"Berikan perawatan terbaik untuk putriku, Aku mau dia pulih dan tidak gila lagi!" ujar Belinda dihadapan Lingga. Saat ini perempuan itu mengunjunginya di perusahaan dan memaksanya menurutinya kembali. Lingga mengepalkan tangannya tak terima, tapi dia juga tak berdaya karena foto itu. Hingga pria itu cuma bisa protes dan mengingatkan saja. "Itu tidak ada dalam perjanjian Kita. Bukankah Kau mau uang dan Aku bahkan sudah memberikannya!""Apanya yang tidak ada, jangan pura-pura lupa Mas Lingga, tapi jika Kau beneran lupa Aku juga tidak perduli. Aku tetap mau anakku Shifa lepas dari gangguan jiwanya dan juga bisa menikah dengan Alsen secepatnya!"Lingga terdiam sesaat untuk berpikir, tapi karena tak tahan dengan kehadiran wanita dihadapannya, pria itu akhirnya mengalah. "Baiklah, Aku bisa melakukannya. Sekarang pergilah, Aku muak dengan perempuan licik sepertimu!""Tidak bisa, sebelum Kau transfer lagi. Aku butuh tujuh ratu juta!" ujar Belinda dengan
Bugh!Adam menutup pintu kulkas yang hampir terbuka dengan cepat. Mengungkung Lana di sana dan menatapnya dengan tajam, sayangnya perempuan yang coba diintimidasi olehnya tidak semudah itu terprovokasi."Masih belum menyerah dan ingin menjebloskan Aku ke penjara?!" tantang Lana sambil menyeringai. Tak terlihat wajah ketakutan sama sekali, walaupun sebenarnya dia tak seberani itu. Lana hanya tak mau lemah dan dipermainkan oleh Adam. "Lakukan saja itu, Tuan Adam. Anda pikir itu hal terburuk yang Saya takuti?!" Lana mendorong Adam mundur dan menciptakan jarak di antara mereka. "Dengar baik-baik hal ini, lebih baik kehilangan kebebasan, daripada kehilangan kehormatan!""Sialan! Apa Kau benar-benar sudah lupa kenangan Kita, apa tidak sedikitpun Kau pernah menggunakan hatimu saat Kita bersama?!" tanya Adam penuh tuntutan. Dia sudah cukup stress karena hasil visum yang dimiliki olehnya berakhir dengan percuma. Lana bukan perempuan yang sama dengan perempuan lima tahun lalu. Dia tidak semud
"Kamu ngomong apa sih, Ki?" tanya Alsen tak habis pikir. Dia mendorong Adam menjauh kemudian menghampiri istrinya dengan cepat. "Bercandanya nggak lucu, udah ah, nggak usah ngaco. Balik kamar sana, biar Aku bawakan buahnya dan juga susu hangat buat Kamu," lanjut Alsen berpikir Kiandra hanya asal ceplos dan tak serius dengan ucapannya. Namun istrinya itu malah geleng kepala dan menepis tangan Alsen yang akan akan menyentuhnya. "Nggak, Aku nggak mau ninggalin Kalian berdua di sini. Kalian udah gila, jeruk makan jeruk. Kalau sampai perselingkuhan Kalian beneran, Aku bukan hanya kecewa, tapi juga malu luar biasa!"Kiandra beralih menatap Adam yang menurutnya laki-laki jadi-jadian yang berusaha menggoda suaminya, dan wanita itupun menatapnya tajam. "Mau ditaruh di mana muka Aku, kalah sama banci kayak dia!""Apa?!" syok Adam tak percaya dengan ucapan istri sahabatnya itu. "Kalau bicara minimal dipikir dulu! Enak saja Kamu bilang begitu, Aku bukan banci! Asal Kamu tahu saja Aku bahkan suda
"Ssstt ... kemana perginya mas Alsen?" ujar Kiandra saat baru saja bangun dari tidurnya. Wanita itu menguap lalu menatap sekitarnya dan menyadari kalau dirinya sudah kesiangan. "Mas Alsen sudah berangkat kerja, kenapa tidak membangunkan Aku?"Wanita itu buru-buru bangkit dan bersiap, namun saat mengenakan pakaian, Kiandra tiba-tiba terdiam. Menatap pantulan dirinya di kaca dan mendesah kasar. "Kok cepat bangat udah sebesar ini?" ujar Kiandra tersadar dengan ukuran perutnya yang tak biasa dan sedikit syok dengan hal itu. Kembali mendesah kasar, Kiandra yang masih memakai kimono handuk langsung membuang pakaian yang akan dipakainya ke atas tempat tidur. Ternyata pakaian itu sudah tidak muat. "Gimana mau nyusul mas Alsen kalo gini?"Untuk sesaat Kiandra cuma bisa diam dan duduk di atas tempat tidur. Wanita itu sedikit stress karena merasa semua pakaiannya sepertinya sama dengan yang barusan dilemparnya. "Nggak, Aku nggak boleh pasrah begini. Bisa saja semalaman cuma siasat mas Alsen s
"Berani sekali menyiramku dengan air, apa maksudmu melakukan itu?!" bentak Vano seperginya Veronica."Hah?! Kamu masih bisa ngomong begitu setelah mengurungku di kamar?!" sarkas Vela sambil kemudian melipat tangannya di depan dada."Aku melakukannya demi kebaikanmu. Supaya Kau tidak kabur da berbuat aneh-aneh di luar sana!" geram Vano mengungkapkan maksudnya."Kebaikan apanya? Kebaikan supaya Aku tidak bebas melihatmu berselingkuh?!" sarkas Vela dengan tajam. "Heii, tidak usah khawatir, Aku tidak perduli dengan perselingkuhanmu. Lakukan saja semaumu, dimanapun, jangan cuma di rumah ini, sekalian aja di kamar, tapi sebelum itu ceraikan Aku. Aku tidak sudi mempunyai suami gigol*!!""Apa maksudmu?" geram Vano langsung menarik Vela dan mencengkram rahangnya."Tidak usah sok lugu begitu, Pak Vano. Anda tahu sendiri apa artinya gi*olo. Pelac*r laki-laki ... huhhh, celup sana-sini bukankah itu itu namanya?" jawab Vela membuat Vano murka."Kau memang wanita paling gila yang pernah Aku temui!"
"Kamu cobain yang ini dulu, Yang ... kayaknya cocok sama Kamu," ujar Alsen membuat Kiandra bukannya menurut malah menjadi bengong. Menyadari hal itu, Alsen sedikit mengelus pipinya kemudian mengusap bahunya. "Kiandra!""Ah, iya. Baik, Mas," jawab Kiandra, tapi bukannya mengambil pakaian yang Alsen pilihkan, wanita itu justru lanjut memilih. Membuat Alsen mengerutkan dahi. "Kamu nggak mau coba dulu yang ini?" ujar Alsen sekali lagi, dan akhirnya membuat Kiandra mengambil pilihan suaminya. "Kamu mikirin apa sih, sampai tidak fokus begitu?" tanya Alsen penasaran. "Mikirin Kamu," jawab Kiandra jujur karena dia tahu Alsen pasti tidak akan percaya. "Yang benar, Ki ....""Udah bener banget itu, Mas. Aneh aja Kamu suka panggil Aku 'sayang' kayak benaran sayang aja?!" ceplos Kiandra apa adanya. Alsen langsung mengusap tengkuknya, kemudian menarik kembali Kiandra yang hampir masuk ke ruang ganti, tapi sekarang kembali berdiri tepat dihadapan suaminya. "Aku memang sayang sama Kamu, dan Aku
"Apa yang terjadi Vela, kenapa Vano sampai harus masuk rumah sakit?" tanya Herman dengan khawatir. Ternyata setelah cukup lama bertahan, Vano kehilangan kesadarannya. Mau tak mau Vela yang panik dan tanpa berpikir dua kali membawa suaminya ke rumah sakit. Barulah setelahnya Vela mengabari mertuanya. "Mas Vano habis jatuh, Dad ...."Hendra langsung menatap menatap menantunya dengan serius. "Jatuh dari mana Vel? Kamu bicara jangan sepotong-sepotong."Vela menghela nafasnya dengan berat, dia tak ingin berbohong, tapi bagaimana caranya jujur, Vela sendiri takut diomeli oleh ayah mertuanya, sebab bagaimana pun juga Vano jatuh itu karena ingin mengejarnya. "Jawab Vela, kenapa Kamu malah diam saja?!" tuntut Hendra dengan penasaran, tapi selain itu dia juga sangat khawatir.Dokter masih belum selesai menangani Vano, dan melihat wajah Vela, hal itu membuat Hendra sangat gelisah. "An--anu Dad ...." Vela pun menceritakan segalanya, dan tak ada yang ditutupi. Meskipun dia takut, tapi dia suda
Beberapa hari kemudian, Adam akhirnya pindah dari rumah mereka, dan hal itu tentu saja hal itu membahagiakan Kiandra. Beban pikirannya sedikit berkurang dan membuatnya lega."Akhirnya bedebah berkedok sahabatmu itu pergi! Bisa juga bernafas dan menghirup udara segar. Huhh, lega banget tahu nggak, Mas. Kayak beban hidup udah keangkat," ungkap Kiandra sambil menatap berlalunya mobil yang Adam kendarai dari pandangannya. Alsen geleng-geleng kepala, tersenyum geli mendengar ucapan istrinya. "Ada-ada aja Kamu, Yang ... udah, yuk Kita masuk!"Alsen merangkul Kiandra dan membawanya ke dalam rumah. Keduanya kemudian bersantai di ruang keluarga yang masih terasa sepi karena hanya mereka berdua yang ada di dalam ruangan itu. "Kamu tahu Ki, Aku sudah tidak sabar menantikan kehadiran anak kem--""Tapi kenapa mbak Lana ikut sama Adam teman Kamu itu Mas. Aneh banget. Baru beberapa hari tinggal di rumah ini, masa iya mereka udah saling suka dan udah mau nikah saja? Mana mau dijadikan istri kedua,