi karena tak tahan dengan kehadiran wanita dihadapannya, pria itu akhirnya mengalah. "Baiklah, Aku bisa melakukannya. Sekarang pergilah, Aku muak dengan perempuan licik sepertimu!""Tidak bisa, sebelum Kau transfer lagi. Aku butuh tujuh ratu juta!" ujar Belinda dengan
Bugh!Adam menutup pintu kulkas yang hampir terbuka dengan cepat. Mengungkung Lana di sana dan menatapnya dengan tajam, sayangnya perempuan yang coba diintimidasi olehnya tidak semudah itu terprovokasi."Masih belum menyerah dan ingin menjebloskan Aku ke penjara?!" tantang Lana sambil menyeringai. Tak terlihat wajah ketakutan sama sekali, walaupun sebenarnya dia tak seberani itu. Lana hanya tak mau lemah dan dipermainkan oleh Adam. "Lakukan saja itu, Tuan Adam. Anda pikir itu hal terburuk yang Saya takuti?!" Lana mendorong Adam mundur dan menciptakan jarak di antara mereka. "Dengar baik-baik hal ini, lebih baik kehilangan kebebasan, daripada kehilangan kehormatan!""Sialan! Apa Kau benar-benar sudah lupa kenangan Kita, apa tidak sedikitpun Kau pernah menggunakan hatimu saat Kita bersama?!" tanya Adam penuh tuntutan. Dia sudah cukup stress karena hasil visum yang dimiliki olehnya berakhir dengan percuma. Lana bukan perempuan yang sama dengan perempuan lima tahun lalu. Dia tidak semud