Share

ISTRI TANPA NAFKAH BATIN
ISTRI TANPA NAFKAH BATIN
Penulis: Mutiara Sukma

Bab 1

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-03 12:25:51

DESAH DI KAMAR PRIBADI SUAMIKU 1

Malam ini aku terbangun, kamar seperti biasa, gelap hanya menyisakan remang cahaya dari luar. Rasa kering di tenggorokan memaksaku untuk bangun. Refleks mataku menoleh ke samping. Tak ada Mas Hendra, kemana dia? Mungkin suamiku itu juga sedang minum. Aku mengulurkan kaki ke lantai berjalan ke arah pintu lalu perlahan memutar kenopnya.

Ruang tamu sepi, lampu juga sudah padam. Dirumah ini hanya ada aku dan Mas Hendra. Rumah hadiah pernikahan kami dari Papa mertua. Sejak resmi menjadi suami istri, Mas Hendra langsung mengajakku kesini. Walau, Mamanya sempat keberatan karena berharap kami tinggal di rumahnya terlebih dahulu. 

Rumah ini memiliki dua kamar tidur yang lumayan luas. Tiba-tiba, tak sengaja saat melewati kamar sebelah, aku mendengar suara desahan tertahan. Suara itu nyata sekali. Kutempelkan telinga ke pintu. Menajamkan pendengaran, tapi hening. Namun, tak lama terdengar lagi des*han-des*han itu dari dalam. Mataku terarah ke dapur, ruangan itu gelap. Itu artinya Mas Hendra sedang tak disana. Apa itu suara Mas Hendra? apa yang dia lakukan? desah*n apa itu?

Tok tok!

"Mas ..." aku memutar gagang pintu, Namun terkunci.

"Mas! kamu di dalam?" kembali mengetuk pintu, kali ini dengan lebih kencang. 

"Hmm ... ya, Dek." sahutnya.

Beberapa menit kemudian pintu pun terbuka, kamar tampak gelap. Mas Hendra mengucek mata, terlihat seperti orang yang baru bangun tidur.

"Mas tidur disini?" tanyaku cepat, lelaki itu mengangguk ragu. 

"Mas tadi tak bisa tidur, rebahan disini jadi ketiduran." jawabnya.

"Tadi suara siapa, Mas?" aku menolehkan kepala ke dalam. Mencari siapa saja yang bisa jadi ada disana.

"Suara apa?" Mas Hendra juga ikut melirik ke arah yang sama denganku.

Aku menekan saklar lampu, ruangan itu terang benderang. Tak ada siapa-siapa di sini. Semua tertata rapi. 

"Kamu sendirian?" 

"Iyalah, sendirian, mau sama siapa lagi?" tanyanya sedikit heran.

"Tadi aku dengar suara orang di dalam." aku bingung mau menjelaskan padanya. Meski baru menikah, aku paham suara apa itu. Seperti suara orang yang sedang melepaskan h*sr*tnya.

"Suara? suara apa?" Wajah Mas Hendra tampak kebingungan.

"Seperti suara desah*n gitu, Mas." sahutku ragu-ragu.

"Mungkin Mas ga sengaja, lagi mimpi atau apa." Dia mematikan lampu lalu berlalu ke kamar utama. 

Aku menghela napas panjang. Seminggu sudah kami menjadi pengantin baru, Mas Hendra masih cuek, sama sekali tak menyentuhku. Aku masih berusaha sabar, mungkin dia juga dalam masa adaptasi dengan status baru, sama sepertiku. Namun, baru kali ini aku tahu jika Mas Hendra suka tidur di kamar ini. Meski tadinya diperuntukkan untuk tamu, Namun Mas Hendra melengkapi isi kamar itu dengan meja kerja. Dan selalu dirapikan lalu dikunci olehnya. 

Usai minum aku kembali ke kamar. Mas Hendra sudah tidur membelakangiku. Nanar mataku menatap laki-laki yang sudah sah menjadi suamiku itu. Entah, apa kurangnya aku, hingga dia sepertinya sama sekali tak berminat untuk melakukan hal yang dinantikan setiap pasangan suami istri itu. Apa mungkin karena dia belum cinta? maklum kami pasangan yang dijodohkan orang tua. Ah, sudahlah lebih baik aku bersabar saja dulu.

***

Waktu terus berlalu. Dilihat dari luar rumah tangga ini sepertinya baik-baik saja. Orang mengira kami pasang muda yang bahagia. Wajahku selalu tersenyum, walau sebenarnya hatiku menangis. Sebagai seorang istri tentu saja aku merasa insecure saat suami sama sekali tak menyentuhku. Pernah kutanyakan padanya. Tapi, dia selalu mengalihkan pembicaraan dan meyakinkan bahwa semua baik-baik saja, hanya soal Waktu. Waktu? waktu apa? apa sebegitu kuat imannya hingga tak berminat padaku? atau jangan-jangan dia menyukai sesama jenis?

Saat ini sudah setahun usia pernikahan kami. Ada sesuatu yang membuatku agak aneh dengan Mas Hendra. Hampir setiap malam dia pindah ke kamar sebelah, tentu saja setelah menunggu aku tertidur. Lalu kembali setelah subuh dan menganggap tak terjadi apa-apa. Namun, aku yang selama ini pura-pura tak tau, tentu saja dipenuhi rasa penasaran.

Malam ini aku berniat menyelidiki Mas Hendra. Aku sengaja tidur lebih awal, dia pun melakukan hal yang sama. Aku Ingin tahu apa yang dia lakukan setelah ini, benar saja beberapa saat kemudian dia bangun, berjalan menuju pintu dan membukanya dengan sangat hati-hati. Aku dapat merasakan itu. Setelah memastikan pintu di tutup, aku bergegas bangun. Membuka perlahan. 

Namun, pintu kamar sebelah sudah keburu ditutup rapat. Aku menahan nafas, gugup. Apa Mas Hendra mengajak wanita lain bermalam disini, lalu pagi-pagi sekali dia pergi? Rasanya terlalu nekat. Atau jangan-jangan dia ingin melepaskan rindu dengan kekasihnya melalui video call? berbagai prasangka bermunculan. Tapi, segera kutepis. Mas Hendra ga mungkin melakukan hal itu.

Tak berapa lama, terdengar kembali suara yang sama seperti yang sudah-sudah. Des*h*n dan erangan yang sama.

Tok tok tok!

"Mas! kamu di dalam?" 

Aku gak tahan lagi. Rasa penasaran ini seakan membunuhku. 

"Mas!" aku menggerak-gerakkan gagang pintu berusaha membuka, tapi sia-sia karena pintu itu di kunci dari dalam. Kuncinya selalu disimpan oleh Mas Hendra.

Baru hendak mengetuk lagi, pintu sudah terbuka.

"Apa sih, Dek? kamu malam-malam berisik banget!" bentak Mas Hendra. Wajahnya memerah, ada beberapa keringat yang menetes di keningnya. Padahal kamar itu juga ada pendinginan ruangan.

"Kamu yang kenapa Mas? kamu selalu mengabaikan

aku! kamu malah tidur di sini! berbulan-bulan kita nikah, kamu sama sekali tak memperdulikan perasaan aku, Mas!"

Tanpa diundang air mataku mengalir deras. Mas Hendra yang tadinya tampak emosi kembali mereda. Dia merengkuh tubuhku dalam pelukannya. Aku tersedu. Saat ini aku dapat merasakan tubuh Mas Hendra yang basah oleh keringat.

"Kalau Mas punya wanita lain, ceraikan saja aku, Mas. Aku jamin perceraian kita tak akan merusak persahabatan Papamu dan Ayahku." kataku masih dengan suara bergetar karena menahan tangis.

"Sssst ... jangan bicara begitu, Dek. Mas minta Maaf." bisiknya.

"Tak ada perempuan lain, kamu satu-satunya."

"Tapi, kenapa, Mas? kamu tak pernah memberikan hakku!" suaraku meninggi.

"Sabar, Dek. Mas butuh waktu!"

"Waktu, Tapi ini ...!"

Suaraku mengantung saat telunjuk Mas Hendra melekat dibibirku.

"Aku temani kamu tidur!" ujarnya kemudian. Sesak sekali rasanya dalam dada ini. Rumah tangga macam apa jika setahun menikah hanya sebatas tinggal dalam satu rumah.

Mas Hendra mengajakku kembali ke kamar. Lalu merebahkan tubuh ini ke ranjang. Tangannya terus membelai pipi, pandang mata kami beradu seiring nafas yang mulai tak beraturan. 

Ada rasa yang membuncah di hati. Kala Mas Hendra mulai melakukan hal yang seharusnya sejak pertama kami menikah dulu aku rasakan.

"Mas ..." panggilku lemah. Mas Hendra tak menjawab. Dia masih terus melanjutkan kegiatannya tanpa menghiraukanku.

Senyum terukir dibibirku. Akhirnya setelah sekian bulan menunggu aku mendapatkan hakku. Tapi, baru saja bahagia menyapa, kabut kembali membawa lara.

Lelaki itu menatapku dengan tatapan yang entah, tangannya terhenti seolah ada sesuatu yang membuat dia tak lagi melanjutkan aksinya.

"Maaf, Mas ga bisa!"

Bab terkait

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 2

    DESAH DI KAMAR PRIBADI SUAMIKU 2(judul di KBM app : Istri Tanpa Nafkah Bathin)"Maaf, Dek. Mas ga bisa." ucapnya sebelum pergi meninggalkanku sendirian di kamar. Ruangan yang menjadi saksi perihnya hati setelah setahun menikah. Hakku sebagai istri gagal dia berikan. Pertarungan yang berakhir dengan menetesnya air mata, bukan peluh kenikmatan. Tak terasa kesabaranku sudah dua belas bulan berlalu. Pahit memang kenyataan ini. Apa aku menyerah saja?Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya, menghilang sesak di dada. Lalu menarik selimut untuk membungkus tubuhku yang tak lagi ditutupi baju. Air mata sudah kering rasanya. Ini bukan yang pertama kalinya Mas Hendra gagal menuntaskan pergelutan halal ini. Beberapa kali pernah dia mencoba, Namun disaat puncak dia menyerah, dan seperti biasa meninggalkanku dan pergi ke kamar sebelah. Aku dibiarkan sendiri hingga pagi hari.Detak jantung belumlah normal, berharap apa yang kami lakukan akan membuahkan hasil dan mematahkan anggapan orang-orang bahw

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-03
  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 3

    DESAHAN DI KAMAR PRIBADI SUAMIKU 3(judul di KBM app : Istri Tanpa Nafkah Bathin)Aku mendobrak kencang kamar Mas Hendra. Namun sama sekali tak mempengaruhi. Emosi menguasai, sekuat tenaga kuhantam kayu yang menutupi ruangan yang menjadi tempat dia melarikan diri dari masalah itu. Selama ini aku selalu berusaha memahami, mungkin disana Mas Hendra dapat menenangkan pikiran. Tapi, makin kesini, lelaki itu makin betah berlama-lama di dalam sana. Bahkan tega meninggalkan aku tidur sendiri. "Mas! buka!" teriakku. Kesabaranku benar-benar diuji. Sejam aku menunggunya, sengaja memakai pakaian dengan lengan terbuka dan berbahan tipis untuk memancing jiwa kelelakiannya. Namun, Mas Hendra seakan sengaja menghindar. Apa yang kulakukan tak mengubah apa-apa, pintu itu kokoh berdiri seperti biasa. Sesak di dada kian terasa, aku hanyalah seorang wanita, pintu berbahan jati ini tak akan mampu aku taklukkan sendiri.Beberapa menit berlalu pintu perlahan terbuka. Wajah Mas Hendra memerah, keringat meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-03
  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 4

    DESAHAN DI KAMAR PRIBADI SUAMIKU 4(Judul di KBM app : Istri Tanpa Nafkah Bathin)"Boleh lihat sapu tangannya, Mas?"Mas Hendra tampak salah tingkah. Lalu dengan cepat memasukan kembali sapu tangan itu ke saku celananya."Kotor, Sayang. Hayuk, makan lagi." dia sengaja mengalihkan perhatian."Kamu dapat dari mana sapu tangan itu, Mas?" selidikku lagi."Mas beli, buat ngelap keringat kalau tak ada tissu." kilahnya lalu kembali menyuap makanan didepannya.Aku menghela nafas panjang, aku ingat betul sapu tangan itu milik Rasti. Dia tak bisa lepas dari kain bersegi empat itu. Apalagi ada sablon merah berukir gambar hati yang sama dengan sapu tangan Mas Hendra.Sejak apa yang dikatakan Rasti agar aku lebih memperhatikan gerak-gerik Mas Hendra, dan mencari tahu jika ada hal yang disembunyikan olehnya, perasaan curiga mulai mendominasi. Ada rasa khawatir, jika Mas Hendra kaum belok yang mempunyai orientasi s*ksual ke sesama jenis. Tapi, melihat sapu tangan yang dia pakai hari ini rasa curigak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-03
  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 5

    DESAHAN DI KAMAR PRIBADI SUAMIKU 5(Judul di KBM app : Istri Tanpa Nafkah Batin)Aku mengambil rekam layar chattingan dari Rasti lalu mengirimkan ke nomorku. Tak lupa menghapus pesan itu dari ponsel Mas Hendra. Tak ada pesan lama disana, sepertinya sudah dihapus, atau memang mereka tak saling berkirim pesan sebelumnya.Ya Allah, salah besar aku mempercayai perempuan itu. Aku kira karena dia sudah menikah tak akan mungkin menjadi penyebab retaknya rumah tanggaku. Jangan-jangan mereka adalah pasangan kekasih. Aku harus menyeledikinya.Mas Hendra sudah pulas, suara dengkuran halus terdengar dari bibirnya. Tak putus aku menatap lelaki itu. Ada berbagai rasa hadir dalam hati, entah itu penyesalan, sedih dan kadang bahagia karena selain hal yang satu itu, Mas Hendra adalah suami yang sempurna bagiku.Malam kian larut, mataku masih enggan terpejam. Akhirnya aku ke kamar mandi mengambil wudhu berniat melaksanakan sholat, agar hati ini Allah beri ketenangan."Melody, kamu belum tidur, Nak?" "

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-03
  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 6

    "Apa maksudmu, Mel? kamu menuduhku ada hubungan dengan Hendra?" mata itu tajam tapi berkaca-kaca.Aku acuh, sambil melipat tangan di dada. "Kalau memang kamu mau menikah dengan Mas Hendra, silahkan! aku tak akan menjadi penghalang." ketusku lagi."Astaghfirullah ..." desisnya sambil menutup mulut dengan sebelah tangan. Air mata Rasti mengalir. Pandai betul dia bersandiwara."Ga usah pakai drama, Ras. Selama ini kita berteman, aku kira kamu tulus. Nyatanya kamu menikamku dari belakang. Sudah apa saja yang kamu lakukan dengan Mas Hendra, HA!"Rasti geleng-geleng kepala, seolah kaget dan tak percaya dengan ucapanku, heh paling hanya akting!"Demi Allah, Melody. Aku selama ini sudah menganggap kamu sebagai saudaraku sendiri. Tak pernah terniat untuk merusak rumah tangga kamu. Aku memang akhir-akhir ini sering komunikasi dengan Hendra, semata-mata ingin dia sadar dan menjadi seorang suami seutuhnya, memberikan hak kamu sebagai istri." jelasnya dengan suara bergetar. Tapi, sayang aku masih

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-13
  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 7

    Beberapa saat kemudian aku sudah kembali dengan seorang tukang kunci, juga seorang teknisi yang akan memasang kamera cctv di kamar Mas Hendra. Aku harus tau, apa yang dia lakukan di sana sendirian. Seharusnya sejak dulu aku lakukan. Namun, aku terlalu takut untuk bertindak sejauh itu. Aku pikir dia akan berubah seiring berjalannya waktu. Tapi, nyatanya semua masih sama.Tak butuh waktu lama untuk membuka pintu itu, dan membuat duplikatnya. Bersyukur aku mendapatkan tukang kunci profesional, hanya persoalan kecil saja baginya.Kamar itu terbuka lebar. Pemandangan di dalamnya seperti dugaanku, ruangan itu rapi dan juga wangi."Ini dipasang dimana, Bu." tanya teknisi itu padaku."Di sini saja, Pak. Ini akan menjangkau semua sisi." Laki-laki itu pun dengan cepat melakukan tugasnya. Kini aku bisa bernafas lega. Meski kamar dikunci rapat. Tapi, aku bisa mengawasi suami melalui ponselku.Semua berjalan lancar, meski aku harus menguras tabunganku untuk itu. Aku tak masalah, yang penting apa

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-13
  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 8

    Aku terduduk, langsung meraih ponselku. Memeriksa rekaman cctv di kamar sebelah.Ternyata benar dia ada disana. Kedua tangan reflek menutup mulut saat melihat apa yang dilakukan Mas Hendra.Lelaki itu membentur-benturkan kepalanya ke dinding. Kedua tangan terus meremas rambutnya kasar."Ya Allah ..."Ingin rasanya aku menghampiri Mas Hendra. Tapi, khawatir nanti dia akan tahu jika aku mengetahui apa yang dia lakukan di sana. Aku terus memperhatikan laki-laki itu. Dia menghentikan gerakannya lalu meraih tas kerja yang ada di atas meja. Mengambil sesuatu yang ada di kantong putih, lalu meminumnya, sepertinya dia meminum obat pereda nyeri lagi. Sakit apa suamiku?Lelaki itu kemudian meraih laptop dan menyalakannya. Dia sudah duduk di depan laptop dan sedang menunggu benda itu menyala, dari sini terlihat dia sedang sangat galau. Menyapu rambut dari depan ke belakang lalu kembali lagi mengusap wajahnya. Setelah laptop menyala Mas Hendra kembali menutup benda itu lalu menunduk sambil memega

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 9

    "Belum saatnya kamu tahu, Dek. Lagi pula ini aib untuk Mas dan keluarga kami. Cukup Mas saja yang menanggung semua ini. Kamu bantu do'a, agar Mas bisa menjadi lelaki sejati.""Maksud, Mas?" suaraku sedikit meninggi. Rasa penasaran membuncah, apa susahnya sih bicara pada istri sendiri."Sudahlah. Yuk, tidur. Kamu pasti lelah. Mas, janji nanti akan membuatmu lelah karena harus mengurus anak-anak kita." bisiknya."Soal Rasti, dia bukan selingkuhan, Mas. Percayalah kamu perempuan satu-satunya yang akan Mas cintai."Degh!Rasti mengadu pada Mas Hendra, dan lelaki ini tidak memarahiku? Aku merasa malu."Maafkan aku, Mas. Telah menuduhmu dan Rasti memiliki hubungan spesial."Mas Hendra tersenyum."Wajar jika kamu berpikir seperti itu, Mas tidak marah. Mas mengaku salah. Saat ini Mas sedang berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Bantu, Mas. Dan tolong tak usah bertanya lagi."Aku terdiam, sementara Mas Hendra mulai merebahkan diri disampingku. Tak lama laki-laki itu tertidur pulas. Mataku te

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21

Bab terbaru

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    TAMAT

    POV author"Melody?"Rasti terhenti. Matanya yang cekung menatap Melody dengan tatapan tak percaya. "Siapa yang sakit, Mel?"tanyanya lagi."Mas Hendra. Kamu sendiri siapa yang berobat kesini?"Rasti tersenyum tipis. Tak tampak lagi wajah yang dulu glowing, bibir yang selalu berwarna merah dan alis mata yang indah. Keadaan Rasti benar-benar terlihat memprihatinkan dimata Melody."Aku yang sakit." lirih Rasti. Sejak di vonis terkena virus HIV Aids itu, Rasti menjadi pesakitan yang mulai dijauhi orang-orang. Bahkan laki-laki yang dulu memakai jasanya pun satu persatu menghilang. Ada yang ketularan penyakit itu, ada juga yang kabur takut terkena juga.Melody sungkan bertanya, sehingga dia hanya mengangguk saja."Oh, ya Hendra sakit apa?" Melody tak mungkin menceritakan semuanya pada Rasti. Memang mereka dulu sahabat, tapi apa yang pernah terjadi membuat Melody menganggap Rasti hanya orang lain. Cukup dia merasa bod*h karena membawa masuk wanita lain dalam hidupnya."Kecelakaan." jawabny

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    bab 61

    POV authorSeminggu sudah Hendra dirawat, luka serius dikepalanya akibat jatuh dari gedung lantai tiga itu membuatnya koma begitu lama. Beruntung Hendra selamat, meski sempat kritis. Kaki Hendra mengalami patah tulang yang mungkin akan membuat dia harus duduk di kursi roda kelak. Nada yang kenal dengan pemilik perusahaan tempat Ata bekerja yang mengabarkan pada pihak keluarga. Kebetulan perempuan muda itu baru saja ada meeting di perusahaan tersebut.Rusdi dan Fatma sangat syok atas kejadian itu yang menimpa anak lelakinya itu. Terlebih saat tau penyebabnya dari penjelasan saksi dan cerita dari Dahlan sahabatnya."Kasian sekali kamu, Nak." tangis Fatma ketika melihat keadaan anaknya."Ini semua karena kita, Ma. Kita yang menyebabkan Hendra seperti ini. Jika saja kita lebih hati-hati dulu. Anak kita tak akan seperti ini." sahut Rusdi yang melihat Hendra dengan infus terpasang ditangannya dan juga beberapa alat medis yang masih menempel ditubuh sang anak."Sudah, Ma, Pa. Kita fokus deng

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 60

    Ancaman Ata ternyata bukan isapan jempol belaka. Beberapa saat setelah kejadian di puncak, lelaki lucknut itu benar-benar mengirimkan foto-foto yang dia ambil saat aku dalam keadaan tak berdaya. Melody yang baru saja melahirkan anak pertama kami terlihat syock. Meski aku berusaha menjelaskan tapi Melody tak mau percaya. Terlebih ada sekotak tissu magic berada dalam tasku. Entah itu milik siapa, yang jelas aku tak pernah memakai barang itu, buat apa? Jangankan untuk memakainya terpikirkan saja tidak. Aku sudah meyakinkan diri untuk menunggu Melody sembuh dulu baru kami akan melakukan hal itu lagi. Dengan menyibukkan diri, banyak membaca buku-buku agama dan rutin membaca Al Qur'an, Alhamdulillah nafsuku bisa terbendung. Sakit di kepala juga sudah sembuh total, karena setiap terasa sedikit saja nyeri, aku langsung meruqyahnya sendiri.Namun, apa yang terjadi saat ini dengan rumah tanggaku membuat jiwa ini seakan terguncang.'Kenapa saat aku sudah bertaubat dengan sebenarnya taubat, Eng

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 59

    POV Hendra.Tak ada yang dapat kuucapkan selain kata syukur yang berlimpah untuk kenikmatan yang telah Allah berikan saat ini. Memiliki istri yang bisa menjadi selimut untuk menutupi aib-aibku di masa lalu. Bahkan mau menerimaku kembali dengan hati yang lapang.Aku akan berusaha menjaga dia dan berjanji untuk menjadi suami yang baik bagi Melody, terlebih istriku itu sedang hamil saat ini, mengandung buah cinta kami.Hari itu ada rapat penting yang dilakukan perusahaan tempat kubekerja dengan beberapa klien dari perusahaan lain. Aku yang dipilih untuk memimpin rapat itu. Tanpa diduga, aku bertemu lagi dengan Ata. Teman masa lalu, yang sempat dekat kembali denganku beberapa waktu lalu. Namun, setelah aku tahu Ata punya kelainan orientasi seksual, aku menjauh. Aku saja mati-matian untuk sembuh dari kebiasaan buruk itu. Jangan sampai terjerumus dalam keburukan lain yang jelas lebih menyeramkan."Hend, gimana kabar kamu?" Ata dan dua orang temannya menyalamiku. Riko dan Denis nama temannya

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 58

    "Bu, mau Bibik buatkan teh?" Bik Milah mungkin melihatku yang sedang termenung dengan tatapan kosong di ruang tengah."Ga usah, Bik. Tolong jagain Alif saja, Bik."Bik Milah mengangguk dan langsung berlalu ke kamar dimana Alif sedang ditidurkan. Kalau bukan karena Alif, aku rasanya ingin pergi jauh saja. Buat apa lagi bertahan. Setengah jam kemudian Mas Hendra datang. Suamiku itu membawa seorang laki-laki bersamanya. Pakaiannya rapi, tampak terlihat tegas. Sesekali mereka melempar tawa saat keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah.Bukan dia yang aku cari. Laki-laki yang tidur bersama Mas Hendra di puncak itu bukan ini. "Assalamu'alaikum ..."Mas Hendra masuk, sembari mengajak tamunya mengikuti dari belakang."Wa'alaykumussalam ..." jawabku singkat. "Dek, ini Pak Ardi, rekan kerja Mas. Kebetulan Mas hari ini tak balik lagi ke kantor, jadi Pak Ardi sekalian ikut untuk mengambil map yang ketinggalan." jelasnya.Lelaki yang bernama Ardi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Aku

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 57

    "Bu, mau Bibik buatkan teh?" Bik Milah mungkin melihatku yang sedang termenung dengan tatapan kosong di ruang tengah."Ga usah, Bik. Tolong jagain Alif saja, Bik."Bik Milah mengangguk dan langsung berlalu ke kamar dimana Alif sedang ditidurkan. Kalau bukan karena Alif, aku rasanya ingin pergi jauh saja. Buat apa lagi bertahan. Setengah jam kemudian Mas Hendra datang. Suamiku itu membawa seorang laki-laki bersamanya. Pakaiannya rapi, tampak terlihat tegas. Sesekali mereka melempar tawa saat keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah.Bukan dia yang aku cari. Laki-laki yang tidur bersama Mas Hendra di puncak itu bukan ini. "Assalamu'alaikum ..."Mas Hendra masuk, sembari mengajak tamunya mengikuti dari belakang."Wa'alaykumussalam ..." jawabku singkat. "Dek, ini Pak Ardi, rekan kerja Mas. Kebetulan Mas hari ini tak balik lagi ke kantor, jadi Pak Ardi sekalian ikut untuk mengambil map yang ketinggalan." jelasnya.Lelaki yang bernama Ardi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Aku

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 56

    Aku terbangun dalam ruangan bercat putih. Memicingkan mata karena silau yang menerpa."Alhamdulillah ....kamu sudah sadar, Dek. Alhamdulillah ..." Wajah Mas Hendra yang pertama kali kulihat tampak begitu senang."Anak kita gimana, Mas?"Mas Hendra meraih tanganku yang masih terpasang jarum infus lalu menciumnya."Anak kita selamat, Dek. Laki-laki, hidungnya mancung seperti hidung Mamanya."Aku tersenyum membayangkan anak yang baru saja aku lahirkan. Meski harus lewat operasi Caesar karena aku yang tiba-tiba saja mengalami pendarahan. Mungkin karena kelelahan dalam acara pernikahan Mbak Nada kemarin.Tak lama Mama, Papa, Ayah, Mbak Widya, Mbak Nada juga suaminya masuk ke ruanganku."Kami baru saja mengintip bayi kamu di ruang perawatan bayi, kulitnya bersih, matanya bening, mana cakep banget, MasyaAllah." ucap Mama."Selamat ya, Sayang. Makasih sudah memberikan Mama seorang cucu. Mama senang sekali."Mama mengusap kepalaku, aku terharu. Akhirnya kasih sayang Mama bisa juga aku dapatka

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 55

    Mas Hendra pulang, sorot matanya memperlihatkan kebahagiaan. Tapi, tak bisa dipungkiri, dari wajah dia terlihat sangat lelah."Kita istirahat dulu disini ya, Mas. Besok baru pulang. Mas sepertinya lelah sekali." ujarku.Saat ini Mas Hendra sedang tiduran di kamar, Ayah setelah tadi ngobrol sebentar dengannya, sudah pergi ke Pondok."Jangan, Dek, kita langsung pulang saja. Mas gapapa kok. Sejam lagi kita berangkat ya, Mas mau tiduran sebentar."Aku mengangguk, melihat Mas Hendra sudah memejamkan mata aku bergegas merapikan barang-barang milikku. Meski tertartih karena perut yang besar ini."Pulang hari ini juga, Nak?" tanya Ayah yang baru pulang. "Jadi, Yah." jawabku pelan. Aku yang sedang duduk di sofa karena merasa lelah, tersenyum."Apa tidak besok saja, kasian Hendra baru pulang.""Mas Hendra minta sekarang aja, Yah. Mungkin dia masih kuat."Ayah mengangguk-anggukan kepalanya. Tak lama Mas Hendra bangun. Lalu mengajakku segera pulang ke rumah kami. Mata Ayah berkaca-kaca, lelaki y

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 54

    Aku menoleh."Kang Hanif, ini mau istirahat dulu." sahutku sopan."Oh iya, saya yang minta maaf malam-malam ganggu. Cuma sebentar saja kok, ada perlu sama Pak Haji." tuturnya."Iya, Kang silahkan. Saya pamit masuk dulu."Lelaki itu tersenyum lalu mengangguk. Meski dulu aku selalu memanggilnya 'Hanip' tidak pakai embel-embel didepan namanya, sekarang ada rasa sungkan terlebih kami sudah sama-sama dewasa. Setidaknya untuk menghormati dirinya yang juga seorang ustadz disini.Aku merebahkan diri di atas ranjang. Perut yang kian membuncit membuat gerakanku agak terbatas. Mencoba memejamkan mata, tapi kelopak ini sama sekali tidak mau diajak kompromi. Pikiran justru melayang pada Mas Hendra. Sedang apa dia? sudah jam delapan malam tapi belum ada kabar darinya. Aku meraih ponsel yang berada di sampingku. Mas Hendra aktif beberapa jam lalu. Apa kucoba menghubunginya saja. Baru saja hendak menekan tanda telepon hijau di layar ponsel. Panggilan dari Mas Hendra tertera di sana."Assalamu'alaiku

DMCA.com Protection Status