Setelah beberapa hari di rawat, akhirnya Kiandra bisa pulang dan Alsen mempersiapkan segalanya untuknya. Tak ada yang luput dari perhatian pria itu, semua hal yang berhubungan dengan kehamilan istrinya sudah diselesaikannya. Mulai dari merombak kamar supaya lebih nyaman, makanan, dan bahkan pakaian untuk Kiandra. "Aku harap Kamu suka dengan semua ini Kiandra," ujar Alsen sambil tersenyum hangat dan menyentuh puncak kepala Kiandra. Wanita itu langsung mendesis, dan dengan malas melihat sekitarnya, tapi Alsen tak sakit hati. Selama Kiandra masuk rumah sakit, Dia juga sudah belajar menerima sikap Kiandra yang begitu, karena berpikir itu adalah dampak dari kehamilannya. "Kamu tidak perlu repot-repot, Mas. Ngapain bersikap baik dan perhatian, itu cuma akan membuang waktumu!" ketus Kiandra seenaknya. "Ini tidak perlu repot dan oh, ya ... Aku punya sesuatu untukmu. Tunggu di sini," ungkap Alsen langsung beranjak setelah mengatakannya. Pria itu pergi dan setelah beberapa menit kembali den
"Mom mau kemana sih, kok beres-beres pakaian segala?" tanya Shifa dengan serius. Beberapa waktu lalu, gadis itu memang berhasil menghalau ibunya untuk tidak tinggal di rumah Alsen. Dia membawanya ke hotel, tapi karena uangnya yang tidak seberapa dan juga tidak mempunyai pekerjaan, jadi Shifa hanya menyewakan kamar hotel yang tidak mewah untuk beberapa malam. "Mommy udah nggak tahan tinggal di sini, Mommy pindah!" jelas ibunya dengan tegas. Shifa segera mengerutkan dahi dan menatap ibunya dengan serius. "Mau kemana Mom, tempatnya cuma ini?!""Ke rumah Alsen memangnya kemana lagi? Aku bosan hidup miskin seperti ini!" ungkap ibunya dengan wajah yang sangat keberatan. "Mommy nggak usah ngaco, dan berbuat yang aneh-aneh. Aku nggak mau diusir dari sana atau membuat Kak Alsen marah," jelas Shifa memperingatkan. "Kamu hidup enak di sana, sementara Aku harus menderita di sini. Apakah seperti itu sikapmu pada wanita yang sudah melahirkanmu?""Mom, ayolah ... mengerti Aku. Setidaknya bertah
"Kamu mau marah sama Aku, mau ngancam dan menghukum Aku lagi karena perempuan itu, Mas?!" tanya Kiandra sengit dan jauh lebih galak dari suaminya. Tidak ada rasa takut yang Dia miliki saat ini, apalagi setelah mendengar suara suaminya yang memanggil namanya dengan lumayan keras. Perasaan sakit hati membuatnya seberani itu untuk melawan dan menuntut Alsen tanpa kenal takut, atau bahkan lupa dengan tubuhnya yang masih belum pulih. "Hiks-hiks ... Kakak Ipar, Mommy-ku belum sembuh Kak. Dia baru saja dirawat di rumah sakit, tapi kenapa Kamu malah sampai hati membuatnya begini. Di mana belas kasihanmu padanya? Kakak kenapa Kamu sangat kejam," ujar Shifa yang dengan lihainya membuat keadaan seolah Dia dan Ibunya yang paling tersakiti. Sementara itu, Alsen tak menatap Kiandra sama sekali. Entah apa Alasannya Dia malah menatap Lana dengan tajam sampai membuat kepala asisten rumah tangganya itu menjadi sedikit gemetar ketakutan. Namun hal itu ternyata m
"Aku sudah bilang sama, Mom. Kenapa nggak mau mendengarkan Aku?" geram Shifa sambil menatap ibunya geram. "Sekarang Kita diusir, tinggal dan mau punya uang darimana?!""Cih, ini salahmu. Tidak pernah becus melakukan apapun. Sudah beberapa hari tinggal dengan Alsen tapi Kau sama sekali tidak bisa membuatnya tertarik. Anak bodoh!" ujar Ibunya mengumpat. Shifa menghela nafasnya kasar. Tak ada yang bisa mereka lakukan sekarang selain bertengkar dijalanan. "Aku juga sudah mengusahakannya Mom, tapi Kak Alsen itu bukan orang yang mudah berpaling apalagi setelah tahu anak dalam kandungan jalan* itu miliknya. Dia seperti berubah seratus delapan puluh derajat dan sudah tak memperdulikanku. Dia bahkan sudah mengancamku sebelum ini, tapi Mom Kau juga sudah merusak segalanya!""Lalu sekarang bagaimana? Kita mau kemana setelah ini?" tanya Ibunya dengan serius. "Ke hotel burik itu lagi?"Shifa menghela nafasnya kasar teringat uang terakhir milik Alsen hampir terpakai semuanya. "Aku nggak punya uang
Alsen tersenyum puas, melihat piring makanan Kiandra sudah kosong. Dia senang akhirnya istrinya kembali menerima pemberiannya. Sejak memberi perhitungan dengan melarangnya makan, dan juga sejak memberi Shifa uang, Kiandra tidak mau menyentuh pemberiannya. Wanita itu lebih memilih gofood dan itu membuat Alsen sedikit tertekan. "Aku bawakan rujak untuk Kamu, senang tidak?" ujar Alsen perhatian. Lana yang berada di sana segera mundur dan keluar dengan pengertian. Sementara itu, Alsen langsung menaruh nampan makanan di atas nakas, dan meraih susunya untuk langsung diserahkan pada Kiandra. "Minumlah ... ini bagus untuk Kamu dan calon bayi Kamu," jelas Alsen dan Kiandra menurut tanpa menolak, meski wajahnya sama sekali tak bersahabat. "Berikan nomor rekeningmu," ujar Kiandra dengan tiba-tiba setelah wanita itu menghabiskan susunya. Alsen mengerutkan dahi, berusaha menebak-nebak maksud Kiandra memintanya. Namun kemudian Alsen tetap memberikannya. Bahkan menunjukkan aplikasi M Banking mi
"Mommy nggak mau tahu, Kamu harus mendapatkan uang apapun caranya. Aku nggak tahan hidup miskin seperti ini terus!" ujar Ibunya Shifa yang bernama Belinda. Dia menatap jengah pada kontrakan tidak seberapa besarnya dan paling parah juga tidak bisa ditoleransi oleh wanita itu adalah kehadiran kipas angin yang menggantikan AC. "Shifa bingung Mom, memangnya Shifa harus kerja apa?" jelas Shifa dengan seadanya. "Dasar bodoh, ini kenapa dulu Aku sangat tidak setuju Kamu mendekam di negara ini terus. Otakmu tidak pernah Kamu gunakan! Satu-satunya yang bisa Kamu lakukan cuma menghabiskan uang suamiku!" geram Belinda dengan marah. Wanita paruh baya itu memegang jidatnya lantaran frustasi. Mengusap wajahnya kasar dan berpikir keras. "Gimana dong, Mom. Shifa harus kerja apa supaya Kita bisa hidup di tempat yang lebih layak. Di sini panas dan Shifa nggak tahan, tapi ini juga salah Mommy. Sudah Aku ingatkan jangan ke rumah Mas Alsen, tapi Mommy terus aja kekeh ke sana. Gini nih jadinya, Kita di
"Onty!" teriak bocah berlari menghampiri Kiandra. Anak itu terlihat gembira dan bersemangat menghampirinya. Melihat itu reflek Kiandra pun menunduk dan mengulurkan tangannya menyambut bocah tersebut. Begitu sampai bocah itu melompat ke dalam pelukan Kiandra, mengecup kedua pipinya bergantian dan memperlihatkan giginya. "Kenapa baru sekarang temuin Raka? Apa om jahat ndak ngebolehin Onty?" cerocos bocah itu dengan cepat dan cerewet. Membuat Kiandra mengerutkan dahi dan berusaha memahami maksudnya. "Om Jahat? Maksud Kamu suami Aunty?" tanya Kiandra sembari mengerutkan dahi, dan Raka mengangguk membenarkannya. Sementara itu Kiandra tak cuma memikirkan itu, kepala celingak-celinguk mencari keponakannya yang satunya lagi. Dia Ares, tapi bukan anak kandung Lia dan Devan. Memang anak angkat, tapi diperlakukan tak berbeda dengan Raka. Ceritanya panjang, namun apapun itu Ares sekarang adalah keluarganya juga. Ares anak yang baik, penurut dan juga manis dan ah ya, sekarang akhirnya anak itu
"Ch, wanita ini kapan bisa patuhnya?!" kesal Alsen sembari mencoba menghubungi Kiandra lewat ponselnya, tapi bukan cuma tidak dijawab sepertinya istrinya itu mematikan teleponnya. Alsen mendesah kasar kemudian menghubungi Lana untuk menanyakan keadaannya. "Apa Dia tak ada di kamarnya?" kaget Alsen setelah memerintah Lana mengecek Kiandra. Sebelumnya pria itu pikir Kiandra belanja online, tapi setelah mengetahui wanitanya tak di kamar, Alsen segera pusing memikirkan istrinya kabur. "Maaf Tuan Alsen, tapi nyonya juga tak ada dimanapun. Saya sudah mencarinya hampir ke seluruh ruangan," ujar Lana memberitahu. "Sial!! Apa yang sudah Kau lakukan Lana? Bagaimana istriku tak ada di rumah. Kondisinya baru pulih, dan Dia bahkan masih muntah-muntah dengan rutin setiap pagi. Dia sedang hamil, bagaimana bisa Kau kecolongan seperti ini, bagaimana kalau Kiandra kenapa-napa?!" semprot Alsen mengomel marah. Lana menundukkan kepalanya meski Alsen tak melihatnya, sebab mereka hanya bicara lewat tele