selamat malam teman-teman. selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. mohon maaf jika othor ada salah dan khilaf ketik selama ini, semoga ibadahnya lancar, semoga amal ibadahnya di terima oleh Allah SWT, amin ya rabbal alamin. lope lope sekebon teh buat teman-teman, sehat-sehat semua 😊🫶🫶❤️
"Zio."Rengekan itu tak membuat yang disebut namanya membalikkan badan. Zio terus berjalan begitu mereka keluar dari bandara internasional Baiyun. Tempat itu memang nyaman, tapi kurang menarik untuk disinggahi.Penumpang tidak terlalu ramai, Zio bisa melihat sebuah ambulans sudah menunggu di area parkir bandara. Kemungkinan Nika akan langsung diantar ke rumah sakit.Dia sempat mendengar dari Karel waktu tempuh rumah sakit ke bandara sekitar empat puluh menit. Tapi dengan ambulans perjalanan bisa dipersingkat.Mengingat kondisi Nika boleh dibilang mengkhawatirkan, maka rumah sakit setuju mengirim ambulans untuk menjemput Nika."Tuan, Anda mau ke mana?" Karel berlarian menyusul Zio yang sedang menhubungi seseorang. Menggunakan bahasa mandarin yang fasih, bukan halangan bagi Zio untuk berkomunikasi dengan warga lokal."Bukan urusanmu," tukas Zio dingin."Tapi ....""Jangan kalian pikir aku ke sini untuk menyemangatinya supaya lekas sembuh. Justru sebaliknya, aku ingin memastikan kematian
"Jangan gila kamu!""Kamu yang gila! Kamu perlu orang yang bisa jagain kamu." Heri makin senewen menghadapi Lea yang kekeuh ingin menyembunyikan kehamilannya.Perempuan di depannya terkadang memang tidak waras. Terlalu mandiri, tidak ingin merepotkan orang lain. Sudah tahu hamil, jelas bapaknya siapa. Malah pengen disembunyikan.Padahal Heri yakin, Zio bakal balik hari itu juga kalau tahu Lea hamil. Heri yakin itu."Kamu kan ada," balas Lea santai."Hei, aku dokter. Bukan keluargamu. Aku gak bisa tiap waktu ngawasin kamu.""Kita teman," pungkas Lea cepat."Iya, kita teman. Tapi aku tetap tidak bisa tiap waktu ada kalau kamu kesusahan. Sudahlah, panggil suamimu pulang.""Jangan!" Lea lekas bereaksi."Lea, maumu apa sih? Aku kasih tahu ya, bumil itu perlu support, perlu dukungan terutama dari suami, keluarga. Kamu gak bisa jalanin ini sendiri. Kamu butuh mereka.""Aku bisa sendiri.""Kamu akan kesulitanq Lea. Tolonglah, dengarkan aku kali ini. Pilih satu, tunjuk siapa yang bisa aku hubu
Zico menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Setelah dia mendengarkan penjelasan panjang kali lebar kali tinggi dari Heri. Ditambah pesan dari A sampai Z, mengenai bagaiman cara menjaga ibu hamil. Kepala Zico mendadak pening. "Astaga, ngurusin bumil ternyata lebih susah dibanding mikirin strategi pemasaran ayam goreng gue," keluh Zico sambil mengekor langkah Lea yang sudah kembali gesit macam biasa. Satu hal lagi Zico sadari. Merawat ibu hamil tidak senikmat seperti waktu membuat si janin. Pria itu seketika jadi parno. "Enak, nikmat kalau ujungnya menderita begini mending gak usah punya anak dah." Lea memasang atensi penuh pada sang adik ipar begitu mendengar ucapan Zico. "Susahnya bakal kebayar nanti kalau dia sudah lahir," Lea menimpali kalimat adik suaminya. "Lihat kakak muntah dua kali saja sudah kebayang gimana rasanya tu perut. Tidak enak." Zico kembali mendebat sesaat setelah mobil hitam berkilat itu meluncur keluar parkiran rumah sakit. "Kan gak tiap waktu, Co. Paling
"Gak bisa gitu, Kak. Itu perut makin lama makin gede, bukannya tambah slim!"Zico benar-benar dipusingkan dengan permintaan konyol sang kakak. Bagaimana bisa dia disuruh diam, merahasiakan kehamilan."Ya sampai waktunya gak bisa ditutupin, biarin saja mereka tahu," Lea menepis cekalan tangan Zico di lengannya.Zico seketika mengangkat tangan, lupa kalau kakaknya model yang tidak bisa sembarangan disentuh. Kalau tidak darurat."Terus urusan remeh temeh gitu gimana? Aku gak mungkin ngurusin Kakak, stand by dua puluh empat jam. Aku panggil Zio pulang saja.""Jangan! Aku hamil Co, bukan mau mati. Aku masih bisa jaga diri. Kamu jangan lebay gitu.""Muntahnya?""Aku gak muntah tiap detik, tiap saat. Cuma waktu tertentu saja," jelas Lea sebelum meninggalkan Zico yang masih berdiri bengong di tengah tangga."Gusti, gimana kalau aku suka beneran sama dia. Apa aku gak lebih baik dari Abian."Setelah kehilangan memori soal Raisa, satu-satunya perempuan yang bisa mengusik hati Zico hanyalah Lea.
Inez berdarah Cina, berasal dari Guangzhao. Karena itu Zacky kala itu yang masih pengusaha pemula, mencari sebuah area yang bisa dia jadikan mahar saat melamar Inez.Zacky ingin punya tempat istimewa di tanah kelahiran Inez. Maka tercapailah keinginan Zacky. Sebuah lahan yang awalnya hanya berupa tanah kosong, lambat laun Zacky bangun jadi sebuah rumah dengan taman indah untuk sang istri.Setiap tahun mereka memang punya agenda pulang ke Guangzhao, menginap di sana. Tapi Zio tak pernah tahu kalau tempat itu milik mamanya. Dia pikir papanya dulu menyewanya.Sampai dia meminta bantuan Revo menyelidiki aset tersebut. Dia curiga kenapa benda itu bisa ada di daftar aset sang mama.Terjawab sudah pertanyaan Zio, saat Revo mengabarkan kalau Inez punya hak atas area tersebut. Yang jadi pertanyaan Revo adalah kenapa kawasan tadi dialihfungsikan jadi diskotik.Usut punya usut, kepemilikan tempat tersebut juga sudah berubah. Karena itulah, Zio terpaksa terbang ke Guangzhao untuk menyelidiki hal
"Perang dunia ketiga," celetuk Yuda. Ketika Agra bergegas lari mengejar Irene yang jelas ngambek melihat Monica menyapanya dengan manis.Satu sikap yang tidak akan ditunjukkan jika keduanya tidak memiliki hubungan dekat."Monica siapa sih?" Lea lebih kepo dengan siapa si Monica ini.Yuda lekas mengulik ponselnya lantas menyodorkannya pada Lea. Istri Zio seketika membulatkan mulut. "Ooo artis to. Pantas sek-si. Eh." Lea buru-buru menutup mulut."Seksi-lah kan katanya sambil nyambi jadi simpanan pejabat."Dua kata terakhir diucapkan Yuda sambil berbisik. Takut ada yang dengar lalu jadi gosip."He? Beneran gak tu. Atau cuma rumor gak jelas.""Beneran, soalnya aku sama Agra pernah lihat dia sama si itu main di mobil."Masih sambil berbisik, Yuda menjelaskan. Lea seketika menggelengkan kepala. "Lalu dia kok bisa kenal Agra?" Lea masih melanjutkan rasa penasarannya."Kami pernah ketemu dia di beberapa event, sekedar say hi aja sih," jelas Yuda.Namun Lea tak sepenuhnya percaya. Mengingat
Nika lekas menghubungi seorang teman yang dia kenal cukup tahu tentang dunia malam. Dari pria tersebut, Nika mengetahui kalau yang dikatakan Zio benar semua. Dia rupanya juga ditipu.Saat tahu properti milik Inez akan dijadikan kawasan sekolah, Nika bahkan rela harganya diturunkan dua puluh persen dari harga pasar saat itu.Nika berharap tempat itu akan lebih berguna jika dijadikan tempat pendidikan. Siapa sangka jika tempat itu kini jadi pusat hiburan malam dengan keuntungan berlipat ganda dari harga yang mereka bayarkan padanya."Apa ada cara untuk mendapatkannya kembali? Tanah itu punya orang lain sebenarnya, aku meminjamnya dulu, sekarang aku ingin mengembalikannya."Mustahil sebenarnya jika Nika mampu membeli tempat itu. Mengingat pemiliknya tidak akan mungkin menjualnya lagi. Ditambah tempat itu nilai ekonomisnya sangat tinggi."Susahlah, Ka. Kecuali kau bisa menunjukkan kalau kau ditipu waktu menjualnya."Teman Nika yang seorang agen properti memberi jawaban. Dengan perantara o
"James Liu," gumam Lea tanpa sadar.Apa yang membuat Lea seketika terbengong adalah dia melihat kemiripan antara Zio dan James."Saya bisa bahasa negeri ini, Nyonya. So, tidak perlu pakai bahasa ibu saya."Suara deep James mengembalikan fokus Lea. Kebetulan Sia memanggilnya setelah perempuan tersebut menyatakan keterkejutannya. Saat James mengungkap kalau dia bisa bahasa negara ini."Perkenalkan Azalea Graziela Alkanders. Dia yang akan bekerja sama dengan Anda. Nantinya kalian akan lebih sering berkomunikasi."Sia mengenalkan Lea pada James yang sejenak tercekat pada tampilan rupawan istri Zio. "Pantas saja dia membuang yang lama, yang baru lebih menggoda," batin James dalam hati."Panggil saja Lea, tuan Liu." Lea menyambut uluran tangan James dengan ragu. Seragu perasaannya saat ini. Apa hubungan pria ini dengan Zio, kenapa rupa mereka mirip."Kalau begitu panggil James saja. Biar lebih akrab, tidak perlu sungkan." James balas tersenyum ke arah Sia juha Lea."Wah, mana bisa begitu.
"Tenang saja, Celio aman sama mama. Kalian bersenang-senanglah. Livi juga anteng kalau ada Arch." Lea memeluk Inez dan Anita bergantian. Merasa sangat beruntung memiliki dua wanita tersebut dalam kehidupannya. Dia disupport seratus persen dalam karier, dibantu dalam mengurus buah hati. Sungguh sebuah anugerah yang tak terganti oleh apapun. Lea mengulas senyum, dia berjalan menghampiri sang suami yang sudah menunggu. "Persediaan ASI melimpah, nyonya siap diajak kencan," goda Zio sambil membuka pintu mobil "Memangnya mau ke mana?" "Adalah. Kita kan belum pernah pergi kencan seperti ini." Lea kembali melengkungkan bibir. Iya, dia dan Zio dikatakan belum pernah pergi berdua, menikmati waktu tanpa diganggu. Boleh dikatakan ini adalah reward dari semua kesibukan Lea dan Zio selama ini. Juga kerelaan atas keduanya yang hampir tak pernah protes soal pekerjaan masing-masing. Saling percaya dan komunikasi adalah dua hal yang Zio dan Lea terapkan dalam rumah tangga mereka. Prinsip yang
"Diem lu biji melinjo! Anak gue itu!" Hardik Zico."Bodo amat! Livi mana! Tante! Livi mana?!" Balas Arch tak takut oleh bentakan sang om."Lihat Kak Celio."Jawab Raisa setelah Arch mencium tangan Raisa juga mencium pipi wanita yang memang sudah Arch kenal dari dulu.Bocah itu melesat mencari Livi. Dengan Raisa lekas memeluk Lea yang balik mendekapnya."Terima kasih sudah bertahan sendirian selama ini. Kenapa tidak hubungi Kakak?"Raisa terisak lirih. Dia tahu mengarah ke mana pembicaraan Lea."Takut, Kak. Waktu itu kakak dan kak Zio masih musuhan. Kalau aku kasih tahu, mereka bisa war lebih parah.""Keadaannya akan berbeda, Sa. Mereka musuhan tapi tidak bisa mengabaikan keadaanmu. Lihat sekarang, mereka bisa akur. Agra malah yang kasih tahu banyak soal kesukaanmu."Raisa menerima detail konsep akadnya."Kak, serius ini?""Serius. Dia yang minta. Dan kakakmu setuju. Akan lebih baik jika begitu. Dia sudah siapkan semuanya."Lea dan Raisa melihat ke arah Zico yang tangannya sibuk bermai
"Baru juga nyetak satu, sudah mau dipotong. Kejam amat kalian," balas Zico santai.Inez dan Anita saling pandang. "Ndak mempan, Ta.""Iya, ya," sahut Anita heran."Sudah gak mempan dramanya. Dah kenalin, ini calon istri, sama anakku."Zico menarik tangan Raisa yang tampak bingung. Inez dan Anita memindai tampilan Raisa. Dari atas ke bawah. Dari bawah balik lagi ke atas."Screening-nya sudah deh. Kalian nakutin dia. Zico jamin dia lolos sensor. Kan sudah ada buktinya."Raisa makin gugup melihat ekspresi dua perempuan yang dia tahu salah satunya mama Zico."Co, mereka gak suka aku ya?" Bisik Raisa panik."Suka kok. Mereka lagi main drama. Jadi mari kita ikutan."Raisa tidak mengerti dengan ucapan Zico. Tapi detik setelahnya dia dibuat menganga ketika Zico berlutut di hadapan Inez dan Anita."Heh? Ngapain kamu?" Inez bingung melihat kelakuan sang putra."Mau minta maaf. Zico tahu salah. Tapi Zico janji akan memperbaiki semua. Zico bakal tanggung jawab."Ucap Zico dengan wajah memelas pe
Agra tak habis pikir, Raisa bahkan membawa Livi ke pernikahan mereka. Tapi dia sama sekali tidak tahu. "Ini aku yang kebangetan atau dia yang terlalu pintar?" Agra bertanya ketika mereka sampai di apart Raisa. Sebuah tempat yang membuat dada Zio sesak. Bukan karena kurang mewah, atau kurang bagus. Namun di sini, dia bisa merasakan perjuangan seorang Raisa dalam merawat Livi.Dia kembali teringat bagaimana susahnya Lea hamil dan melahirkan. Beruntungnya Lea punya dirinya juga yang lain.Tapi Raisa, totally alone. Sendirian. Tidak terbayangkan bagaimana Raisa berlomba dengan waktu, kuliah, pekerjaan juga dirinya sendiri. Bisa tetap waras sampai sekarang saja sudah bagus."Biarkan dia makan sendiri." Suara galak Raisa terdengar ketika Zico coba menyuapi Livi."Dua-duanya. Kau bego dan adikmu terlampau smart," ceplos James yang sepertinya mulai akrab dengan Agra.Ingat, dua pria itu juga hampir adu tinju waktu itu."Sialan kau!" Agra menendang James, tapi pria itu berhasil menghindar."
Tujuh jam kemudian.Zio dengan didampingi James mendarat di bandara internasional Haneda. Mereka langsung menuju rumah sakit tempat Zico dirawat.Awalnya mereka kemari untuk mengurusi Zico, tapi siapa sangka yang mereka temui justru melebihi ekspektasi mereka.James sengaja ikut, sebab dia sudah diberi bisikan oleh Miguel. Mengenai garis besar persoalan Zico."Apa yang terjadi sebenarnya?" Itu yang Zio tanyakan begitu dia berhadapan dengan Agra."Duduk dulu. Kita bicara." Zio mengikuti permintaan Agra. Dua pria itu terlibat pembicaraan serius. Sangat serius sampai Zio memejamkan mata, coba menahan diri.Di tempat Raisa, perempuan itu hanya bisa diam, tertunduk tanpa berani melihat ke arah Zio. Sejak dulu, aura Zio sangat menakutkan bagi Raisa."Apa aku harus percaya begitu saja? Maaf bukan meragukanmu. Tapi Zico itu brengsek."Zio berujar sambil menatap Raisa."Soal Livi, apa kalian punya bukti otentik kalau dia anak Zico. Tes DNA contohnya." Agra bertanya pada sang adik."Zico punya
Setelah semalam merenung, menimang juga mempertimbangkan semua hal dari segala sisi. Pada akhirnya Agra memutuskan untuk menyerahkan permasalahan sang adik pada yang bersangkutan.Agra tidak ingin mendoktrin, apalagi memaksa Raisa soal apapun. Pun dengan Zico, Agra secara khusus minta bertemu. Dan Zico dengan segera menyanggupi.Dengan membawa Livi, Agra kembali dibuat yakin dengan keputusannya. Dia pasti Zico bisa lebih baik darinya. "Aku izinkan kau berjuang. Tapi dengan satu catatan. Jika dia menolak kau harus enyah dari hadapannya juga Livi."Zico menelan ludah. Ditolak Raisa dia bisa terima. Tapi berjauhan dengan Livi, Zico tidak akan sanggup. Tidak, setelah dia menjalani dua puluh empat jam full bersama sang putri. Zico tidak akan bisa berpisah dengan Livi. Tidak, sesudah dia menyadari betapa berharganya Livi baginya.Maka siang itu dengan harapan setinggi langit, Zico nekat melamar Raisa. Dia yakin lamarannya akan diterima."Sa, mari menikah."Suara Zio membuat Raisa kembali
"Apapa," sebut Livi dengan bibir bertekuk menahan tangis."Ndak apa-apa, Sayang. Apapa nakal jadi pantas dipukul. Tapi kamu gak boleh asal pukul orang."Livi melayangkan tatapan tajam penuh permusuhan pada Agra."He, bukan Om yang salah. Dia yang jahat."Livi menangis dengan tangan sibuk melempar apa saja yang ada di meja. Agra maju tidak terima dengan aksi sang ponakan. Sementara Zico dengan cepat mendekap Livi yang bibir mungilnya terus menyebut om jahat."Kau! Kau jangan mimpi bisa dapatin Raisa," ancam Agra."Agra, berhenti gak!" Pria itu kicep begitu sang istri bicara. Irene mendekati Raisa yang cuma duduk sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. Dalam sekejap, Livi sudah jadi perisai hidup untuk ayahnya. Dipandangnya wajah Zico yang memar di beberapa tempat. Saat ini pria itu masih menenangkan Livi yang masih menebar aura permusuhan pada omnya."Ren ....""Jangan tanya, Mbak. Pusing aku." Irene mundur ketika Raisa angkat tanganAgra mendesah frustrasi. Pria itu berdiam diri d
"Apa kamu bilang? Zico ke Tokyo?" Lea mengutip ucapan Zio barusan."Lah kan aku sudah bilang kemarin. Abian kasih tahu kalau Zico ke Tokyo. Katanya kerjaannya berantakan, jadi mereka suruh Zico buat healing lagi."Zio berkata sambil mendekati Lea yang sedang menyusui Celio. Zio seketika jadi cemburu. Benda itu bertambah menggiurkan, tapi sekarang bukan lagi miliknya. Ada Celio yang memonopoli tempat favorit Zio."Dia ke Tokyo bukan healing tapi cari perkara. Lihat saja yang ada di sana. Bukannya Zico selalu sakit kepala kalau coba mengingat Raisa," Lea membetulkan posisi Celio supaya lebih nyaman."Kan beda kalau ketemu orangnya langsung. Boy, gantian napa. Dikit aja."Lea menepis tangan Zio yang selalu ingin mengganggu Celio. Bayi lelaki itu sudah bertambah montok dengan pipi seperti bakpao. Tingkahnya juga bikin satu rumah tertawa senang."Memangnya kau setuju kalau Zico dengan Raisa?""Enggak! Jauh-jauh dari yang namanya Agra," balas Zio cepat.Lea seketika memutar bola matanya je
Livi menangis dengan tubuh Raisa turut gemetar, melihat bagaimana Zico menggelepar menahan sakit di kepala. "Tolong, Dok. Sakit!" Teriak Zico berulang kali.Dia pegangi kepalanya yang serasa mau pecah. Pria itu meringis, mendesis sementara tim medis sedang mencoba mengurangi kesakitan yang Zico rasa.Raisa susah payah berhasil membawa Zico ke klinik terdekat. Tubuh Zico yang tumbuh besar dan tinggi membuat Raisa kesulitan memapah. Ditambah dia sedang menggendong Livi yang sejak itu mulai menangis.Beruntungnya dia bertemu dua orang yang membantu Zico berjalan ke klinik. "Apapa!" Sebut Livi berulang kali. Balita tersebut tampak ketakutan, tapi juga menampilkan ekspresi sedih."Apa yang terjadi padanya?" Seorang dokter bertanya setelah Zico berhasil ditenangkan. Raisa melirik Zico yang mulai tenang, meski sesekali masih meringis kesakitan."Dia bilang pernah kecelakaan, lalu hilang ingatan. Tapi saya tidak tahu detail-nya.""Oke, kami paham. Kami akan memeriksanya lebih lanjut. Takut