"Nika? Nika siapa? Mbak Nika bukanya sudah meninggal. Tapi kenapa mereka pada ngomongin Nika."Lea bergumam sambil memainkan pulpen. Dia masih berada di kantor Dreamcatcher. Dia ada meeting dengan klien sebentar lagi tapi dia malah bersantai.Sejak semalam pikirannya hanya diisi oleh percakapan antara Zio dan Revo. Nika, Nika nama tersebut turut melambung naik ke permukaan. Seolah perempuan itu memang masih ada."Bu, waktunya pergi." Irene menyembulkan kepala dari balik pintu. Lea lekas bersiap, untung materi untuk meeting sudah disiapkan oleh Irene. Lagi pula bahan meeting hanya itu-itu saja. Jarang sekali mereka membicarakan hal di luar konteks pesta dan printilannya."Ini pesta nyonya Stella. Anaknya yang bungsu menikah?" Lea bertanya begitu membaca siapa klien yang akan mereka temui."Iya, kita tahu kan pesta anak pertama nyonya Stella sukses besar. Jadi mereka repeat order. Dia ngajakin besannya untuk pakai jasa WO kita."Jelas Irene sambil tersenyum. "Oh iya, calon besannya ny
Lea terus pandangi layar ponsel yang menampilkan gambar "dirinya" sedang berpose memakai sepatu juga memamerkan tas pemberian butik milik Imelda."Tanggal ini, jam ini. Aku ...."Lea membuka tablet yang berisi agenda juga jadwal pekerjaan, pertemuan dengan klien. Serta banyak hal lain termuat di dalamnya."Aku ada pertemuan dengan desainer Avantie. Tepat di jam itu." Lea kembali memastikan pukul berapa foto tersebut diambil.Tidak salah lagi, dia ada di butik Avantie untuk melihat proses penyelesaian gaun pengantin salah seorang kliennya yang masih berada di luar kota. "Kalau bukan aku, lalu siapa. Siapa lagi yang mirip denganku selain mbak Nika. Tapi dia sudah meninggal. Kalau begitu ini siapa?"Pertanyaan Lea sejalan dengan benaknya yang terus berpikir. Memikirkan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi.Dalam kesempatan itu obrolan Zio dan Revo tempo hari mendadak muncul di kepalanya. "Dia bilang Munaroh atau Annika Renata tidak mungkin kembali ke sisinya. Maksudnya mbak Nika
Lea kembali dibuat tersengal. Setelah berhasil kabur dari Zico dan Abian, berdalih ada urusan dengan Irene. Di sinilah Lea berada, celingak celinguk, toleh kiri dan kanan, tapi dia tidak dapati apa yang dia cari."Cepat sekali dia menghilang," gerutunya. Lea yakin melihat sosok Nika barusan, atau seseorang yang mirip dirinya. Lea merengut kesal, dia kehilangan jejak. Suasana di tempat itu tidak terlalu ramai juga tidak sepi. Tapi Lea tahu kalau dia cari sudah tidak ada di sana.Agaknya selain Agra, Lea juga diberi kesempatan untuk melihat "penampakan" walau hanya sekilas. Makin besarlah rasa ingin tahu perempuan itu. Maka tak berapa lama Lea menghubungi seseorang."Di mana?"Yang ditanya melihat tiga kali ke layar ponselnya. Tidak percaya Lea mencarinya. "Di kantor, mau apa?""Mau bikin perhitungan sama kamu. Jangan pergi, tunggu aku datang."Panggilan ditutup meninggalkan Agra tercenung memandangi layar ponsel yang perlahan meredup lantas kehilangan daya."Dia mau ngapain nyari aku?
"Kasih tahu gak?!" "Astaga!"Agra berjingkat, sampai kursinya mundur ke belakang saat Lea menggebrak meja. Pria itu lekas disadarkan kalau Lea tak ingin main-main. Wanita itu minta kejelasan darinya."Agra! Kalau kamu tidak kasih tahu aku akan cari tahu sendiri."Lea berdiri, hampir berjalan ke luar ruangan ketika Agra berujar cepat. "Aku tidak bisa cerita sama kamu!"Jujur adalah jalan ninja yang Agra pilih, jemarinya baru mengirim pesan pada Zio pasal Lea yang ada di tempatnya. Dia tidak mau disalahkan lagi, dia tak ingin ikut campur masalah ini.Biar Zio yang memutuskan. Agra paham benar kalau pria itu mungkin tak akan bisa memaafkan atas semua yang telah terjadi. Zio masih memendam amarah bahkan mungkin dendam padanya. Tapi Agra tak ingin terlibat dalam salah apapun dengan Lea.Beruntungnya saat Agra sibuk menahan Lea, Zio segera datang. Hampir lima belas menit Agra berdebat dengan Lea. Perempuan itu terus mendesak untuk bercerita sedang Agra pilih menjawab tidak bisa atau tidak
"Mbak Nika masih hidup. Mbak Nika masih hidup. Mbak Nika masih hidup."Kalimat tadi bagai mantra yang terus terapal di kepala Lea. Wanita itu sejak tadi tidak bisa memejamkan mata. Penjelasan soal bagaimana Nika masih hidup. Ke mana wanita itu pergi dua tahun ini juga bagaimana Nika mampu melihat lagi. Semua dipaparkan Zio dengan sangat rinci. "Dia sembuh dari kanker yang dia derita. Dia bisa melihat kembali. Ini gila!" Fakta bahwa kornea yang dia gunakan untuk melihat dunia adalah milik Nika, membuat sudut hati terdalam Lea terusik. Akan sangat sulit ditangani ketika semua menyangkut hutang budi. Dan Lea merasakannya."Oh aku harus bagaimana?" Lea berguling ke kiri dan ke kanan tidak jelas. Dia sudah naik ke ranjang sejak tadi, tapi sama sekali tidak bisa tidur.Zio sendiri masuk ke ruang kerja, terus terang dia mengatakan akan berdiskusi dengan Revo dan Han."Ini bukan cuma soal Zio, tapi juga menyangkut Arch." Lea tersadar akan sesuatu yang lebih besar. Bagaimana reaksi Arch an
Sosok di depan mereka membuka masker, membuat dua pria tersebut kompak menutup mulut. Tidak percaya pada apa yang mereka lihat. Nika, perempuan itu berdiri di hadapan Zio dan Han dengan senyum terkembang."Surprise! Aku kembali!"Senyum masih terlukis di bibir Nika. Dua tangannya terentang. Entah apa yang dia inginkan. Mungkin dia mengharap Zio dan Han memeluknya?Tentu saja hal itu tidak akan terjadi. Zio dan Han justru mematung di tempat mereka berdiri. Zio pikir dirinya siap berhadapan dengan Nika yang dia gambarkan seperti bangkit dari kubur.Namun faktanya dia tetap syok, sampai kehilangan kata saat figur Nika nyata berdiri di depannya."Sayang, kamu gak pengen peluk aku? Aku rindu sama kamu?"Zio terhenyak lantas menyembunyikan diri di balik punggung Han, yang serta merta menunjukkan protesnya.Ada kecewa yang menghampiri Nika kala Zio pilih menghindarinya. Tapi senyum Nika kembali wujud ketika dugaan Zio masih terkejut dengan kedatangannya menenangkan hatinya."Aku sengaja data
Rasa terkejut Nika makin bertambah. "Apa maksudmu?" Perempuan itu bertanya dengan dahi berkerut dalam.Gawat! Bagaimana Zio bisa tahu kalau Arch anak kandungnya? Nika merasa banyak hal tidak dia ketahui sejak dia kembali. Banyak hal rupanya telah terjadi selama dia pergi."Jangan berlagak bodoh. Aku, kami semua sudah tahu soal Arch dan Miguel. Jadi, kamu dilarang menemui Arch. Walau dia putra kandungmu, dia tidak pantas punya mama sepertimu."Kali ini Zio benar-benar pergi, meninggalkan Nika yang tak bisa bergerak di tempatnya berdiri. Terlalu syok dengan semua fakta yang terbuka hari ini."Zio tahu Miguel, bagaimana bisa?" Gumam Nika.Hatinya hancur saat angannya telah melambung tinggi akan merangkai mimpi indah bersama Zio. Namun pria yang sepenuhnya sudah menghilang dari pandangan Nika, seolah tidak mau memberi kesempatan padanya.Zio tampak membencinya. Nika bisa melihatnya. Zio yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Pria itu tidak mencintainya lagi. "Semua ini pasti gara-gara L
"Ini tidak benar, Rel."Erna berjalan mondar mandir di depan Karel yang sedang memijat pelipisnya. Pusing segera mendera lelaki berdarah oriental tersebut."Yang bilang benar siapa. Seharusnya aku tidak menyetujui permintaannya dua tahun lalu. Aku bodoh, termakan bujukannya. Sekarang begini keadaannya. Dia harus pulang, Na." "Aku juga tahu, Rel. Semua bukan salahmu sendiri. Aku juga salah. Andai aku tidak percaya padanya begitu saja.""Dia bilang ingin lepas dari Zio, dia ingin sembuh. Setelah itu dia mau mulai hidup baru di sana. Siapa sangka dia berubah pikiran. Ini gila, Rel. Bagaimana kita akan mengatasinya sekarang?"Dua orang itu mendorong kasar napas masing-masing, seraya memandang pintu kamar Nika yang tertutup rapat. Wanita itu keras kepala, egois. "Apa aku harus menemui Zio? Memberitahu semua?""Kariermu bisa hancur, Rel." Erna memperingatkan.Karel tampak murung, "Aku sudah mengkhianati sumpah dokterku sejak menuruti keinginan Nika dengan memalsukan kematiannya. Aku bukan
Fakta Mattias memiliki anak. Dan dia adalah James Liu, membuat Li Chong Wei berang. Dia tidak sudi mengalah apalagi mengaku kalah. Dia sudah menunggu lama hingga hari ini tiba.Mempersiapkan diri untuk merebut kepemimpinan Triad Ming juga memiliki Midnight Blue. Tempat hiburan dengan keuntungan paling besar saat ini.Chong Wei tidak akan mundur. Dia akan pertahankan apa yang sudah dia miliki. Triad Ming dan Midnight Blue. Dua hal yang sangat Li Chong Wei damba.Dia pilih war dengan Mattias. Lagi pula, anak buahnya jelas lebih terlatih di banding pria berseragam hitam yang melindungi Mattias. Pria itu tak tahu siapa yang jadi backingan Mattias.Jeritan San tidak Li Chong Wei hiraukan. Dia tidak peduli apa yang James lakukan pada orang yang telah lama jadi sekutunya. Bedanya San punya motif berbeda saat memutuskan membantu Li Chong Wei merebut Midnight Blue.San hanya menginginkan Yifan. Dia ingin Yifan jadi miliknya. Jadi hari itu San memang menculik Yifan, tapi perbuatannya diketahui
Perjalanan menuju Midnight Blue diwarnai emosi James yang memuncak. Dia hampir balik untuk menghajar Tiger. Pria itu rupanya yang sudah melecehkan Yifan."Tenang, James. Tiger sudah memberitahu kalau dia dijebak. Semua ulah orang ini.""Tetap saja, Yah. Dia yang menghancurkan Yifan. Susah payah kami jaga dia, sebab prinsip Yifan begitu."James meraup wajahnya kasar, memukul tempat duduknya berkali-kali. Tidak peduli pada Zico yang sibuk main game. Dan Mike yang mengemudikan mobil.Dua mobil mengiringi mereka. Semua anak buah Triad Li yang diutus Miguel untuk menjaga keselamatan Mattias dan yang lainnya.Zico jelas syok begitu nama Miguel disebut sebagai pemimpin Triad Li. Dia tak pernah menyangka jika papa kandung Arch adalah mafia."Pantas dia kekeuh membiarkan Arch jadi anaknya Zio," komen Zico saat itu."Sangat beresiko andai musuh tahu soal kehidupan pribadi kami. Karena itu aku mendukung apa yang tuan De Leon lakukan. Putranya lebih aman bersama kalian. Meski ya, aku yakin dia sa
"Pelan-pelan, Lea." Puspa membantu Lea yang ingin duduk. Istri Han ikut stand by di rumah sakit ketika sang suami dipanggil Zio."Operasinya lama bener," keluh Lea yang sampai setengah jam dipindahkan ke ruang perawatan, belum juga melihat Zio.Dua orang itu rencananya akan ditempatkan di satu ruangan yang sama. Supaya lebih mudah bertemu satu sama lain."Sebentar lagi. Namanya juga operasi kadang cepat, kadang molor. Tenang saja, jangan stres nanti ASI-nya susah keluar. Kayak Agni."Lea menghembuskan napasnya pelan. Coba menenangkan diri. Mencoba menyingkirkan pikiran buruk yang sempat mampir di kepalanya."Lapar, Pa," kata Lea. Baru kali ini terasa perutnya keroncongan.Puspa sigap mencari paper bag yang tadi ditinggalkan Han. "Jangan protes ya. Full sayur, demi anak." Puspa mengulurkan wadah makanan dengan logo restoran ternama.Isinya nasi, daging, dengan sayur capcay banyak. Tanpa banyak protes Lea makan sayurnya lebih dulu. Lea menggulung senyum melihat Puspa ikut makan bersam
"Ming! Ming! Dia bapakmu tahu!" Ceplos Zico. Dan pria itu kembali dapat warning dari mamanya. Bukan getokan di kepala, tapi cubitan ekstra keras di pinggang.Bisa dibayangkan bagaimana reaksi Zico. Ingin mengumpat tapi mama sendiri yang menganiaya. Pada akhirnya Zico hanya berdesis-desis macam orang kepedesan."Bapak apanya? Kata Mama dia sudah meninggal," sergah James tak percaya begitu saja."Ciee, dia anak mama juga to." Kali ini Zico kabur lebih dulu sebelum digetok, dicubit atau apalah itu oleh Inez. Zico pilih sembunyi di balik punggung Tiger yang duduk bersandar di kursi tinggi.Kehadiran Tiger di sana lekas menarik perhatian James. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku dibawa kemari. Dan mereka, mereka siapa?" Jari James menunjuk lima pria berpakaian hitam yang mengawalnya sejak turun pesawat. Adapun Mike cuma diam di pojokan. Tanpa berani ikut campur."Biar Mama jelaskan," Anita mengambil alih. Dia tahu putranya bingung. Biasanya hanya dia yang akan James dengarkan jika
Zio dan Lea tak mampu menahan tangis haru, kala bayi laki-laki mereka diletakkan di atas dada sang ibu. Dari menangis, bayi itu langsung berhenti dengan mulut bergerak-gerak lucu mencari sesuatu."Saingan Papa ini mah," canda Zio di tengah tangannya yang sibuk mengusap kepala sang anak, juga air mata di pipi.Rasanya makin tak terlukiskan kala si bayi kini beralih ke gendongan Zio. Buah hati yang dia tunggu sekian lama akhirnya berada dalam pelukannya."Sudah, Tuan?" Dokter Niken bertanya.Zio mengangguk setelah ritual adzan dan iqamat dia lantunkan. "Boleh gak babynya sama saya aja," pinta Zio masih dengan mata penuh air mata."Boleh, tapi nanti ya. Kami perlu periksa debay-nya lebih detail. Ingat, dia nongol lebih awal dari jadwal, jadi kami perlu pastikan dia baik-baik saja."Awalnya Zio ingin mendebat tapi ketika nyeri di lengannya kembali menyengat, dia tahu untuk sementara harus berpisah dulu dengan putranya."Arcelio Ethan Alkanders, sampai jumpa sebentar lagi."Lea sangat terh
"Ma, Kak Lea bener mau lahiran. Ini Zico tanya Sari. Zio baru datang, tapi kata Sari lengannya berdarah."Info Zico mengalihkan perhatian Anita dan Inez yang baru saja mendudukkan Tiger, pria itu kini lebih suka dipanggil Yuze.Luka fisik Yuze lumayan parah, untungnya organ dalam pemuda itu mampu bertahan. Walau setelah keadaan membaik, Anita yang mantan perawat tetap menyarankan pemeriksaan menyeluruh untuk Yuze di rumah sakit."Berdarah bagaimana, terus kakak iparmu bagaimana?" Inez jelas cemas mendengar kabar Zio dan Lea."Dia tertembak," kata Mattias menyela obrolan ibu dan anak di depannya."Siapa yang berani nembak dia? Anakmu ya, beuhh minta digetok palanya kalau ketemu."Zico mengomel, dan pada akhirnya berhadiah dirinya yang kena getok kepalanya oleh Inez, mamanya sendiri."Mama apa-apaan sih? Anak orang dibelain, giliran anak sendiri dianiaya!" Protes sang bungsu dengan bibir manyun lima senti.Satu pemandangan langka untuk Yuze, Anita dan Mattias. Yuze yang bahkan orang tua
"Tunggu dulu, apa hubunganmu dengan Triad Li."James menahan Miguel yang sudah bersiap melajukan kendaraan menuju rumah sakit. Ya, yang datang menyelamatkan James dan Zio adalah Miguel yang membawa belasan orang untuk memukul mundur penyerang dua pria tadi."Kau pulang saja dulu, lalu tanya pada ayahmu. Aku datang karena ayahmu minta tolong padaku. Mike sudah menunggu di bandara.""Ayah?" Kutip James nyaris tanpa suara.Ayah? Siapa ayahnya? Bukankah ayahnya sudah meninggal. Pertanyaan tadi berputar di kepala James, seiring mobil Miguel berlalu dari hadapannya."Mari Tuan, saya antar ke bandara. Pesawat berangkat empat puluh lima menit lagi."James masuk ke dalam mobil saat kendaraan Zio menghilang di tikungan. Tempat itu sudah bersih, mayat dan mereka yang terluka tak lagi terlihat. Triad Li memang terkenal dengan kinerjanya yang cepat dan bersih juga rapi, sama dengan Triad Ming."Siapa nama tuanmu tadi?" James bertanya pada sang supir."Tuan Miguel Amadeo De Leon."James terdiam ket
Lea mendesis ketika rasa melilit menyerang perut, merambat ke pinggang. Menimbulkan sakit yang dia sendiri tak bisa gambarkan seperti apa rasanya."Bukaan empat, Nyonya."Lea seketika ingin menangis, baru bukaan empat dan rasanya sesakit ini. Dia ingin Zio ada di sini, menemaninya berjuang melahirkan putra mereka.Tapi faktanya, sejak dua jam yang lalu pria yang dia harapkan akan menenangkan dirinya tidak muncul jua."Cakar aja, Bu. Saya gak apa-apa." Suara Irene membuat Lea menolah.Bulir bening sungguh menderas kali ini. Justru Irene yang setia berada di sisinya kala dia kesakitan menghadapi kontraksi."Maaf ya, Ren," lirih Lea di sela desis juga tarik hembus napas yang istri Zio lakukan sesuai aba-aba dokter Niken."Gak apa-apa, Bu. Saya senang dapat live pengalaman ibu mau melahirkan. Serem sih." Irene bergidik ngeri waktu tahu cara mengecek pembukaan.Dari ekspresi Lea saja itu sudah jadi kesakitan tersendiri, belum proses kontraksi itu sendiri."Kamu bisa pergi kalau takut," pin
Suara ketukan di pintu membuat semua waspada. Zico sudah mengokang senjatanya. Sangat mengejutkan bagi Inez yang baru kali ini melihat aksi sang putra. Pun dengan Mattias yang melakukan hal sama. "Harusnya tidak ada yang tahu tempat ini," kata lelaki itu. Dia dan Zico mendekat ke arah pintu. Meminta Inez dan Anita masuk ke dalam kamar. "Itu kalau semua orang di sekitar Om bisa dipercaya," ledek Zico. Mattias menghela napas kasar. "Sayangnya kau benar. Ada beberapa orang yang mengkhianatiku." "Boleh nebak profesi Om?" Dua pria lintas usia tersebut menempelkan telinga ke daun pintu. Coba mendengar suara dari arah luar. Plus Mattias menempelkan telapak tangan di lantai. Dia sedang menerka berapa jumlah orang yang berdiri di luar pintu rumahnya. Melihat hal itu Zico terkekeh. "Cara Om kuno," ejek sang ponakan. "Memangnya kau bisa tahu siapa yang ada di luar. Kalau tebakanmu benar akan kukasih tahu apa pekerjaanku." Mattias menatap remeh pria yang masih tampak muda di depannya. Zic