Suara pintu yang dibuka kasar membuat Zio mendongak guna melihat siapa pelakunya. "Kesopanannya di mana?" Zio kembali menunduk untuk melanjutkan pekerjaannya. "Aku tidak perlu berlaku sopan pada suami yang berniat menduakan istrinya." Zio kembali mengangkat kepalanya. Dia pandang paras Zico yang jelas marah padanya. "Apa maksudmu?" "Kau mau menemani orang yang sudah membuat papa meninggal berobat. Meninggalkan istrimu sendiri," cecar Zico tidak terima. "Aku sudah bicara dengan Lea. Dia setuju." Zico mendengus kesal. "Dan kau percaya begitu saja. Kau dua kali menikah, tapi kau tidak peka sama sekali dengan perasaan seorang wanita." "To the point saja," tukas Zio mulai jengkel dengan cara bicara Zico yang dia nilai bertele-tele. "Lea tidak mungkin menolak keinginanmu. Harusnya kau yang tahu diri. Dia mencintaimu ...." "Aku lebih mencintainya. Asal kau tahu!" Tegas Zio. "Kalau begitu batalkan rencana gilamu itu." Helaan napas terdengar dari arah Zio. "Suatu hari kau akan tahu r
"Zio."Rengekan itu tak membuat yang disebut namanya membalikkan badan. Zio terus berjalan begitu mereka keluar dari bandara internasional Baiyun. Tempat itu memang nyaman, tapi kurang menarik untuk disinggahi.Penumpang tidak terlalu ramai, Zio bisa melihat sebuah ambulans sudah menunggu di area parkir bandara. Kemungkinan Nika akan langsung diantar ke rumah sakit.Dia sempat mendengar dari Karel waktu tempuh rumah sakit ke bandara sekitar empat puluh menit. Tapi dengan ambulans perjalanan bisa dipersingkat.Mengingat kondisi Nika boleh dibilang mengkhawatirkan, maka rumah sakit setuju mengirim ambulans untuk menjemput Nika."Tuan, Anda mau ke mana?" Karel berlarian menyusul Zio yang sedang menhubungi seseorang. Menggunakan bahasa mandarin yang fasih, bukan halangan bagi Zio untuk berkomunikasi dengan warga lokal."Bukan urusanmu," tukas Zio dingin."Tapi ....""Jangan kalian pikir aku ke sini untuk menyemangatinya supaya lekas sembuh. Justru sebaliknya, aku ingin memastikan kematian
"Jangan gila kamu!""Kamu yang gila! Kamu perlu orang yang bisa jagain kamu." Heri makin senewen menghadapi Lea yang kekeuh ingin menyembunyikan kehamilannya.Perempuan di depannya terkadang memang tidak waras. Terlalu mandiri, tidak ingin merepotkan orang lain. Sudah tahu hamil, jelas bapaknya siapa. Malah pengen disembunyikan.Padahal Heri yakin, Zio bakal balik hari itu juga kalau tahu Lea hamil. Heri yakin itu."Kamu kan ada," balas Lea santai."Hei, aku dokter. Bukan keluargamu. Aku gak bisa tiap waktu ngawasin kamu.""Kita teman," pungkas Lea cepat."Iya, kita teman. Tapi aku tetap tidak bisa tiap waktu ada kalau kamu kesusahan. Sudahlah, panggil suamimu pulang.""Jangan!" Lea lekas bereaksi."Lea, maumu apa sih? Aku kasih tahu ya, bumil itu perlu support, perlu dukungan terutama dari suami, keluarga. Kamu gak bisa jalanin ini sendiri. Kamu butuh mereka.""Aku bisa sendiri.""Kamu akan kesulitanq Lea. Tolonglah, dengarkan aku kali ini. Pilih satu, tunjuk siapa yang bisa aku hubu
Zico menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Setelah dia mendengarkan penjelasan panjang kali lebar kali tinggi dari Heri. Ditambah pesan dari A sampai Z, mengenai bagaiman cara menjaga ibu hamil. Kepala Zico mendadak pening. "Astaga, ngurusin bumil ternyata lebih susah dibanding mikirin strategi pemasaran ayam goreng gue," keluh Zico sambil mengekor langkah Lea yang sudah kembali gesit macam biasa. Satu hal lagi Zico sadari. Merawat ibu hamil tidak senikmat seperti waktu membuat si janin. Pria itu seketika jadi parno. "Enak, nikmat kalau ujungnya menderita begini mending gak usah punya anak dah." Lea memasang atensi penuh pada sang adik ipar begitu mendengar ucapan Zico. "Susahnya bakal kebayar nanti kalau dia sudah lahir," Lea menimpali kalimat adik suaminya. "Lihat kakak muntah dua kali saja sudah kebayang gimana rasanya tu perut. Tidak enak." Zico kembali mendebat sesaat setelah mobil hitam berkilat itu meluncur keluar parkiran rumah sakit. "Kan gak tiap waktu, Co. Paling
"Gak bisa gitu, Kak. Itu perut makin lama makin gede, bukannya tambah slim!"Zico benar-benar dipusingkan dengan permintaan konyol sang kakak. Bagaimana bisa dia disuruh diam, merahasiakan kehamilan."Ya sampai waktunya gak bisa ditutupin, biarin saja mereka tahu," Lea menepis cekalan tangan Zico di lengannya.Zico seketika mengangkat tangan, lupa kalau kakaknya model yang tidak bisa sembarangan disentuh. Kalau tidak darurat."Terus urusan remeh temeh gitu gimana? Aku gak mungkin ngurusin Kakak, stand by dua puluh empat jam. Aku panggil Zio pulang saja.""Jangan! Aku hamil Co, bukan mau mati. Aku masih bisa jaga diri. Kamu jangan lebay gitu.""Muntahnya?""Aku gak muntah tiap detik, tiap saat. Cuma waktu tertentu saja," jelas Lea sebelum meninggalkan Zico yang masih berdiri bengong di tengah tangga."Gusti, gimana kalau aku suka beneran sama dia. Apa aku gak lebih baik dari Abian."Setelah kehilangan memori soal Raisa, satu-satunya perempuan yang bisa mengusik hati Zico hanyalah Lea.
Inez berdarah Cina, berasal dari Guangzhao. Karena itu Zacky kala itu yang masih pengusaha pemula, mencari sebuah area yang bisa dia jadikan mahar saat melamar Inez.Zacky ingin punya tempat istimewa di tanah kelahiran Inez. Maka tercapailah keinginan Zacky. Sebuah lahan yang awalnya hanya berupa tanah kosong, lambat laun Zacky bangun jadi sebuah rumah dengan taman indah untuk sang istri.Setiap tahun mereka memang punya agenda pulang ke Guangzhao, menginap di sana. Tapi Zio tak pernah tahu kalau tempat itu milik mamanya. Dia pikir papanya dulu menyewanya.Sampai dia meminta bantuan Revo menyelidiki aset tersebut. Dia curiga kenapa benda itu bisa ada di daftar aset sang mama.Terjawab sudah pertanyaan Zio, saat Revo mengabarkan kalau Inez punya hak atas area tersebut. Yang jadi pertanyaan Revo adalah kenapa kawasan tadi dialihfungsikan jadi diskotik.Usut punya usut, kepemilikan tempat tersebut juga sudah berubah. Karena itulah, Zio terpaksa terbang ke Guangzhao untuk menyelidiki hal
"Perang dunia ketiga," celetuk Yuda. Ketika Agra bergegas lari mengejar Irene yang jelas ngambek melihat Monica menyapanya dengan manis.Satu sikap yang tidak akan ditunjukkan jika keduanya tidak memiliki hubungan dekat."Monica siapa sih?" Lea lebih kepo dengan siapa si Monica ini.Yuda lekas mengulik ponselnya lantas menyodorkannya pada Lea. Istri Zio seketika membulatkan mulut. "Ooo artis to. Pantas sek-si. Eh." Lea buru-buru menutup mulut."Seksi-lah kan katanya sambil nyambi jadi simpanan pejabat."Dua kata terakhir diucapkan Yuda sambil berbisik. Takut ada yang dengar lalu jadi gosip."He? Beneran gak tu. Atau cuma rumor gak jelas.""Beneran, soalnya aku sama Agra pernah lihat dia sama si itu main di mobil."Masih sambil berbisik, Yuda menjelaskan. Lea seketika menggelengkan kepala. "Lalu dia kok bisa kenal Agra?" Lea masih melanjutkan rasa penasarannya."Kami pernah ketemu dia di beberapa event, sekedar say hi aja sih," jelas Yuda.Namun Lea tak sepenuhnya percaya. Mengingat
Nika lekas menghubungi seorang teman yang dia kenal cukup tahu tentang dunia malam. Dari pria tersebut, Nika mengetahui kalau yang dikatakan Zio benar semua. Dia rupanya juga ditipu.Saat tahu properti milik Inez akan dijadikan kawasan sekolah, Nika bahkan rela harganya diturunkan dua puluh persen dari harga pasar saat itu.Nika berharap tempat itu akan lebih berguna jika dijadikan tempat pendidikan. Siapa sangka jika tempat itu kini jadi pusat hiburan malam dengan keuntungan berlipat ganda dari harga yang mereka bayarkan padanya."Apa ada cara untuk mendapatkannya kembali? Tanah itu punya orang lain sebenarnya, aku meminjamnya dulu, sekarang aku ingin mengembalikannya."Mustahil sebenarnya jika Nika mampu membeli tempat itu. Mengingat pemiliknya tidak akan mungkin menjualnya lagi. Ditambah tempat itu nilai ekonomisnya sangat tinggi."Susahlah, Ka. Kecuali kau bisa menunjukkan kalau kau ditipu waktu menjualnya."Teman Nika yang seorang agen properti memberi jawaban. Dengan perantara o
Fakta Mattias memiliki anak. Dan dia adalah James Liu, membuat Li Chong Wei berang. Dia tidak sudi mengalah apalagi mengaku kalah. Dia sudah menunggu lama hingga hari ini tiba.Mempersiapkan diri untuk merebut kepemimpinan Triad Ming juga memiliki Midnight Blue. Tempat hiburan dengan keuntungan paling besar saat ini.Chong Wei tidak akan mundur. Dia akan pertahankan apa yang sudah dia miliki. Triad Ming dan Midnight Blue. Dua hal yang sangat Li Chong Wei damba.Dia pilih war dengan Mattias. Lagi pula, anak buahnya jelas lebih terlatih di banding pria berseragam hitam yang melindungi Mattias. Pria itu tak tahu siapa yang jadi backingan Mattias.Jeritan San tidak Li Chong Wei hiraukan. Dia tidak peduli apa yang James lakukan pada orang yang telah lama jadi sekutunya. Bedanya San punya motif berbeda saat memutuskan membantu Li Chong Wei merebut Midnight Blue.San hanya menginginkan Yifan. Dia ingin Yifan jadi miliknya. Jadi hari itu San memang menculik Yifan, tapi perbuatannya diketahui
Perjalanan menuju Midnight Blue diwarnai emosi James yang memuncak. Dia hampir balik untuk menghajar Tiger. Pria itu rupanya yang sudah melecehkan Yifan."Tenang, James. Tiger sudah memberitahu kalau dia dijebak. Semua ulah orang ini.""Tetap saja, Yah. Dia yang menghancurkan Yifan. Susah payah kami jaga dia, sebab prinsip Yifan begitu."James meraup wajahnya kasar, memukul tempat duduknya berkali-kali. Tidak peduli pada Zico yang sibuk main game. Dan Mike yang mengemudikan mobil.Dua mobil mengiringi mereka. Semua anak buah Triad Li yang diutus Miguel untuk menjaga keselamatan Mattias dan yang lainnya.Zico jelas syok begitu nama Miguel disebut sebagai pemimpin Triad Li. Dia tak pernah menyangka jika papa kandung Arch adalah mafia."Pantas dia kekeuh membiarkan Arch jadi anaknya Zio," komen Zico saat itu."Sangat beresiko andai musuh tahu soal kehidupan pribadi kami. Karena itu aku mendukung apa yang tuan De Leon lakukan. Putranya lebih aman bersama kalian. Meski ya, aku yakin dia sa
"Pelan-pelan, Lea." Puspa membantu Lea yang ingin duduk. Istri Han ikut stand by di rumah sakit ketika sang suami dipanggil Zio."Operasinya lama bener," keluh Lea yang sampai setengah jam dipindahkan ke ruang perawatan, belum juga melihat Zio.Dua orang itu rencananya akan ditempatkan di satu ruangan yang sama. Supaya lebih mudah bertemu satu sama lain."Sebentar lagi. Namanya juga operasi kadang cepat, kadang molor. Tenang saja, jangan stres nanti ASI-nya susah keluar. Kayak Agni."Lea menghembuskan napasnya pelan. Coba menenangkan diri. Mencoba menyingkirkan pikiran buruk yang sempat mampir di kepalanya."Lapar, Pa," kata Lea. Baru kali ini terasa perutnya keroncongan.Puspa sigap mencari paper bag yang tadi ditinggalkan Han. "Jangan protes ya. Full sayur, demi anak." Puspa mengulurkan wadah makanan dengan logo restoran ternama.Isinya nasi, daging, dengan sayur capcay banyak. Tanpa banyak protes Lea makan sayurnya lebih dulu. Lea menggulung senyum melihat Puspa ikut makan bersam
"Ming! Ming! Dia bapakmu tahu!" Ceplos Zico. Dan pria itu kembali dapat warning dari mamanya. Bukan getokan di kepala, tapi cubitan ekstra keras di pinggang.Bisa dibayangkan bagaimana reaksi Zico. Ingin mengumpat tapi mama sendiri yang menganiaya. Pada akhirnya Zico hanya berdesis-desis macam orang kepedesan."Bapak apanya? Kata Mama dia sudah meninggal," sergah James tak percaya begitu saja."Ciee, dia anak mama juga to." Kali ini Zico kabur lebih dulu sebelum digetok, dicubit atau apalah itu oleh Inez. Zico pilih sembunyi di balik punggung Tiger yang duduk bersandar di kursi tinggi.Kehadiran Tiger di sana lekas menarik perhatian James. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku dibawa kemari. Dan mereka, mereka siapa?" Jari James menunjuk lima pria berpakaian hitam yang mengawalnya sejak turun pesawat. Adapun Mike cuma diam di pojokan. Tanpa berani ikut campur."Biar Mama jelaskan," Anita mengambil alih. Dia tahu putranya bingung. Biasanya hanya dia yang akan James dengarkan jika
Zio dan Lea tak mampu menahan tangis haru, kala bayi laki-laki mereka diletakkan di atas dada sang ibu. Dari menangis, bayi itu langsung berhenti dengan mulut bergerak-gerak lucu mencari sesuatu."Saingan Papa ini mah," canda Zio di tengah tangannya yang sibuk mengusap kepala sang anak, juga air mata di pipi.Rasanya makin tak terlukiskan kala si bayi kini beralih ke gendongan Zio. Buah hati yang dia tunggu sekian lama akhirnya berada dalam pelukannya."Sudah, Tuan?" Dokter Niken bertanya.Zio mengangguk setelah ritual adzan dan iqamat dia lantunkan. "Boleh gak babynya sama saya aja," pinta Zio masih dengan mata penuh air mata."Boleh, tapi nanti ya. Kami perlu periksa debay-nya lebih detail. Ingat, dia nongol lebih awal dari jadwal, jadi kami perlu pastikan dia baik-baik saja."Awalnya Zio ingin mendebat tapi ketika nyeri di lengannya kembali menyengat, dia tahu untuk sementara harus berpisah dulu dengan putranya."Arcelio Ethan Alkanders, sampai jumpa sebentar lagi."Lea sangat terh
"Ma, Kak Lea bener mau lahiran. Ini Zico tanya Sari. Zio baru datang, tapi kata Sari lengannya berdarah."Info Zico mengalihkan perhatian Anita dan Inez yang baru saja mendudukkan Tiger, pria itu kini lebih suka dipanggil Yuze.Luka fisik Yuze lumayan parah, untungnya organ dalam pemuda itu mampu bertahan. Walau setelah keadaan membaik, Anita yang mantan perawat tetap menyarankan pemeriksaan menyeluruh untuk Yuze di rumah sakit."Berdarah bagaimana, terus kakak iparmu bagaimana?" Inez jelas cemas mendengar kabar Zio dan Lea."Dia tertembak," kata Mattias menyela obrolan ibu dan anak di depannya."Siapa yang berani nembak dia? Anakmu ya, beuhh minta digetok palanya kalau ketemu."Zico mengomel, dan pada akhirnya berhadiah dirinya yang kena getok kepalanya oleh Inez, mamanya sendiri."Mama apa-apaan sih? Anak orang dibelain, giliran anak sendiri dianiaya!" Protes sang bungsu dengan bibir manyun lima senti.Satu pemandangan langka untuk Yuze, Anita dan Mattias. Yuze yang bahkan orang tua
"Tunggu dulu, apa hubunganmu dengan Triad Li."James menahan Miguel yang sudah bersiap melajukan kendaraan menuju rumah sakit. Ya, yang datang menyelamatkan James dan Zio adalah Miguel yang membawa belasan orang untuk memukul mundur penyerang dua pria tadi."Kau pulang saja dulu, lalu tanya pada ayahmu. Aku datang karena ayahmu minta tolong padaku. Mike sudah menunggu di bandara.""Ayah?" Kutip James nyaris tanpa suara.Ayah? Siapa ayahnya? Bukankah ayahnya sudah meninggal. Pertanyaan tadi berputar di kepala James, seiring mobil Miguel berlalu dari hadapannya."Mari Tuan, saya antar ke bandara. Pesawat berangkat empat puluh lima menit lagi."James masuk ke dalam mobil saat kendaraan Zio menghilang di tikungan. Tempat itu sudah bersih, mayat dan mereka yang terluka tak lagi terlihat. Triad Li memang terkenal dengan kinerjanya yang cepat dan bersih juga rapi, sama dengan Triad Ming."Siapa nama tuanmu tadi?" James bertanya pada sang supir."Tuan Miguel Amadeo De Leon."James terdiam ket
Lea mendesis ketika rasa melilit menyerang perut, merambat ke pinggang. Menimbulkan sakit yang dia sendiri tak bisa gambarkan seperti apa rasanya."Bukaan empat, Nyonya."Lea seketika ingin menangis, baru bukaan empat dan rasanya sesakit ini. Dia ingin Zio ada di sini, menemaninya berjuang melahirkan putra mereka.Tapi faktanya, sejak dua jam yang lalu pria yang dia harapkan akan menenangkan dirinya tidak muncul jua."Cakar aja, Bu. Saya gak apa-apa." Suara Irene membuat Lea menolah.Bulir bening sungguh menderas kali ini. Justru Irene yang setia berada di sisinya kala dia kesakitan menghadapi kontraksi."Maaf ya, Ren," lirih Lea di sela desis juga tarik hembus napas yang istri Zio lakukan sesuai aba-aba dokter Niken."Gak apa-apa, Bu. Saya senang dapat live pengalaman ibu mau melahirkan. Serem sih." Irene bergidik ngeri waktu tahu cara mengecek pembukaan.Dari ekspresi Lea saja itu sudah jadi kesakitan tersendiri, belum proses kontraksi itu sendiri."Kamu bisa pergi kalau takut," pin
Suara ketukan di pintu membuat semua waspada. Zico sudah mengokang senjatanya. Sangat mengejutkan bagi Inez yang baru kali ini melihat aksi sang putra. Pun dengan Mattias yang melakukan hal sama. "Harusnya tidak ada yang tahu tempat ini," kata lelaki itu. Dia dan Zico mendekat ke arah pintu. Meminta Inez dan Anita masuk ke dalam kamar. "Itu kalau semua orang di sekitar Om bisa dipercaya," ledek Zico. Mattias menghela napas kasar. "Sayangnya kau benar. Ada beberapa orang yang mengkhianatiku." "Boleh nebak profesi Om?" Dua pria lintas usia tersebut menempelkan telinga ke daun pintu. Coba mendengar suara dari arah luar. Plus Mattias menempelkan telapak tangan di lantai. Dia sedang menerka berapa jumlah orang yang berdiri di luar pintu rumahnya. Melihat hal itu Zico terkekeh. "Cara Om kuno," ejek sang ponakan. "Memangnya kau bisa tahu siapa yang ada di luar. Kalau tebakanmu benar akan kukasih tahu apa pekerjaanku." Mattias menatap remeh pria yang masih tampak muda di depannya. Zic