"Kamu mau marah sama Aku, mau ngancam dan menghukum Aku lagi karena perempuan itu, Mas?!" tanya Kiandra sengit dan jauh lebih galak dari suaminya. Tidak ada rasa takut yang Dia miliki saat ini, apalagi setelah mendengar suara suaminya yang memanggil namanya dengan lumayan keras. Perasaan sakit hati membuatnya seberani itu untuk melawan dan menuntut Alsen tanpa kenal takut, atau bahkan lupa dengan tubuhnya yang masih belum pulih. "Hiks-hiks ... Kakak Ipar, Mommy-ku belum sembuh Kak. Dia baru saja dirawat di rumah sakit, tapi kenapa Kamu malah sampai hati membuatnya begini. Di mana belas kasihanmu padanya? Kakak kenapa Kamu sangat kejam," ujar Shifa yang dengan lihainya membuat keadaan seolah Dia dan Ibunya yang paling tersakiti. Sementara itu, Alsen tak menatap Kiandra sama sekali. Entah apa Alasannya Dia malah menatap Lana dengan tajam sampai membuat kepala asisten rumah tangganya itu menjadi sedikit gemetar ketakutan. Namun hal itu ternyata m
"Aku sudah bilang sama, Mom. Kenapa nggak mau mendengarkan Aku?" geram Shifa sambil menatap ibunya geram. "Sekarang Kita diusir, tinggal dan mau punya uang darimana?!""Cih, ini salahmu. Tidak pernah becus melakukan apapun. Sudah beberapa hari tinggal dengan Alsen tapi Kau sama sekali tidak bisa membuatnya tertarik. Anak bodoh!" ujar Ibunya mengumpat. Shifa menghela nafasnya kasar. Tak ada yang bisa mereka lakukan sekarang selain bertengkar dijalanan. "Aku juga sudah mengusahakannya Mom, tapi Kak Alsen itu bukan orang yang mudah berpaling apalagi setelah tahu anak dalam kandungan jalan* itu miliknya. Dia seperti berubah seratus delapan puluh derajat dan sudah tak memperdulikanku. Dia bahkan sudah mengancamku sebelum ini, tapi Mom Kau juga sudah merusak segalanya!""Lalu sekarang bagaimana? Kita mau kemana setelah ini?" tanya Ibunya dengan serius. "Ke hotel burik itu lagi?"Shifa menghela nafasnya kasar teringat uang terakhir milik Alsen hampir terpakai semuanya. "Aku nggak punya uang
Alsen tersenyum puas, melihat piring makanan Kiandra sudah kosong. Dia senang akhirnya istrinya kembali menerima pemberiannya. Sejak memberi perhitungan dengan melarangnya makan, dan juga sejak memberi Shifa uang, Kiandra tidak mau menyentuh pemberiannya. Wanita itu lebih memilih gofood dan itu membuat Alsen sedikit tertekan. "Aku bawakan rujak untuk Kamu, senang tidak?" ujar Alsen perhatian. Lana yang berada di sana segera mundur dan keluar dengan pengertian. Sementara itu, Alsen langsung menaruh nampan makanan di atas nakas, dan meraih susunya untuk langsung diserahkan pada Kiandra. "Minumlah ... ini bagus untuk Kamu dan calon bayi Kamu," jelas Alsen dan Kiandra menurut tanpa menolak, meski wajahnya sama sekali tak bersahabat. "Berikan nomor rekeningmu," ujar Kiandra dengan tiba-tiba setelah wanita itu menghabiskan susunya. Alsen mengerutkan dahi, berusaha menebak-nebak maksud Kiandra memintanya. Namun kemudian Alsen tetap memberikannya. Bahkan menunjukkan aplikasi M Banking mi
"Mommy nggak mau tahu, Kamu harus mendapatkan uang apapun caranya. Aku nggak tahan hidup miskin seperti ini terus!" ujar Ibunya Shifa yang bernama Belinda. Dia menatap jengah pada kontrakan tidak seberapa besarnya dan paling parah juga tidak bisa ditoleransi oleh wanita itu adalah kehadiran kipas angin yang menggantikan AC. "Shifa bingung Mom, memangnya Shifa harus kerja apa?" jelas Shifa dengan seadanya. "Dasar bodoh, ini kenapa dulu Aku sangat tidak setuju Kamu mendekam di negara ini terus. Otakmu tidak pernah Kamu gunakan! Satu-satunya yang bisa Kamu lakukan cuma menghabiskan uang suamiku!" geram Belinda dengan marah. Wanita paruh baya itu memegang jidatnya lantaran frustasi. Mengusap wajahnya kasar dan berpikir keras. "Gimana dong, Mom. Shifa harus kerja apa supaya Kita bisa hidup di tempat yang lebih layak. Di sini panas dan Shifa nggak tahan, tapi ini juga salah Mommy. Sudah Aku ingatkan jangan ke rumah Mas Alsen, tapi Mommy terus aja kekeh ke sana. Gini nih jadinya, Kita di
"Onty!" teriak bocah berlari menghampiri Kiandra. Anak itu terlihat gembira dan bersemangat menghampirinya. Melihat itu reflek Kiandra pun menunduk dan mengulurkan tangannya menyambut bocah tersebut. Begitu sampai bocah itu melompat ke dalam pelukan Kiandra, mengecup kedua pipinya bergantian dan memperlihatkan giginya. "Kenapa baru sekarang temuin Raka? Apa om jahat ndak ngebolehin Onty?" cerocos bocah itu dengan cepat dan cerewet. Membuat Kiandra mengerutkan dahi dan berusaha memahami maksudnya. "Om Jahat? Maksud Kamu suami Aunty?" tanya Kiandra sembari mengerutkan dahi, dan Raka mengangguk membenarkannya. Sementara itu Kiandra tak cuma memikirkan itu, kepala celingak-celinguk mencari keponakannya yang satunya lagi. Dia Ares, tapi bukan anak kandung Lia dan Devan. Memang anak angkat, tapi diperlakukan tak berbeda dengan Raka. Ceritanya panjang, namun apapun itu Ares sekarang adalah keluarganya juga. Ares anak yang baik, penurut dan juga manis dan ah ya, sekarang akhirnya anak itu
"Ch, wanita ini kapan bisa patuhnya?!" kesal Alsen sembari mencoba menghubungi Kiandra lewat ponselnya, tapi bukan cuma tidak dijawab sepertinya istrinya itu mematikan teleponnya. Alsen mendesah kasar kemudian menghubungi Lana untuk menanyakan keadaannya. "Apa Dia tak ada di kamarnya?" kaget Alsen setelah memerintah Lana mengecek Kiandra. Sebelumnya pria itu pikir Kiandra belanja online, tapi setelah mengetahui wanitanya tak di kamar, Alsen segera pusing memikirkan istrinya kabur. "Maaf Tuan Alsen, tapi nyonya juga tak ada dimanapun. Saya sudah mencarinya hampir ke seluruh ruangan," ujar Lana memberitahu. "Sial!! Apa yang sudah Kau lakukan Lana? Bagaimana istriku tak ada di rumah. Kondisinya baru pulih, dan Dia bahkan masih muntah-muntah dengan rutin setiap pagi. Dia sedang hamil, bagaimana bisa Kau kecolongan seperti ini, bagaimana kalau Kiandra kenapa-napa?!" semprot Alsen mengomel marah. Lana menundukkan kepalanya meski Alsen tak melihatnya, sebab mereka hanya bicara lewat tele
"Bawa anak-anak Kamu pulang!" ceplos Alsen dengan wajah kesalnya. "Nggak ada acara menginap atau ngancem membawa bini orang pergi. Kiandra kurang sehat, Dia hamil muda jadi mengertilah," lanjut Alsen memberitahu, membuat Lia dan Davin terkejut. "Berita sepenting ini kenapa baru memberitahu?" tuntut Lia seraya mendesah kasar. "Mama dan Papa pasti senang mendengar kabar ini," lanjutnya. Alsen yang tadinya terlihat marah, berbalik jadi kaku dan keliatan bingung. Davin mengerti sekarang, pria itu baru menikah dan ini anak pertama, jadi Alsen tidak cukup pengalaman. "Dia belum ngerti Sayang. Ini adalah kali pertamanya jadi Alsen pasti nggak tahu harus melakukan apa," ujar Davin pada istrinya. Beralih menatap Alsen, Davin pun melanjutkan, "kalau istrimu hamil, hal pertama yang harus Kamu lakukan adalah memberitahu keluarga besar orang tuamu dan orang tua istrimu. Mereka wajib tahu, karena mereka juga pasti sangat bahagia. Apalagi orang tuamu, ini cucu pertama bukan?" Alsen langsung menga
"Kak Alsen, Raka dan Ares titip semalam ya, please ... anak-anak beneran masih mau sama Onty-nya," ujar Lia memohon. Davin terlihat kesal dengan hal itu, tapi bagaimana lagi Dia paling tak bisa menolak permintaan Raka. Bukan memanjakan, hanya saja ada alasan yang cukup kuat dibalik itu. Davin sudah kehilangan beberapa momen dengan anak sulungnya itu, dan sekarang Dia hanya ingin menggantinya meski tidak mungkin. Alsen mendesah kasar, kemudian melirik Kiandra dengan serius. "Biarin mereka di sini aja, cuma sampai besok, Mas," timpal Kiandra, lalu Alsen menatap Lia berserta Davin. "Terserah saja. Dilarang juga percuma," jawabnya datar dan Lia langsung terlihat senang. Namun Kiandra malah sebaliknya. Berpikir suaminya setuju berkat kakaknya dan Dia segera cemburu. 'Ternyata Kamu masih suka sama kak Lia, Mas ...,' ujar Kiandra membatin sedih. "Holeh!! Raka boleh nginap!" ungkap Raka begitu bahagia. Jangan salah, anak itu memang beberapa kali masih kelihatan cadelnya, anehnya masih beg