"Mommy nggak mau tahu, Kamu harus mendapatkan uang apapun caranya. Aku nggak tahan hidup miskin seperti ini terus!" ujar Ibunya Shifa yang bernama Belinda. Dia menatap jengah pada kontrakan tidak seberapa besarnya dan paling parah juga tidak bisa ditoleransi oleh wanita itu adalah kehadiran kipas angin yang menggantikan AC. "Shifa bingung Mom, memangnya Shifa harus kerja apa?" jelas Shifa dengan seadanya. "Dasar bodoh, ini kenapa dulu Aku sangat tidak setuju Kamu mendekam di negara ini terus. Otakmu tidak pernah Kamu gunakan! Satu-satunya yang bisa Kamu lakukan cuma menghabiskan uang suamiku!" geram Belinda dengan marah. Wanita paruh baya itu memegang jidatnya lantaran frustasi. Mengusap wajahnya kasar dan berpikir keras. "Gimana dong, Mom. Shifa harus kerja apa supaya Kita bisa hidup di tempat yang lebih layak. Di sini panas dan Shifa nggak tahan, tapi ini juga salah Mommy. Sudah Aku ingatkan jangan ke rumah Mas Alsen, tapi Mommy terus aja kekeh ke sana. Gini nih jadinya, Kita di
"Onty!" teriak bocah berlari menghampiri Kiandra. Anak itu terlihat gembira dan bersemangat menghampirinya. Melihat itu reflek Kiandra pun menunduk dan mengulurkan tangannya menyambut bocah tersebut. Begitu sampai bocah itu melompat ke dalam pelukan Kiandra, mengecup kedua pipinya bergantian dan memperlihatkan giginya. "Kenapa baru sekarang temuin Raka? Apa om jahat ndak ngebolehin Onty?" cerocos bocah itu dengan cepat dan cerewet. Membuat Kiandra mengerutkan dahi dan berusaha memahami maksudnya. "Om Jahat? Maksud Kamu suami Aunty?" tanya Kiandra sembari mengerutkan dahi, dan Raka mengangguk membenarkannya. Sementara itu Kiandra tak cuma memikirkan itu, kepala celingak-celinguk mencari keponakannya yang satunya lagi. Dia Ares, tapi bukan anak kandung Lia dan Devan. Memang anak angkat, tapi diperlakukan tak berbeda dengan Raka. Ceritanya panjang, namun apapun itu Ares sekarang adalah keluarganya juga. Ares anak yang baik, penurut dan juga manis dan ah ya, sekarang akhirnya anak itu
"Ch, wanita ini kapan bisa patuhnya?!" kesal Alsen sembari mencoba menghubungi Kiandra lewat ponselnya, tapi bukan cuma tidak dijawab sepertinya istrinya itu mematikan teleponnya. Alsen mendesah kasar kemudian menghubungi Lana untuk menanyakan keadaannya. "Apa Dia tak ada di kamarnya?" kaget Alsen setelah memerintah Lana mengecek Kiandra. Sebelumnya pria itu pikir Kiandra belanja online, tapi setelah mengetahui wanitanya tak di kamar, Alsen segera pusing memikirkan istrinya kabur. "Maaf Tuan Alsen, tapi nyonya juga tak ada dimanapun. Saya sudah mencarinya hampir ke seluruh ruangan," ujar Lana memberitahu. "Sial!! Apa yang sudah Kau lakukan Lana? Bagaimana istriku tak ada di rumah. Kondisinya baru pulih, dan Dia bahkan masih muntah-muntah dengan rutin setiap pagi. Dia sedang hamil, bagaimana bisa Kau kecolongan seperti ini, bagaimana kalau Kiandra kenapa-napa?!" semprot Alsen mengomel marah. Lana menundukkan kepalanya meski Alsen tak melihatnya, sebab mereka hanya bicara lewat tele
"Bawa anak-anak Kamu pulang!" ceplos Alsen dengan wajah kesalnya. "Nggak ada acara menginap atau ngancem membawa bini orang pergi. Kiandra kurang sehat, Dia hamil muda jadi mengertilah," lanjut Alsen memberitahu, membuat Lia dan Davin terkejut. "Berita sepenting ini kenapa baru memberitahu?" tuntut Lia seraya mendesah kasar. "Mama dan Papa pasti senang mendengar kabar ini," lanjutnya. Alsen yang tadinya terlihat marah, berbalik jadi kaku dan keliatan bingung. Davin mengerti sekarang, pria itu baru menikah dan ini anak pertama, jadi Alsen tidak cukup pengalaman. "Dia belum ngerti Sayang. Ini adalah kali pertamanya jadi Alsen pasti nggak tahu harus melakukan apa," ujar Davin pada istrinya. Beralih menatap Alsen, Davin pun melanjutkan, "kalau istrimu hamil, hal pertama yang harus Kamu lakukan adalah memberitahu keluarga besar orang tuamu dan orang tua istrimu. Mereka wajib tahu, karena mereka juga pasti sangat bahagia. Apalagi orang tuamu, ini cucu pertama bukan?" Alsen langsung menga
"Kak Alsen, Raka dan Ares titip semalam ya, please ... anak-anak beneran masih mau sama Onty-nya," ujar Lia memohon. Davin terlihat kesal dengan hal itu, tapi bagaimana lagi Dia paling tak bisa menolak permintaan Raka. Bukan memanjakan, hanya saja ada alasan yang cukup kuat dibalik itu. Davin sudah kehilangan beberapa momen dengan anak sulungnya itu, dan sekarang Dia hanya ingin menggantinya meski tidak mungkin. Alsen mendesah kasar, kemudian melirik Kiandra dengan serius. "Biarin mereka di sini aja, cuma sampai besok, Mas," timpal Kiandra, lalu Alsen menatap Lia berserta Davin. "Terserah saja. Dilarang juga percuma," jawabnya datar dan Lia langsung terlihat senang. Namun Kiandra malah sebaliknya. Berpikir suaminya setuju berkat kakaknya dan Dia segera cemburu. 'Ternyata Kamu masih suka sama kak Lia, Mas ...,' ujar Kiandra membatin sedih. "Holeh!! Raka boleh nginap!" ungkap Raka begitu bahagia. Jangan salah, anak itu memang beberapa kali masih kelihatan cadelnya, anehnya masih beg
Alsen mengapit erat pinggang Kiandra dengan posesif dan juga terang-terangan menunjukkan kepemilikannya. Sementara Kiandra gugup lantaran masih tidak menyangka kalau mantan kekasihnya ternyata bersaudara dengan suaminya. Apalagi Vano kelihatan enggan melepas pandangannya. "Maafkan Aku, Mas dan Mbak Hani. Aku tidak bermaksud menyembunyikan fakta ini dari Kalian selama bertahun-tahun. Namun, kehadiran Vano memang tidak disengaja dua puluh sembilan tahun lalu saat Aku baru menikah dengan Belinda. Aku mati-matian menyembunyikan, merasa bersama selama tahun-tahun kehidupanku. Kepada anakku Vano, ibunya dan juga semua orang, tapi saat menerima penghianat dari Belinda. Aku merasa mungkin inilah kenapa Kami ditakdirkan bersama. Kami sama-sama berkhianat selama ini. Aku brengs*k dan Belinda murah*n, tapi walau begitu Aku juga tidak bisa bersamanya lagi," ungkap Hendra pada keluarga. Meski sudah rahasia umun, tapi baru sekarang Dia bicara langsung dan berterus terang pada saudaranya juga ipar
Plakk! Telapak tangan Kiandra terasa panas, setelah mendarat dengan kuat menghantam pipi suaminya, dan kukunya bahkan sampai membuat wajah tampan itu tergores. Meski begitu amarah yang memuncak tak jua surut. "Aku sudah meninggalkannya, dan memberikan segalanya kepadamu. Dengan menjadi istrimu Aku rela mengkhianatinya dan sekarang Aku juga sedang hamil anak Kamu!" teriak Kiandra dengan berteriak dan juga nada suara yang bergetar. Dia tak menyangka jika sekarang, Alsen masih saja buruk tentangnya meski sebelumnya, Kiandra sudah terbukti tidak salah. Air matanya menetes, dan tatapannya terus menatap wajah suaminya. "Mas, apa Kamu masih belum percaya sama Aku? Masih berpikir Aku jala*g atau jangan-jangan Kamu juga masih meragukan anak ini? Masih belum cukup semua siksaan yang Kamu berikan padaku, hah?!"Kiandra semakin terisak, mengusap wajahnya lalu menutupnya dengan kedua telapak tangannya. Alsen yang melihat itu segera mendesah kasar, lalu membuka sabuk pengamannya sebelum kemudian
"Daddy, Aku mohon ... tolong Shifa Dad!" ujar Shifa sambil menatap laki-laki yang masih berani dipanggilnya Daddy, meski terbukti laki-laki itu bukan ayah biologisnya. Dia datang menjumpainya setelah tahu alamat rumahnya, Shifa nekat lantaran tak tahan lagi hidup dalam kemiskinan. Menundukkan kepalanya, lalu mengumpulkan air mata yang kemudian tumpah saat Dia mengangkat kepalanya. "Hikss-hiks ... Shifa sebenarnya malu, Dad. Shifa muak dengan diri Shifa sendiri yang ternyata cuma anak haramnya Mommy. Shifa benci fakta itu, Shifa hikss-hiks," ujarnya sambil terisak sebelum kemudian menjatuhkan diri terduduk dihadapkan Hendra. Gadis itu menatap ayahnya dengan pilu, sembari mengusap pipinya yang sudah basah. "Shifa nggak pernah bisa menerima kalau Daddy bukan ayahnya Shifa. Cuma Daddy yang Shifa anggap sebagai ayahnya Shifa. Shifa nggak mau laki-laki lain, hikss-hiks ...."Tak tega, Hendra pun berjongkok dan menghadap Shifa. Dia menarik bahu putrin