"Kak Alsen, Raka dan Ares titip semalam ya, please ... anak-anak beneran masih mau sama Onty-nya," ujar Lia memohon. Davin terlihat kesal dengan hal itu, tapi bagaimana lagi Dia paling tak bisa menolak permintaan Raka. Bukan memanjakan, hanya saja ada alasan yang cukup kuat dibalik itu. Davin sudah kehilangan beberapa momen dengan anak sulungnya itu, dan sekarang Dia hanya ingin menggantinya meski tidak mungkin. Alsen mendesah kasar, kemudian melirik Kiandra dengan serius. "Biarin mereka di sini aja, cuma sampai besok, Mas," timpal Kiandra, lalu Alsen menatap Lia berserta Davin. "Terserah saja. Dilarang juga percuma," jawabnya datar dan Lia langsung terlihat senang. Namun Kiandra malah sebaliknya. Berpikir suaminya setuju berkat kakaknya dan Dia segera cemburu. 'Ternyata Kamu masih suka sama kak Lia, Mas ...,' ujar Kiandra membatin sedih. "Holeh!! Raka boleh nginap!" ungkap Raka begitu bahagia. Jangan salah, anak itu memang beberapa kali masih kelihatan cadelnya, anehnya masih beg
Alsen mengapit erat pinggang Kiandra dengan posesif dan juga terang-terangan menunjukkan kepemilikannya. Sementara Kiandra gugup lantaran masih tidak menyangka kalau mantan kekasihnya ternyata bersaudara dengan suaminya. Apalagi Vano kelihatan enggan melepas pandangannya. "Maafkan Aku, Mas dan Mbak Hani. Aku tidak bermaksud menyembunyikan fakta ini dari Kalian selama bertahun-tahun. Namun, kehadiran Vano memang tidak disengaja dua puluh sembilan tahun lalu saat Aku baru menikah dengan Belinda. Aku mati-matian menyembunyikan, merasa bersama selama tahun-tahun kehidupanku. Kepada anakku Vano, ibunya dan juga semua orang, tapi saat menerima penghianat dari Belinda. Aku merasa mungkin inilah kenapa Kami ditakdirkan bersama. Kami sama-sama berkhianat selama ini. Aku brengs*k dan Belinda murah*n, tapi walau begitu Aku juga tidak bisa bersamanya lagi," ungkap Hendra pada keluarga. Meski sudah rahasia umun, tapi baru sekarang Dia bicara langsung dan berterus terang pada saudaranya juga ipar
Plakk! Telapak tangan Kiandra terasa panas, setelah mendarat dengan kuat menghantam pipi suaminya, dan kukunya bahkan sampai membuat wajah tampan itu tergores. Meski begitu amarah yang memuncak tak jua surut. "Aku sudah meninggalkannya, dan memberikan segalanya kepadamu. Dengan menjadi istrimu Aku rela mengkhianatinya dan sekarang Aku juga sedang hamil anak Kamu!" teriak Kiandra dengan berteriak dan juga nada suara yang bergetar. Dia tak menyangka jika sekarang, Alsen masih saja buruk tentangnya meski sebelumnya, Kiandra sudah terbukti tidak salah. Air matanya menetes, dan tatapannya terus menatap wajah suaminya. "Mas, apa Kamu masih belum percaya sama Aku? Masih berpikir Aku jala*g atau jangan-jangan Kamu juga masih meragukan anak ini? Masih belum cukup semua siksaan yang Kamu berikan padaku, hah?!"Kiandra semakin terisak, mengusap wajahnya lalu menutupnya dengan kedua telapak tangannya. Alsen yang melihat itu segera mendesah kasar, lalu membuka sabuk pengamannya sebelum kemudian
"Daddy, Aku mohon ... tolong Shifa Dad!" ujar Shifa sambil menatap laki-laki yang masih berani dipanggilnya Daddy, meski terbukti laki-laki itu bukan ayah biologisnya. Dia datang menjumpainya setelah tahu alamat rumahnya, Shifa nekat lantaran tak tahan lagi hidup dalam kemiskinan. Menundukkan kepalanya, lalu mengumpulkan air mata yang kemudian tumpah saat Dia mengangkat kepalanya. "Hikss-hiks ... Shifa sebenarnya malu, Dad. Shifa muak dengan diri Shifa sendiri yang ternyata cuma anak haramnya Mommy. Shifa benci fakta itu, Shifa hikss-hiks," ujarnya sambil terisak sebelum kemudian menjatuhkan diri terduduk dihadapkan Hendra. Gadis itu menatap ayahnya dengan pilu, sembari mengusap pipinya yang sudah basah. "Shifa nggak pernah bisa menerima kalau Daddy bukan ayahnya Shifa. Cuma Daddy yang Shifa anggap sebagai ayahnya Shifa. Shifa nggak mau laki-laki lain, hikss-hiks ...."Tak tega, Hendra pun berjongkok dan menghadap Shifa. Dia menarik bahu putrin
Melvin melakukan pertemuan di klub malam, tepatnya di ruang khusus untuk kalangan atas yang ada di sana dan sudah disewa untuk semalam. Dia terpaksa minum untuk menghormati klien bisnisnya, namun sesuatu terjadi saat baru saja menghabiskan satu gelas. Tampaknya Melvin sengaja dikerjai dan sekarang Dia merasa pusing luar biasa. "Vela, jemput Aku sekarang!" ujar Melvin begitu rapatnya selesai dan menghubungi asisten pribadinya. Tak lama berselang Vela pun sampai di sana, dan mencari Melvin. "Mana sih, Dia? Katanya jemput di sini!"Beberapa kali Vela berdecak kesal. Ponselnya sudah kembali berbunyi, tapi karena bunyi berisik di dalam klub malam tersebut, Vela tak mendengarnya. "Sial. Kayaknya Pak Melvin lagi ngerjain Aku! Ah, tapi gimana kalau Dia beneran di sini?"Vela mendesah kasar, merasa lelah karena tak kunjung menemukan atasannya. Vela menghampiri meja bar dan memesan jus di sana, namun seseorang yang usil segera berbisik pada bartender tanp
"Iihhh ... banyakin cabenya. Itu nggak akan terasa kalau cuma satu, Mas Alsen!" ujar Kiandra protes dan keberatan. "Kamu niat nggak sih, Mas?""Ck, Kamu itu lagi hamil Kiandra. Hawa nafsu jangan terlalu dituruti. Anak Kita bisa kenapa-napa kalau kebanyakan cabe, lagian nanti perut Kamu mulas," jelas Alsen menasehati. "Kalau gitu nggak usah aja sekalian. Aku tahu, Kamu pasti masih ragu anak ini milik Kamu kan, Mas atau jangan-jangan Dia malah jadi penghalang antara hubunganmu dan Shifa. Kamu tidak menceraikan Aku cuma karena takut image buruk. Sudahlah, Mas ... baik, Aku mengerti semuanya sekarang. Kamu bisa lepaskan Aku, dan Aku rela Kamu fitnah kali ini asal Kamu ceraikan!" ujar Kiandra dengan tegas. Alsen membuang nafasnya kasar. Begitukah perempuan. Semua masalah tidak akan pernah kelar dan akan diungkitnya seumur hidup. "Kamu nggak usah ngaco Kiandra! Cuma gara-gara cabe, Kamu besarin masalahnya kemana-mana," tegur Alsen menahan diri. "Asal Kamu tahu, Aku melakukan hal ini demi
"Vano Kamu dari mana saja, Nak? Kata sekretarismu, Kamu juga tidak ke kantor hari ini?" tanya Hendra begitu menemukan anaknya pulang. Laki-laki itu segera melonggarkan ikatan dasinya. Lalu menatap sang ayah dengan perasaan yang kesal dan juga kecewa. Sementara Hendra sendiri tampak bingung apalagi melihat kondisi Vano yang berantakan. Rambut yang tidak tertata, wajah yang kusut dan juga aroma alkohol yang yang tercium oleh hidungnya. "Kamu habis minum, Van?" tanya Hendra melanjutkan. "Daddy tidak usah ikut campur, Aku dari mana, habis minum atau tidak apa perdulinya? Aku cuma anak yang tidak diinginkan, selama bertahun-tahun Daddy mengabaikan Aku, mama meninggalkanku. Apakah setelah itu hidupku masih penting?" balas Vano dengan kalimat yang kecewa. "Jika bisa meminta, Aku juga tidak mau hidup dalam keadaan ini, tapi baiklah. Aku juga tidak akan protes. Berikan saja semua kasih sayang, harta atau bahkan perhatian Daddy pada gadis yang bukan darah dagingmu, Dad. Sayangi Dia saja Dad
"Daddy gagal membuat Kak Alsen memberiku pekerjaan yang lebih layak daripada sekedar petugas kebersihan di kantor, Mom. Ini semua gara-gara waktu itu, teman kantorku bego semua, jadinya balik lagi OG dan sekarang nggak bisa kembali ke posisi waktu itu," jelas Shifa memberitahu. "Dasar anak bodoh, kapan Aku baru bisa mengandalkanmu? Hendra sialan itu juga kenapa sekarang belagu, dia seperti udah nggak punya hati!" geram Belinda tak terima. Ternyata selain Shifa, Dia juga menyamar sebagai petugas pengantar makanan di acara tersebut. Memang sederhana, tapi semuanya serba ada dan siap sedia. Sang tuan rumah tentu saja tak mau acaranya kekurangan ditengah uangnya yang bergelimang. Hal itulah yang kemudian dimanfaatkan sepasang ibu dan anak yang sudah tidak menjadi keluarga tersebut, tapi nekat bergabung. "Mommy jangan marah dulu, bukankah Kita mempunyai rencana cadangan malam ini?" ujar Shifa mengingatkan. "Awas saja jika sampai berikutnya gagal juga!" peringat Belinda dengan serius.